Cahaya duduk termenung seorang diri di taman belakang kampus. Pikirannya saat ini sungguh kacau. Bagaimana mungkin Cinta menghilang begitu saja? Selama ini mereka begitu sangat akrab dan juga dekat. Apa sahabatnya itu tidak pernah ingat dengan dirinya? Andaikan Cinta menghubunginya dan memberikan kabar bahwa dia baik-baik saja, cahaya tidak akan cemas. Bahkan dia rela berjanji untuk tidak memberitahukan kepada siapapun. Namun sampai detik ini tak ada satupun kabar dari Cinta.Mengapa semuanya pergi? Sahabat yang selalu ada untuknya kini entah di mana. Begitu juga dengan Arlan, pria itu sudah hilang kontak sejak dua minggu yang lalu. Nomor ponselnya pun sudah tidak dapat dihubungi. Seakan tidak pernah lelah, Cahaya kembali mencoba menghubungi nomor ponsel Arlan. Namun nomor yang dihubunginya sedang tidak akan aktif kembali. Hasilnya tetap sama, operator mengatakan bahwa nomor ponsel yang dihubunginya sedang tidak aktif. Cahaya kembali menghubungi nomor ponsel kekasihnya, namun hasi
Lagi-lagi rasa bersalah serta penyesalan menghantam jantungnya hingga membuat rasa nyeri yang luar biasa. Usaha pencarian yang dilakukannya sudah lebih dari sebulan ini ternyata berakhir di sini.Rasanya begitu sangat menyakitkan ketika harus kehilangan istri serta calon anaknya. Baru saja merasakan cinta yang menggebu-gebu di hatinya dan kini semua rasa cinta itu harus digantikan dengan rasa sakit kehilangan dan penyesalan yang akan menyiksanya hingga seumur hidup."Mama, papa." Rafasya memanggil kedua orang tuanya.Erik tidak berbicara apa-apa. Pria itu menangis menahan rasa sakit di hatinya. Bahkan saat ini jantungnya terasa sakit. "Papa?" Sari menjerit ketika suaminya terjatuh ke lantai.Dokter yang berdiri di dekat Sari dengan cepat memeriksa kondisi Erik. Pria berjas putih itu langsung memanggil perawat untuk membawakan tempat tidur. "Mama, papa kenapa?" Rafasya bertanya dengan bibir gemetar. Melihat kondisi Papanya seperti ini, Rafasya panik dan takut. Sari tidak menjawab pe
Begitu banyak yang ingin dia katakan namun semua kalimat tersangkut di tenggorokan. Hingga hanya sudah tangis kesedihan yang terdengar. Rafasya sudah tidak sanggup berada di ruang mayat itu dan pada akhirnya memilih untuk keluar."Rafa," panggil Daffin.Rafasya hanya dian melihat Daffin yang datang bersama dengan Hana. Hatinya sudah hancur berkeping-keping dan bahkan sekarang sudah tidak berbentuk. Kehilangan wanita yang begitu sangat dia cintai, memang sangat menyakitkan. Bahkan ungkapan cinta belum sempat dia utarakan. "Apa benar yang di dalam itu mayat Cinta?" Tanya Hana dengan menangis. Mata wanita cantik itu sudah sempat karena menangisRafasya menggelengkan kepalanya dengan tertawa. "Itu bukan mayat Cinta, itu bukan istri ku. Istri ku masih hidup, dia hanya marah dan bersembunyi."Meskipun sudah melihat secara langsung, namun Rafasya tetap menolak kenyataan. Dia masih berharap ada keajaiban. Dia masih bermimpi bahwa istri serta calon anaknya masih hidup."Kau sudah melihatnya
Rafasya, Surya, Mita Daffin serta Hana datang ke kamar rawat Erik dan juga sari. Pasangan suami istri itu dirawat di kamar yang sama sesuai permintaan dari Rafasya."Aku tahu cobaanmu begitu sangat berat dan aku yakin kamu kuat menghadapi ini semua." Daffin mengusap pundak sahabatnya. Dia sangat kasihan melihat Rafasya. Istri pergi dan menghilang pernah dirasakan Daffin. Pada saat itu Hana sedang hamil. Meskipun hanya hilang beberapa hari namun sudah berhasil membuat Daffin seperti orang gila. Karena itu dia bisa merasakan perasaan Rafasya saat ini. Apa lagi Cinta menghilang sudah lebih satu bulan. Rafasa tersenyum kecil mendengar perkataan dari sahabatnya. Jika tidak mengingat istrinya pergi dalam keadaan hamil mungkin dia sudah jadi orang gila. Namun Rafasya tidak boleh kehilangan kewarasan karena harus menemukan istri dan juga calon anaknya. Semua ini memang salahnya, dulu Rafasya Cinta buta terhadap Karin hingga otaknya pun menjadi bodoh. dengan patuhnya menuruti semua perint
"Katakan Siapa yang melakukannya?" Bambang menangis memandang Cahaya. Harapan besar yang telah digantungkannya kepada anak gadisnya itu pupus sudah setelah, mengetahui kenyataan yang akan membuat harga diri keluarganya hancur.Baru saja Cahaya mengangkat derajat keluarganya setinggi-tingginya dan membuat Bambang terbang melayang. Namun dalam sekejap mata, Cahaya menjatuhkan kedua orang tuanya ke dasar jurang yang terdalam."Jawab Cahaya!" Maya sudah tidak mampu menahan emosinya. Wanita itu sudah kesetanan dan menampar wajah anak kesayangannya itu.Cahaya tidak menghindar sama sekali ketika tamparan demi tamparan mendarat di wajahnya.Melihat istrinya lepas kontrol, Bambang menahan tangan Maya. Walaupun pria itu marah dan bahkan sangat marah, namun dia tidak mampu melihat anak perempuannya itu dipukuli. "Cahaya katakan Siapa yang melakukannya? Kamu tidak usah takut nak, papa akan menuntut orang itu. Papa akan membuat dia bertanggung jawab atas apa yang telah dia lakukan. Selagi apa ma
"Neng Cinta, apa nggak pengen duduk-duduk santai di taman komplek?Apalagi udara pagi ini sangat segar loh neng." Si Bibi kembali membujuk Cinta.Cinta menggelengkan kepalanya, sedangkan tangannya sedang sibuk memasang buah baju bayi yang baru dibuatnya."Apa Neng Cinta nggak tidur, sampai bisa buat baju calon bayi? "Si Bibi memandang wajah Cinta. "Tidur cuman nggak lama, habis itu terbangun terus nggak bisa tidur. Ya sudah Cinta ngabisin waktu sambil buat baju kayak gini Bi." Cinta terbangun di jam 02.00 pagi dan setelah itu matanya tidak bisa terpejam sama sekali. Perasaannya mendadak gelisah dan jantung berdegup dengan cepat. Cinta mengambil kesimpulan bahwa apa yang dirasakannya hanya karena bawaan kehamilan."Neng Cinta, kenapa sih nggak mau nonton televisi?" Seakan tidak pernah lelah Si Bibi selalu saja bertanya. Sudah lebih dari satu bulan si bibi bekerja, tidak pernah sekalipun melihat televisi di kamar Cinta menyala. Biasanya televisi di ruang keluarga menyala karena si Bib
Cahaya pergi meninggalkan rumah dengan membawa beberapa barang berharga miliknya. Tendangan keras yang menghantam kepalanya, masih terasa berdenyut nyeri. Begitu juga rasa sakit dari tamparan sang mama. Jadi karena itu dia memutuskan untuk duduk di sebuah taman yang dilewatinya.Di sini dia menangis sejadi-jadinya sembari menyalahkan dirinya sendiri. Penyesalan memang sudah terlambat, namun seperti itulah yang dia rasakan. Meskipun melakukannya tanpa ada niat sama sekali, namun perbuatannya sudah menghadirkan janin yang akan tumbuh dan berkembang di dalam rahimnya. Cahaya tidak menghiraukan ketika hujan turun dengan derasnya. Dia hanya duduk termenung sambil menikmati rasa nyeri yang ada di hatinya. Impian untuk menjadi anak yang berbakti dan membahagiakan kedua orang tuanya seakan kandas karena perbuatan yang dia lakukan.Namun jika boleh membela diri, Cahaya melakukannya karena paksaan dari Arlan dimalam itu. Semua ini bukanlah kemauannya. Berulang kali Cahaya menolak namun pria
Seakan tidak ada lelahnya, Nara selalu membujuk Cinta. "Cinta gak bosan kok," jawab Cinta dangan yakni. "Kontrol kandungan kapan?" Nara selalu datang ke rumah ini sendiri, tanpa membawa anak serta suaminya. Nara benar-benar menepati janjinya kepada Cinta."Nanti deh Kak, lagian vitamin sama obat Cinta masih ada." Meskipun jadwal kontrolnya sudah lewat 10 hari, Namun Cinta belum ada niat untuk pergi ke rumah sakit."Mau sampai kapan sembunyi seperti ini dek? Lihat Adik sekarang, nggak pernah keluar dari rumah. Bahkan untuk cek kandungan ke dokter pun tidak mau. "Nara berkata dengan wajah marah."Disaat kita sedang hamil, yang dipikirkan bukan cuma diri sendiri tapi anak di dalam juga harus dipertimbangkan. Jangan karena benci sama bapaknya anaknya juga ikut disiksa." Nara tidak mungkin diam saja ketika melihat kondisi psikis Cinta yang tergoncang. Dia tahu apa masalahnya, namun juga tidak ingin Cinta seperti seorang buronan yang sedang bersembunyi. Cinta meneteskan air matanya ket