“Ki, ajak Dya di mobilmu sekalian.” Naven menatap Kiki setelah pria itu selesai memasukkan koper.Kiki mengalihkan pandangan ke Dya. Dilihatnya gadis itu sedang menarik koper ke arahnya. Mobil Naven penuh dan hanya tersisa satu kursi di depan. Jadi wajar jika Dya ikut dengannya.“Baik, Pak.” Kiki mengangguk.“Ini, Ki.” Dya memberikan koper pada Kiki.Kiki segera menerima koper yang diberikan oleh Dya, kemudian memasukkannya ke dalam mobil. Saat semua koper sudah dimasukkan, Kiki segera masuk ke mobil.Melihat Kiki yang sudah masuk, Dya segera ikut masuk. Duduk manis di kursi penumpang.Kiki segera melajukan mobilnya. Menuju ke rumah orang tua Naven. Sepanjang perjalanan, Kiki hanya fokus pada jalanan, tidak sama sekali bicara.“Libur seperti ini, pacarmu tidak masalah jika kerja?” Dya mengajak bicara saat Kiki sibuk menyetir.Kiki yang sedang menyetir langsung mengalihkan pandangan pada Dya. “Dia tahu aku sedang bekerja, jadi tidak masalah.” Dia menjawab tanpa menoleh pada Dya.“Baik
Naven tersenyum ketika sang istri bertanya tentang sepupunya itu. Tadi, dia mencegah Dya untuk ikut dengan Kiki dengan alasan akan mengantarkan. Namun, pada akhirnya Naven justru menyuruh sopir untuk mengantarkannya.“Dya tidak akan marah. Tenang saja.” Naven meyakinkan sang istri.Nerissa hanya berharap jika Dya tidak akan marah padanya perihal suaminya yang tidak mengantarkan pulang.“Sudah ayo istirahat. Kamu harus banyak istirahat.”Naven menarik sang istri dengan lembut, kemudian mengajak sang istri naik ke atas tempat tidur. Naven menarik selimut agar sang istri segera tidur.Namun, sebelum menutupi tubuh sang istri, Naven mencium dulu perut sang istri.“Selamat tidur anak papa.”Melihat aksi sang suami, selalu membuat Nerissa tersenyum. Naven selalu perhatian pada anak di dalam kandungan.Setelah mencium perut sang istri, Naven beralih pada dahi sang istri. “Selamat tidur, Sayang.”“Selamat tidur.” Nerissa tersenyum.Kehidupan rumah tangga Naven dan Nerissa begitu diliputi keba
Bab 223Nerissa langsung mengalihkan pandangan pada suaminya. Tidak menyangka sang suami akan melakukan itu. Tentu saja dia senang jika sang suami melakukan hal itu. “Terima kasih, Pak Naven.” Para karyawan pun menyambut senang tawaran itu. Mereka tentu senang diajak makan-makan oleh Presdir. Tentu saja jika dengan Presdir, restoran yang dipilih restoran mahal. “Sudah, kalau begitu kalian kembali bekerja semua.” Nerissa memberikan perintah. Acara perpisahan akan dilanjutkan nanti di restoran. Semua karyawan kembali ke meja kerja masing-masing melanjutkan kembali pekerjaanya. Nerissa masih di depan lift bersama suaminya. Dia tersenyum manis pada sang suami. “Aku akan rapikan barang-barangku. Setelah itu ke ruanganmu.” “Baiklah, aku akan tunggu. Aku akan minta Kiki untuk membantu membawakannya nanti.” “Iya, aku akan kabari jika sudah selesai.” Naven segera kembali ke ruangan. Meninggalkan sang istri. Saat Naven pergi, Nerissa langsung ke meja kerjanya. Merapikan barang-barang m
Mendapati ucapan sang suami itu Nerissa langsung curiga. Dia yakin jika sang suami menginginkan sesuatu, apalagi jika hubungan intim. “Sayang, ini di kantor.” Nerissa mencoba mengingatkan. “Memang kenapa jika di kantor? Bukankah jadi sensasi baru.” Naven menarik tubuh sang istri. Nerissa hanya bisa terperangah mendengar apa yang dikatakan sang suami. Tentu saja itu membuatnya ragu. Bagaimana bisa dia melakukan hal itu. Naven mendekat ke arah sang istri. Tangannya langsung merengkuh pinggang sang istri. Jika sudah seperti ini, artinya dia tidak bisa lari ke mana pun. Nerissa pun pasrah saja ketika sang suami membawanya ke dalam pelukan. Tak membuang waktu lama, Naven mendaratkan kecupan di bibir sang istri. Menyesap manisnya bibir sang istri. Tentu saja ciuman itu mengantarkan mereka pada pencarian kenikmatan. Tentu saja kegiatan candu itu selalu tak pernah bisa dilepaskan. Tak peduli sedang di mana. Di saat hasrat datang, perlu segera dituntaskan. Naven mendorong lembut tubuh
Naven mengangguk ketika sang istri meminta izin untuk ke toilet.Mendapatkan izin sang suami, Nerissa segera ke toilet. Dia ingin menemui Dya yang tampak kesal sekali. Saat masuk ke toilet tampak Dya berada di bilik toilet. Jadi Nerissa memilih menunggu.Beberapa saat kemudian Dya keluar dari bilik toilet.“Kamu di sini, Sa?” Dya tampak terkejut ketika melihat Nerissa ada di toilet juga.“Iya.” Nerissa mengangguk.Dya segera mencuci tangannya di wastafel.“Dya, ada yang aku ingin tanyakan pada.” Nerissa memberanikan diri untuk bertanya.“Apa?”“Apa kamu suka Kiki?” Nerissa bertanya dengan suara lirih.Mendapati pertanyaan itu, Dya langsung terdiam. Dia bingung harus menjawab apa, mengingat perasaannya tidak bisa dibohongi. Tapi, tentu saja dia salah karena mencintai kekasih orang lain.“Iya, tapi tenanglah, aku tidak akan mengganggu hubungan Kiki dan Ana.” Dya meyakinkan Nerissa mengingat iparnya itu adalah teman Ana juga.Ada perasaan tenang ketika mendapati jawaban Dya. Namun, dia m
Mendapati ucapan Arumi itu membuat hati Nerissa sedikit terusik. Ada perasaan takut menghantuinya. Namun, dia berusaha untuk tetap tenang.“Tenanglah, aku akan berhati-hati saat dia keluar nanti.” Nerissa mengangguk.Walaupun Harry masih lama keluarnya, tapi Arumi berharap Nerissa berhati-hati. Karena tidak mau terjadi apa-apa pada Nerissa, Arumi memberitahu. Apalagi sudah banyak jasa Nerissa padanya.“Kalau aku permisi dulu.” Arumi langsung berpamitan.Melihat Arumi yang pergi, Nerissa segera melanjutkan kembali membeli beberapa belanjaan. Asisten rumah tangga pun turut membantu Nerissa, membawa belanjaannya.****Naven yang baru saja pulang disambut dengan aroma manis dari kue. Tentu saja itu membuatnya buru-buru masuk.Saat masuk, dilihatnya sang istri sedang memerhatikan oven. Melihat kue yang sedang dipanggang.“Kamu sedang apa?” Naven langsung memeluk sang istri dari belakang.Nerissa sempat terkejut ketika dipeluk secara tiba-tiba, tetap saat tahu jika suaminya yang memeluk, di
“Sa ....” Mama Ruby langsung panik ketika melihat menantunya kesakitan. Dia langsung menghampiri dan membelai perut Nerissa.“Perut aku, Ma.”“Perut kamu kenapa? Apa sakit?” Mama Ruby semakin panik.“Iya, tiba-tiba mulas, Ma.”“Coba ayo kita duduk di sofa saja.” Mama Ruby segera mengajak menantunya itu untuk berpindah.Nerissa segera ke sofa. Duduk lebih nyaman di sana. Di sana dia merasakan perutnya yang mulas.“Apa jangan-jangan kamu mau melahirkan?” Mama Ruby menebak.“Hanya mulas, Ma. Bisa jadi bukan.”“Tunggu saja dulu. Jika mulas lagi, artinya kamu mau melahirkan.” Mama Ruby juga belum bisa memprediksi apakah menantunya akan melahirkan atau tidak. “Aku akan hubungi Naven dulu.” Dia tak mau sampai salah langkah, jadi memilih menghubungi anaknya.Nerissa mengangguk, merasa suaminya harus pulang karena sudah berjanji, jika ada apa-apa, harus menghubungi.Satu jam kemudian Naven datang. Dia yang dihubungi sang mama langsung panik dan pulang.“Sayang.”Naven segera masuk ke rumah, me
“Kenapa-kenapa?” Naven yang merasa tubuhnya digoyang lebih kencang pun seketika langsung terbangun dan panik.Nerissa tertawa melihat sang suami yang panik. Sampai-sampai dia lupa dengan rasa sakitnya.“Sayang, mana yang sakit? Apa yang sakit?” Naven menatap sang istri yang berada di depannya.Nerissa tersenyum, merasa kasihan dengan sang suami yang panik seperti itu.“Kenapa tersenyum?” tanya Naven.“Kamu lucu sekali saat panik.” Nerissa mencoba menjelaskan pada sang suami.Naven menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal. “Aku terkejut dan takut kamu kenapa-kenapa saja.”Nerissa masih memasang senyum manis di wajahnya.“Kamu kenapa membangunkan aku? Apa ada yang sakit?” Naven kembali pada sang istri.“Sepertinya mulasnya semakin intens, jadi kita ke rumah sakit saja.” Nerissa menjelaskan sambil memegangi perutnya yang terasa sakit.“Kamu sudah mau melahirkan.” Mendengar itu Naven semakin panik. “Baiklah, ayo kita ke rumah sakit.” Dia langsung menyibak selimut dan turun dari tempat
“Sayang, cepat kita tidak boleh datang terlambat, apalagi kita adalah pendamping pengantin wanita.” Naven mengetuk pintu kamar mandi karena sang istri tidak kunjung keluar.Hari ini adalah hari pernikahan Dya dan Dave. Pesta pernikahan di adalah di pulau dewata. Keluarga turut hadir untuk menemani pernikahan Dya.Tadinya, Dya mau menunggu kuliahnya selesai, tetapi sang oma memaksa untuk segera Dya menikah agar oma tenang ketika Dya di luar negeri. Alhasil, akhirnya Dya pun menuruti.Mengingat Dya dan Dave saling mencintai, jadi tak ada masalah bagi mereka menikah kapan pun. Mungkin lebih cepat justru lebih baik.“Iya-iya, sebentar.” Nerissa segera keluar dari kamar mandi.“Ayo, semua sudah siap.” Naven segera mengayunkan langkah keluar dari kamar hotel sambil menggendong Naresh di dadanya.Nerissa mengekor sang suami di belakang. Sebenarnya, tadi ada yang ingin dikatakan oleh Nerissa, tetapi sepertinya, dia akan mengatakan pada suaminya nanti saja.Acara pesta pernikahan Dya dan Dave d
“Ki, pastikan pria itu mendapatkan hukuman yang setimpal. Aku tidak mau sampai dia bebas dengan mudah setelah apa yang dilakukan pada Nerissa!” Naven memberikan perintah pada Kiki untuk mengurus semuanya. Memastikan jika Harry akan mendapatkan ganjaran yang setimpal atas apa yang dilakukannya.“Baik, Pak. Saya akan pastikan jika Harry akan mendapatkan balasan setimpal atas apa yang dilakukannya.”“Baiklah, aku titip kantor beberapa hari padamu. Jika tidak ada urusan mendesak jangan hubungi aku.” Hari ini rencananya Naven dan Nerissa akan pergi ke pulau dewata untuk menikmati liburan. Sejujurnya kejutan yang akan diberikan Naven adalah mengajak Nerissa berlibur. Namun, ternyata semua berantakan karena ulah Harry.“Baik, Pak.” Kiki mengangguk. “Kalau begitu saya permisi dulu.” Kiki segera keluar dari ruang kerja Naven.Setelah Kiki pergi, Naven segera keluar dari ruang kerjanya dan beralih ke kamarnya. Karena hari ini dia berangkat ke Bali, jadi dia tidak ke kantor dan memilih meminta
Harry langsung mempercepat langkahnya. Meraih tangan Nerissa.Nerissa yang ditarik Harry berusaha untuk melepaskan diri. Sayangnya, tangan Harry cukup kuat saat mencengkeram tangan Nerissa.“Kali ini kamu tidak akan bisa lari.”“Lepaskan aku.” Nerissa memukul Harry. Sayangnya, pukulan itu tak seberapa. Jadi tangan Nerissa masih terus dicengkeram. Karena tak bisa lepas dengan memukul, Nerissa beralih menggigit tangan Harry.“Achhh ….” Harry kesakitan ketika digigit, dengan segera dia melepaskan tangannya yang mencengkeram tangan Nerissa.Nerissa yang mendapatkan kesempatan itu segera berlari ke arah pintu.Harry yang melihat Nerissa berlari, segera mengejar. Dia menarik rambut Nerissa hingga Nerissa terjatuh. Tubuh Nerissa terjatuh ke lantai cukup keras. Hingga membuatnya kesakitan.Tak membuang waktu Kiki menarik kedua tangan Nerissa. Menyeret tubuh Nerissa dan membawa tubuh wanita itu ke tempat tidur.Nerissa terus meronta-ronta. “Tolong … tolong … tolong ….” Teriakan Nerissa terus b
Satu jam sebelumnya. Tepatnya saat Nerissa tengah berangkat, di tempat lain Arumi mengerutkan dahinya ketika melihat Harry sedang memesan kamar hotel dengan kartu debit miliknya.“Untuk apa dia memesan hotel?” Arumi pun bertanya-tanya akan hal itu.Sejenak Arumi teringat pertengkaran dengan Harry kemarin. Kemarin Harry masih berpikir untuk balas dendam atas apa yang dilakukan Nerissa. Sekuat tenaga Arumi mencegah itu. Memberitahu jika selama kehamilan dibantu oleh Nerissa. Sayangnya, Harry seolah tak peduli sama sekali dengan apa yang dikatakan oleh Arumi.“Jangan-jangan dia mau menjebak Nerissa.”Tak mau hal itu terjadi, Arumi segera menghubungi Nerissa. Sayangnya, ponsel Nerissa tak kunjung diangkat. Berulang kali dia mencoba menghubungi, tapi tidak kunjung diangkat.“Sa, ayo angkat.” Arumi benar-benar panik ketika Nerissa tidak kunjung mengangkat sambungan telepon.“Halo.”Akhirnya setelah sekian lama, sambungan telepon diangkat juga. “Sa. Ini aku Arumi.”“Maaf, Bu, Bu Nerissa tida
“Sebentar lagi ulang tahun pernikahan kita. Apa kamu akan memberikan kejutan padaku?” tanya Nerissa yang sedang memasangkan dasi pada sang suami.Usia pernikahan Nerissa dan Naven sudah memasuki dua tahun. Nerissa ingin setiap momen selalu mengesankan.Naven hanya tersenyum mendengar ucapan sang istri. “Jika kejutan diberitahu, namanya bukan kejutan.”Nerissa menekuk bibirnya. Ternyata sang suami tidak akan memberitahunya. Tetap mau merahasiakannya.Melihat sang istri yang menggemaskan, membuat Naven mendaratkan kecupan di bibir sang istri.“Tunggu saja kejutan dari aku.” Naven mengedipkan matanya.Nerissa tentu saja penasaran sekali dengan kejutan apa yang akan diberikan oleh sang suami. Namun, dia harus bersabar.Mereka segera keluar setelah rapi. Di luar sudah ada Naresh dengan babysitter. Selama di rumah memang ada babysitter yang menemani Nerissa merawat Navesh. Namun, hanya sekedar membantu saja. Karena semua masih dikerjakan oleh Nerissa sendiri.“Anak Papa.” Naven segera merai
Pesta berakhir juga. Kiki dan Ana segera kembali ke kamar hotel untuk beristirahat. Perasan Ana begitu berdebar karena menyadari jika setelah pernikahan usai, pastinya kini akan ada malam pertama.Saat masuk ke kamar, rasa berdebar itu semakin bertambah karena melihat kamar yang didekorasi untuk pengantin baru. Bunga-bunga yang berbentuk love di atas tempat tidur tampak begitu cantik. Aromanya semerbak menghiasi kamar.“Aku dulu atau kamu dulu yang mau membersihkan diri?” Kiki langsung bertanya ketika baru masuk ke kamar. Dia sendiri sebenarnya juga berdebar-debar. Jadi memilih untuk mengalihkan perhatian.“Kamu dulu saja. Aku masih mau membersihkan wajahku.”“Baiklah.”Kiki segera masuk ke kamar mandi, sedangkan Ana langsung membersihkan wajahnya yang masih memakai make up. Jantung Ana begitu berdegup kencang. Membayangkan apa yang akan terjadi nanti setelah ini.Setengah jam berlalu, akhirnya Kiki selesai juga. Pria itu keluar hanya memakai celana panjang saja dan membiarkan dadanya
Mendapati jawaban Ana itu, Kiki senang sekali. Ternyata tidak sia-sia dirinya membuat kejutan ini untuk Ana.Segera menyematkan cincin pada jemari Ana. Kemudian langsung berdiri. Sebuah kecupan pun diberikan oleh Kiki di dahi Ana.“Terima kasih sudah menerima aku.” Kiki benar-benar bahagia.“Sama-sama.” Ana mengulas senyuman.Beberapa saat kemudian petugas hotel datang. Mereka menyajikan makan di meja yang berada di balkon. Ternyata Kiki memesan makan di kamar hotel sekalian.“Sejak kapan kamu menyiapkan ini semua?” Ana masih belum menyangka jika Kiki akan mempersiapkan semua ini.“Aku mempersiapkan ini kemarin.”“Dapat ide dari mana kamu menyiapkan semua di kamar hotel?” Ana begitu penasaran.“Tidak dapat ide dari mana-mana. Aku merasa di sini akan lebih leluasa dan tidak dilihat oleh banyak orang.” Kiki merasa jika di restoran biasa, akan banyak orang di sana. Jadi sengaja dia menyiapkan ini semua di kamar hotel.“Dasar, aku sudah berpikir yang tidak-tidak, ternyata kamu hanya membe
Sepanjang jalan Ana memilih diam. Dia merasa tidak nyaman dengan apa yang dilakukan Kiki.“Kenapa diam saja?” tanya Kiki.“Aku kesal, kenapa kamu mengajak aku pulang. Mereka akan tahu jika kita ada hubungan jika seperti itu.” Ana meluapkan rasa kesalnya pada Kiki.“Aku sudah tidak mau menutupi semua. Ini sudah saatnya orang-orang tahu hubungan kita.” Kiki merasa jika yang dikatakan Dya ada benarnya. Semakin dirinya menyembunyikan hubungan dengan Ana. Orang-orang justru akan membuat Ana seperti pelakor yang merusak rumah tangganya.Ana merasa memang sudah saatnya hubungan mereka diketahui oleh semua orang. Apalagi tadi Ana melihat Dya sudah menggandeng pria lain. Namun, tetap saja ada rasa berdebar. Sedikit takut dengan tanggapan orang tentang hubungannya.“Aku sudah tidak mau sembunyi-sembunyi lagi. Aku mau semua orang tahu jika kita menjalin hubungan.”“Baiklah, biarkan semua orang tahu hubungan kita.” Ana pun setuju dengan apa yang dikatakan Kiki.****Pagi-pagi Kiki sudah datang ke
Ana tadinya hendak keluar dari bilik toilet. Namun, urung melakukannya ketika mendengar rekan-rekannya membicarakan dirinya. Namun, saat keluar, dia tidak menyangka jika akan bertemu dengan Dya.“Iya.” Ana mengangguk.“Kamu dengar apa yang mereka bicarakan tadi?” tanya Dya, walaupun sejujurnya Dya yakin jika Ana mendengar.“Dengar.” Ana mengangguk.“Kamu dan Kiki sudah menjalin hubungan?” Dya kembali menelisik, ingin tahu tentang apa yang terjadi pada Kiki dan Ana setelah perceraian mereka.“Kami sudah menjalin hubungan lagi setelah dua bulan perceraian kalian.” Ana mencoba menjelaskan, walaupun merasa tidak enak karena langsung menjalin hubungan dengan Kiki pasca bercerai.Mendengar itu sejujurnya Dya tidak masalah. Lagi pula Dya sudah move on. Mau Kiki menjalin hubungan lagi dengan Ana secepat apa pun, bukan masalah baginya. “Apa di kantor belum ada yang tahu perceraian kami?” Dya tampak penasaran lagi.“Belum. Kiki masih merahasiakan semua.”Dya merasa jika ada alasan yang dilak