Bab 1
Dina menghela napas sesaat sebelum memasuki tempat acara perjodohan diadakan. Mencoba membulatkan tekad dan berusaha menekan egonya. Di usia ke 22 tahun dia harus menjajakan diri seperti ini?! OMG, tolong!
"Ingat Dina, kalau kau ingin jadi artis, kau butuh restu dari seorang suami!"
"Dina hanya butuh ijin dan restu dari Mama dan Papa! Itu saja ..."
"Kami sudah memberi jawab dan kami tetap tidak akan mengijinkannya, titik!"
Dina merasa harus mencari cara lain untuk membujuk kedua orang tuanya. Tanggal keberangkatan semakin dekat, dia harus segera mendapat ijin dari mama dan papa karena itu ia mengganti strateginya dan memainkan aktingnya. Ia mulai terisak dengan wajah penuh kesedihan.
"Kenapa Dina harus menikah, Ma? Makan Dina nggak banyak-banyak amat. Dina ini masih muda, Ma. Belum mau kawin! Apa Mama dan Papa berniat memadamkan semangat Dina?!" Dina menangis lagi.
Kedua orang tua Dina hanya menatap tanpa bergeming sedikitpun dengan isak tangisnya.
Dina menambah volume isakannya. "Menikah itu, ..." Dina terisak lagi dengan wajah memelas. "Bagi seorang aktris, ..." Membersit hidungnya kuat-kuat sebelum melanjutkan bicara lagi. "Adalah akhir dari perjalanan karir seorang aktris! Itu sama saja Mama dan Papa ingin menghancurkan karir Dina sebelum bertunas!"
Ia masih ingat bukannya mereka tergugah malah ia melihat seringai muncul menghiasi wajah papa dan mamanya kala menyaksikan kemampuan aktingnya! Apa seburuk itu aktingnya? tanya Dina dalam hati.
"Kalau semua orang tahu kau sudah menikah dan memulai karir aktingmu dengan hal itu, kami rasa semua akan baik-baik dan lancar. Kau bisa memulai dengan cara yang benar, Sayang percayalah. Kami berjanji kalau suamimu nanti mengijinkanmu berangkat ke New York untuk belajar akting selama tiga tahun, kami akan turut mendukung karirmu."
Dina mengeraskan suara tangisnya berusaha membujuk lagi. "Mana ada suami yang mau mengijinkannya Mama?!" erang Dina sambil menangis pilu berusaha membujuk kedua orang tuanya lagi. Dan yah, pada akhirnya caranya berakhir dengan sia-sia, tetap saja dia harus datang ke acara perjodohan dan mencari peruntungannya sendiri.
"Ayo Dina, kau bisa dan pasti bisa menemukan calon suami yang akan mengijinkanmu pergi menimba ilmu ke luar negeri!" seru Dina pada dirinya sendiri sebelum melangkahkan kaki ke hotel bintang lima, hotel Graha Parahita.
Dian merasa sangat lelah menghadapi pria-pria yang mengantri untuk menemukan kecocokan di antara mereka. Ini adalah kali ke lima, ia diumpat dan ditinggalkan begitu saja saat ia menyebutkan persyaratan sebelum mereka menikah pada akhirnya.
"Setelah menikah kau tidak perlu bekerja. Aku yang akan menghidupimu."
Dina menahan geram saat mendengar ucapan sombong yang terdengar dari mulut Adam.
"Tenang saja, kau hanya harus menjadi ibu dari anak-anakku dan menikmati hidup ini tanpa bersusah payah."
"Aku punya karir ..." Saat ini dia sudah membintangi beberapa iklan kecil untuk pemotretan di media cetak.
"Kenapa kau mau melakukannya?"
"Apa maksudmu?" tanya Dina dengan tatapan tidak senang.
"Menjadi Aktris tidak bisa diterima oleh keluargaku, jadi ..."
Suara Adam terdengar seperti dengungan lebah yang mengganggu di telinga Dina tapi ia mengatupkan mulutnya rapat-rapat saat mendengar umpatan lirih dari meja sebelah.
"Din?" tegur Adam merasa bersemangat bisa menemukan wanita muda yang cantik seperti Dina! Yah, Tuhan! Dia cantik sekali! erang Adam membayangkan betapa indah malam pertama yang akan mereka lalui bersama.
Dina tersadar karena ia fokus mendengarkan apa yang sedang terjadi di meja sebelahnya. "Yah?"
"Apa kau setuju dengan perjodohan ini?" tanya Adam seraya terkekeh dan mendekati tangan Dina.
Dina menarik tangannya sebelum Adam menyentuhnya. Pria ini sudah pasti bukan calon suami yang bisa kunikahi! putusnya dengan cepat. Tiba-tiba sebuah ide cemerlang melintas di benak Dina.
"Adam, aku senang kau berbaik hati menerima kondisiku apa adanya. Aku tidak percaya setelah aku membuat kesalahan ternyata Tuhan masih sangat baik padaku! Aku masih bisa menemukan pria yang baik hati yang mau menerimaku dan juga anakku ..." kata Dina dengan penekanan khusus agar Adam menyadari apa yang ingin disampaikan.
"Anak? ..." ulang Adam tanpa sadar. Ia tertegun lama saat mendengar ucapan Dina lalu mencoba tertawa seolah mengerti candaan yang dilontarkan Dina saat ini. Dia menggemaskan sekali! ucap Adam sambil mencoba untuk tetap tenang tapi yang keluar dari mulutnya justru kepanikan!
"Itu bukan candaan," sela Dina dengan cepat.
"Ap-apa katamu!"
Dina menatap foto Miracle dengan penuh kekaguman.
"Yah?"
"Mak comblang tidak pernah mengatakan tentang hal ini pada kami, oh aku tahu kau hanya mencandaiku, bukan?" Ini tidak mungkin benar, bukan?! keluh Adam sambil meminum kopinya dengan tangan gemetaran.
Dina menggeleng seraya berakting dengan mimik wajah yang sedih sambil mengeluarkan fotonya bersama Miracle, anak asuhnya. Untunglah, aku selalu membawa foto Miracle di dalam dompetnya. "Dia Miracle, putriku."
Adam menelan air ludahnya dengan susah payah. Pantas saja wanita secantik dan semuda Dina belum menikah sampai saat ini rupanya dia menyimpan aib! tukas Adam dalam hati seraya mendehem dan mendorong kembali foto Dina dan seorang bayi ke arah Dina.
Dina semakin serius berakting menyedihkan di hadapan Adam.
Wajah Adam makin memucat sambil berpikir keras melihat tatapan Dina kepadanya. Ia mengambil sapu tangannya dan menyeka keringatnya yang bercucuran deras di wajah dan tubuhnya. Apa kata orang nanti! gumam Adam dengan wajah memerah menahan amarah.
"Kalian mencoba menipuku, bukan!" umpat Adam dengan kesal. "Tidak ada pernikahan yang akan terjadi! Permisi!" seru Adam langsung bergegas pergi tanpa mau membayar bill minuman mereka.
Dina menahan tawa kemenangannya lalu segera menyodorkan kartu kreditnya kepada pelayan yang terlihat gugup dan ragu saat harus memberikan slip tagihan kepadanya. Dia harus berterima kasih kepada orang di belakangnya itu karena telah memberinya ide untuk menolak Adam.
Tapi sesaat kemudian ia menghela napasnya dalam-dalam. Kemana aku harus mencari calon suami yang bisa mengijinkanku melakukan hal yang kuinginkan dalam waktu sesingkat ini! keluhnya dalam hati sambil meremas rambutnya dengan frustasi.
Tadinya ia berniat segera pergi tapi secara perlahan ia kembali duduk merapat ke kursinya. Ia mendengarkan apa yang sedang terjadi di meja sebelah.
Duda beranak tiga? ucap Dina mengulangi dalam hati. Aku tidak keberatan, jawabnya.
Ekonomi pas-pasan? ulangnya lagi sambil menyemangati dirinya. Aku bisa memenuhi kebutuhanku sendiri! katanya merasa telah menemukan calon suami yang bisa menyetujui permintaannya yang memang tidak masuk akal.
Binar harapan membuncah di dalam dada Dina sambil terus mendengarkan apa yang terjadi di meja sebelah dengan penuh antusias.
Bab 2Di meja Wahyu ..."Berapa jumlah anakmu?" tanya Wati menegaskan apa yang sudah didengarnya."Tiga," jawab Wahyu dengan wajah santai. Dengan begini wanita ini akan mundur dari perjodohan ini dan tidak menyia-nyiakan waktunya lagi!Wati terperangah tidak bisa berkata-kata dan mengumpat mak comblang yang sudah merekomendasikan Wahyu kepadanya! "Ta-tapi ..."Wahyu tertawa di balik topengnya. "Ibuku sengaja tidak memberitahumu tapi aku tidak akan menyembunyikan apapun darimu karena nantinya kau yang akan menjadi ibu sambung bagi anak-anakku."Wati tidak tahan lagi dan mengumpat secara terang-terangan. Ia merasa kesal dengan data yang diberikan mak comblang kepadanya! Dia hanya membaca kalau Wahyu Pratama adalah seorang CEO dan dia belum pernah menikah sebelumnya! Dia adalah calon suami terindah di jaman now! Tapi kenyataannya! Bagaimana mungkin!? ratap Wati menangisi nasip apesnya dalam hati."Jadi ...?" Wahyu menunggu dan sudah bersiap disiram dengan air saat ini!"Tidak ada jadi! S
Bab 3 "Apa maksudmu?" "Kau tidak mau menikahinya, bukan? Kalau begitu biar aku yang akan menikahinya!" sahut Dina sambil tersenyum penuh percaya diri ke arah wanita yang sudah menolak pria dewasa di hadapannya ini. "Apa!?" Semua orang terkejut mendengar ucapan gadis muda yang sangat cantik ini. "Kau ingin menikahiku?" tanya Wahyu mencoba memastikan pendengarannya tapi jantungnya berdebar kencang dan menyembunyikan senyuman di balik topeng anehnya itu. "Tapi Nona, aku juga tidak kaya, mak comblang memberi ...." Dina tersenyum dengan penuh percaya diri. Well dia sudah mendengar informasi itu karena meja mereka bersebelahan! Tentu dia tidak keberatan. Dia kaya, sepertinya, pikir Dina seraya meralat ucapannya sendiri. Lebih dari cukup mungkin lebih tepat. Dia bisa menopang perekonomian keluarga selama pria ini mau memuluskan jalannya untuk menjalani pelatihan aktingnya di luar negeri. Dia hanya butuh ijin dari suami sebagai persyaratan dari kedua orang tuanya! Wati menyela dengan w
Bab 4Wahyu mengaduh dalam hati! Mamanya telah salah paham rupanya. "Ma, begini ..."Maria mengacuhkan Wahyu dan langsung berfokus untuk menenangkan Dina yang tampak syok saat mendengar ucapannya."Saya menikah dengan siapa, Tante?" tanya Dina dengan hati-hati seraya menelan air ludahnya dengan susah payah."Aku," sahut Wahyu dengan wajah memerah. Dina pasti akan menolaknya! Dia pasti akan menolaknya! teriak Wahyu merasa tingkat percaya dirinya turun ke tingkat nol!"Tentu saja dengan Wahyu, Sayangku. Lihat, saat itu dia mengenakan topeng yang sangat jelek. Inilah wajah aslinya dan dia pria yang sangat tampan untuk menjadi suamimu bukan?""Tunggu, tunggu, maaf semuanya. Apa bisa beri saya waktu untuk mencerna semua ini.Tante?" tanya Dina sambil mendehem. "Ini hanya salah paham!" ucapnya setengah mencicit.Tubuh Wahyu menegang mendengar dan melihat ekspresi ngeri dari wajah Dina. Apa ini berarti Dina benar-benar telah menolakku? tanya Wahyu merasa sangat gugup menanti apa yang akan te
Bab 5 "Apa maksud, Om?" tanya Dina dengan jantung berdebar kencang. Apa itu berarti om ganteng ini bersedia menikah denganku? tanya Dina dengan tidak sabaran dalam hati. Wahyu tersenyum. "Ayo, kita menikah." "Apa, OM!?" seru Dina langsung menatap ke arah Wahyu dengan ekspresi kaget. "Maksud Om, Om bersedia menikah dengan saya?" tanya Dina menegaskan. Wahyu mengangguk. "Iya, kalau kamu tidak keberatan. Ayo kita menikah." Dina tidak percaya dengan ucapan Wahyu. "Kenapa Om mau menikah dengan saya?" tanya Dina dengan perasaan bingung. Ini mimpi bukan yah? tanya Dina reflek mencubit pahanya sendiri diam-diam. Atittt! berarti ini bukan mimpi! Wahyu menatap Dina dengan bingung. "Kenapa kau mencubit dirimu sendiri?" Dina hanya bisa menggigit bibirnya dan fokus meneruskan ucapannya lagi. "Begini Om, setelah kita menikah, saya harus pergi ke luar negeri untuk belajar akting ..." "Kapan dan berapa lama?" Dina menatap Wahyu dengan perasaan ragu. "Tanggal 20 ini saya harus berangkat ke N
Bab 6 "Mas," ralat Dina dengan cepat. "Tapi pernikahan kita bukan dilandasi saling cinta jadi ..." Wahyu berpikir cepat. "Kita berdua sama-sama sudah dewasa, Din. Meski kau jauh lebih muda dibanding Mas tapi Mas tidak mau berzinah. Kalau kau keberatan apa sebaiknya perjanjian ini kita batalkan saja?" Dina tertegun lama seraya menatap ke arah Wahyu dengan hati yang gundah gulana. Aduh bagaimana ini!? "Loh, kok begitu Mas?!" sahut Dina dengan panik. "Kau tidak mau publikasi baiklah aku terima tapi syaratnya itu, kita harus menikah secara hukum dan juga secara agama." "Tapi Mas ..." "Kalau kau ragu, kita tidak perlu meneruskan hal ini. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya dan aku tidak mau hidup di dalam dosa. Aku ingin mengawali semua ini dengan benar!" sahut Wahyu dengan penuh percaya diri kalau Dina tidak akan menolak keinginannya setelah melihat ekspresi Dina saat ini. Dina menahan kertas yang ingin diambil darinya. "Baik, baiklah," balas Dina dengan wajah panik. "Ay
Bab 7 Dina mendehem. "Aku tidak tahu siapa papanya Miracle, Mas." Wahyu mencengkram buku tangannya erat-erat dan mencoba menahan emosinya. Masa lalu Dina ternyata begitu kelam hingga ia tidak tahu siapa ayah dari bayinya. Wahyu sangat kecewa saat Dina membawanya untuk bertemu dengan Miracle di sebuah panti asuhan! Wahyu benar-benar tidak habis pikir. Katanya Dina sangat menyayangi Miracle tapi kenapa dia tega membiarkan Miracle tinggal di sebuah panti asuhan! Walau bagaimana Miracle adalah putrinya! Seharusnya ia membawanya pulang dan merawatnya dengan penuh kasih sayang tapi sampai detik ini setiap kali ia menyarankan hal itu Dina selalu menolaknya dan tidak pernah meminta hal itu. Mungkin karena fokus Dina saat ini untuk meraih cita-citanya hingga ia rela menitipkan anaknya di panti asuhan, pikir Wahyu merasa sangat kecewa dengan kenyataan yang ada. "Mas?" tegur Dina karena melihat mas Wahyu melamun. "Kadang aku kasihan memikirkan masa depan Miracle, Mas tapi jangan khawatir a
Bab 8"Hah! Be-belum, Mas.""Kalau begitu biar Mas yang mengajarimu," kata Wahyu dengan wajah serius."Hah! itu ...""Apa kau tidak mau, Din?"Dina menelan air ludahnya dengan susah payah. Dia merasa penasaran juga ingin merasakan bagaimana yang namanya ciuman itu. Selama ini dia hanya melihat di televisi dan berusaha mencari tahu kenapa semua pasangan itu suka berciuman!"Din, bagaimana? Apa kau mau?" tanya Wahyu dengan suara parau.Dina teringat Lira dan kemudian menggeleng. "Sebaiknya jangan Mas, nanti kalau aku memerlukan latihan aku akan mencobanya dengan suamiku.""Din ..., apa kau lupa kalau Mas adalah suamimu?""Suami yang sesungguhnya, Mas.""Din, kita ...""Mas, kau tahu akhir dari pernikahan ini, bukan?""Tapi Din, kita bisa ..."Dina menggeleng. "Tidak Mas, kita tidak bisa." Dina menegaskan.Wahyu menahan Dina dan mencoba untuk memberitahu Dina isi hatinya namun Dina menarik tangannya dari genggamannya."Dina mandi dulu yah Mas, Dina pilih kamar yang ini saja. Nanti kita b
Bab 9Dina berteriak histeris saat tubuh mas Wahyu terpental beberapa meter dari jalan raya. Ia langsung bangun dan menghampiri mas Wahyu dengan wajah cemas!“Mas, bangun Mas, bangun!” teriak Dina sambil menangis penuh ketakutan.Saat ini wajah mas Wahyu berlumuran darah! Dina merasa takut kalau sampai mas Wahyu meninggal!Wahyu mengerti kesedihan Dina karena itu ia berusaha untuk bisa tersenyum dengan susah payah. Ia mencoba menenangkan Dina tapi yang keluar dari mulutnya justru muntahan darah segar. Dina berteriak memanggil mas Wahyu dengan tubuh gemetaran. Seharusnya aku yang terluka dan bukannya mas Wahyu! kata Dina merasa bersalah dalam hati seraya menangis pilu.Di sisa tenaganya Wahyu mengelus wajah Dina dan berucap, “Mas mencintaimu …” Ia merasa tenaganya menghilang dan pandangannya langsung gelap seketika.“Mas!”Wahyu tidak sadarkan diri dalam pelukan Dina.Dina memeluk tubuh mas Wahyu dengan berderai air mata hingga ambulance datang dan memberikan pertolongan kepada mas Wa
Bab 46Sebuah panggilan telepon menghentikan percintaan mereka.“Mas harus mengangkatnya,” kata Dina dengan wajah memerah karena mas Wahyu tidak berhenti memanjakan tubuhnya.“Apakah harus?” erang Wahyu dengan wajah penuh keberatan. "Biarkan saja. Nanti juga berhenti sendiri. Ini sudah larut."“Mungkin saja panggilan itu penting,” sahut Dina mengingatkan sambil menjilati bibirnya yang kering karena menahan perasaan nikmat saat mas Wahyu menyentuhnya di bawah sana.“Kita berada dalam situasi yang lebih penting. Biarkan saja. Mas mohon berkonsentrasilah dan nikmati semua bonusmu ini.”Dina terkekeh dan membiarkan ma
Bab 45Dina menelan air ludahnya dengan susah payah saat wajah mas Wahyu semakin mendekat ke arahnya.“Din, sekarang tolong jawablah, apa Mas boleh bercinta denganmu?”Dina menatap mas Wahyu kemudian setelah berpikir lama, ia mengangguk secara perlahan. Tapi setelah semua ini terjadi hubungan kita akan bagaimana, Mas …? tanya Dina dalam hati saat mas Wahyu mencium bibirnya dengan lembut.Semua keraguan dan berbagai pertanyaan langsung menghilang dari benak Dina saat bibir Mas Wahyu menciumnya. Ia membiarkan dirinya terhanyut dan tanpa sadar mengerang. Dina menyadari hal itu dan langsung menutupi bibirnya. “Maaf!”Wahyu terkekeh dan menenangkan Dina. “Itu adalah reaksi n
Bab 44Dina menelan air ludahnya dengan susah payah saat wajah mas Wahyu semakin mendekat ke arahnya.“Din, sekarang tolong jawablah, apa Mas boleh bercinta denganmu?”Dina menatap mas Wahyu kemudian setelah berpikir lama, ia mengangguk secara perlahan. Setelah semua ini terjadi hubungan kita akan bagaimana, Mas …? tanya Dina dalam hati saat mas Wahyu mencium bibirnya dengan lembut.Semua keraguan dan berbagai pertanyaan langsung menghilang dari benak Dina saat bibir Mas Wahyu menciumnya. Tanpa sadar ia mengerang.“Apa kau menyukainya Din?”Dina mengangguk seraya memejamkan mata. Ia tidak mau berhenti membalas ciuman mas Wahyu.
Bab 43 Dina bingung karena saat ini mas Wahyu tidak memanggilnya lagi. Secara perlahan ia berbalik dan kaget saat mendapati mas Wahyu yang tengah menatapnya dengan lekat. “Mas …” ucapnya lirih sambil menelan air liurnya dengan susah payah. Wahyu bergerak cepat dan tidak menahan diri lagi. Ia mencium bibir Dina dan menarik tubuhnya dengan cepat ke arahnya. Dina kaget dan langsung menahan mas Wahyu lalu mencoba mengelak. Wahyu tahu meski Dina menolaknya tapi Dina juga menginginkannya karena itu ia tidak membiarkan Dina untuk mundur kali ini. Ia menarik tubuh Dina mendekat padanya dan menciumnya lagi tapi kali ini secara perlahan dan membujuk Dina dengan lembut. “Tolong buang keraguan dalam diri Mas, Din. Mas takut kehilanganmu. Sangat takut,” ucap Wahyu dengan jujur. Dina terdiam seraya mengamati ekspresi mas Wahyu yang telah meluluhkan hatinya. Ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau dia juga sangat menginginkan mas Wahyu tapi ia takut mas Wahyu hanya menjadikan dirinya seb
Bab 42Dina berpikir keras. “Aku tidak bisa menjawabnya sekarang Mas.”Wahyu merasa kecewa mendengar jawaban Dina. Ia merasa kalau Dina telah jatuh cinta dengan pria lain. “Apa kau jatuh cinta pada pria lain, Din?”“Mas, apa yang kau katakan?!”“Jawab Mas, Din!”Dina terdiam saat mas Wahyu mengiba padanya. Ia menggeleng. “Tidak. Selama ini aku hanya fokus dengan karirku …”“Bagaimana dengan Steven Stenly!?” tanyanya dengan perasaan gugup. Ia yakin kalau Dina memiliki perasaan lain terhadap Steven.“Kalau dia …”“Tuh ‘kan!”“Apa?”Wahyu berbalik berniat meninggalkan Dina.“Mas, jawab aku.”“Apa kau menyukainya lebih dari Mas?”Wajah Dina memerah mendengar pertanyaan mas Wahyu. “Apa sih Mas?!”“Jawab saja, Din. Kalau kau memang menyukainya, Mas rela mundur.”Lah, lah, lah kok malah begini?! seru Dina merasa kaget melihat mas Wahyu yang meninggalkannya. Ia menyusul mas Wahyu dengan cepat. “Mas bukan begitu …”“Tapi apa?” tanya Wahyu dengan cepat.Dina tidak menyangka mas Wahyu berbalik d
Bab 41“Pembohong!”“Mas tidak berbohong! Dari awal Mas melihatmu, Mas merasakan hal yang berbeda karena itulah Mas ingin menikah denganmu!”“Hah!”Wahyu menahan Dina dan membujuk Dina untuk menatapnya. “Beri Mas waktu untuk membuktikan segalanya, Din.”Setelah melihat ekspresi wajah mas Wahyu, Dina pun luluh. “Baik, silahkan buktikan.”“Kau berjanji akan menunggu Mas ‘kan?”“Tapi kalau hal itu benar, bagaimana?”“Kalau benar dan kau tidak keberatan, kita akan mengadopsi bayi itu.”
Bab 40 “Galaxy milik paman. Mas sekarang bekerja untuknya.” Dina mendesah sedih. “Hei, kenapa begitu?” “Karena aku Mas harus mencari pekerjaan lain.” Wahyu merasa bersalah dan berniat untuk berterus terang kepada Dina kalau Galaxy adalah perusahaan miliknya tapi ia takut Dina akan marah padanya nanti. “Galaxy bisa dibilang juga milik kita, Din …” “Milik Om berarti milik orang lain dan bukan milik kita.” Wahyu terdiam kemudian mengulas senyum di wajahnya. “Kau benar, Mas akan berjuang keras untuk menghidupimu.” “Tidak perlu sekeras itu Mas bagaimanapun aku juga memiliki penghasilan meski saat ini perhitungan agency lebih besar dari seharusnya.” “Kenapa begitu?” “Aku masih aktris magang, mereka memberi kesempatan. Beda hal setelah tiga tahun mendatang. perhitungan akan lebih menguntungkan kami.” Wahyu mengangguk-angguk seraya mengelus wajah Dina dan menciumnya. “Mas!” “Kenapa apa kau tidak suka kalau Mas menciummu?” “Bukan begitu tapi kita tidak perlu mengulangi alasannya
Bab 39 Dina merasa terkejut saat melihat seorang wanita mendorongnya hingga terjatuh. “Dasar pelakor! Aku akan menghajarmu hingga kau kapok!” seru seorang wanita sambil memukuli Dina bertubi-tubi. Manajer dan tim keamanan segera melerai dan menyelamatkan Dina dari wanita gila itu! Semua orang berkumpul untuk melihat apa yang telah terjadi. Lira bersama teman-temannya berusaha untuk mengumpat dan menjelek-jelekan Dina di depan umum. “Siapa kau!?” seru Dina merasa kesal dan emosi melihat perlakuan kasar yang dialami saat ini. “Aku, Lira tunangan kak Wahyu!” Dina terkejut dan mengerti kenapa Lira menyakitinya seperti ini. Ia merasa linglung seketika. Ia hanya bisa melihat Lira terus berusaha mendekatinya. Kini bukan hanya Lira dan teman-temannya yang berteriak menghujatnya tapi semua orang yang berkumpul kini ikut mencacinya. Tubuh Dina limbung dan tidak tahu apa yang mesti dilakukan! Di sana di kejauhan ia melihat mas Wahyu berlari ke arahnya dengan tatapan penuh kecemasan. “M
Bab 38“Mas, …” erang Dina membiarkan dirinya terhanyut dengan manisnya sentuhan dan belaian bibir mas Wahyu di bibir dan lehernya.“Yah, Din,” erang Wahyu tanpa menghentikan aksinya. Bibirnya terus menjelajah dan tidak membiarkan Dina mundur lagi. Ia tahu kalau Dina juga sama-sama menginginkan dirinya saat ini.“Ini …”“Nikmatilah, Din. Nikmatilah.”Dina tidak berdaya dan membiarkan mas Wahyu membaringkannya di karpet tebal di bagian depan perapian.Saat mas Wahyu menciumi kedua payudaranya, Dina menggeleng dengan api gairah yang menyala. “Jangan teruskan atau kita berdua akan menyesalinya, Mas.&rdq