Share

08. Kembalinya Derana

Di pagi yang mendung itu, dengan langkah pasti, Derana masuk ke dalam gedung seorang diri. Tak ayal jika kehadirannya langsung membuat pasang mata di sana mengalihkan perhatian. Setiap langkah yang diambilnya seolah menggetarkan lantai, memancarkan aura yang begitu kuat hingga tak seorang pun bisa mengabaikannya. Wajahnya memancarkan ketegasan, dengan tatapan matanya yang tajam.

Bahkan orang-orang di sekitarnya pun terdiam, seakan waktu berhenti sejenak untuk menghormati kehadirannya. Bisikan-bisikan kecil mulai terdengar, membicarakan siapa gerangan sosok yang mampu menguasai ruangan hanya dengan kehadirannya.

Wanita itu tidak perlu berkata-kata bahwa kehadirannya sudah cukup untuk menyampaikan pesan yang jelas. Aura kuatnya bukan hanya tentang kekuatan fisik, tetapi juga tentang kepercayaan diri dan ketenangan yang terpancar dari setiap gerak-geriknya.

Tidak seperti kemarin, hari ini ada yang berbeda. Ia tidak akan bersembunyi lagi di balik perlindungan Arash. Ada api yang menyala di matanya, api balas dendam yang membuatnya lebih kuat dari sebelumnya.

Meski tak luput, jika lelaki itu masih memperhatikannya dari kejauhan—mengantarnya, lalu pergi setelah memastikan wanita itu masuk.

Derana sudah siap. Ia tahu apa yang harus dilakukan. Masuk kembali ke dalam kehidupan Haka bukanlah tugas yang mudah, tapi Derana sudah memutuskan jika ia akan menyaksikannya sendiri Haka hancur perlahan, seperti bagaimana hidupnya dulu dihancurkan.

Gedung megah dengan 70 lantai yang menjulang tinggi di tengah kota itu memiliki simbol kekuasaan dan ambisi yang tak terbatas. Setiap lantainya dipenuhi dengan kantor-kantor mewah, ruang rapat berteknologi tinggi, dan pemandangan kota yang memukau dari jendela-jendela kaca yang besar. Gedung ini, yang kini dikenal sebagai Haka Tower, dulunya adalah kebanggaan keluarga Derana.

Ayah Derana, seorang pengusaha yang dihormati, membangun gedung ini dari nol. Setiap sudutnya mencerminkan kerja keras dan dedikasi yang Beliau curahkan selama bertahun-tahun. Namun, setelah kematiannya, Haka, seorang pria yang pernah dianggap sebagai sahabat keluarga, mengambil alih segalanya dengan cara yang licik dan tanpa rasa balas budi.

Haka, dengan ambisinya yang tak terpuaskan, mengubah nama gedung dan mengklaimnya sebagai miliknya sendiri.

Kini, Haka duduk di puncak gedung itu, menikmati kekuasaan yang dia peroleh dengan cara yang kejam, sementara Derana merencanakan bertekad untuk merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya.

Meski perasaan campur aduk sempat menyelimuti hati Derana setelah pertemuan yang menegangkan dengan Haka di restoran kemarin, ia tahu bahwa ancaman Haka bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan.

Namun sekarang, saat langkahnya melewati ruangan Haka, tidak ada lagi rasa takut yang menghantuinya. Sebab, tekad mengubah Derana bukan lagi gadis lemah yang dulu. Sekarang ia adalah wanita yang kuat, yang siap menghadapi apapun demi mencapai tujuannya. Wanita itu langsung masuk ke dalam ruangan pribadinya.

Pada saat matahari mulai meninggi, Derana sudah duduk menghadap kaca dengan membelakangi meja kerjanya.

Tak lama kemudian, seperti yang sudah diduga pintu kantornya terbuka dengan keras. Haka berdiri di ambang pintu, wajahnya memerah penuh dengan kemarahan.

“Di mana kau, Derana?” Suaranya menggema di ruangan itu.

Dengan gerakan ringan, Derana menghentakkan kakinya ke lantai, membuat kursi yang didudukinya berputar perlahan. 

“Aku di sini, Haka,” jawabnya.

“Apa-apaan kau ini? Hah? Apa yang kau lakukan di sini?” teriak sang lelaki sembari menghampiri Derana yang masih duduk santai di sana.

“Aku memiliki saham yang jauh lebih besar daripada kau, Haka. Jadi, mulai sekarang aku akan bekerja di perusahaan ini juga.”

“Apa?” Mendengarnya, Haka begitu terkejut. Namun, setelah itu lelaki itu justru terkekeh sumbang seolah tak percaya.

“Jangan bermimpi, Derana! Aku yakin kau tidak bisa melakukan itu.”

“Tidak masalah jika kau tidak percaya. Tapi itu adalah kenyataannya,” sahut sang wanita.

Haka menatap Derana dengan mata yang melebar, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Wanita yang ada di depannya itu bukan lagi gadis lemah yang dulu selalu menghindari tatapannya. Ada kekuatan baru dalam diri Derana, sesuatu yang membuat Haka merasa tidak nyaman.

“Derana!”

Derana tersenyum tipis. Ia tahu, kepalan tangan Haka yang terlihat bergetar itu menunjukkan bahwa lelaki itu benar-benar sedang menahan marah.

“Mulai sekarang, aku juga memiliki kendali lebih besar di perusahaan ini. Jadi, jika kau berpikir bisa mengancamku atau mengusirku, kau salah besar.”

“Apa yang membawamu ke sini?” Pada saat itu, tatapan Haka sudah berubah nyalang.

“Aku hanya ingin ada didekatmu, untuk memastikan bagaimana keadaanmu, Haka,” jawab Derana dengan nada yang tenang namun dingin.

“Banyak hal yang terjadi. Dan tentu, keberadaanku di sini untuk memastikan bahwa kau akan merasakannya juga.”

Haka mengepalkan tangannya dengan semakin kuat, merasakan ancaman yang jelas dalam kata-kata Derana. Ia tahu bahwa ini bukan lagi permainan yang bisa dia kendalikan. Derana telah berubah, dan perubahan itu membuatnya merasa terpojok. Tetapi, ia tahu bahwa ia tidak boleh menunjukkan kelemahan itu di depan Derana.

“Kau akan menyesal telah mengkhianatiku, Derana,” katanya dengan nada penuh peringatan.

Derana berdiri dari kursinya, menatap Haka dengan keberanian bahkan spontan menggebrak meja. “Aku tidak takut padamu, Haka. Dan aku tidak akan membiarkanmu mengendalikan hidupku lagi. Mari kita bersaing.”

“Aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan hidupku!” tegas Haka yang dibalas langsung dengan senyum dingin Derana.

“Kita lihat saja, Haka. Kita lihat saja nanti!”

Haka menatap Derana dengan penuh kebencian sebelum berbalik dan meninggalkan kantor itu. Ia langsung pulang ke rumah dengan perasaan marah dan frustrasi. Ia membuka pintu dengan kasar dan langsung menuju ruang tamu, di mana Ilona sedang duduk membaca. Melihat ekspresi Haka, Ilona segera tahu bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi.

“Ada apa, Haka?” tanyanya dengan nada khawatir.

Haka melemparkan jas miliknya ke sofa, lalu melonggarkan dasi dan duduk dengan kasar.

“Derana,” ucapnya dengan suara penuh kemarahan. “Dia berani sekali menantangku di kantor. Dia bilang dia memiliki saham yang lebih besar daripada aku dan sekarang dia punya kendali lebih besar atas perusahaan.”

Ilona terkejut, matanya membesar. “Apa? Derana? Perempuan itu? Aku tidak percaya.”

“Terserah! Aku pun begitu, tetapi semakin ke sini membuatku yakin, Derana bukanlah wanita yang dulu kita kenal,” ujar Haka.

“Lalu bagaimana bisa? Bagaimana bisa Derana memiliki saham sebanyak itu?” Kini, kekhawatiran mulai menyelinap ke dalam diri Ilona.

Haka menggeleng. “Aku juga tidak tahu bagaimana dia bisa mendapatkan saham itu, tapi sekarang dia merasa bisa mengendalikan segalanya.”

Ilona terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi tersebut. “Aku tidak menyangka dia bisa berubah seperti itu.”

“Tapi, apa mungkin jika selama ini kita telah meremehkannya.”

“Entahlah,” Haka mengepalkan tangannya. “Aku tidak akan membiarkan dia menang. Aku akan mencari cara untuk mengambil kembali kendali. Memastikan wanita itu kembali pada tempatnya.”

Ilona menatap Haka dengan mata yang penuh kekhawatiran. “Kita harus berhati-hati, Haka. Derana bukan lagi perempuan lemah yang kita pikirkan. Jika kita ingin menghadapinya, kita harus lebih cerdik lagi darinya.”

Haka mengangguk, meskipun kemarahan masih terlihat jelas di wajahnya. “Aku tahu itu! Aku tidak akan membiarkan dia menghancurkan semuanya. Semua yang telah aku bangun.”

Ilona menghela napas panjang. “Lalu, apa yang akan kamu rencanakan, Haka? Derana mungkin jauh lebih kuat sekarang, tapi kita masih bisa membiarkannya terlalu lama.”

“Pastinya, kita membutuhkan orang lain untuk hal ini.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status