Bab 5
"Apa maksud, Om?" tanya Dina dengan jantung berdebar kencang. Apa itu berarti om ganteng ini bersedia menikah denganku? tanya Dina dengan tidak sabaran dalam hati.
Wahyu tersenyum. "Ayo, kita menikah."
"Apa, OM!?" seru Dina langsung menatap ke arah Wahyu dengan ekspresi kaget.
"Maksud Om, Om bersedia menikah dengan saya?" tanya Dina menegaskan.
Wahyu mengangguk. "Iya, kalau kamu tidak keberatan. Ayo kita menikah."
Dina tidak percaya dengan ucapan Wahyu. "Kenapa Om mau menikah dengan saya?" tanya Dina dengan perasaan bingung. Ini mimpi bukan yah? tanya Dina reflek mencubit pahanya sendiri diam-diam. Atittt! berarti ini bukan mimpi!
Wahyu menatap Dina dengan bingung. "Kenapa kau mencubit dirimu sendiri?"
Dina hanya bisa menggigit bibirnya dan fokus meneruskan ucapannya lagi. "Begini Om, setelah kita menikah, saya harus pergi ke luar negeri untuk belajar akting ..."
"Kapan dan berapa lama?"
Dina menatap Wahyu dengan perasaan ragu. "Tanggal 20 ini saya harus berangkat ke New York selama tiga tahun."
Wahyu menarik dan menghela napas dalam-dalam.
Dina mendehem kemudian menggigit bibirnya dengan perasaan cemas saat mengamati ekspresi om Wahyu saat ini. Iya juga sih, tidak ada pria normal yang bisa memahami cita-citanya! keluh Dina dalam hati. "Sudahlah ..." katanya dengan putus asa.
"Baiklah," jawab Wahyu pada akhirnya sebelum Dina melangkah melewatinya.
"Maksud Om, bagaimana?" tanya Dina sampai terlalu cepat berbalik hingga tubuhnya terhuyung.
Dengan cepat Wahyu menangkap tubuh Dina dalam pelukannya, menahan Dina agar tidak terjatuh.
Mereka berdua tidak bergeming menyadari detak jantung mereka yang tidak karuan saat ini. Mereka akhirnya saling memandang dan terus berpandangan lama hingga seekor lebah terbang melewati mereka hingga membuat Dina berteriak dengan panik dan mencoba mencari perlindungan.
Wahyu bergerak cepat melindungi Dina di belakang punggungnya sambil mengarahkan raket elektrik dan memukul lebah hingga tubuhnya terpanggang dengan cepat.
Dina menghela napas lega saat melihat om Wahyu berhasil melenyapkan lebah itu.
Dengan cepat Wahyu langsung menutup jendela dan juga tirai agar tidak ada lebah lagi yang bisa mengganggu mereka.
Wajah Dina memerah saat Wahyu berbalik dan menatap wajahnya.
"Maaf," ucap Wahyu memeriksa kondisi Dina dengan perasaan cemas. "Apa kau tidak apa-apa?"
Dina menggeleng. "Hanya kaget selebihnya tidak apa-apa."
Wahyu menghela napas lega dan enggan melepas tangan Dina dari genggamannya.
Dina merasa gugup tapi di sisi lain anehnya ia merasa nyaman dengan kehangatan dan perlindungan om Wahyu kepadanya saat ini. Dia sangat menyukai perasaan saat om Wahyu menggenggam jemarinya.
Wahyu menatap Dina dan merasa yakin dengan perasaannya. "Ayo, kita menikah dan saya akan mengijinkanmu melakukan apa pun yang kamu inginkan tapi dengan satu syarat."
Dina menatap Wahyu lekat-lekat dengan mata berbinar penuh semangat. "Apa Om serius dengan ucapan, Om? Apa syaratnya, Om?! Coba katakan?!" tanya Dina bertubi-tubi.
"Saya serius kecuali kalau kamu memang tidak mau."
"Saya mau, Om! Saya mau! Tapi apa syaratnya ..."
"Berhenti memanggil saya dengan panggilan Om."
Dina terdiam sesaat kemudian tersipu malu. "Kalau begitu saya harus memanggil apa?"
"Mas? Begitu saja. Apa kau tidak keberatan ...?"
Dina mengangguk setuju. "Mas," ucapnya seraya tersenyum dengan pipi bersemu merah. "Tapi ..."
"Tapi apa?" tanya Wahyu dengan gugup.
"Apa alasan Om, eh Mas ... mau menikah dengan saya?"
Wahyu menatap Dina dan tak mengatakan apapun juga. Apa kalau kukatakan aku jatuh cinta pada pandangan pertama apa kau akan percaya, Din? gumam Wahyu dalam hati. "Demi kekasihku dan juga ibuku."
Dina mengerjapkan matanya merasa tidak percaya dengan ucapan mas Wahyu. "Om sudah memiliki kekasih lalu kenapa Om mau menikah dengan saya?!"
"Keluarga Mas menentangnya jadi ..."
"Lalu apa?!"
"Mas memerlukan waktu untuk membujuk mereka ..." Ia mengatakan hal yang sebenarnya tapi kenapa ia merasa ucapannya hampa? Apa dia masih menginginkan Lira? tanyanya pada dirinya sendiri.
Dina mengerti situasi yang tengah dialami mas Wahyu saat ini. Itulah kenapa ia tidak keberatan dengan persyaratannya! Dina seharusnya senang tapi nyatanya ia tetap tidak senang.
Dina terdiam tanpa bisa menanggapi apapun juga. Dina, Iyalah, Dina mana mungkin karena cinta! Kau bermimpi di siang bolong. Ini hanya hubungan win-win saja, bukan? Dia mau menikah denganmu hanya karena membeli waktu agar keluarganya bisa merestui hubungan mereka.
"Tadi Mas katakan karena ibu juga, itu kenapa?" tanya Dina dengan hati-hati.
"Baru kali ini semua keluarga setuju memilihmu sebagai menantu mereka."
Dina menghela napas dalam-dalam setelah memikirkan semuanya. "Apa bisa Mas menuliskan hal ini ke dalam surat perjanjian? Bukannya saya tidak percaya tapi ..."
"Bisa," sahut Wahyu dengan perasaan hampa. "Kemarilah," kata Wahyu sambil mengajak Dina ke meja kerjanya dan menyiapkan dua lembar kertas HVS.
"Kau bisa menuliskan apapun yang kau mau aku setujui di sini dan aku juga akan menuliskan apa yang aku mau kau setujui di sini, bagaimana?"
Dina menelan air ludahnya dengan susah payah. Menimbang apakah dia benar-benar harus melakukan hal ini atau tidak? Ia mulai mengamati pria yang akan menjadi suaminya ini dan mulai bertanya untuk menjawab rasa penasarannya.
"Kenapa Mas mau menikahi saya?" tanyanya lagi untuk meyakinkan dirinya sendiri sebelum menuliskan semua di atas kertas.
"Terus terang aku sudah lelah dijodohkan. Aku ingin hidup tenang dan menjalankan bisnisku dengan rasa damai sambil menunggu kepulangan Lira dan juga ..."
"Juga apa?"
"Kau adalah wanita pertama yang mendapat persetujuan dari semua anggota keluargaku."
"Ahh," sahut Dina sambil mengangguk-angguk. "Tapi kalau mereka keberatan dengan hal ini bagaimana?"
"Mereka tidak akan keberatan, Mas akan mengatur dan menjelaskan kepada mereka dengan baik. Serahkan semuanya kepada Mas."
"Saya harus berangkat, Mas. Tidak bisa tidak." Dina memastikan.
"Kau pasti bisa berangkat tanpa kendala apapun juga, tenang saja."
"Mas tidak perlu khawatir, saya akan menggunakan uang saya sendiri ..."
Wahyu menggeleng. "Mas masih sanggup menanggung semua pengeluaranmu, Din."
"Biaya hidup dan belajar di New York sangat mahal, Mas. Jangan khawatir, aku ..."
Wahyu tidak tahan dan menyentuh rambut Dina dengan hati-hati untuk menenangkannya. Ia mengambil sebuah kartu dari dalam dompetnya. "Pinnya 666879. Di dalamnya ada dana lima ratus juta, kalau sudah mau habis segera beritahu pada Mas."
Dina terbatuk batuk saat mendengar ucapan mas Wahyu. Apa uang ini hasil tabungannya selama bertahun-tahun lamanya? Dina merasa tersentuh dan terharu mendengarnya. Ia menolak kartu pemberian mas Wahyu. "Aku memiliki tabungan yang cukup untuk ..."
"Uangmu, itu uangmu. Tapi setelah kau menikah dengan Mas, Mas akan memberi nafkah sesuai yang kau mau."
"Tapi ..."
"Tapi apa?"
"Kita ini tidak menikah berdasarkan cinta."
Wahyu terdiam lama seraya menatap Dina. "Apa kau membenci Mas, Din?"
"Tentu tidak!"
Wahyu menghela napas lega seraya tersenyum sambil menatap wajah Dina. "Kalau begitu menurutlah."
Wajah Dina memerah menyadari perhatian Wahyu terhadapnya. "Baik, Mas. Terima kasih. Aku akan menggunakannya dengan baik."
Wahyu tersenyum seraya mengacak rambut Dina dengan penuh kasih sayang. Wahyu menelan air ludahnya sendiri dengan susah payah menyadari perasaan mendalam yang ia rasakan saat ini.
Beberapa saat kemudian mereka selesai menulis surat perjanjian dan menukarnya agar masing-masing bisa memeriksa dan membacanya.
"Tidak boleh berpelukan dan berciuman dengan aktor/pria lain?"
"Sudah semestinya, bukan?"
"Tapi bagaimana kalau hal itu harus dilakukan demi kebutuhan akting?"
Wahyu memasang wajah muram menanggapi protes Dina.
"Aku perlu mencoba semuanya, Mas."
"Kau bisa mencoba semuanya tapi hanya denganku."
"Hah?! Ta-tapi mana mungkin?"
"Bagaimana perasaanmu kalau melihatku berciuman dengan wanita lain meski hanya kebutuhan akting?"
"Itu ..."
"Kau hanya perlu memberitahukan hal ini kepada sutradara."
"Kurasa hal ini akan rumit bagi pendatang baru sepertiku. Mas."
"Pokoknya sebisa mungkin hindari, bagaimana apa kau bersedia melakukannya?"
"Kalau kepepet, boleh?"
"Kalau kepepet hubungi aku, aku akan menjadi pemeran penggantinya."
"Mas!" keluh Dina sambil memijat keningnya. Mereka hanya akan menikah bohongan kenapa harus ada peraturan begini sih?! erang Dina dalam hati.
"Aku tidak keberatan menjadi pemeran pengganti tanpa menerima bayaran!"
Dina mengeluh. "Mas! Ucapanmu itu tidak masuk akal!"
Wahyu terkekeh menyadari perasaan yang menguasainya saat ini. Dengan hati-hati ia menarik tangan Dina dan mencoba menahan kecemburuannya. "Aku tidak akan menonton aktingmu bersama pria lain."
"Itu lebih baik" sahut Dina seraya terkekeh dengan wajah memerah. Ia sangat menyukai tangan kekar mas Wahyu dalam jemarinya. Ada perasaan sedih saat membayangkan mas Wahyu dan Lira akan kembali bersama dan dia akan ditinggalkan pada akhirnya.
"Permintaan Mas tidak masuk akal 'kan yah?"
"Rasanya begitu," sahut Dina seraya tertawa dan tidak menarik kehangatan tangan Wahyu di jemarinya.
Setelah yakin dengan janji Wahyu, Dina mulai menuliskan beberapa hal yang harus Wahyu setujui setelah mereka menikah nantinya.
Wahyu juga menuliskan beberapa hal tambahan yang harus disetujui Dina.
Setelah selesai mereka berdua kembali memeriksanya bersama.
Di luar ...
"Apa mereka baik-baik saja di dalam sana?"
"Kalau kita tidak mendengar teriakan berarti aman Mami."
"Iya, Pi, Mami lega kalau begitu."
Di dalam kamar...
Dina membaca tulisan Wahyu sambil mendehem. "Ini ..."
"Apa ada hal yang memberatkan lagi?"
"Tidak juga tapi ..."
"Aku perlu yakin kalau setelah kau pergi kau masih mengingat statusmu sebagai wanita yang sudah bersuami," ucap Wahyu dengan tegas. Dengan begitu penantianku tidak akan sia-sia, tambah Wahyu dalam hati.
"Baik, baiklah. Saya akan menjaga kepercayaan Mas sebaik-baiknya. Tujuan saya belajar akting dan menjadi aktris, itu saja."
"Bagus karena ...?" pancing Wahyu mencari penegasan dari Dina.
"Karena saya telah menikah meski tidak dipublikasikan, iya 'kan?"
"Semuanya terserah padamu."
"Saya harap begitu. Kita menikah di bawah tangan saja bagaimana? Bukankah hal ini hanya untuk menenangkan kedua keluarga?"
"Apa menurutmu keluargamu akan mengijinkannya?"
"Iya juga sih tidak mungkin sepertinya, Mas."
"Kita perlu mengadakan pernikahan yang sah di mata negara dan agama juga hmm ... untuk berjaga-jaga ...."
Wajah Dina memerah mengerti apa yang belum dilanjutkan mas Wahyu. "Om!"
"Eh ...!"
"Mas," ralat Dina dengan cepat. "Tapi pernikahan kita bukan dilandasi saling cinta jadi ..."
Wahyu berpikir cepat. "Kita berdua sama-sama sudah dewasa, Din. Meski kau jauh lebih muda dibanding Mas tapi Mas tidak mau berzinah. Kalau kau keberatan apa sebaiknya perjanjian ini kita batalkan saja?"
Dina tertegun lama seraya menatap ke arah Wahyu dengan hati yang gundah gulana. Aduh bagaimana ini!?
Bab 6 "Mas," ralat Dina dengan cepat. "Tapi pernikahan kita bukan dilandasi saling cinta jadi ..." Wahyu berpikir cepat. "Kita berdua sama-sama sudah dewasa, Din. Meski kau jauh lebih muda dibanding Mas tapi Mas tidak mau berzinah. Kalau kau keberatan apa sebaiknya perjanjian ini kita batalkan saja?" Dina tertegun lama seraya menatap ke arah Wahyu dengan hati yang gundah gulana. Aduh bagaimana ini!? "Loh, kok begitu Mas?!" sahut Dina dengan panik. "Kau tidak mau publikasi baiklah aku terima tapi syaratnya itu, kita harus menikah secara hukum dan juga secara agama." "Tapi Mas ..." "Kalau kau ragu, kita tidak perlu meneruskan hal ini. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya dan aku tidak mau hidup di dalam dosa. Aku ingin mengawali semua ini dengan benar!" sahut Wahyu dengan penuh percaya diri kalau Dina tidak akan menolak keinginannya setelah melihat ekspresi Dina saat ini. Dina menahan kertas yang ingin diambil darinya. "Baik, baiklah," balas Dina dengan wajah panik. "Ay
Bab 7 Dina mendehem. "Aku tidak tahu siapa papanya Miracle, Mas." Wahyu mencengkram buku tangannya erat-erat dan mencoba menahan emosinya. Masa lalu Dina ternyata begitu kelam hingga ia tidak tahu siapa ayah dari bayinya. Wahyu sangat kecewa saat Dina membawanya untuk bertemu dengan Miracle di sebuah panti asuhan! Wahyu benar-benar tidak habis pikir. Katanya Dina sangat menyayangi Miracle tapi kenapa dia tega membiarkan Miracle tinggal di sebuah panti asuhan! Walau bagaimana Miracle adalah putrinya! Seharusnya ia membawanya pulang dan merawatnya dengan penuh kasih sayang tapi sampai detik ini setiap kali ia menyarankan hal itu Dina selalu menolaknya dan tidak pernah meminta hal itu. Mungkin karena fokus Dina saat ini untuk meraih cita-citanya hingga ia rela menitipkan anaknya di panti asuhan, pikir Wahyu merasa sangat kecewa dengan kenyataan yang ada. "Mas?" tegur Dina karena melihat mas Wahyu melamun. "Kadang aku kasihan memikirkan masa depan Miracle, Mas tapi jangan khawatir a
Bab 8"Hah! Be-belum, Mas.""Kalau begitu biar Mas yang mengajarimu," kata Wahyu dengan wajah serius."Hah! itu ...""Apa kau tidak mau, Din?"Dina menelan air ludahnya dengan susah payah. Dia merasa penasaran juga ingin merasakan bagaimana yang namanya ciuman itu. Selama ini dia hanya melihat di televisi dan berusaha mencari tahu kenapa semua pasangan itu suka berciuman!"Din, bagaimana? Apa kau mau?" tanya Wahyu dengan suara parau.Dina teringat Lira dan kemudian menggeleng. "Sebaiknya jangan Mas, nanti kalau aku memerlukan latihan aku akan mencobanya dengan suamiku.""Din ..., apa kau lupa kalau Mas adalah suamimu?""Suami yang sesungguhnya, Mas.""Din, kita ...""Mas, kau tahu akhir dari pernikahan ini, bukan?""Tapi Din, kita bisa ..."Dina menggeleng. "Tidak Mas, kita tidak bisa." Dina menegaskan.Wahyu menahan Dina dan mencoba untuk memberitahu Dina isi hatinya namun Dina menarik tangannya dari genggamannya."Dina mandi dulu yah Mas, Dina pilih kamar yang ini saja. Nanti kita b
Bab 9Dina berteriak histeris saat tubuh mas Wahyu terpental beberapa meter dari jalan raya. Ia langsung bangun dan menghampiri mas Wahyu dengan wajah cemas!“Mas, bangun Mas, bangun!” teriak Dina sambil menangis penuh ketakutan.Saat ini wajah mas Wahyu berlumuran darah! Dina merasa takut kalau sampai mas Wahyu meninggal!Wahyu mengerti kesedihan Dina karena itu ia berusaha untuk bisa tersenyum dengan susah payah. Ia mencoba menenangkan Dina tapi yang keluar dari mulutnya justru muntahan darah segar. Dina berteriak memanggil mas Wahyu dengan tubuh gemetaran. Seharusnya aku yang terluka dan bukannya mas Wahyu! kata Dina merasa bersalah dalam hati seraya menangis pilu.Di sisa tenaganya Wahyu mengelus wajah Dina dan berucap, “Mas mencintaimu …” Ia merasa tenaganya menghilang dan pandangannya langsung gelap seketika.“Mas!”Wahyu tidak sadarkan diri dalam pelukan Dina.Dina memeluk tubuh mas Wahyu dengan berderai air mata hingga ambulance datang dan memberikan pertolongan kepada mas Wa
Bab 10Bab 10“Wahyu, apa kau tidak mengenali Dina? Dia ini istrimu, Nak.”Kepala Wahyu langsung merasa sakit saat mencoba mencerna kata-kata mamanya. “Ma, kepala Wahyu sakit!”Pratama langsung memanggil suster jaga.Dina merasa bingung melihat dan mendengar ucapan mas Wahyu. “Apa kau melupakan aku, Mas?”Wahyu menatap Dina dan tertegun lama. Ia merasa baru pertama kali ini mereka bertemu! “Maaf, aku tidak mengenalmu dan tolong jangan panggil saya dengan panggilan Mas. Panggilan itu kurang cocok …”“Wahyu! Dia itu Dina istrimu! Sudah seharusnya dia memanggilmu dengan panggilan Mas! Apa kau berharap istrimu memanggilmu dengan panggilan Om!” seru Maria memarahi Wahyu. Ia merasa kasihan melihat besan dan juga Dina yang tampak terpukul dengan hal ini.Setelah dilakukan pemeriksaan, Wahyu memang mengalami amnesia.Beberapa hari kemudian, mereka pulang dan menginap di kondo.“Aku mencintai Lira!”“Aku tahu!”“Kau tidak bisa memisahkan aku dari Lira!”“Sudah kukatakan aku tahu!” seru Dina de
Bab 11Dina berpikir cepat dan berucap. “Tentu karena Om yang mengejar cintaku!"Wahyu menatap Dina dengan penuh curiga."Kenapa? Apa nggak percaya?!” tantang Dina dengan berani. Aduh! keluh Dina dalam hati. Mulutmu itu Din! Kenapa tidak berpikir panjang sebelum menjawabnya, tambahnya lagi dalam hati.Kening Wahyu mengerut mendengar nama panggilannya berubah menjadi Om!? Dina pasti sedang marah besar padanya saat ini. Wahyu tidak tahu kebenarannya tapi itu mungkin saja itu yang terjadi karena secara logika tidak ada satu pun orang yang bisa memaksanya untuk menikah meski demi ibunya sendiri dan tega menghianati Lira.Dina terdiam saat melihat mas Wahyu tampak meragukan dirinya sendiri tapi di satu sisi, ia merasa lega karena mas Wahyu mempercayai omong kosongnya tapi di sisi lain merasa mual mendengar ucapannya sendiri. Jelas-jelas mas Wahyu hanya mencintai Liranya itu! Dina menggeleng mencoba untuk menenangkan dirinya lagi. Yang penting saat ini mereka bisa mempertahankan pernikah
Bab 12“Kita belum melakukannya.”“Kenapa?”Dina berpikir cepat merasa perlu memutar otak dan memberi jawaban yang bisa memuaskan mas Wahyu.“Aku masih trauma dan Mas Wahyu sudah berjanji tidak akan memaksaku!”“Trauma? Trauma tentang apa?”Dina cepat-cepat mengambil dompetnya dan menunjukkan foto Miracle kemudian memperlihatkannya kepada mas Wahyu. Semoga mas Wahyu percaya, semoga dia percaya! harap Dina dalam hati sambil komat kamit dalam hati. Toh dia hanya harus menahan diri selama beberapa hari saja, setelah itu mereka semua termasuk mas Wahyu akan pulang ke Indonesia, bukan? Dina, kau harus bertahan selama beberapa hari lagi! pekiknya mencoba untuk menampilkan wajah setenang mungkin. “Ini bayi siapa?” tanya Wahyu dengan kalut. “Dia adikmu?” Tidak mungkin bayinya, bukan? tapi tadi dia katakan …Dina menarik napas dalam-dalam kemudian menggeleng. “Dia bayiku, Mas,” jawab Dina dengan perasaan ketar ketir.“Ba-bayimu …!” seru Wahyu merasa gugup dan mulai mengecilkan suaranya. “Tap
Bab 13Dina merasa gugup menjawab pertanyaan mas Wahyu. “Mas yang menyuruhku.”“Apa maksudmu? Aku yang menyuruhmu?!”Dina mendehem berusaha untuk bersikap setenang mungkin. “Begini, saat awal kita hendak menikah, Mas bilang kalau Mas tidak mau ada banyak orang tahu kalau kita telah menikah jadi mengingat statusku mungkin …?”Wahyu mengumpat dirinya sendiri. Kenapa kau jadi seorang bajingan, Wahyu! “Tapi kenapa kau sama sekali tidak memprotes Mas?” Apa dia benar-benar mencintaiku hingga bersedia dan tidak protes dengan permintaan konyolku? Apa aku takut Lira mengetahui pernikahan kami? Alasan ini cukup masuk akal.Dina merasa gugup saat mas
Bab 46Sebuah panggilan telepon menghentikan percintaan mereka.“Mas harus mengangkatnya,” kata Dina dengan wajah memerah karena mas Wahyu tidak berhenti memanjakan tubuhnya.“Apakah harus?” erang Wahyu dengan wajah penuh keberatan. "Biarkan saja. Nanti juga berhenti sendiri. Ini sudah larut."“Mungkin saja panggilan itu penting,” sahut Dina mengingatkan sambil menjilati bibirnya yang kering karena menahan perasaan nikmat saat mas Wahyu menyentuhnya di bawah sana.“Kita berada dalam situasi yang lebih penting. Biarkan saja. Mas mohon berkonsentrasilah dan nikmati semua bonusmu ini.”Dina terkekeh dan membiarkan ma
Bab 45Dina menelan air ludahnya dengan susah payah saat wajah mas Wahyu semakin mendekat ke arahnya.“Din, sekarang tolong jawablah, apa Mas boleh bercinta denganmu?”Dina menatap mas Wahyu kemudian setelah berpikir lama, ia mengangguk secara perlahan. Tapi setelah semua ini terjadi hubungan kita akan bagaimana, Mas …? tanya Dina dalam hati saat mas Wahyu mencium bibirnya dengan lembut.Semua keraguan dan berbagai pertanyaan langsung menghilang dari benak Dina saat bibir Mas Wahyu menciumnya. Ia membiarkan dirinya terhanyut dan tanpa sadar mengerang. Dina menyadari hal itu dan langsung menutupi bibirnya. “Maaf!”Wahyu terkekeh dan menenangkan Dina. “Itu adalah reaksi n
Bab 44Dina menelan air ludahnya dengan susah payah saat wajah mas Wahyu semakin mendekat ke arahnya.“Din, sekarang tolong jawablah, apa Mas boleh bercinta denganmu?”Dina menatap mas Wahyu kemudian setelah berpikir lama, ia mengangguk secara perlahan. Setelah semua ini terjadi hubungan kita akan bagaimana, Mas …? tanya Dina dalam hati saat mas Wahyu mencium bibirnya dengan lembut.Semua keraguan dan berbagai pertanyaan langsung menghilang dari benak Dina saat bibir Mas Wahyu menciumnya. Tanpa sadar ia mengerang.“Apa kau menyukainya Din?”Dina mengangguk seraya memejamkan mata. Ia tidak mau berhenti membalas ciuman mas Wahyu.
Bab 43 Dina bingung karena saat ini mas Wahyu tidak memanggilnya lagi. Secara perlahan ia berbalik dan kaget saat mendapati mas Wahyu yang tengah menatapnya dengan lekat. “Mas …” ucapnya lirih sambil menelan air liurnya dengan susah payah. Wahyu bergerak cepat dan tidak menahan diri lagi. Ia mencium bibir Dina dan menarik tubuhnya dengan cepat ke arahnya. Dina kaget dan langsung menahan mas Wahyu lalu mencoba mengelak. Wahyu tahu meski Dina menolaknya tapi Dina juga menginginkannya karena itu ia tidak membiarkan Dina untuk mundur kali ini. Ia menarik tubuh Dina mendekat padanya dan menciumnya lagi tapi kali ini secara perlahan dan membujuk Dina dengan lembut. “Tolong buang keraguan dalam diri Mas, Din. Mas takut kehilanganmu. Sangat takut,” ucap Wahyu dengan jujur. Dina terdiam seraya mengamati ekspresi mas Wahyu yang telah meluluhkan hatinya. Ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau dia juga sangat menginginkan mas Wahyu tapi ia takut mas Wahyu hanya menjadikan dirinya seb
Bab 42Dina berpikir keras. “Aku tidak bisa menjawabnya sekarang Mas.”Wahyu merasa kecewa mendengar jawaban Dina. Ia merasa kalau Dina telah jatuh cinta dengan pria lain. “Apa kau jatuh cinta pada pria lain, Din?”“Mas, apa yang kau katakan?!”“Jawab Mas, Din!”Dina terdiam saat mas Wahyu mengiba padanya. Ia menggeleng. “Tidak. Selama ini aku hanya fokus dengan karirku …”“Bagaimana dengan Steven Stenly!?” tanyanya dengan perasaan gugup. Ia yakin kalau Dina memiliki perasaan lain terhadap Steven.“Kalau dia …”“Tuh ‘kan!”“Apa?”Wahyu berbalik berniat meninggalkan Dina.“Mas, jawab aku.”“Apa kau menyukainya lebih dari Mas?”Wajah Dina memerah mendengar pertanyaan mas Wahyu. “Apa sih Mas?!”“Jawab saja, Din. Kalau kau memang menyukainya, Mas rela mundur.”Lah, lah, lah kok malah begini?! seru Dina merasa kaget melihat mas Wahyu yang meninggalkannya. Ia menyusul mas Wahyu dengan cepat. “Mas bukan begitu …”“Tapi apa?” tanya Wahyu dengan cepat.Dina tidak menyangka mas Wahyu berbalik d
Bab 41“Pembohong!”“Mas tidak berbohong! Dari awal Mas melihatmu, Mas merasakan hal yang berbeda karena itulah Mas ingin menikah denganmu!”“Hah!”Wahyu menahan Dina dan membujuk Dina untuk menatapnya. “Beri Mas waktu untuk membuktikan segalanya, Din.”Setelah melihat ekspresi wajah mas Wahyu, Dina pun luluh. “Baik, silahkan buktikan.”“Kau berjanji akan menunggu Mas ‘kan?”“Tapi kalau hal itu benar, bagaimana?”“Kalau benar dan kau tidak keberatan, kita akan mengadopsi bayi itu.”
Bab 40 “Galaxy milik paman. Mas sekarang bekerja untuknya.” Dina mendesah sedih. “Hei, kenapa begitu?” “Karena aku Mas harus mencari pekerjaan lain.” Wahyu merasa bersalah dan berniat untuk berterus terang kepada Dina kalau Galaxy adalah perusahaan miliknya tapi ia takut Dina akan marah padanya nanti. “Galaxy bisa dibilang juga milik kita, Din …” “Milik Om berarti milik orang lain dan bukan milik kita.” Wahyu terdiam kemudian mengulas senyum di wajahnya. “Kau benar, Mas akan berjuang keras untuk menghidupimu.” “Tidak perlu sekeras itu Mas bagaimanapun aku juga memiliki penghasilan meski saat ini perhitungan agency lebih besar dari seharusnya.” “Kenapa begitu?” “Aku masih aktris magang, mereka memberi kesempatan. Beda hal setelah tiga tahun mendatang. perhitungan akan lebih menguntungkan kami.” Wahyu mengangguk-angguk seraya mengelus wajah Dina dan menciumnya. “Mas!” “Kenapa apa kau tidak suka kalau Mas menciummu?” “Bukan begitu tapi kita tidak perlu mengulangi alasannya
Bab 39 Dina merasa terkejut saat melihat seorang wanita mendorongnya hingga terjatuh. “Dasar pelakor! Aku akan menghajarmu hingga kau kapok!” seru seorang wanita sambil memukuli Dina bertubi-tubi. Manajer dan tim keamanan segera melerai dan menyelamatkan Dina dari wanita gila itu! Semua orang berkumpul untuk melihat apa yang telah terjadi. Lira bersama teman-temannya berusaha untuk mengumpat dan menjelek-jelekan Dina di depan umum. “Siapa kau!?” seru Dina merasa kesal dan emosi melihat perlakuan kasar yang dialami saat ini. “Aku, Lira tunangan kak Wahyu!” Dina terkejut dan mengerti kenapa Lira menyakitinya seperti ini. Ia merasa linglung seketika. Ia hanya bisa melihat Lira terus berusaha mendekatinya. Kini bukan hanya Lira dan teman-temannya yang berteriak menghujatnya tapi semua orang yang berkumpul kini ikut mencacinya. Tubuh Dina limbung dan tidak tahu apa yang mesti dilakukan! Di sana di kejauhan ia melihat mas Wahyu berlari ke arahnya dengan tatapan penuh kecemasan. “M
Bab 38“Mas, …” erang Dina membiarkan dirinya terhanyut dengan manisnya sentuhan dan belaian bibir mas Wahyu di bibir dan lehernya.“Yah, Din,” erang Wahyu tanpa menghentikan aksinya. Bibirnya terus menjelajah dan tidak membiarkan Dina mundur lagi. Ia tahu kalau Dina juga sama-sama menginginkan dirinya saat ini.“Ini …”“Nikmatilah, Din. Nikmatilah.”Dina tidak berdaya dan membiarkan mas Wahyu membaringkannya di karpet tebal di bagian depan perapian.Saat mas Wahyu menciumi kedua payudaranya, Dina menggeleng dengan api gairah yang menyala. “Jangan teruskan atau kita berdua akan menyesalinya, Mas.&rdq