“Lalu mengapa?”Sebuah pertanyaan sederhana yang terucap itu memiliki serangkaian jawaban yang harus disampaikan. Menantang Jach untuk bicara jujur, atau tetap dengan tetap dengan topengnya, menyembunyikan indentitasnya yang sebenarnya.Apa yang harus Jach pilih?Jach telah memutuskan untuk menjadi pengkhianat Dante Arnaud dan Raiden Arnaud.Seorang pengkhianat bisa melakukan apapun, kecual setia.Berkhianat dan berbohong adalah dua hal yang berbeda, namun sama-sama tercela.Jach telah bertindak sampai sejauh ini, apakah pantas Audrey yang berusaha dia selamatkan menerima kebohongan?Gadis itu telah dikeliling kemunafikan, dan Jach tidak ingin disamakan dengan siapapun.“Aku adalah orang bayaran Raiden Arnaud. Aku diperintahkan untuk menjaga Aurelie Harper dan membuatnya hilang ingatan selamanya. Jika ingatan Aurelie Harper kembali, maka dia harus dilenyapkan,” ucap Jach pada akhirnya memutuskan untuk berbicara jujur.Deg!Napas Audrey tertahan di dada, sesaat jantungnya berhenti ber
Pagi-pagi sekali, saat semua orang masih bersiap-siap, Jach terlihat sudah rapi.Jach pergi sendirian meninggalkan kamarnya, pria itu terlihat sudah tahu akan pergi kemana dan apa yang akan dilakukan."Selamat pagi Pak," sapa Jach mengahadap Dante yang hendak masuk ke ruangan gym. "ada hal penting yang ingin saya bicarakan dengan Anda."Kening Dante mengerut, tidak seperti biasanya Jach datang menemuinya diluar jam kerja hanya untuk berbicara."Masuklah," jawab Dante membuka lebih lebar daun pintu, membawa Jach masuk ke dalam ruangan gym. "Kau ingin bicara tentang apa?" tanya Dante.Jach melihat pintu di belakangnya sebentar, memastikan tertutup rapat dan tidak ada siapapun yang mendengar percakapan. "Ini mengenai nona Aurelie."Dante berbalik seketika begitu mendengar nama Aurelie disebutkan.Ada apa dengan Aurelie Harper? Sepanjang malam Dante memikirkannya, meyakinkan diri dengan perasaannya yang kini telah terbelenggu dalam permainannya sendiri.Dante kesulitan menyangkal bahwa
Gumpalan awan terlihat dilangit yang kelabu, matahari yang bersinar sudah tidak terlihat, sesekali kilatan petir muncul bersama gemuruhnya yang keras. Aurelie Harper berdiri dipinggiran pantai seorang diri kala semua orang berlindung mencari tempat aman.Aurelie mengabaikan kencangnya angin yang menerpa gaun cantiknya, jari-jarinya sampai gemetar memegang rokok dan menghisapnya, satu tangannya lagi memegang sebotol wine.Dibawah lentik bulu mata, sepasang mata zambrudnya yang bercahaya itu terus memandangi deburan ombak yang keras. Air laut bergerak mendekat sampai membasahi kakinya yang mengenakan heels.Saat hujan mulai turun dan membasahinya, Aurelie masih berdiri tegak ditempatnya, tidak peduli meski kini air laut sudah mulai sampai ke betisnya.Para pengawal yang berjaga tidak ada yang berani mendekat, mereka sudah terbiasa dengan prilaku anehnya yang kian menjadi. Jika pengawal menegurnya, Aurelie Harper akan datang menemui mereka ditengah malam membawa benda keras apapun untuk
Dorothy menuangkan minuman di meja, sementara Megan menyajikan sarapan. Dante masih tidak berhenti memandangi pintu, menantikan kedatangan Aurelie Harper yang masih tidak kunjung datang.“Kemana Aurelie? Apa dia sakit lagi?” tanya Dante tidak dapat menahan rasa penasarannya.Megan dan Dorothy saling berpandangan sejenak, menyadari bahwa Dante duduk lama di meja makan hanya minum segelas kopi selama setengah jam tanpa meminta disajikan apapun ternyata hanya untuk menunggu kedatangan Aurelie.“Nona Aurelie sudah sarapan lebih awal,” jawab Dorothy tidak enak hati.“Benarkah?” tanya Dante menutupi ekspresi terkejutnya, “dimana dia sekarang?”“Ada di halaman. Mungkin sedang menikmati udara pagi.”Dante meneguk segelas air sebelum memutuskan beranjak dan meninggalkan sarapan paginya yang belum tersentuh sedikitpun.Melihat kepergian Dante, Megan tersenyum sinis menyaksikan tuannya yang telah lama dia kenal telah banyak berubah. “Tuan Dante sudah kehilangan akal sehatnya karena perempuan it
“Pak, nyonya Serena telah terbangun dari komanya.”Dante terpaku beberapa detik, jantungnya mulai berdebar kencang begitu kesadarannya telah kembali, namun genggaman tangannya pada Audrey masih belum dia lepas. “Kau tidak bercanda kan Roven?” tanya Dante nyaris tidak terdengar.“Tidak Pak, ini benar. Sebaiknya Anda pulang, nyonya pasti mencari Anda,” jawab Roven meyakinkan.“Terima kasih Roven.”Dante kembali terpaku begitu pembicaraannya dengan Roven selesai dengan cepat. Kesenangan dan rasa syukur yang harusnya berletupan didalam dada, tertahan begitu saja seolah ini bukan sesuatu yang istimewa meski dia telah lama menantikannya dalam waktu lama.Mengapa Dante bisa menjadi seperti ini pada isterinya sendiri?Serena telah berjuang keras usai kehilangan bayi dan rahimnya, nyawanya telah menjadi pertaruhan. Suatu keajaiban dia bisa kembali bangun setelah satu bulan lamanya terbaring koma, tapi mengapa Dante tidak berbahagia dan mensyukuri hal ini?Harusnya, Dante melepaskan genggamanny
Seiring dengan keadaan Serena yang membaik, beberapa hal yang semula ingin dirahasiakan untuk disampaikan saat nanti Serena pulih, ternyata tidak dapat disimpan lebih lama karena Serena langsung mempertanyakan keadaan bayinya.Dante boleh saja berbohong dengan berdalih, usia kandungan Serena yang baru lima bulan telah dilahirkan secara paksa dan kini berada dalam penanganan medis, bayinya berada di rumah sakit khusus karena kondisi premature, dengan begitu Dante bisa menahan Serena untuk tidak bertemu dengan bayi yang dia sebutkan.Namun, Dante tidak dapat berbohong mengenai pengangkatan rahimnya dan kematian ibu Serena.Karena kabar itu, Serena kembali drop ketika, dia sempat mengalami kejang hingga membuat semua orang dibuat khawatir oleh keadaannya yang belum stabil kini dibebani oleh pikiran.Melihat keterpurukan Serena membuat Dante merasa sangat bersalah. Sebagai seorang suami dia telah gagal menjaga isterinya, sebagai seorang ayah dia telah gagal menjaga anaknya, dan Dante se
Gaun tidur Audrey berkibar dibawah langit malam yang pekat dan dingin, rambut panjangnya yang tergerai bergerak tidak beraturan menyapu wajah. Audrey berdiri dibalkon, memandangi halaman rumah yang sunyi sepi, dia tidak berhenti menanti kedatangan Jach yang lagi-lagi tidak pernah dia tahu, apakah lelaki itu akan muncul malam ini atau tidak.Hari ini Dante pergi terburu-buru, Audrey dengar jika Dante dalam perjalanan bisnis. Dengan penuh rasa syukur, Audrey berharap bahwa pria itu pergi dalam waktu lama agar Audrey tidak terlalu sesak, setiap hari selalu bergelut dengan masalah.Sudut bibir Audrey terangkat mengukir senyuman yang tidak bisa dia tahan begitu melihat Jach yang dinantinya akhirnya muncul memanjat balkon.Jantung Audrey sedikit berdebar kala pandangan mereka saling bertemu dan mengunci, saling mengakui bahwa pertemuan ditengah malam seperti ini sudah bagian dari suatu hal yang penting meski hanya sekadar untuk saling melihat tanpa saling berbicara.Dengan langkah lebarnya
Arunika membawa cahaya lagi, menyebarkan kehangatan dihari yang telah berganti. Tetesan embun masih bersemayam didedaunan, terdengar kicauan burung yang berterbangan di dahan-dahan pohon menyambut musim panas yang telah datang. Audrey duduk di sudut lemari tengah bersenyumbunyi, matanya tidak berhenti memandangi layar handpone dengan harap-harap cemas.Sudah dua kali dia mencoba menghubungi Jasmin, namun terlewatkan. Genggaman Audrey menguat pada handponenya begitu teleponnya yang ketiga akhinya mendapatkan jawaban.“Hallo,” sapa Jasmine terdengar dari sebrang. “Suster, saya Audrey.”“Audrey!” sambut Jasmine terdengar begitu senang. “ayah Anda sudah menantikan telepon ini sejak lama,” ceritanya memberitahu apa yang terjadi.Audrey meremas permukaan pakaiannya menyalurkan kegugupan, “Suster, bagaimana kondisi kesehatan ayah saya saat ini?”“Kanker ayah Anda telah memasuki stadium tiga, kondisinya semakin sulit untuk ditangani. Efek dari obat-obatan, beberapa hari terakhir, tuan Arman
“Jach,” panggil Aaric Hemilton, putra sulung pamannya.Jach berbalik, menanti Aaric yang meninggalkan kerumnan keluarga yang saat ini sedang bersantai di halaman rumah.Aaric mengedikan dagunya, mengisyaratkan jika mereka perlu bicara di tempat yang lebih sepi. Setelah pergi cukup jauh dari keramaian, mereka berdua pergi menuju tepi danau. “Aku dengar, beberapa anak buahmu berkeliaran di wilayahku,” ucap Aaric tidak berbasa-basi.Aaric memegang penuh wilayah Thailand dan Vietnam, tidak begitu mengejutkan jika dia tahu ada anak buah Jach yang berkeliaran di sana selama beberapa hari terakhir. Dan, kemungkinan terbesarnya, anak buah Aaric lah yang telah membawa pergi Aurelie Harper. “Aku minta maaf, ini tidak akan berlangsung lama,” jawab Jach langsung mengakui kesalahannya.“Tidak Jach. Kau harus menarik kembali anak buahmu hari ini juga,” jawab Aaric dengan serius dan tidak ingin bernegosiasi dalam bentuk apapun. “Gunakan mereka sebagaimana mestinya di wilayahmu, kecuali jika kau i
Audrey menarik helaian rambut panjangnya yang selalu tertinggal dijari setiap kali dia menyisirnya, kerontokan yang dia alami masih terjadi meski sudah sedikit berkurang. Mahkota satu-satunya yang membuat Audrey merasa masih memiliki sisi kecantikan sudah tidak bisa dia pertahankan lagi. Audrey harus memotong rambutnya yang kini telah rusak. Audrey mengambil gunting yang tergeletak di depan cermin.Samar Audrey tersenyum memandangi gunting itu, teringat jika sejak kecil dia selalu memotong rambutnya sendiri karena Arman tidak mempedulikannya. Rupanya, setelah kini dia dewasa dan akan memiliki seorang anak, dia masih melakukan hal yang sama.Beruntungnya, bayi dalam kandungannya seorang laki-laki sehingga dia tidak perlu memotong rambutnya dengan kesulitan jika nanti dia harus melakukannya sendiri.“Aku beruntung, Tuhan masih mau mendengarkan do’aku,” lirih Audrey terdengar menyakitkan.Disetiap malam sebelum tidur, Audrey selalu berdo’a agar anak dalam kandungannya adalah seorang la
Daud melangkah terpincang-pincang dengan tongkatnya menuju ruang makan. Kesehatannya telah menurun semenjak beberapa bulan yang lalu, Daud pun mulai menarik diri dari pergaulan bebasnya karena malu dengan kekurangannya yang kerap kali menjadi bahan ejekan. Hubungannya dengan Salma sudah tidak seharmonis dulu lagi, namun keadaannya yang kian ringkih membuatnya tidak memiliki pilihan lain selain mempertahankan Salma disisinya karena Daud harus memiliki seseorang yang bisa merawatnya.Jika saja, kejadian bulan lalu tidak terjadi, mungkin sampai detik ini Daud masih bisa menjalani kehidupannya dengan normal. Bekerja seperti biasa dan menikmati kenikmatan duniawinya dengan bebas.Semua ini karena Aurelie, anak tidak tahu diri itu telah menghancurkan hidupnya!Daud dengar, Aurelie kini tengah hamil besar. Daud tidak sabar, ingin sekali membuat perhitungan yang setimpal tepat ketika gadis itu mendapatkan kebebasannya. Akan Daud pastikan jika anak itu mendapatkan kepedihan yang setimpal deng
Dalam situasi ini, mengapa harus Jach orang yang Aurelie panggil dalam mimpinya?Apa yang telah Jach lakukan sampai memiliki tempat dalam mimpinya?Dante ingin marah, dadanya memanas karena cemburu, tapi Dante siapa? Dante dan Aurelie itu apa?Hubungannya dengan Aurelie tidak memiliki status, mereka tidak terikat meski bersama, hanya karena ada bayi diantara mereka bukan berarti Dante memilikinya. Tangan Dante terkepal kuat, dia tidak diizinkan hidup dalam keabu-abuan, dia harus tetap menahan perasaannya ketika sudah memutuskan untuk melakukannya segalanya demi Serena dan mempertahankan rumah tangganya.Dante membungkuk, merengkuh tubuh Aurelie dan memindahkannya ke ranjang agar bisa tidur lebih nyaman.Permen dalam genggaman tangan Aurelie telepas, gadis itu bergerak pelan memunggungi Dante yang duduk disisinya, tenggelam dalam tidur lelapnya tanpa dia sadari bahwa Dante tangah memperhatikannya. Dante mengusap helaian rambut Aurelie yang terjatuh diatas bantal, menghabiskan malamny
Aurelie terbaring di lantai dengan kaki terangkat ke dinding, gadis itu memandangi secarik kertas pemberian perempuan asing di tempat tato. Tawaran perempuan itu tampaknya telah mempengaruhi Aurelie untuk mempertimbangkannya lagi beberapa kali.Aurelie menghisap rokoknya dalam-dalam, merenungkan apa yang harus dia lakukan jika berhasil pulang. Meski kewarasannya terganggu, Aurelie sadar betul orang-orang yang bermasalah dengannya memiliki cukup kekuasaan dan mereka tidak bisa dia sembarang sentuh.Aurelie perlu mengukur seberapa kuat orang yang akan bekerjasama dengannya, dan Aurelie belum tahu pasti apakah ini murni saling menguntungkan atau justru hanya jebakan untuk membuatnya keluar dari tempat persembunyian untuk di eksekusi mati.Jebakan? Siapa yang selama ini suka menjebaknya dalam lingkaran setan sampai membuatnya kehilangan kewarasan?Dengan kaku Aurelie menggaruk tengkuknya yang gatal, urat-urat venanya terlihat dipermukaan kulit. Seluruh darah dinadinya menegang, merespon
Langit semakin gelap, sisa-sisa cahaya matahari tertelan malam yang datang.Hujan yang turun mulai reda menyisakan gerimis kecil.Suasana rumah begitu sepi setelah ditinggal oleh Irina dan Megan, tidak lagi Audrey dengar celetukan jahatnya setiap kali dia datang ke dapur mencari makanan.Audrey merasa jauh lebih bebas tanpa kedua pelayan itu, toh keberadaan mereka di rumah seperti sebuah hiasan. Dibandingkan membantu, mereka berdua terus menerus membuatnya membatin, mendengarkan do’a buruk untuk bayinya yang akan dilahirkan.Audrey mengambil beberapa jenis makanan yang kini sudah memenuhi ruangan cold storage. Audrey sangat lapar, dia harus memasak dan meminum obat yang sudah dokter resepkan untuknya.Dalam ranjang kecil, Audrey mencuci beberapa sayuran dan buah-buahan yang sudah sangat lama tidak pernah dia makan. Selama ini Audrey tidak pernah mengeluh karena dia terbiasa hidup miskin dan makan seadanya. Audrey tidak pernah tahu, bahwa saat berbadan dua semua kebutuhannya menjadi b
“Bayi Anda berjenis kelamin laki-laki.”Jantung Dante berdebar kencang menyaksikan layar monitor yang kini menampilkan bayi dalam kandungan Audrey, menunjukan wajah mungilnya yang meringkuk, begitu mirip dengan kebiasaan Audrey setiap kali tertidur di sofa.Wajahnya yang mungil terlihat sempurna, kelopak matanya yang melengkung, ekspresi wajahnya yang tenang.Sudut bibir Dante tertahan, ingin dia tersenyum bahagia untuk merayakan, dilain sisi dia tahu keadaan bayi yang sedang Audrey kandung dalam keadaan lemah, begitupun dengan Audrey yang tidak sehat hingga membuat dokter meringis saat memeriksa kondisinya.“Janin yang sudah memasuki enam bulan harusnya sudah bisa merespon suara dan gerakan. Sering-seringlah menyentuh perut dan mendengarkan musik ataupun membaca buku, ini sangat baik untuk janin,” ucap dokter menasihati. “Lalu bagaimana dengan keadaan Aurelie?” tanya Dante.Dokter itu menatap Audrey dengan serius, sejak awal gadis itu masuk ke dalam ruangan, dokter itu menyadari bet
Dante membuka pintu kamar dengan hati-hati, pandangannya langsung tertuju pada Audrey yang tengah berdiri di depan jendela, menyaksikan hujan deras yang sedang turun.Angin kencang masuk melalui celah kusen yang dibiarkan terbuka, mengibarkan gaun selutut yang Audrey pakai.Audrey tahu, Dante datang mendekat, namun Audrey enggan untuk melihat ataupun sekadar berbicara dengannya.Tidak ada yang perlu mereka bicarakan sekarang. Audrey sudah sangat lelah dengannya. Dante Arnaud telah berhasil memberikan penderitaan yang begitu sempurna untuknya, bahkan saat dia tidak ada disisi Audrey, pria itu masih bisa menyakitinya melalui pengabaian pada kandungannya.Seiring dengan janinnya yang tumbuh, setiap kali terbayang wajah Dante, selalu ada kesedihan yang menelusup kedalam dada seakan janinnya tahu, bahwa dia tidak mendapatkan sedikitpun kasih sayang dari ayahnya.Tidak dapat Audrey bayangkan, anaknya akan bernasib sama dengannya. Hidup dalam pengabaian.Beruntung saja, selama ini Audrey ma
Kepulan asap bergerak diudara, hujan yang turun deras terlihat dibalik jendela besar sebuah café.Jari-jari kurus pucat Arman gemetaran mengusap permukaan cangkir, mencari-cari kehangatan untuk kulitnya yang kebas.Arman tidak berhenti memandangi Jach yang kini tengah duduk dihadapannya. Pemuda itu terlihat begitu tenang tidak terbaca, dan Arman masih belum tahu, apa tujuan pemuda itu datang menemuinya seorang diri.Arman was-was, takut terjadi suatu hal buruk pada Audrey di ibukota sana.“Apa yang membawa Anda datang sampai sejauh ini? Apa ada sesuatu yang terjadi pada putri saya?” tanya Arman tidak kuasa menahan rasa penasarannya.Jach menyesap kopinya perlahan, pikirannya sedikit berkelana merancang kata-kata yang pantas untuk dia sampaikan agar Arman yang tengah sakit itu, tidak banyak membatin.Jach datang menemui Arman untuk memastikan keadaannya, namun apa yang Jach temukan ternyata jauh lebih buruk dari apa yang terdengar.Kondisi Arman sangat mengkhawatirkan, tubuhnya tinggal