"Pasword pintu?" Rafasya memandang Nara dengan mengerutkan keningnya. "Iya, bukankah pasword pintu tanggal lahir perempuan siluman itu? Aku gak habis pikir, kenapa Cinta mau menikah dengan pria seperti mu. Syukur dia hanya datang untuk menganggu Cinta. Bagaimana jika dia mengirim orang masuk ke apartemen mu dan menyuruh untuk membunuh Cinta?" Nera berkata dengan napas Mengemburu. Rafasya terdiam tanpa mampu untuk menjawab. Dia tidak pernah memikirkan hal ini. Menurutnya apartemen sangat aman dan melupakan password pintu yang memakai tanggal lahir mantannya. "Minum dulu kopinya." Fathan mempersilakan Rafasya, karena dia melihat bibir pria itu begitu sangat pucat. Rafasya menggelengkan kepalanya. "Asam lambung ku sedang naik, jadi aku tidak bisa minum kopi," tolaknya. Saat ini saja seharusnya dia sedang di rawat. Namun dia menolak karena harus mencari keberadaan istrinya. Rafasya baru mengetahui seperti apa rasa sakit kehilangan. "Bi Ani, tolong buat teh." Nara memberi perintah le
"Baik Pa, mereka baik-baik saja." Sari mencoba untuk terlihat tentang agar suaminya tidak curiga dengan apa yang menimpa keluarganya. "Kata dokter, dua hari lagi papa sudah bisa pulang ke Indonesia dan untuk pengobatan selanjutnya bisa melakukan di Indonesia. Jadi tidak perlu bolak balik ke Singapura." Erik berkata dengan wajah tersenyum. Sudah lebih tiga minggu berada di rumah sakit, sungguh membuat dia jenuh. Erik sudah sangat merindukan anak dan menantunya. Disaat sakit seperti ini, Erik berharap bisa dekat dan mendapatkan perhatian dari Rafasya dan Cinta. Meskipun suasana hatinya begitu sangat tidak baik, namun wanita itu tidak memperlihatkan sedikitpun kepada suaminya. Sari tersenyum dan mengusap punggung tangan istrinya. "Iya pa, mama senang karena sebentar lagi kita bisa." Sari tersenyum. "Papa sudah tidak sabar untuk segera pulang. Papa bosan Mah, papa ingin beraktivitas seperti dulu. Papa rindu dengan anak kita. Apa ada kabar kalau kita akan punya cucu?" Erik berkata den
"Kau hanya tahu makan gaji yang besar dari aku, apa kerjamu? Mengapa semua klien membatalkan kontrak kerja sama yang sudah kita sepakati." Karin memandang Jessica sambil menunjuk wajah wanita yang usianya jauh lebih tua darinya.Karin seperti kacang yang lupa kulit, dia dengan mudah melupakan perjuangan Jessica untuk menaikkan namanya. Bagaimana perjuangan manajernya itu untuk mencarikan pekerjaan untuknya hingga dia menjadi artis yang sudah mulai dikenal. "Kau bilang makan gaji buta? Apa kau tahu seperti apa lelahnya aku menjadi manajermu. Aku mengatur semua jadwal mu, aku yang mencarikan pekerjaan untuk mu." Wanita itu seakan tidak terima atas hinaan Karin untuknya. "Halah pekerjaan mu gampang, semua orang juga bisa. Kau tidak perlu mencarikan pekerjaan untukku karena pekerjaan yang datang mencari ku. Apa kau lupa kalau aku ini artis terkenal, "Karin berkata dengan sombong. "Kau memang kacang yang lupa kulitnya Karin. Sebelum kau bertemu denganku untuk bisa mendapat pekerjaan, K
"Kami dari pihak kepolisian ditugaskan untuk melakukan penangkapan terhadap saudari Karlina Angelia," kata salah seorang pria berseragam coklat tersebut. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Seperti itulah nasib yang dialami artis terkenal itu. Belum hilang rasa terkejutnya ketika apartemen miliknya diambil secara paksa oleh Rafasya. Sekarang dia mendengar bahwa kedatangan ketiga polisi itu untuk menangkapnya. Jessica terdiam memandang Wajah Karin yang begitu sangat pucat."Kalian tidak bisa menangkap ku, aku bukan penjahat." Karin berkata dengan berteriak."Kami membawa surat penangkapan untuk Anda dan sekarang silakan ikut kami ke kantor polisi." Si Polisi menunjukkan surat penangkapan untuk Karin."Dengan alasan apa anda menangkap saya, saya tidak mau ikut kalian. Kalian hanya preman yang mengaku polisi." Karin tidak mau percaya, dia menganggap orang itu hanyalah orang yang menyamar menjadi polisi."Ini identitas kami dan anda bisa lihat Kami memang langsung dari kepolisian." Pria y
Pria yang selalu terlihat bersih, rapi dan tampan itu berubah 190 derajat. Rambutnya sudah terlihat gondrong, jambang dan kumis dibiarkan berserakan di wajah tampangnya. Bahkan tubuh yang dulu berisil kini sudah terlihat jauh lebih kurus. Satu bulan melakukan pencarian terhadap istrinya namun wanita itu masih tidak ditemukan. Jumlah nominal uang yang telah dikeluarkan untuk mencari istri tercinta juga tidak main-main. Bahkan pihak polisi sudah digerakkan. Namun hasilnya tetap nihil. Rafasya sudah mencari ke wilayah-wilayah yang kemungkinan menjadi tempat tinggal istrinya, namun juga tidak ada. Entah di mana istrinya itu berada, Rafasya seakan putus asa. "Bos kita kemana?" Tanya Anto. "Tempat yang belum kita datangi," jawab Rafasya yang duduk di samping Anto. "Baik bos," jawab Anto yang sangat tahu harus pergi ke rute mana. Meskipun semua tempat sudah mereka datangi. Agar Rafasya bebas melihat ke kanan dan kekiri, dia memilih duduk di samping kemudi. Sepulang dari kantor Rafasy
Cahaya duduk termenung seorang diri di taman belakang kampus. Pikirannya saat ini sungguh kacau. Bagaimana mungkin Cinta menghilang begitu saja? Selama ini mereka begitu sangat akrab dan juga dekat. Apa sahabatnya itu tidak pernah ingat dengan dirinya? Andaikan Cinta menghubunginya dan memberikan kabar bahwa dia baik-baik saja, cahaya tidak akan cemas. Bahkan dia rela berjanji untuk tidak memberitahukan kepada siapapun. Namun sampai detik ini tak ada satupun kabar dari Cinta.Mengapa semuanya pergi? Sahabat yang selalu ada untuknya kini entah di mana. Begitu juga dengan Arlan, pria itu sudah hilang kontak sejak dua minggu yang lalu. Nomor ponselnya pun sudah tidak dapat dihubungi. Seakan tidak pernah lelah, Cahaya kembali mencoba menghubungi nomor ponsel Arlan. Namun nomor yang dihubunginya sedang tidak akan aktif kembali. Hasilnya tetap sama, operator mengatakan bahwa nomor ponsel yang dihubunginya sedang tidak aktif. Cahaya kembali menghubungi nomor ponsel kekasihnya, namun hasi
Lagi-lagi rasa bersalah serta penyesalan menghantam jantungnya hingga membuat rasa nyeri yang luar biasa. Usaha pencarian yang dilakukannya sudah lebih dari sebulan ini ternyata berakhir di sini.Rasanya begitu sangat menyakitkan ketika harus kehilangan istri serta calon anaknya. Baru saja merasakan cinta yang menggebu-gebu di hatinya dan kini semua rasa cinta itu harus digantikan dengan rasa sakit kehilangan dan penyesalan yang akan menyiksanya hingga seumur hidup."Mama, papa." Rafasya memanggil kedua orang tuanya.Erik tidak berbicara apa-apa. Pria itu menangis menahan rasa sakit di hatinya. Bahkan saat ini jantungnya terasa sakit. "Papa?" Sari menjerit ketika suaminya terjatuh ke lantai.Dokter yang berdiri di dekat Sari dengan cepat memeriksa kondisi Erik. Pria berjas putih itu langsung memanggil perawat untuk membawakan tempat tidur. "Mama, papa kenapa?" Rafasya bertanya dengan bibir gemetar. Melihat kondisi Papanya seperti ini, Rafasya panik dan takut. Sari tidak menjawab pe
Begitu banyak yang ingin dia katakan namun semua kalimat tersangkut di tenggorokan. Hingga hanya sudah tangis kesedihan yang terdengar. Rafasya sudah tidak sanggup berada di ruang mayat itu dan pada akhirnya memilih untuk keluar."Rafa," panggil Daffin.Rafasya hanya dian melihat Daffin yang datang bersama dengan Hana. Hatinya sudah hancur berkeping-keping dan bahkan sekarang sudah tidak berbentuk. Kehilangan wanita yang begitu sangat dia cintai, memang sangat menyakitkan. Bahkan ungkapan cinta belum sempat dia utarakan. "Apa benar yang di dalam itu mayat Cinta?" Tanya Hana dengan menangis. Mata wanita cantik itu sudah sempat karena menangisRafasya menggelengkan kepalanya dengan tertawa. "Itu bukan mayat Cinta, itu bukan istri ku. Istri ku masih hidup, dia hanya marah dan bersembunyi."Meskipun sudah melihat secara langsung, namun Rafasya tetap menolak kenyataan. Dia masih berharap ada keajaiban. Dia masih bermimpi bahwa istri serta calon anaknya masih hidup."Kau sudah melihatnya