"Kevin, berhenti mendesaknya, aku tidak ingin mendengar omong kosong apapun darinya!" Regina melirik ke arah Kevin melalui kaca. Kevin mengerutkan bibirnya. Dia menunduk dengan sedih. "Aku hanya ingin membuat Mama dan Papa seperti pasangan pada umumnya. Jika kalian saling bicara manis, bukankah pernikahan kalian akan bertahan lama?" Regina yang melihat anak yang tertunduk dengan aura abu-abu yang dipenuhi dengan kekecewaan membuatnya tidak tahu harus berbuat apa. "Kevin, kau tidak bisa berharap lebih dari ini dan pasangan yang terlihat manis belum tentu mereka akan bersama dalam waktu yang lama. Kau tidak mengerti ini, kan?" Henry menanggapinya, "Kehidupan pasangan nyata tidak seperti dalam dongeng."Kevin justru tersenyum yang membuat Henry merasa heran. "Kenapa kau tersenyum seperti itu?""Aku hanya merasa senang karena Papa berpihak pada Mama. Ini kata untuk penghiburan pada Mama bukan. Meski kasar tapi aku paham sebenarnya Papa ingin mengatakan bahwa meskipun kalian tidak bers
"Ini yang kau maksud lebih baik?" Regina berbicara disela-sela batuknya. Dia dengan cepat mengambil minuman. "Kau bisa melihatnya sendiri, ini tidak hangus, kan?" Henry bertindak biasa saja dan masih menikmati makanannya tanpa menunjukkan ekspresi. "Memang tidak hangus, tapi tidak enaknya sama sekali. Aku tidak sanggup memakannya," ucap Regina dengan sarkas. Henry membalas, "Apa kau pikir makananmu yang hangus itu berasa enak? Kau sendiri tidak bisa memasak, jadi tidak punya hak mengkritik."Henry dan Regina mulai saling berdebat. Kevin memperhatikan kedua orang tuanya. Dia bergumah dengan suara pelan, "Pantas saja tidak ada satupun diantara Mama dan Papa memasakanku makanan sebelumnya. Aku harus ingat ini!"Kevin menghentikan perdebatan itu. "Mama dan Papa, daripada bertengkar, kenapa tidak memesan makanan saja? Papa, kau juga tidak perlu memaksakan diri memakannya. Walau kau tidak menunjukkannya, tapi aku tahu kau juga merasakan rasa yang buruk, kan?""Baiklah, aku akan memesanka
Henry menahan diri. "Masalah sepele tetaplah masalah! Siapa yang tidak akan marah jika makanan miliknya diambil seseorang tanpa sisa?" Regina tersenyum sinis. "Oh, Bagaimana jika aku membayarnya. Aku akan mentransfernya segera."Henry tersenyum meremehkan, "Kau ingin membayar dari uang di kartu yang aku berikan? Bukankah itu sama saja?"Regina melangkah mengambil kopernya yang masih berada di ruang tengah. Dia mengambil dompet, dan melemparkan kartu yang diberikan Henry padanya. "Ambil! Aku tidak butuh itu." Regina membuka aplikasi di ponselnya dan mentransfer sejumlah uang. "Aku juga sudah mentransfernya. Kita tidak punya utang apapun." Regina langsung pergi begitu saja. Henry meraih tangannya sebelum istrinya sempat melarikan diri. "Regina, ada apa denganmu? Kenapa kau lebih marah daripada aku? Hei, jangan bertindak seperti gadis remaja yang sedang merajuk, umurmu terlalu tua untuk itu." Regina menginjak kaki Henry yang membuatnya lengah. Gadis bertubuh ramping ini menggunakan k
"Kenapa kau menambahkan syarat seenaknya? Keu tidak mengatakannya sebelumnya." Regina menoleh ke arah Henry, tetapi jarak mereka yang begitu dekat membuat Regina kembali memandang ke depan, tangannya terlepas dari genggaman pintu dan menerobos melalui tangan Henry, menjauhkan diri dengan jarak aman. "Jika kau tidak mau tidak masalah. Maka, aku tidak akan memberikannya!" Henry mengibaskan filenya. Regina memandang file itu. Tangannya mengepal. Dia harus menahan diri dan ikut bermain dalam permainan Henry. "Berikan padaku sekarang juga," ucap Regina. Henry tersenyum penuh kesombongan. "Aku akan menganggap menerima syarat dariku. " "Ayo, masuk, istriku!" Henry membukakan pintu kamar. Regina memasuki kamar dengan hati-hati, tatapannya terarah pada Henry dengan penuh kecurigaan. Henry menatapnya dengan senyum diwajahnya. "Kenapa kau menatapku begitu? Aku sungguh tidak akan melakukan sesuatu. Ambil dokumen ini!"Regina mengulurkan tangannya, mengambil dengan cepat. Dia memeriksa isiny
"Kenapa?" Henry bertanya pada Regina melirik tanpa mengatakan apapun. Regina menggeleng. Dia tidak mungkin menanyakan darimana Henry yang tidak kembali ke kamar sampai larut malam. Regina menunduk wajahnya dan mulai mengigit roti putih yang telah di panggang. "Mama, apa mana tidak tidur dengan baik? Ada kelompok mata gelap di mata." Regina terkejut dengan Kevin yang menyadarinya walau sudah ditutupi dengan make up. "Bukankah kau tidur nyenyak semalam?" Henry menatapnya penuh keheranan. "Atau kau tidak bisa tidur karena aku meninggalkanmu? Oh, apa istriku tidak bisa tidur tanpaku?""Tidak. Justru aku tidur nyenyak semalam. Ini bukan kelopak mata gelap tapi bagian dari make up." Regina memberi alasan yang masuk akan. "Aku tidak tahu jika kau pergi semalam." "Papa, apa papa keluar saat malam hari? Apa yang Papa lakukan?" Kevin bertanya. Regina tidak menyangka Kevin akan menanyakan pertanyaan yang ingin Regina ketahui. Mata yang terlihat lelah, terarah pada Henry tanpa berkedip. Dia
Saat Henry mendengar tuduhan Regina, ekspresinya berubah serius. " Oh, jadi kau tidak tidur malam itu dan malah menuduh aku keluar untuk berselingkuh? Jika kau penasaran tentang itu kenapa kau tidak keluar dan mengikutiku? Menuduh tanpa bukti tidak bisa di terima!" Regina tersenyum sinis. "Apa aku masih butuh bukti? Interaksimu dengan wanita itu dan bagaimana sikapnya padamu, itu sudah jelas."Henry memicingkan mata, "Regina, jangan katakan padaku bahwa kau cemburu."Regina mengalihkan pandangan, "Tidak, kenapa aku harus cemburu? Aku sudah tahu bahwa kau suka bermain-main dengan para wanita."Henry mendekat dan mencium pipinya. Regina terkejut, tangannya secara refleks mendorongnya, tapi tangan Henry menahannya. "Kita sedang berada di luar, bahkan jika kau marah, kita harus tetap bersikap selayaknya pasangan, kan?" bisik Henry dengan suara yang hanya bisa di dengar oleh Regina. "Permisi, saya tahu kalian pasangan, tapi bisakah jangan bermesraan di sini?" Suara Rose terdengar. Henry
Regina menatap Tuan Tan dengan ekspresi terkejut. "Mengundurkan diri? Papa, bukankah terlalu tiba-tiba jika aku melakukannya bahkan tanpa ada pertemuan dengan para dewan direksi?" "Aku sudah menemui mereka dan juga, aku memiliki saham paling besar di perusahaan ini. Regina, kau seharusnya menyadari, apa yang telah kau lakukan pada perusahaan? Tidak ada perkembangan dan juga kau telah membuat kita rugi besar, apa kau akan tetapi berani menduduki posisi sebagai pemimpin perusahaan?"Regina menelan ludah, mencoba menjaga ketenangannya. "Papa, aku tidak bisa pergi begitu saja. Tolong beri aku kesempatan. Aku akan mengganti kerugian dengan mendapatkan project yang lebih besar lagi." Tuan Tan memandang remeh, "Bagaimana kau dapat melakukannya? Selama ini saja kau lebih sering gagal dan membuatku merasa malu. Memang lebih baik aku mengendalikan perusahaanku sendiri. Percuma saja kau pintar di sekolah, tapi berakhir merugikan keluarga." Regina mengepalkan tangannya. Selalu saja seperti ini
"Henry, aku tidak punya waktu untuk bermain-main dan berhentilah mengancamku untuk memenuhi apa yang kau inginkan. Tidak mungkin juga kau mengetahui apa yang aku butuhkan.""Apa kau sedang menantangku? Apa kau ingin aku membuktikannya dengan masuk ke dalam sekarang dan membuat kekacauan?" ucap Henry. Regina menggigit bibirnya, merasa tertekan. "Jangan masuk. Baiklah, aku akan keluar. Jangan membuat masalah lagi." Regina dapat mendengar suara tawa menyebalkan dari pria itu terdengar. "Tenang saja, aku tidak akan melakukan sesuatu selama kau menurut. Aku beri waktu, dalam satu menit kau tidak datang maka aku yang akan datang." Henry langsung mengakhiri panggilan telepon."Pria sialan!" Regina tidak bisa tidak mengutuk pria yang membuatnya kesal. Regina dengan cepat keluar dari kantor, tanpa peduli dengan karyawan yang memandangnya dengan tatapan heran. Satu-satunya yang dia pikirkan, mencegah Henry memberikan masalah lebih besar baginya. Regina menemukan mobil Henry yang cukup menon