“Dok, apa hasilnya?” Mama Ruby langsung melemparkan pertanyaan itu karena begitu ingin tahu.“Ma, sabar.” Naven merasa tidak enak dengan dokter yang sudah ditodong pertanyaan tersebut.Dokter hanya tersenyum ketika melihat aksi Mama Ruby. Paham betul jika sangat penasaran sekali.“Dari hasil pemeriksaan, hasilnya adalah positif. Selamat untuk Bapak-Ibu kalian akan menjadi orang tua.” Dokter segera memberitahu hasilnya.Nerissa dan Naven tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Tampak mereka begitu senang sekali ketika mendapatkan kabar itu.“Sayang, kamu hamil.” Naven yang tak kuasa menahan bahagianya langsung memeluk sang istri. Dia benar-benar sangat bahagia sekali karena akan menjadi seorang ayah.Nerissa langsung menangis. Tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.Mama Ruby tak kalah bahagia. Akhirnya yang dinanti-nanti hadir juga. Akhirnya dia akan menjadi nenek.“Kami merujuk Ibu Nerissa untuk ke dokter kandungan untuk pemeriksaan lebih lanjut.” Dokter memberikan surat rujukan d
Pagi ini Nerissa tiba-tiba mual sekali saat bangun tidur. Tanpa menunggu lama, dia segera bangun dan ke kamar mandi. Di wastafel, Nerissa muntah-muntah-muntah. Mengeluarkan isi perutnya. Saat muntah Nerissa merasa perutnya tidak nyaman. Padahal kemarin-kemarin dia belum mual seperti ini. Naven yang berada di kamar pun mendengar jelas jika ada suara muntah. Hal itu membuatnya langsung bangun. Saat bangun. Dia mendapati sang istri tidak ada. “Sayang.” Naven langsung segera bangun dari posisi tidurnya. Tempat yang dituju adalah kamar mandi, mencari keberadaan sang istri. Saat melihat sang istri yang muntah-muntah, Naven langsung menghampiri. Mengecek keadaan sang istri. “Sayang, kamu tidak apa-apa?” tanya Nerissa memastikan. Sayangnya, Nerissa tidak menjawab ucapan sang suami. Dia terus muntah terus. Melihat hal itu, Naven langsung membantu sang istri dengan memijat tengkuk. Nerissa terus saja muntah. Hingga terasa semua yang terasa di perutnya keluar. Dengan segera Nerissa memb
Mendengar namanya dipanggil, Nerissa langsung mengalihkan pandangan. Dilihatnya orang yang dikenalnya. Naven yang melihat orang tersebut merasa sedikit kesal. Sepertinya orang tersebut datang di saat yang tidak pas. “Kamu di sini?” tanya Nerissa ketika melihat Evan. “Iya, aku sedang beli kue.” “Ke sini memang beli kue, memang mau beli apa lagi?” Naven bergumam kesal, tak suka saat Evan menghampirinya. Nerissa langsung menegur sang suami. Merasa tidak enak karena suaminya tampak tidak suka. “Van, maaf waktu itu aku tidak ikut reuni. Aku sibuk sekali. Jadi tidak sempat.” Sekalian ada Evan, Nerissa sekalian meminta maaf. Waktu itu suaminya melarangnya datang. Karena itu Nerissa tidak datang. “Aku pikir kamu akan datang, walaupun tidak jadi panitia. Tapi, kamu tidak datang juga.” Evan mengulas senyum manisnya. Nerissa sebenarnya tidak enak. Tapi, dia tidak mau membuat Naven marah jika sampai pergi. “Van, ayo.” Seorang wanita memanggil Evan. Evan segera mengalihkan pandangan. K
Pagi ini Nerissa muntah, tapi kondisi tubuhnya tidak lemas. Karena itu dia memutuskan untuk tetap bekerja.“Apa tidak sebaiknya kamu tidak perlu bekerja saja? Sebaiknya kamu istirahat saja.” Naven tidak tega dengan sang istri yang mual-mual.“Aku tidak apa-apa. Biasanya saat siang akan hilang rasa mualnya.” Nerissa meyakinkan sang suami.Sebenarnya Naven merasa tidak tega melihat sang istri. Namun, tampak sang istri begitu meyakinkan sekali. Mengingat apa yang terjadi kemarin, sepertinya Naven tidak punya alasan untuk tidak mengizinkan karena kemarin Nerissa baik-baik saja saat siang hari.“Baiklah, kalau begitu, tapi jika ada apa-apa, bilang padaku.”Nerissa langsung mengangguk.Akhirnya mereka segera pergi ke kantor. Saat berangkat ke kantor, rasa mual itu seketika berkurang. Jadi dalam perjalanan, Nerissa merasa nyaman.“Sayang, temani mama kerja dengan baik. Jangan buat mama mual.” Naven membelai lembut perut Nerissa sebelum keluar dari mobil.Nerissa hanya tersenyum ketika meliha
Nerissa segera masuk ke ruangan Naven. Saat masuk, dia melihat makanan berjajar di atas meja makan kecil yang ada di pojok ruangan. Tampak begitu menggiurkan sekali. “Kapan kamu pesan sebanyak ini?” Nerissa menatap Naven yang masih duduk di kursinya, tampak kacamata masih bertengger di hidungnya. Naven langsung mengalihkan pandangan ketika melihat sang istri. Senyum manis pun menghiasi wajahnya. “Tadi, aku pesan online.” Naven segera berdiri, kemudian menghampiri sang istri. Saat tak jauh dari sang istri, dia mengulurkan tangannya. Menggandeng sang istri di sana. Nerissa segera menerima uluran tangan sang suami. Kemudian ikut ke meja makan.Mereka duduk berhadapan. Tampak Nerissa begitu bersemangat melihat makanan yang ada di depannya. Karena itu, tanpa berlama-lama dia segera makan. “Apa kamu tidak mual?” Naven melihat sang istri tampak asyik makan.“Aku hanya mual saat pagi saja. Jadi saat siang. Aku bisa makan dengan tenang.” Dengan senang Nerissa menyuap makanan. Melihat is
“Aku lapar.” Nerissa menjawab sambil tersenyum dan memamerkan deretan giginya yang rapi.Melihat aksi sang istri itu membuat Naven tersenyum. Dengan segera dia melihat lemari pendingin. Mencari apa yang bisa dibuatnya untuk sang istri.“Aku ingin makan keju.” Nerissa langsung memberitahu sang suami.Mendengar apa yang diinginkan sang istri, Naven langsung berpikir apa yang bisa dibuatnya dengan keju. Tiba-tiba dia berpikir membuat corndog. Karena itu dia mencari sosis. Beruntung ada sosis di lemari pendingin. Dengan segera, Naven mencari bahan lainya. Dan, beruntungnya, bahan lainnya ada.Tak membuang waktu, Naven langsung membuatkan untuk sang istri. Tak peduli sudah tengah malam sekali pun.“Kamu buat apa?” Nerissa tampak penasaran sekali.“Corndog.”Mata Nerissa langsung berbinar ketika mendengar hal itu. Keju mozarela pas sekali untuk dibuat corndog. Jadi, dia tak sabar untuk menunggu sang suami membuatkannya.Dengan segera Naven membuatkan makanan untuk sang istri. Dia tampak lih
Mendapati pertanyaan itu, Nerissa tampak bingung. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukannya jika berhenti bekerja. Lagi pula kehamilannya tidak terlalu menyusahkan.“Aku ingin kamu berhenti bekerja dan fokus pada kandunganmu.”Mendengar ucapan sang suami itu membuat Nerissa merasa tidak enak. Padahal selama bekerja pun dia selalu menjaga kandungannya.Nerissa mulai mempertimbangkan untuk berhenti bekerja. Karena menurutnya untuk menjaga nama baik suaminya.Suaminya seorang presdir, lalu untuk apa dia memaksakan bekerja di saat kehamilan. Bukankah itu akan membuat orang berpikir jika suaminya kejam.“Sampai bulan ini saja. Aku akan ajukan pengunduran diri.”Naven langsung semringah mendengar ucapan sang istri. Sejujurnya dia berharap jika sang istri berhenti bekerja agar bisa fokus dengan kehamilannya, tapi dia tak mau memaksa, karena itu dia memilih sang istri memutuskan sendiri.“Baiklah, segera ajukan pengunduran dirimu. Jadi aku akan lebih tenang nanti jika kamu di rumah.”Melihat
Naven segera pergi ke supermarket untuk mencari bahan. Berbekal resep di internet dia mencari semua bahan yang dibutuhkan. Kiki yang ikut hanya menemani sang atasan memilih bahan rujak tersebut. Dia hanya membantu membawakan barang belanjaan yang dibeli oleh Naven.“Pak Naven bisa membuat rujaknya?” tanya Kiki ingin tahu.“Ada banyak resep, ikuti saja.”Kiki merasa Naven cukup hebat, walaupun belum pernah membuat rujak, tapi tetap mau mencoba demi sang istri.“Kamu ikut ke apartemenku setelah ini.”“Untuk apa, Pak?” Kiki pikir, dia hanya akan menemani Naven saja. Tapi, ternyata harus ikut ke apartemen.“Apa kamu mau aku membuat semua ini sendiri?” Naven melihat ke arah buah-buahan yang dibelinya. Sebanyak itu buah, tentu saja dia akan kesulitan jika membuatnya sendiri.Kiki langsung melihat ke arah buah-buahan yang dibeli Naven. Memang jika membuat sendiri, pastinya akan sulit. Jadi mau tidak mau, Kiki harus membantu.‘Istri siapa yang nyidam, siapa yang ikut repot.’ Kiki hanya berani
“Sayang, cepat kita tidak boleh datang terlambat, apalagi kita adalah pendamping pengantin wanita.” Naven mengetuk pintu kamar mandi karena sang istri tidak kunjung keluar.Hari ini adalah hari pernikahan Dya dan Dave. Pesta pernikahan di adalah di pulau dewata. Keluarga turut hadir untuk menemani pernikahan Dya.Tadinya, Dya mau menunggu kuliahnya selesai, tetapi sang oma memaksa untuk segera Dya menikah agar oma tenang ketika Dya di luar negeri. Alhasil, akhirnya Dya pun menuruti.Mengingat Dya dan Dave saling mencintai, jadi tak ada masalah bagi mereka menikah kapan pun. Mungkin lebih cepat justru lebih baik.“Iya-iya, sebentar.” Nerissa segera keluar dari kamar mandi.“Ayo, semua sudah siap.” Naven segera mengayunkan langkah keluar dari kamar hotel sambil menggendong Naresh di dadanya.Nerissa mengekor sang suami di belakang. Sebenarnya, tadi ada yang ingin dikatakan oleh Nerissa, tetapi sepertinya, dia akan mengatakan pada suaminya nanti saja.Acara pesta pernikahan Dya dan Dave d
“Ki, pastikan pria itu mendapatkan hukuman yang setimpal. Aku tidak mau sampai dia bebas dengan mudah setelah apa yang dilakukan pada Nerissa!” Naven memberikan perintah pada Kiki untuk mengurus semuanya. Memastikan jika Harry akan mendapatkan ganjaran yang setimpal atas apa yang dilakukannya.“Baik, Pak. Saya akan pastikan jika Harry akan mendapatkan balasan setimpal atas apa yang dilakukannya.”“Baiklah, aku titip kantor beberapa hari padamu. Jika tidak ada urusan mendesak jangan hubungi aku.” Hari ini rencananya Naven dan Nerissa akan pergi ke pulau dewata untuk menikmati liburan. Sejujurnya kejutan yang akan diberikan Naven adalah mengajak Nerissa berlibur. Namun, ternyata semua berantakan karena ulah Harry.“Baik, Pak.” Kiki mengangguk. “Kalau begitu saya permisi dulu.” Kiki segera keluar dari ruang kerja Naven.Setelah Kiki pergi, Naven segera keluar dari ruang kerjanya dan beralih ke kamarnya. Karena hari ini dia berangkat ke Bali, jadi dia tidak ke kantor dan memilih meminta
Harry langsung mempercepat langkahnya. Meraih tangan Nerissa.Nerissa yang ditarik Harry berusaha untuk melepaskan diri. Sayangnya, tangan Harry cukup kuat saat mencengkeram tangan Nerissa.“Kali ini kamu tidak akan bisa lari.”“Lepaskan aku.” Nerissa memukul Harry. Sayangnya, pukulan itu tak seberapa. Jadi tangan Nerissa masih terus dicengkeram. Karena tak bisa lepas dengan memukul, Nerissa beralih menggigit tangan Harry.“Achhh ….” Harry kesakitan ketika digigit, dengan segera dia melepaskan tangannya yang mencengkeram tangan Nerissa.Nerissa yang mendapatkan kesempatan itu segera berlari ke arah pintu.Harry yang melihat Nerissa berlari, segera mengejar. Dia menarik rambut Nerissa hingga Nerissa terjatuh. Tubuh Nerissa terjatuh ke lantai cukup keras. Hingga membuatnya kesakitan.Tak membuang waktu Kiki menarik kedua tangan Nerissa. Menyeret tubuh Nerissa dan membawa tubuh wanita itu ke tempat tidur.Nerissa terus meronta-ronta. “Tolong … tolong … tolong ….” Teriakan Nerissa terus b
Satu jam sebelumnya. Tepatnya saat Nerissa tengah berangkat, di tempat lain Arumi mengerutkan dahinya ketika melihat Harry sedang memesan kamar hotel dengan kartu debit miliknya.“Untuk apa dia memesan hotel?” Arumi pun bertanya-tanya akan hal itu.Sejenak Arumi teringat pertengkaran dengan Harry kemarin. Kemarin Harry masih berpikir untuk balas dendam atas apa yang dilakukan Nerissa. Sekuat tenaga Arumi mencegah itu. Memberitahu jika selama kehamilan dibantu oleh Nerissa. Sayangnya, Harry seolah tak peduli sama sekali dengan apa yang dikatakan oleh Arumi.“Jangan-jangan dia mau menjebak Nerissa.”Tak mau hal itu terjadi, Arumi segera menghubungi Nerissa. Sayangnya, ponsel Nerissa tak kunjung diangkat. Berulang kali dia mencoba menghubungi, tapi tidak kunjung diangkat.“Sa, ayo angkat.” Arumi benar-benar panik ketika Nerissa tidak kunjung mengangkat sambungan telepon.“Halo.”Akhirnya setelah sekian lama, sambungan telepon diangkat juga. “Sa. Ini aku Arumi.”“Maaf, Bu, Bu Nerissa tida
“Sebentar lagi ulang tahun pernikahan kita. Apa kamu akan memberikan kejutan padaku?” tanya Nerissa yang sedang memasangkan dasi pada sang suami.Usia pernikahan Nerissa dan Naven sudah memasuki dua tahun. Nerissa ingin setiap momen selalu mengesankan.Naven hanya tersenyum mendengar ucapan sang istri. “Jika kejutan diberitahu, namanya bukan kejutan.”Nerissa menekuk bibirnya. Ternyata sang suami tidak akan memberitahunya. Tetap mau merahasiakannya.Melihat sang istri yang menggemaskan, membuat Naven mendaratkan kecupan di bibir sang istri.“Tunggu saja kejutan dari aku.” Naven mengedipkan matanya.Nerissa tentu saja penasaran sekali dengan kejutan apa yang akan diberikan oleh sang suami. Namun, dia harus bersabar.Mereka segera keluar setelah rapi. Di luar sudah ada Naresh dengan babysitter. Selama di rumah memang ada babysitter yang menemani Nerissa merawat Navesh. Namun, hanya sekedar membantu saja. Karena semua masih dikerjakan oleh Nerissa sendiri.“Anak Papa.” Naven segera merai
Pesta berakhir juga. Kiki dan Ana segera kembali ke kamar hotel untuk beristirahat. Perasan Ana begitu berdebar karena menyadari jika setelah pernikahan usai, pastinya kini akan ada malam pertama.Saat masuk ke kamar, rasa berdebar itu semakin bertambah karena melihat kamar yang didekorasi untuk pengantin baru. Bunga-bunga yang berbentuk love di atas tempat tidur tampak begitu cantik. Aromanya semerbak menghiasi kamar.“Aku dulu atau kamu dulu yang mau membersihkan diri?” Kiki langsung bertanya ketika baru masuk ke kamar. Dia sendiri sebenarnya juga berdebar-debar. Jadi memilih untuk mengalihkan perhatian.“Kamu dulu saja. Aku masih mau membersihkan wajahku.”“Baiklah.”Kiki segera masuk ke kamar mandi, sedangkan Ana langsung membersihkan wajahnya yang masih memakai make up. Jantung Ana begitu berdegup kencang. Membayangkan apa yang akan terjadi nanti setelah ini.Setengah jam berlalu, akhirnya Kiki selesai juga. Pria itu keluar hanya memakai celana panjang saja dan membiarkan dadanya
Mendapati jawaban Ana itu, Kiki senang sekali. Ternyata tidak sia-sia dirinya membuat kejutan ini untuk Ana.Segera menyematkan cincin pada jemari Ana. Kemudian langsung berdiri. Sebuah kecupan pun diberikan oleh Kiki di dahi Ana.“Terima kasih sudah menerima aku.” Kiki benar-benar bahagia.“Sama-sama.” Ana mengulas senyuman.Beberapa saat kemudian petugas hotel datang. Mereka menyajikan makan di meja yang berada di balkon. Ternyata Kiki memesan makan di kamar hotel sekalian.“Sejak kapan kamu menyiapkan ini semua?” Ana masih belum menyangka jika Kiki akan mempersiapkan semua ini.“Aku mempersiapkan ini kemarin.”“Dapat ide dari mana kamu menyiapkan semua di kamar hotel?” Ana begitu penasaran.“Tidak dapat ide dari mana-mana. Aku merasa di sini akan lebih leluasa dan tidak dilihat oleh banyak orang.” Kiki merasa jika di restoran biasa, akan banyak orang di sana. Jadi sengaja dia menyiapkan ini semua di kamar hotel.“Dasar, aku sudah berpikir yang tidak-tidak, ternyata kamu hanya membe
Sepanjang jalan Ana memilih diam. Dia merasa tidak nyaman dengan apa yang dilakukan Kiki.“Kenapa diam saja?” tanya Kiki.“Aku kesal, kenapa kamu mengajak aku pulang. Mereka akan tahu jika kita ada hubungan jika seperti itu.” Ana meluapkan rasa kesalnya pada Kiki.“Aku sudah tidak mau menutupi semua. Ini sudah saatnya orang-orang tahu hubungan kita.” Kiki merasa jika yang dikatakan Dya ada benarnya. Semakin dirinya menyembunyikan hubungan dengan Ana. Orang-orang justru akan membuat Ana seperti pelakor yang merusak rumah tangganya.Ana merasa memang sudah saatnya hubungan mereka diketahui oleh semua orang. Apalagi tadi Ana melihat Dya sudah menggandeng pria lain. Namun, tetap saja ada rasa berdebar. Sedikit takut dengan tanggapan orang tentang hubungannya.“Aku sudah tidak mau sembunyi-sembunyi lagi. Aku mau semua orang tahu jika kita menjalin hubungan.”“Baiklah, biarkan semua orang tahu hubungan kita.” Ana pun setuju dengan apa yang dikatakan Kiki.****Pagi-pagi Kiki sudah datang ke
Ana tadinya hendak keluar dari bilik toilet. Namun, urung melakukannya ketika mendengar rekan-rekannya membicarakan dirinya. Namun, saat keluar, dia tidak menyangka jika akan bertemu dengan Dya.“Iya.” Ana mengangguk.“Kamu dengar apa yang mereka bicarakan tadi?” tanya Dya, walaupun sejujurnya Dya yakin jika Ana mendengar.“Dengar.” Ana mengangguk.“Kamu dan Kiki sudah menjalin hubungan?” Dya kembali menelisik, ingin tahu tentang apa yang terjadi pada Kiki dan Ana setelah perceraian mereka.“Kami sudah menjalin hubungan lagi setelah dua bulan perceraian kalian.” Ana mencoba menjelaskan, walaupun merasa tidak enak karena langsung menjalin hubungan dengan Kiki pasca bercerai.Mendengar itu sejujurnya Dya tidak masalah. Lagi pula Dya sudah move on. Mau Kiki menjalin hubungan lagi dengan Ana secepat apa pun, bukan masalah baginya. “Apa di kantor belum ada yang tahu perceraian kami?” Dya tampak penasaran lagi.“Belum. Kiki masih merahasiakan semua.”Dya merasa jika ada alasan yang dilak