Regina menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk mengendalikan perasaan gugup di dalam hati. Matanya memandang ke arah sosok di hadapannya. "Kak, aku akan mempertimbangkannya setelah kau menunjukkan padaku apa yang kau temukan."Pria itu menyeringai. "Apa kau pikir bisa menipuku?""Kak, aku tidak punya keberanian untuk membantumu menghancurkan perusahaan Jian ataupun memenangkan pertarungan dengan Papa. Aku sungguh tidak akan berguna untukmu, kau tahu itu, kan?" ucap Regina dengan rendah diri. "Regina, kau terlalu merendah. Jika kau tidak memiliki kemampuan, maka aku tidak akan mengajakmu menjadi partnerku. Aku punya kabar baik untukmu, aku akan diakui oleh Papa secara resmi. Aku mungkin bisa mengambil perusahaan secara bertahap. Namun, tidak ada gunanya jika Henry Jian melumpuhkan semua yang aku butuhkan. ""Apa maksud kakak?" tanya Regina. Pria itu memberikan sebuah dokumen. "Aku berhasil mengumpulkan semua informasi. Sebenarnya aku tidak ingin memberikan padamu sampai kau setuju,
Regina menelan ludah, merasa tertekan dengan tindakan Henry. Keheningan memenuhi ruangan itu, suara helaan nafas Henry terdengar begitu jelas. "Regina, aku hanya mengkhawatirkanmu, mungkin saja kau bertemu dengan orang jahat . Berikunya jika kau bertemu dengan siapapun termasuk client, aku akan ikut denganmu!" ucap Henry dengan tegas. "Bukankah kau sibuk? Aku dapat menjaga diriku sendiri, lagipula hal bahaya apa yang bisa terjadi? Kau sudah menangkap para pembunuh yang awalnya mengincar kita, kan? Tidak ada lagi yang perlu di khawatirkan." Revina mencoba mencari alasan untuk menghindari pengawasan Henry. Henry menatap Regina dengan ekspresi yang sulit ditentukan, campuran antara kekhawatiran dan ketegasan. "Regina, aku bisa berhenti mengkhawatirkanmu."Regina tahu maksud dari perkataan Henry yang sebenarnya. Jika dia terus bersikeras maka Henry akan semakin curiga. "Baiklah, aku akan menuruti apa yang suamiku inginkan. Aku tahu kau hanya ingin menjagaku tetap aman.""Permisi, Nyony
"Kenapa kau datang ke sini?" Kevin berbicara dengan kasar pada pria itu. "Regina, apa seperti ini caramu mendidik anak? Dia bahkan tidak bisa bersikap sopan pada kakeknya. " Tuan Jian menegur putrinya. "Jangan salahkan mamaku!" Kevin memprotesnya. "Kevin kau tidak boleh seperti itu pada kakekmu." Kevin menatap Tuan Tan dengan tatapan dingin, "Tapi, apa pria seperti dia pantas aku panggil kakek? Dia telah menyakiti Mama berulang kali. Aku tidak bisa menerima dia!"Tuan Tan merasa terkejut dengan sikap Kevin. "Regina, anakmu terlalu kasar, itulah yang kau dapatkan karena memiliki darah dari Jian. Aku akan melupakan masalah ini. Kevin, aku sengaja datang untuk menemuimu sebagai kakekmu. Lupakan masa lalu dan lebih baik kita saling berbaikan."Tuan Tan mengulurkan tangan, tapi Kevin justru menepisnya. "Aku tidak mau berdamai dengan orang jahat.""Kau!" Tuan Tan menatapnya dengan amarah. Regina menarik tangan Kevin, menyembunyikan di b
Regina mendorong dada Henry saat pria itu mendorongnya ke tempat tidur. "Aku ingin mengambil ponselku." Henry dengan tatapan yang penuh kekecewaan melepaskan Regina. "Aku akan mengambilnya untukmu."Henry meraih ponsel yang ada di samping meja. "Kenapa kau menginginkan ponselmu di saat kita sedang di tempat tidur?"Regina membuka galeri ponselnya. "Lihat, aku ingin kau menonton video yang aku rekam. Kau pasti merasa kecewa karena tidak bisa datang."Regina menunjukkan video itu pada Henry. Wajah kesal Henry perlahan melunak. "Sejak kapan dia belajar bermain piano?""Aku juga tidak tahu. Sepertinya Kevin terlahir dengan bakat musik. Henry, bagaimana jika kita memasukkan Kevin ke kursus piano?" ucap Regina. Henry menyaksikan video Kevin memainkan piano dengan ekspresi penuh kebanggaan. "Dia benar-benar berbakat."Regina menoleh ke arah Henry, ini pertama kalinya dia melihat Henry memiliki ekspresi seperti ini. Bahkan ketika pria ini memenangkan juara pertama di sekolah, tidak ada eksp
"Nyonya, jangan keluar. Saya akan menghubungi CEO Jian untuk datang melawan orang-orang itu." Asistennya menghentikannya. "Jangan lapor pada Henry tentang kejadian ini. Aku sudah bilang dapat mengatasinya. Jangan khawatir, ini tidak akan lama." Regina masih tetap turun mendekat ke arah mobil itu. Asistennya menunjukkan seringai, dia mengambil ponselnya dengan pemikiran wajah licik yang terlihat di wajahnya. Regina mendekati mobil yang menghalangi jalan, pintu mobil langsung terbuka, "Masuk. Ada yang ingin aku bicarakan padamu!""Papa, jika kau ingin membahas proyek itu, kita atur pertemuan lain. Siapa tahu saat ini Henry mengirim orang untuk mengawasiku." Tuan Tan tidak memedulikannya, "Kau hanya mengatakan kebodohan, kan? Jika ada orang yang mengawasimu maka mereka sudah pasti akan datang ke sini. Cepat masuk saja dan selesaikan masalah ini secepatnya.""Kita bicara di luar saja!" tolak Regina. Tuan Tan akhirnya keluar dari mobil, dia memberikan beberapa dokumen. "Gantikan perusa
Regina masih mencoba mempertahankan ketenangannya. "Tidak, sayang. Aku tidak tahu kenapa dia menghubungiku. Lupakan saja masalah ini."Kevin masih tidak menunjukkan kepuasan, "Tidak. Aku tidak bisa membiarkan hal ini. Lebih baik mama memblokir lalu menghapus nomernya!" "Tidak . Kevin, aku tidak bisa. Bagaimana mungkin aku memblokir nomer keluargaku sendiri. " "Mama, apa mama takut pada pria tua itu dan juga apa orang itu pantas disebut sebagai keluarga? Dia hanya ingin menghancurkanmu! Aku tidak ingin Mama di manfaatkan, apa Mama tahu kondisi keluarga Tan saat ini sedang...." Kevin langsung menghentikan perkataannya. Regina mengerutkan keningnya. Bagaimana orang anak berusia 7 tahun mengatakan ibi padanya. "Kevin, apa kau tahu sesuatu? Berikan lebih banyak informasi lebih lengkap, darimana kau tahu informasi ini? Apa Henry yang memberitahu?"Kevin mengalihkan pandangannya. Dia tidak berani menatap mata Regina. "Tidak. Mama, berita itu sudah dirilis. Semua orang tahu itu. Lebih pent
Regina merasa resah setelah bertemu dengan Tuan Tan. Namun, Regina tidak bisa berbicara dengannya karena Henry selalu berada di sekitarnya. "Kau sedang memeriksa apa sampai tidak berkedip?" tanya Henry yang melihat Regina menatap sebuah dokumen begitu lama. "Tidak." Regina dengan cepat menandatangani dokumennya. Suara keras dari telepon memecah keheningan. Regina dengan segera menjawab "Nyonya Jian, kami menyetujui kerja sama dengan perusahaan Anda. Bisakah kita membahas kontrak segera?""Baiklah, bagaimana jika kita melakukan pertengkaran hari ini?""Ya. Kami tidak masalah." Perusahaan itu menyanggupinya. "Bisakah kalian juga menunjukkan sampel juga? Kami mencari development game dengan kualitas bagus.""Tidak masalah. Kami pasti tidak akan mengecewakan."Setelah pembicara beberapa detil, Regina mengakhiri panggilan. Dia menatap Henry yang diam saja. "Henry, mereka menerima kerja sama dengan kita. Untung saja kau masih belum melakukan perbuatan curang itu."Regina menyadari ekspr
"Kevin, aku pergi untuk bekerja bukan untuk liburan dan Regina juga memiliki pekerjaan lain yang harus dikerjakan. Aku tidak bisa membawanya bersamaku." Henry menjelaskan dengan tenang. "Papa, apa kau tidak takut sesuatu yang buruk akan terjadi? Aku hanya bisa mengandalkan Papa untuk melindungi Mama. Apa salahnya jika Mama juga ikut bersama Papa dan pekerjaan diserahkan ke orang lain. Mama bukan karyawan biasa, kan?" Kevin masih bersikeras membujuk. Regina merasa aneh dengan putranya ini yang seolah ingin dia tetap berada dalam pengawasan Henry. Sebenarnya apa yang diinginkan putranya dengan mengatakan itu? Regina tidak ingin berada dalam pengawasan Henry tanpa bisa bergerak dengan bebas. "Kevin, apa yang mungkin bisa terjadi padaku? Aku dapat melindungi diriku sendiri. Kau tidak perlu khawatir dengan masalah itu.""Tapi, Mama--"Regina tersenyum lembut pada Kevin. "Kevin, aku tidak tahu apa yang kau khawatirkan. Namun, kami tidak bisa pergi bersama-sama dan mengabaikan pekerjaan. Pa