Regina membatu sejenak melihat pecahan yang jatuh dibelakangnya. Dia hanya menatap Nyonya Jian, lalu menutup pintu begitu saja. "Sialan! Pelayan! Cepat bereskan!" Nyonya Jian berteriak dengan keras. "Istri, kenapa kau marah-marah?" Tuan Jian mendekat ke arah istrinya. "Boneka keluarga Tan itu membuatku kesal. Dia benar-benar tidak layak jadi menantu. Jika aku tahu, aku akan memilih wanita yang dibawa Henry saat itu daripada Henry bersama dengan seorang bidak catur." Nyonya Jian melupakan emosinya. "Tenangkan dirimu. Henry juga pasti akan menyesali menikah dengan wanita itu. Sebentar lagi, Henry pasti akan meninggalkan wanita itu. Kita hanya menunggu waktu itu datang." Tuan Jian dengan lembut menghibur istrinya. "Apa Henry benar-benar akan meninggalkan istrinya itu? Wanita itu bahkan berencana untuk mempengaruhi Henry agar tetap bersamanya." "Istriku, percayalah padaku! Aku yakin pengaruh wanita itu tidak akan lama." *** Regina menemui seorang teman yang kemungkinan dapat memba
"Aku tidak menyangka kau adalah seorang wanita murahan! Berapa pria yang telah mendapatkan tawaran ini untuk membantumu mendapatkan project?" bisik Henry dengan penuh ejekan. Regina mendirikan pria itu. "Aku sudah bilang, aku tidak serius dengan itu. Satu hal lagi, aku bukan wanita seperti yang kau pikirkan." Henry menatap Regina cukup lama. Tubuhnya kembali tegak. "Tapi, jika kau serius menawarkannya, aku tidak akan menolak. Kau tidak akan menyesali telah menjual dirimu padaku. Aku akan memberikan semua yg kau inginkan, bahkan jika itu mempengaruhi bisnisku." "Persetan! Aku tidak butuh!" "Kau yakin? Bukankah ini tentang masalah proyek besarmu yang gagal dan client pindah untuk bekerja sama dengan perusahaanku?" "Aku sudah bilang tidak ingin--"Henry memotong perkataannya, "Aku belum menandatangani kontrak dengannya." "Kenapa? Tadi pagi kau menyombongkan diri." Regina menatap Henry yang mulai menyetir mobil. "Aku tidak ingin ada rumor menyebar, aku telah merebut client dari peru
"Hei, Regina dengarkan aku. Bahkan jika aku membuang mereka setelah memberikan banyak hal, tapi aku tidak akan melakukannya padamu!" Henry menatap Regina begitu dalam Jantung Regina berdebar. Dia tidak sanggup menatap mata tajam Henry, yang seolah mencoba menembus jiwanya. . "Ya, tentu saja kau tidak bisa membuangku begitu saja karena kita memiliki perjanjian dan kau tidak mau citramu buruk. Aku tahu itu. Tidak perlu lagi membicarakan hal yang tidak penting."Regina berjalan duluan, mencoba menyingkir dari pandangan intens Henry. Emosi yang tidak dia inginkan telah menyelimutinya. Dia bisa merasakan kehadiran Henry yang mengikuti rapat di belakang. "Hei, kau bahkan tidak tahu lokasinya kan? Jangan melangkah sendirian." Henry mengenggam tangannya dengan erat. "Tidak perlu bergandengan tangan! Aku bukan anak kecil yang akan hilang tanpa tahu jalan pulang." Regina mencoba melepaskan genggaman itu. Henry justru merapatkan jari-jarinya membuat ikatan yang sulit untuk dilepaskan."Ikuti
Nyonya Jian memandang pasangan ibu dan anak dengan sorot mata dipenuhi dengan kebencian. Bibirnya mengeluarkan perkataan sinis sebagai jawaban, "Kalian ibu dan anak hanya bisa membuatku kesal!" Kebencian terlihat begitu jelas saat wanita paruh baya itu melangkahkan kaki menjauh. “Nyonya Jian, apa anda akan melarikan diri begitu saja?” Suara Regina begitu keras, tetapi Nyonya Jian tidak menunjukkan tanda menghentikan langkah kakinya dan memecahkan masalah ini. “Mama.”Suara panggilan Kevin menarik pandangan Regina. Menatap anak laki-laki dengan keadaan menyedihkan ini membuat perasaan yang tidak dikenalinya tumbuh. Rasa sakit yang menghancurkan hatinya. "Ada apa sebenarnya? Apa kau dipukul?" Dengan hati-hati Regina mengusap pipi Kevin yang memerah. Anak itu menenggelamkan diri dalam pelukan, tubuhnya masih gemetar. Kevin menjawab dengan suara serak, "Aku hanya tidak suka mama dihina, jadi aku membalas apa yang dia katakan. Orang itu marah dan memukulku.""Apa ada hal lain selain itu?"
Regina menekuk kedua kakinya, berlutut di depan Nyonya Jian. Dia membuang semua harga dirinya untuk melakukan semua ini. Tatapan matanya menunduk dan mengucapkan dengan penuh ketulusan, "Aku minta maaf atas apa yang Kevin perbuat pada Anda. "Nyonya Jian memandang Regina dengan tatapan tajam. Tatapan matanya memandang Regina dengan ketidakpercayaan, "Trik macam apa ini? Apa kau akan bertindak sebagai korban lalu memfitnahku di depan putraku bahwa aku memaksamu berlutut dan meminta maaf?"Regina tetap tenang meskipun tatapan tajam Nyonya Jian menusuk ke dalam dirinya. Wanita itu mengangkat tubuhnya, berdiri tegap dengan tatapan lurus. "Saya tidak memiliki rencana buruk apapun dan hanya berharap Anda memaafkan putra saya. Sebagai orang dewasa sudah sepantasnya untuk merendahkan diri dan mengakui kesalahan."Nyonya Jian menatapnya dengan dingin, beberapa detik kemudian, senyum penuh kemenangan terukir, "Baguslah jika kau mau meminta maaf untuk kau yang tidak becus mendidik anakmu." "
"Tolong bawa saya bersama dengan Anda dan Nyonya!" Pelayan itu memohon. "Saya sungguh ingin melayani Anda dan Nyonya."Henry justru meremehkannya. "Kenapa aku harus membawa seorang mata mata dari pihak orang tuaku?"Pelayan itu mengelak. "Tuan, saya sungguh bukan seorang mata-mata. Saya benar-benar tulus untuk--""Jika kau bukan mata-mata maka kau tidak akan menguping pembicaraan. Jangan menghalangi jalanku!" Henry mendorong pelayan itu menjauh. Pelayan itu menatap Henry cukup lama. Tangannya mengepal dengan erat. *** Henry masuk ke dalam kamar Kevin, dia mendekat ke arah seorang anak laki-laki yang tertidur lelap. Pandangannya tertuju pada pipi yang memerah. Nafas berat keluar dari mulutnya. "Regina tidak berbohong." Henry mengulurkan tangan untuk membangunkannya, tetapi akhirnya menarik kembali. Dia pergi ke almari pakaian dan mulai memasukkannya ke dalam koper. Ketika Henry sedang sibuk memasukkan pakaian ke dalam koper, Kevin akhirnya terbangun dari tidurnya yang lelap. Matan
"Kevin, berhenti mendesaknya, aku tidak ingin mendengar omong kosong apapun darinya!" Regina melirik ke arah Kevin melalui kaca. Kevin mengerutkan bibirnya. Dia menunduk dengan sedih. "Aku hanya ingin membuat Mama dan Papa seperti pasangan pada umumnya. Jika kalian saling bicara manis, bukankah pernikahan kalian akan bertahan lama?" Regina yang melihat anak yang tertunduk dengan aura abu-abu yang dipenuhi dengan kekecewaan membuatnya tidak tahu harus berbuat apa. "Kevin, kau tidak bisa berharap lebih dari ini dan pasangan yang terlihat manis belum tentu mereka akan bersama dalam waktu yang lama. Kau tidak mengerti ini, kan?" Henry menanggapinya, "Kehidupan pasangan nyata tidak seperti dalam dongeng."Kevin justru tersenyum yang membuat Henry merasa heran. "Kenapa kau tersenyum seperti itu?""Aku hanya merasa senang karena Papa berpihak pada Mama. Ini kata untuk penghiburan pada Mama bukan. Meski kasar tapi aku paham sebenarnya Papa ingin mengatakan bahwa meskipun kalian tidak bers
"Ini yang kau maksud lebih baik?" Regina berbicara disela-sela batuknya. Dia dengan cepat mengambil minuman. "Kau bisa melihatnya sendiri, ini tidak hangus, kan?" Henry bertindak biasa saja dan masih menikmati makanannya tanpa menunjukkan ekspresi. "Memang tidak hangus, tapi tidak enaknya sama sekali. Aku tidak sanggup memakannya," ucap Regina dengan sarkas. Henry membalas, "Apa kau pikir makananmu yang hangus itu berasa enak? Kau sendiri tidak bisa memasak, jadi tidak punya hak mengkritik."Henry dan Regina mulai saling berdebat. Kevin memperhatikan kedua orang tuanya. Dia bergumah dengan suara pelan, "Pantas saja tidak ada satupun diantara Mama dan Papa memasakanku makanan sebelumnya. Aku harus ingat ini!"Kevin menghentikan perdebatan itu. "Mama dan Papa, daripada bertengkar, kenapa tidak memesan makanan saja? Papa, kau juga tidak perlu memaksakan diri memakannya. Walau kau tidak menunjukkannya, tapi aku tahu kau juga merasakan rasa yang buruk, kan?""Baiklah, aku akan memesanka