"Aku akan mempertimbangkan bekerja sama denganmu, tapi temani aku malam ini!" Sekertarisnya membacanya dengan keras. Regina merebut kembali ponselnya. "CEO Tan, jadi itu caramu untuk mendapatkan kesempatan dari CEO Jung? Kau menjual tubuhmu untuk bisnis? Tidak cukup hanya CEO JIan, kau juga mengincar yang lain. Benar-benar wanita serakah." Sekertarisnya mengembalikan kembali ponsel Regina.. Regina menampar sekertarisnya dengan keras. Regina tersentak marah, "Jaga kata-katamu. Aku tidak akan pernah menjual diriku demi bisnis. Hanya karena aku sering diam bukan berarti kau bisa berbicara buruk padaku" Sekertarisnya me pipinya yang terasa perih akibat tamparan Regina, " Beraninya kau menamparku! Kau akui saja, jika kau selalu menggunakan cara kotor. Kau tidak bisa melakukannya apapun selain melayani para pria. Sekertaris itu membalas tamparannya, tapi Reguna dapat menghindarinya. Tidak kehabisan akan, tangannya menarik rambutnya. Regina juga membalasnya, mereka saling menarik
Pria itu tiba-tiba saja mengusap pipinya. "Apa yang terjadi denganmu? Siapa yang berani menyakitimu?" Regina menepis tangannya. "Itu tidak penting. Aku ingin katakan padamu bahwa aku--""Aku sudah tahu apa yang ingin kau katakan. Aku sudah memesankan makanan." Pria tampan berambut hitam, mengangkat tangannya memanggil pelayan. "Bawakan makanan yang sepesial, sesuai dengan apa yang aku minta." Pelayan itu mengangguk dan tidak lama makanan datang berturut-turut. Regina memandang pria itu dengan perasaan campur aduk. "Henry, aku ingin kita bicara serius!""Kita bicarakan bisnis setelah kita menyelesaikan makan malam ini." Henry mengucapkan dengan penuh perhatian. Dia menoleh ke arah pelayan. "Bisakah aku meminta bantuan membelikan salep luka? Kembaliannya ambil saja!" Henry menyerahkan selembar yang dengan nominal paling besar. "Henry, aku sungguh tidak apa-apa.""Luka di pipimu terlalu buruk untuk disebut tidak masalah. Aku tidak suka melihat ada sedikitpun luka menyakitkan di dirimu
Regina menatap ponselnya ragu-ragu. "Henry, aku akan memikirkan semua yang telah kita diskusikan nanti." Henry meraih ponsel Regina. "Jika kau menjawab telepon ini, kau akan berubah pikiran. Aku tahu bahwa kau telah membuat keputusan, kan?" Henry mematikan ponsel. Regina menatap Henry, "Apa kau pikir ini mudah untukku? Henry, jika kau berada di posisiku, apa kau akan meninggalkan semua untuk bergabung dengan perusahaan lain? Kau juga akan kehilangan keluargamu.""Regina, aku telah meninggalkan keluargaku, rumahku sebagai penolak dari orang tua yang ingin mengendalikanku. Apa itu tidak cukup? Aku bisa saja pergi dari perusahaanku, tapi perusaan yang aku pegang saat ini maju berkat usahaku di usia muda dengan melewati banyak rintangan. Jika kau ingin menjadi lebih sukses maka kau harus pergi." Henry menatap dengan serius, ekspresi wajahnya datar menyembunyikan emosinya. Regina memandang Henry dengan tatapan dingin untuk menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya . "Henry, jangan sama
Hatinya Regina berdetak kencang ketika tindakan Henry menjadi begitu mengerikan. Dia berjuang melawan belenggu itu, ketakutan menyelimuti dirinya. "Henry, hentikan kegilaan ini! Kau tidak bisa memaksaku melakukan hal ini!" Regina membuang muka ke arah lain. Matanya Henry menatap tajam ke matanya dengan intens. "Regina, kita suami dan istri, kan? Aku akan tunjukkan padamu lebih baik untuk bersamaku. Aku akan memberimu kesenangan." "Tidak! Henry, kau benar-benar gila!" Regina mencoba menggerakkan tubuhnya untuk melepaskan borgol itu. Dia tidak bisa berpikir dengan jernih. Ini terlalu mengerikan untuk menjadi kenyataan. "Regina! Regina!" "Hentikan!" "Regina!" Suara keras Henry yang dingin itu membuat Regina yang awalnya menutup matanya, mulai membuka matanya. "Henry?" panggilnya dengan ragu. "Ada apa denganmu? Kenapa kau memanggilku dalam tidurmu? Kau tidak membayangkan aku melakukan hal aneh, kan?" Regina terdiam sejenak, mencoba memahami apa yang terjadi. Dia melihat tangannya, t
"Papa, dengarkan penjelasanku. Aku menyetujui untuk bekerja sama dengannya karena ini menguntungkan. Di bandingkan proyek itu merangkak, lebih baik kita mendapatkan keuntungan untuk mengganti apa yang telah kita keluarkan. Henry Jian yang akan menanggung semuanya dan jika proyek itu merugi, kita tidak kehilangan terlalu banyak." Regina memberikan penjelasan. Tuan Tan menatap Regina dengan tatapan tajam. "Idemu bagus juga, tapi apa kau yakin akan membiarkan pria yang kau cintai mengalami kehancuran?" "Aku harus melakukannya demi keuntungan perusahaan, lagipula dia tidak akan marah dengan hal itu karena dia mencintaiku lebih dari perasaanku."Sekretaris itu mengangkat alisnya, mencoba memahami apa yang sedang terjadi. "Tapi, Tuan Tan, apakah ini bukan bentuk pengkhianatan terhadap perusahaan kita? Bisa saja dia ingin menipu kita demi keuntungan kekasihnya."Regina menatap Tuan Tan dengan tegas. "Papa, aku sungguh tidak menipu, Papa bisa membaca kontrak ini dan melihat jika keuntungan y
Regina dan Henry dengan terburu-buru keluar dari mobil. Mereka dengan cepat masuk ke sebuah ruangan dan bertemu dengan Rose. Sudah sejak lama, baik Henry atau Regina tidak terlibat dengan Rose. Regina menjadi emosional saat melihat wanita itu. "Kau bilang kau akan menjaga Kevin, tapi kenapa bisa sampai seperti ini?" Rose menghela nafas, "Ini di luar kendaliku."Regina merasa lebih kesal, "Diluar kendali, kau bilang? Kejadiannya masih di dalam sekolah dan terjadi di jam sekolah. Kau mau lepas tanggung jawab?!" Henry menarik Regina yang hendak mendekati Rose. "Tenang dulu." Henry mencoba untuk menenangkan istrinya lalu beralih pada Rose, "Siapa yang berani melakukan ini pada putraku? Aku akan memberinya pelajaran!""Tuan Jian, lebih baik tidak memperpanjang masalah ini. Kondisi Kevin saat ini--" Rose mencoba mengendalikan ketegangan, tapi Henry lebih marah dari sebelumnya. "Kau ingin kami hanya diam saja tanpa melakukan apapun? Sehebat apa orang tua anak itu sampai berani menyentuh
Henry menatap tajam anak laki-laki yang mengeluarkan mengatakan perkataan kasar itu. aura dingin menyebar di seluruh ruangan. "Kau berani mengulangi kata-kata itu sekali lagi?" Henry berbicara dengan suara kemarahan. Anak laki-laki itu gemetar. Ayah dari anak itu menengahinya. "Henry, sudah cukup. Apa kau ingin menggertak anak kecil? Dia hanya mengatakan kebenaran."Henry menatapnya dengan tatapan tajam ke arah pria dewasa itu. Dia langsung melayangkan pukulan bertubi-tubi membuat semua orang berteriak. Regina menutup mata Kevin. "Henry, cukup! Jangan menunjukkan kekerasan di depan anak-anak." Regina mencoba untuk menghentikannya. "Paman, jangan pukuli papaku! Kau orang jahat!" Anak laki-laki itu berusaha untuk menarik Henry, tapi mendapatkan balasan Henry dengan tatapan penuh amarah. "Kau tidak suka aku memukuli Papamu, kan? Itu yang aku rasakan melihat putraku terluka dan seseorang mengatakan hal buruk tentang putraku. Sekarang kau mengerti?"Anak laki-laki itu menundukkan kepal
Kevin mulai cemas, saat Henry tidak segera pulang. "Kenapa Papa belum pulang juga? Toserba berada tidak jauh dari rumah apalagi Papa menggunakan mobil, parti lebih cepat." Kevin mencoba untuk menelepon, tapi jawaban hanya dari operator. "Kemana Papa? Apa jangan-jangan....."Sebuah informasi datang ke dalam pikirannya. "Kenapa aku bisa melupakan hal penting ini, anak nakal itu kan...." Kevin dengan cepat menghubungi seseorang. "Hallo, paman. Aku ingin kau melakukan sesuatu untukku." "Apa yang terjadi, sudah lama kau tidak memintaku melakukan sesuatu untukmu."Kevin menjelaskan rencananya yang telah dia pikirkan. Orang yang dia telepon mengungkapkan persetujuan untuk melakukan apa yang anak laki-laki itu minta. Kevin masih merasa sedikit cemas. Dia bisa menebak, tapi tidak bisa mengetahui sesuatu yang pasti. "Kevin, mama pulang!" Regina masuk ke dalam ruangan dengan tas belanja yang terisi penuh. "Kau menginginkan snack, kan? Aku membawakan untukmu." "Kenapa Mama tahu aku ingin sn