Regina menatap ponselnya ragu-ragu. "Henry, aku akan memikirkan semua yang telah kita diskusikan nanti." Henry meraih ponsel Regina. "Jika kau menjawab telepon ini, kau akan berubah pikiran. Aku tahu bahwa kau telah membuat keputusan, kan?" Henry mematikan ponsel. Regina menatap Henry, "Apa kau pikir ini mudah untukku? Henry, jika kau berada di posisiku, apa kau akan meninggalkan semua untuk bergabung dengan perusahaan lain? Kau juga akan kehilangan keluargamu.""Regina, aku telah meninggalkan keluargaku, rumahku sebagai penolak dari orang tua yang ingin mengendalikanku. Apa itu tidak cukup? Aku bisa saja pergi dari perusahaanku, tapi perusaan yang aku pegang saat ini maju berkat usahaku di usia muda dengan melewati banyak rintangan. Jika kau ingin menjadi lebih sukses maka kau harus pergi." Henry menatap dengan serius, ekspresi wajahnya datar menyembunyikan emosinya. Regina memandang Henry dengan tatapan dingin untuk menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya . "Henry, jangan sama
Hatinya Regina berdetak kencang ketika tindakan Henry menjadi begitu mengerikan. Dia berjuang melawan belenggu itu, ketakutan menyelimuti dirinya. "Henry, hentikan kegilaan ini! Kau tidak bisa memaksaku melakukan hal ini!" Regina membuang muka ke arah lain. Matanya Henry menatap tajam ke matanya dengan intens. "Regina, kita suami dan istri, kan? Aku akan tunjukkan padamu lebih baik untuk bersamaku. Aku akan memberimu kesenangan." "Tidak! Henry, kau benar-benar gila!" Regina mencoba menggerakkan tubuhnya untuk melepaskan borgol itu. Dia tidak bisa berpikir dengan jernih. Ini terlalu mengerikan untuk menjadi kenyataan. "Regina! Regina!" "Hentikan!" "Regina!" Suara keras Henry yang dingin itu membuat Regina yang awalnya menutup matanya, mulai membuka matanya. "Henry?" panggilnya dengan ragu. "Ada apa denganmu? Kenapa kau memanggilku dalam tidurmu? Kau tidak membayangkan aku melakukan hal aneh, kan?" Regina terdiam sejenak, mencoba memahami apa yang terjadi. Dia melihat tangannya, t
"Papa, dengarkan penjelasanku. Aku menyetujui untuk bekerja sama dengannya karena ini menguntungkan. Di bandingkan proyek itu merangkak, lebih baik kita mendapatkan keuntungan untuk mengganti apa yang telah kita keluarkan. Henry Jian yang akan menanggung semuanya dan jika proyek itu merugi, kita tidak kehilangan terlalu banyak." Regina memberikan penjelasan. Tuan Tan menatap Regina dengan tatapan tajam. "Idemu bagus juga, tapi apa kau yakin akan membiarkan pria yang kau cintai mengalami kehancuran?" "Aku harus melakukannya demi keuntungan perusahaan, lagipula dia tidak akan marah dengan hal itu karena dia mencintaiku lebih dari perasaanku."Sekretaris itu mengangkat alisnya, mencoba memahami apa yang sedang terjadi. "Tapi, Tuan Tan, apakah ini bukan bentuk pengkhianatan terhadap perusahaan kita? Bisa saja dia ingin menipu kita demi keuntungan kekasihnya."Regina menatap Tuan Tan dengan tegas. "Papa, aku sungguh tidak menipu, Papa bisa membaca kontrak ini dan melihat jika keuntungan y
Regina dan Henry dengan terburu-buru keluar dari mobil. Mereka dengan cepat masuk ke sebuah ruangan dan bertemu dengan Rose. Sudah sejak lama, baik Henry atau Regina tidak terlibat dengan Rose. Regina menjadi emosional saat melihat wanita itu. "Kau bilang kau akan menjaga Kevin, tapi kenapa bisa sampai seperti ini?" Rose menghela nafas, "Ini di luar kendaliku."Regina merasa lebih kesal, "Diluar kendali, kau bilang? Kejadiannya masih di dalam sekolah dan terjadi di jam sekolah. Kau mau lepas tanggung jawab?!" Henry menarik Regina yang hendak mendekati Rose. "Tenang dulu." Henry mencoba untuk menenangkan istrinya lalu beralih pada Rose, "Siapa yang berani melakukan ini pada putraku? Aku akan memberinya pelajaran!""Tuan Jian, lebih baik tidak memperpanjang masalah ini. Kondisi Kevin saat ini--" Rose mencoba mengendalikan ketegangan, tapi Henry lebih marah dari sebelumnya. "Kau ingin kami hanya diam saja tanpa melakukan apapun? Sehebat apa orang tua anak itu sampai berani menyentuh
Henry menatap tajam anak laki-laki yang mengeluarkan mengatakan perkataan kasar itu. aura dingin menyebar di seluruh ruangan. "Kau berani mengulangi kata-kata itu sekali lagi?" Henry berbicara dengan suara kemarahan. Anak laki-laki itu gemetar. Ayah dari anak itu menengahinya. "Henry, sudah cukup. Apa kau ingin menggertak anak kecil? Dia hanya mengatakan kebenaran."Henry menatapnya dengan tatapan tajam ke arah pria dewasa itu. Dia langsung melayangkan pukulan bertubi-tubi membuat semua orang berteriak. Regina menutup mata Kevin. "Henry, cukup! Jangan menunjukkan kekerasan di depan anak-anak." Regina mencoba untuk menghentikannya. "Paman, jangan pukuli papaku! Kau orang jahat!" Anak laki-laki itu berusaha untuk menarik Henry, tapi mendapatkan balasan Henry dengan tatapan penuh amarah. "Kau tidak suka aku memukuli Papamu, kan? Itu yang aku rasakan melihat putraku terluka dan seseorang mengatakan hal buruk tentang putraku. Sekarang kau mengerti?"Anak laki-laki itu menundukkan kepal
Kevin mulai cemas, saat Henry tidak segera pulang. "Kenapa Papa belum pulang juga? Toserba berada tidak jauh dari rumah apalagi Papa menggunakan mobil, parti lebih cepat." Kevin mencoba untuk menelepon, tapi jawaban hanya dari operator. "Kemana Papa? Apa jangan-jangan....."Sebuah informasi datang ke dalam pikirannya. "Kenapa aku bisa melupakan hal penting ini, anak nakal itu kan...." Kevin dengan cepat menghubungi seseorang. "Hallo, paman. Aku ingin kau melakukan sesuatu untukku." "Apa yang terjadi, sudah lama kau tidak memintaku melakukan sesuatu untukmu."Kevin menjelaskan rencananya yang telah dia pikirkan. Orang yang dia telepon mengungkapkan persetujuan untuk melakukan apa yang anak laki-laki itu minta. Kevin masih merasa sedikit cemas. Dia bisa menebak, tapi tidak bisa mengetahui sesuatu yang pasti. "Kevin, mama pulang!" Regina masuk ke dalam ruangan dengan tas belanja yang terisi penuh. "Kau menginginkan snack, kan? Aku membawakan untukmu." "Kenapa Mama tahu aku ingin sn
Pria yang dicurigai itu tiba-tiba saja langsung melarikan diri. Regina secara refleks hendak mengejarnya, tapi Henry menahannya. "Jangan terpancing. Apa kau tidak ingat apa yang tertulis di ponsel tadi? Jika kau mengikutinya maka kau akan terperangkap dalam jebakan mereka."Regina kembali duduk. "Kau terlihat sudah terbiasa mengalami ini.""Regina, apa kau pikir berada di posisi atas memiliki kehidupan yang aman? Kecuali jika bergantung dan menjadi boneka seseorang," sindir Henry. "Hei, apa kau sedang menyindirku? Jangan memulai pertengkaran. Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu," protes Regina. "Tapi, bagaimana informasi itu bisa didapatkan? Apalagi untuk seorang anak berusia 7 tahun. Aku penasaran apa Kevin bukan seorang anak dewasa atau mungkin sejak awal dia sebenarnya seorang mata-mata?" ucap Henry dengan heran. "Apa kau meragukan jika Kevin memiliki niat jahat pada kita? Beraninya kau berpikir begitu pada putramu sendiri. Jika dia mata-mata mana mungkin dia akan membantu
Henry yang berada dalam keadaan darurat, ketenangannya masih bertahan. Pikirannya teringat sesuatu yang penting. Dia melihat ke samping dan menyetir mobilnya masuk ke sebuah persimpangan jalan. Suara benturan keras terdengar. Regina menutup telinganya. Mobil mewah berhenti, Henry melepaskan tangan Regina yang menutupi telinga. "Kau bisa membuka matamu sekarang!" ucap Henry. Regina secara perlahan membuka mata. "Apa kita selamat?" Dia melihat tangannya dan menggunakan spion di tengah untuk berkaca. Tidak ada luka serius. "Tapi, aku sampat mendengar suara tabrakan yang begitu keras." "Aku berhasil menghindari mereka dan keduanya saling bertabrakan." Regina menoleh ke belakang, tidak terlalu terlihat jelas, tapi ada asap yang terlihat. Sepertinya kecelakaan itu begitu parah. Henry kembali mengendarai mobilnya. Regina menoleh ke arahnya. "Bagaimana kau bisa tahu jalan ini?" "Aku teringat tentang petunjuk Kevin, ada jalan yang mungkin dapat aku pilih jika terdesak diantara dua mobil.