Tuan Abraham sudah menanti kedatangan menantu juga putra kesayangannya di depan pintu rumahnya yang terbuka. Begitu senangnya dia sampai senyum di bibirnya selalu mengembang. Saat Jane turun, Tuan Abraham langsung menghambur ke arahnya. Menepuk pelan lengan Jane,"Semoga kau betah tinggal di rumah ini. Aku sudah menyiapkan semua kebutuhanmu. Maafkan ayah kalau tidak sesuai dengan keinginanmu, hm?" Ucapnya membuat Jane dan Regan saling berpandangan. "Memang apa yang ayah sudah siapkan untuknya?" Tanya Regan. "Kau juga tahu nanti saat masuk ke dalam kamarmu." Senyum Tuan Abraham sangat mencurigakan. Jane dan Regan saling berpandangan lagi."Ayah, kami tidak akan lama tinggal di sini. Regan akan segera mendapatkan rumah yang cocok untuk kami tinggali berdua," ucap Jane. "Sebenarnya tidak perlu beli rumah pun tidak apa-apa. Ayah rela memberikan rumah ini padamu untuk kalian tinggali. Rumah ini juga terlalu besar untuk ayah tempati sendiri." "Mana bisa begitu?" Jane tertawa pelan."
Malam itu cuaca tidak mendukung. Pukul 4 sore air sudah menghujam bumi. Membasahi jalanan kota New York dan menggenangi beberapa jalanan yang tidak rata. Di perjalanan, tepatnya Regan sendirian di mobil kala itu, Dia menuju ke tempat perjanjiannya dengan Alan yaitu motel yang pernah Alice kunjungi. "Aku pulang agak malam. Makanlah lebih dulu bersama ayah. Ada urusan penting yang harus aku selesaikan." Begitulah saat dia pamit pada Jane. Apakah dia akan membuka mulutnya dan mengaku kalau akan bertemu dengan Alan? Jawabannya tentu saja tidak. Regan tidak akan bilang kalau dia sedang ada urusan bersama dengan ayah mertuanya. Mertua iblis kalau dia bilang. Tidak becus mengurus anak sampai menyiksanya hingga Jane mengalami trauma yang sampai kini tidak bisa di hilangkan. Seperti yang sudah dia lakukan pada Madam, Regan akan diam-diam menyelesaikan masalah ini hingga tidak perlu lagi mengikutsertakan Jane seperti saat bermasalah dengan Madam dulu. Mobil hitam mewah masuk ke
* Flash back on: Setelah kepulangan Regan, Alan merenungi setiap ucapan pria muda itu. Dia masih duduk di lantai di dekat ranjang. Tatapannya menerawang ke arah luar jendela yang hanya berukuran beberapa meter. Entahlah, ada raut menyesal dan juga kesedihan menjadi satu. Selama dia hidup, benar kalau dia memang tidak berguna. Yang dia lakukan hanyalah mabuk dan berjudi. Bahkan tujuannya mencari Jane hanyalah untuk meminta uang. Hutangnya di rentenir semakin menumpuk, Dia tidak mempunyai pilihan lain selain mencarinya walau ada sedikit perasaan bersalah saat mengingat kembali perlakuannya dulu. Iya. Walau Alan brengsek, tapi beberapa tahun terakhir setelah menjual putrinya, Dia di hantui rasa bersalah. Bahkan dia mengunjungi makam istrinya untuk meminta maaf. Seperti apa yang Regan katakan padanya, dia tidak becus menjadi suami dan seorang ayah. Tawaran Regan memang sangat menggiurkan. Dia tidak akan menolak niat baik itu dan akan mencoba melakukan kehidupan yang baru dengan jala
Pukul 18.00 Jane sudah berada di jalan. Sesuai apa yang Regan katakan di telfon, mereka akan bertemu di sebuah privat restoran yang sudah suaminya itu beritahu lewat chat. Karena ingin merasakan kencan berdua tanpa ada gangguan, Regan berkata kalau akan menyewa satu restoran agar tamu yang lain tidak ada yang mengganggu. Jane yang mendengar itu pastilah terharu. Sebaik mungkin dia memilih pakaian juga memakai make up terbaiknya. Momen indah bersama pastilah tidak ingin begitu saja dia sia-siakan. Saat memilih pakaian, dia juga di temani oleh Emely. Gadis itu bahkan menawarkan diri untuk menemaninya di jalan, tapi Jane menolaknya dengan lembut. "Apakah tempatnya masih jauh?" Tanya Jane pada supir pribadinya."Sebentar lagi, Nona. Sekitar lima belas menit lagi."Sesuai apa yang supirnya katakan, lima belas menit kemudian mobil masuk ke kawasan restoran yang dari depan saja sudah kelihatan mewah. Bagai seorang putri, Jane turun dari mobil setelah supirnya membukakan pintu. "Saya akan
Di lain tempat, yaitu jalanan pusat kota New York dimana Alice sekarang, Wanita itu dari kemarin terus saja mengomel. Pasalnya, Alan tidak bisa dia hubungi dari semalam. Ponsel yang dia berikan pada pria itu tidak aktif. Ponsel milik Alan juga mati. Saat dia mengecek sinyal terakhir, Alan berada di Motel. Belum bergerak sampai sekarang. Untuk memantau pergerakan Alan, Alice tentu saja sudah memasang pelacak pada ponsel yang ia berikan. Agar dia tahu kemana saja pria itu pergi membawa uangnya."Sial! Apa pria tua itu sakit? Seharian di Motel memangnya tidak bosan? Kalau saja hari ini aku tidak sibuk, dari siang aku sudah menemuinya," gerutunya saat di dalam mobil menuju ke Motel yang di tempati Alan.Bukan tanpa alasan Alice berusaha menghubungi Alan. Saat kapan hari dia bertanya tentang penjara tempat Madam, besoknya dia langsung pergi ke sana untuk menemuinya. Namun kenyataan tidak bisa dia duga. Wanita bernama Madam itu tidak ingin menemui siapapun. Dia sudah enggan menemui tamu.
Sudah tiga hari sejak kepergian Alan, Jane serta Regan sudah kembali ke rutinitas normal biasanya. Regan sibuk bekerja walau dia tak sesibuk dulu, sengaja karena dia tidak ingin meninggalkan Jane terlalu lama. Tuan Abrahamlah yang lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah sejak ada Jane, serta Jane yang sekarang merasa lebih tenang dan melakukan aktivitas biasanya layaknya seorang istri. Hari pertama sejak Alan pergi, Jane tidak mau makan seharian. Dia mengunci dirinya di dalam kamar sampai membuat ayahnya khawatir. Regan mencari alasan kalau Jane sedang tidak enak badan sehingga dia tak lagi banyak bicara. Namun setelah dua hari berlalu, Jane sudah lebih baik. Dia mau keluar dari kamar dan makan seperti biasanya. Saat Regan bertanya, kenapa dia terlihat sedih sampai mengunci dirinya sendiri? Jane menjawab,"Hanya tidak menyangka kalau ayah sudah benar-benar menghilang dari kehidupanku. Aku tidak merasa senang, tapi aku hanya lega dia sudah berusaha untuk berubah. Aku hanya butuh
Setelah mendapat persetujuan dari Tuan Abraham, Jane menelfon Juan. Saat itu pukul 9 pagi, mungkin saja Juan masih kuliah. Saat Jane menelfonnya, Juan tidak mengangkatnya. Sampai beberapa panggilan, pria itu tetap tidak mengangkatnya. Dugaan Jane mungkin saja benar, mungkin Juan masih sibuk mengikuti mata kuliahnya di kampus. "Tidak heran kalau dia tidak mengangkat telfonku. Mungkin dia masih kuliah," gumamnya.Pun saat Jane berniat menelfon Yohan, ponselnya berdering. Juan menelfonnya kembali."Juan?" "Maafkan aku, Jane. Aku tidak mengangkat panggilanmu," ucap Juan terdengar terengah-engah."Kau kuliah?" "Iya. Aku bisukan ponselku. Ada apa?""Ah begitu, apa aku mengganggumu? Sepertinya kau terdengar terburu-buru.""Tidak. Santai saja. Aku hanya sedang menuju ke perpustakaan. Ada apa? Apa kau baik-baik saja?""Aku baik. Bagaimana kabarmu?""Yah, agak menyedihkan setelah kau tidak lagi tinggal di rumah kami. Aku merindukan kakak iparku yang cantik."Jane tertawa,"Jangan bercanda."
"Kau membuat lagu?"Yohan terdiam. Pertanyaan ayahnya begitu mendadak. Kenapa tiba-tiba saja orang ini menanyakan itu? Padahal selama ini dia tak sekalipun memperdulikan apa yang Yohan lakukan. Apapun yang berada di dalam kamarnya selalu ayahnya hancurkan. "Kenapa ayah ingin tahu? Tidak biasanya.""Apakah aku tidak boleh mengetahuinya?""Hanya aneh saja. Ini begitu mendadak. Bukankah selama ini ayah tidak pernah perduli dengan apa yang aku kerjakan?""Hem, kau benar. Aku kira kau membangkang karena ingin menjadi orang yang tidak berguna. Kesana kemari sambil membawa gitar. Tapi aku baru tahu kau bisa membuat lagu.""Itu tidak mengubah pendapatku. Tetap saja aku melakukan sesuatu yang tidak berguna di mata ayah. Apapun yang aku lakukan, bermain musik dan membuat lagu, tidak akan mengubah penilaian ayah padaku, kan?" Tuan Abraham terdiam. Dia menghela napas panjang, lantas membuka foto album yang terlihat usang dan memperlihatkannya pada Yohan. "Ini foto ibumu. Dia juga menyukai musi
Tiga tahun kemudian~ Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Waktu berlalu begitu cepat. Kehidupan berjalan seperti biasanya, kebiasaan juga tetap terjadi di setiap harinya. Setelah mengetahui Jane hamil saat itu, keluarga Foster seakan si beri sebuah berkah tak terduga. Di samping saham MH meroket naik, nama Regan pun ikutan naik kembali. Berbanding terbalik dengan MH, E & A jatuh sesuai apa yang Regan katakan. Sahamnya anjlok, nama E & A pun juga ikut jelek. Banyak dari staf keluar dan tidak pernah kembali. Memilih masuk ke MH yang saat itu tengah membuka lowongan kerja. Tuan Easter di jatuhi hukuman tiga tahun penjara, tapi entah kenapa dia juga mengaku kalau dia adalah pelaku yang meneror Jane saat itu sehingga hukumannya menjadi lima tahun. Sengaja dia melakukannya karena sadar jika Regan mempunyai bukti lagi atas teror yang saat itu terjadi, bisa di pastikan kalau Alice akan di penjara juga. Mendapati ayahnya masuk penjara untuknya, Alice memilih p
Setelah sekian lamanya, kaki Jane menapak kembali ke rumah besar bercat putih yang dia tinggalkan dengan sengaja. Bujukan Regan kemarin yang menceritakan soal kesehatan ayah mertuanya membuat hati Jane tergerak. Tujuan utama dia pergi, di karenakan dia ingin Tuan Abraham bisa memulihkan kesehatannya. Namun, setelah mendengar kalau dia tidak baik-baik saja, tidak mungkin Jane membiarkannya. Dia pulang, ingin memastikan keadaannya seperti apa yang Regan katakan. Saat kakinya sudah di ambang pintu, Dia berhenti melangkah. Regan yang berada di dekatnya sampai heran,"Ada apa?" Tanyanya. "Tidak. Hanya saja aku merasa takut jika ayah masih marah padaku." Regan tersenyum tipis, menggenggam jemari Jane yang menggantung lantas mengecupnya."Percayalah padaku. Dia sudah sangat mengharapkanmu kembali. Bukan hanya aku, Juan, Yohan, apalagi ayah, merindukan dirimu, Jane." Jane menoleh kebelakangnya. Di sana berdiri Juan dan juga Emely yang kini tersenyum lebar. Bahkan Emely terlihat ingin
"Dia sedang mengandung. Jane, hamil anakmu, Kak Regan." Regan membisu, tubuhnya membeku. Dia terduduk kembali dengan badan yang gemetar hebat."Dia hamil? Kau yakin mendengar itu?" "Aku sangat yakin." "Istriku sedang hamil," ucapnya menutup mukanya. Regan menangis, tapi tidak dengan tangisan kesedihan. Namun dia sangat bahagia karena mendengar kabar baik itu. Walau di sisi lain dia sangat menyesali perbuatannya karena tidak segera mencarinya, tapi setelah mengetahui tempatnya sekarang, Dia lega. Pun, saat itu juga Regan langsung memesan dua tiket ke Virginia, untuknya dan untuk Juan. Sengaja Yohan tidak dia ajak karena sejak masalah terakhir itu, kesehatan ayahnya sedikit terganggu. Tuan Abraham berada di rumah dan Yohan berada di sana untuk menjaganya. Butuh waktu tidak begitu lama untuk sampai ke Virginia, apalagi lewat jalur udara. Hanya butuh 1 jam dan hanya naik taksi sebentar yang akhirnya mereka sampai di alamat yang Emely berikan. Saat kedua pria itu turun tak
"Nona, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Tanya Emely tapi Jane hanya diam saja masih tidak percaya dengan keadaan yang terjadi setelah kepergiannya. "Apa maksudmu?" Lirik Jane mengubah suasana menjadi tidak enak. Emely terkesiap mendengar nada yang berbeda. Jane terdengar tidak suka. "Em...maksud saya, masalah anda sepertinya sudah selesai, Nona. Tuan Regan sangat hebat membalikkan situasi ini. Apakah anda tidak ingin kembali?"Jane menghela napas panjang, menatap ke arah luar jendela lagi."Aku yakin Regan pasti bisa menyelesaikan masalah yang menerpa kami. Kabar soal Tuan Easterlah yang ternyata dalang di balik artikel itu, tentunya membuat ku sedih. Aku sangat menyayangkan sikapnya itu yang berusaha menghancurkan pernikahan kami. Tapi, daripada bertanya bagaimana sekarang, Aku lebih memikirkan keadaan ayah. Dia pasti syok karena di khianati teman baiknya sendiri."Emely menunduk, dia diam saja takut dan segan. "...Aku masih tidak bisa kembali, Emely. Walau masalahku selesai,
"Alice, hubungi pengacara kita dan ceritakan apa yang terjadi padanya." Lanjutnya lantas pergi dari sana di dampingi oleh dua polisi. "Ayah! Tidak! Jangan pergi!" Teriaknya berusaha untuk memberontak dengan mencekal tangan ayahnya namun dengan cepat, Yohan menyahut lengannya dan menariknya kebelakang. Membuat cekalan tangan Alice pada ayahnya terlepas. "Jangan berbuat apapun atau kau akan menyesalinya," tekan Yohan menatap tajam Alice. Sedangkan Tuan Easter sudah turun lebih dulu. Regan hanya terdiam di tempatnya. Sama sekali enggan untuk bicara. Hanya menatap ke arah Alice dan Yohan yang saat ini sedang berseteru. Lagi-lagi Alice menghentakkan tangannya hingga terlepas."Kau yang akan menyesalinya karena berurusan denganku!" Balas Alice dengan mata merah dan sedikit bengkak. "Alice..." panggil Regan dan tatapan Alice teralihkan ke Regan."Aku memaafkanmu, dan berjanji akan menutup mulutku atas apa yang sudah kau lakukan pada Jane karena aku masih menganggapmu sebagai teman. Aku mo
"Maafkan saya, Nona. Tapi ada polisi di depan. Mereka mencari Presdir."Tuan Easter dan Alice kaget. Mereka saling berpandangan."Polisi?" Gumam mereka hampir bersamaan."Kau bilang apa barusan? Polisi?" Ulang Tuan Easter. "Iya, Presdir. Mereka mencari anda."Tuan Easter bingung sekaligus khawatir. Kenapa polisi datang mencari dirinya? Padahal dia tidak melakukan apa-apa.Begitu sekretarisnya keluar, dua orang polisi masuk ke dalam ruangan. Mereka berbadan tinggi tegap dan berpakaian biasa. "Tuan Easter?" Panggil salah satunya. "Iya. Saya Easter. Ada perlu apa kalian mencariku?""Bisakah anda ikut kami ke kantor polisi?""Apa? Kenapa aku harus ikut kalian kesana? Apa yang sudah aku lakukan?""Anda di laporkan atas tindakan pencemaran nama baik tanpa bukti. Silahkan ikut kami ke kantor polisi untuk di mintai keterangan."Alice terkejut bukan main, sedangkan Tuan Easter melotot tak percaya."Apa?! Siapa yang dengan lancang melaporkanku ke polisi, hah?! Dasar kurang ajar!" Teriaknya ma
Lusanya...Regan mengadakan jumpa pers setelah mempertimbangkan banyak hal. Dia sudah meminta izin pada ayahnya, dan Tuan Abraham pun tidak banyak berkomentar. Dia hanya diam namun tidak mencoba untuk melarang. Mungkin di dalam hatinya yang terdalam, Tuan Abraham tidak setuju dengan tindakan Regan yang akan mengungkap kejadian sebenarnya, tapi di sisi lain, Dia sudah terlanjur sakit hati dengan kelakuan teman dekatnya itu yang diam-diam ingin menikamnya dari belakang. Seakan baru saja mendapatkan berita besar, kala itu banyak wartawan yang hadir di sana. Bahkan tidak hanya Regan, ada Yohan dan Juan yang menemani. Regan tidak ragu sama sekali dan sangat yakin dengan tindakan yang akan dia lakukan. Pukul 12.30, semua sudah berkumpul. Sudah setengah jam yang lalu wartawan dari segala media sudah menunggu. Regan masuk di dampingi oleh seorang pengacara, juga Yohan di belakangnya. Melihat sosok Yohan, banyak wartawan saling bertatapan. Dia tak pernah melihat sosok asing yang kini menge
Pagi itu Regan tidak pergi bekerja. Dia sengaja meliburkan diri hanya untuk menemui Tuan Easter di perusahaan miliknya, yaitu E & A Grup.Dari awal datang, tak sekalipun Regan mengatakan apapun pada Alice. Niat ini juga tanpa sepengetahuan ayahnya. Namun dengan ucapannya semalam menunjukkan kalau ayahnya tidak akan melarang apa pun yang akan di lakukan oleh Regan. Entah itu masalah Jane, atau masalahnya dengan Tuan Easter.Melihat bagaimana ekspresi ayahnya semalam, Regan sangat yakin kalau dia sudah sangat kecewa pada temannya itu. Pun ayahnya tidak akan melarang jika seandainya dia tahu apa yang akan dilakukannya setelah ini."Apa Paman Easter ada di ruangannya?" Tanya Regan langsung saat dia berada di depan sekretaris. "Presdir ada di dalam, tapi sedang tidak bisa di ganggu. Kalau boleh tahu, anda siapa? Dan apa keperluan anda? Saya akan menjadwalkan pertemuan dengannya."Regan tidak menjawab, dia langsung saja melangkah ke arah ruangan Tuan Easter. "Anda mau kemana?! Tunggu, Tua
Di lain tempat, Tuan Easter menutup pintu mobilnya keras, lebih tepatnya membanting pintunya keras. Dia kesal setengah mati mendengar semua ucapan itu dari mulut Regan dan berpikir bagaimana caranya dia tahu kalau dialah orang yang memberi informasi pada reporter itu.Alice nampak sangat tenang. Padahal ayahnya sedang kalut luar biasa. Mereka masuk ke dalam rumah. Tuan Easter melepaskan kancing bagian atas kemejanya lantas duduk di sofa ruang tamu. "Ayah terlihat sangat khawatir," ucap Alice ikut duduk di seberang ayahnya. Kedua kakinya ia silangkan. Dia tersenyum saat melihat ayahnya seperti itu."Tentu saja aku khawatir. Berani-beraninya Regan mengatakan semua itu di depan Abraham. Dan lagi, Reporter sialan itu sudah mengkhianatiku. Sialan! Aku akan memberi pelajaran padanya.""Ayah, bukankah dia sudah tak lagi berada di apartemennya?""Apa? Bagaimana bisa kau tahu?""Aku hanya menebaknya. Kalau Regan sudah menemuinya, kemungkinan besar dia akan menghilang. Seperti halnya ayah Jane