Memang, dulu aku pernah mengatakan semua itu. Tapi, setelah melihat kelakuan licik putri angkatku itu, aku sangat menyesal dengan apa yang aku katakan dulu! gumam batin opa menoleh ke arah Elena yang sangat memperdulikan Ana Towsar, orang yang terang-terangan ingin menyingkirkan Elena dari dunia ini."Ayah! Ayah kenapa? Ayah baik-baik saja?" tanya bunda Elena memegang bahu sang ayah. Opa menoleh. Senyum tuanya mulai merekah dan dengan lembut memegang tangan putri tercintanya itu."Ayah baik-baik saja!" jawab opa datar."Ayah, ayah tak perlu mengkhawatirkan aku dan Alen. Secara materi, kami sudah terbilang sangat cukup. Ayah lihat sendiri kan! Elena sudah bisa membangun hotel dengan hasil jerih payahku sendiri dan Alen juga, dia sudah mempunyai usaha sendiri di tim balapnya tanpa menggunakan uang dari ayah," gumam Bunda Elena menjelaskan.Opa terdiam. Sudut matanya mengerut mengimbangi tegakan salivanya yang mengalir dengan sendirinya."Elena capek, berserteru dengan Kak Ana hanya kar
Dengan cepat, mama Dina melangkah ke belakang dan sedikit menjauh dengan ancaman laura."Laura, apa menantu mama lebih kaya atau super duper kaya daripada suaminya Kanaya?" tanya mama Dina penasaran. Bulu mata indahnya tak berhenti mengerjap menatap Laura yang hanya diam menatapnya sekejap dan malah memilih merias wajahnya kembali."Mama setuju saja kamu menikah dengan siapa saja. Entah itu om-om ataupun kakek-kakek, mama tak peduli. Yang jelas dia bisa mencukupi kebutuhan hidup kita," kata mama Dina mengembangkan senyumnya.Laura mulai beranjak dan berjalan menghampiri mama Dina yang sangat menanti jawabannya. Jari jemari tangannya mulai meraih kedua tangan mamanya."Ma, mama tau kan? Tipe laura seperti apa? Dan tak mungkin banget jika Laura menikah dengan om-om ataupun kakek-kakek seperti yang mama katakan!" ujar Laura menjelaskan."Lalu, siapa dia? Jika bukan seperti itu siapa yang mau sama kamu? Perasaan selama ini kamu tak pernah jalan sama lelaki yang seumuran denganmu. Hanya po
Naya menoleh dan terbelalak kaget melihat lelaki bertubuh besar yang sangat tak asing baginya."Apa kabar nona Inzen?" tanya Roy, salah satu orang suruhannya pak Lukman yang pernah membuat dirinya dalam situasi yang sangat berbahaya.Naya melangkah mundur. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa saat melihat orang yang pernah menculiknya berdiri tepat di hadapannya. Langkah kakinya terhenti tepat di kursi panjang yang tersedia di trotoar."Nona Inzen, Anda tak perlu takut. Kedatangan saya ke sini hanya untuk memberikan ini pada Anda," kata Roy menyodorkan secarik kertas yang seperti sebuah surat.Dahi Naya mengernyit. Kedua bola matanya melirik ke arah Roy dan beralih pada surat yang ada di tangannya.Sejenak, Naya mendongak menatap ke arah Roy yang saat ini menjadi sopir pribadi Bu Angel, orang yang pernah ia tolong dalam sebuah kecelakaan.Ya Tuhan, ternyata beliau masih hidup? tanya batin Naya tersenyum melihat foto Bu Angel yang terselip dalam surat tersebut.Di mobil, Alen terse
Alen terdiam sejenak. Tegakan salivanya mengalir dengan paksa mendengar penuturan dari istrinya itu.Tapi, aku takut kamu meninggalkanku jika kamu tau apa yang terjadi yang sesungguhnya! kata batin Alen menghela nafas panjang. Tapi, aku yakin! Ketakutanku tak akan menjadi kenyataan.Alen menyeringai. Dengan lembut, ia mengusap tangan mulus yang menggenggam tangannya."Mas Alen terlihat sangat lelah. Naya buatin minum dulu, ya!" pinta Naya melepas tangan suaminya."Iya," lirih Alen tersenyum seraya menatap istrinya yang mulai melangkah menuju dapur."Dia benar-benar mengerti apa yang aku rasa," gumam Alen melepas jas miliknya.Sesaat, kedua bola matanya terbelalak kaget melihat ponsel yang bergetar memanggil. Sebuah nama orang yang seharusnya tak lagi menghubungi dirinya."Ngapain dia menghubungiku lagi? Apa dia mau pamer dengan pencapaiannya kali ini," gerutu Alen yang membiarkan Arga menghubunginya.Alen melangkah dan pergi ke arah naya yang masih sibuk menyiapkan minum untuknya. Se
"Sebelum kalian tanda tangan. Bacalah isi kontrak tersebut," kata Ana Towsar yang membuat mereka saling menatap satu sama lain.Kontrak? tanya batin mama Dina terkejut. Alis tipisnya bertaut. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa mengimbangi rasa syok mendengar perkataan ana Towsar yang begitu mencengangkan."Maaf, Bu. Kontrak apa, ya?" tanya Laura mengernyit heran."Bacalah! Kamu pasti akan mengerti," tutur Ana Towsar tersenyum tipis.Laura mengambil dokumen yang tergeletak di hadapannya. Terbungkus rapi dan seperti berkas-berkas yang ada di kantor.Di kamar, Alen tak berhenti mengusap rambut panjang istrinya itu. Terurai panjang dan beraroma wangi yang begitu khas. Itulah yang membuat Alen selalu betah membelai rambut milik kanaya."Justru aku sangat senang mas Alen melepas salah satu pekerjaan, Mas. Kalo begini, aku bisa mendapatkan waktu lebih bersamamu tanpa harus meninggalkan pekerjaan yang lain." Perkataan Naya yang terlontar beberapa jam yang lalu.Alen menyeringai. Dengan
Apa maksud dengan keinginan tahunya itu? Apa dia cemburu dengan calon istrinya Arga? tebak batin Alen mendesah sebal."Padahal, aku sangat ...," kata Naya terhenti."Apa kamu cemburu mendengar pernikahan mantan kekasihmu itu?" Pertanyaan Alen yang seketika membuat Naya terkejut mendengarnya. Dahinya mengernyit dan terkekeh pelan saat Alen bernada marah kepadanya."Kenapa senyum-senyum seperti itu? Apa benar yang aku katakan?" tanya Alen memastikan. Raut wajahnya yang tampan perlahan mulai berubah muram. Tak ada senyum ataupun cahaya mata yang menyejukkan. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap saat jemari lentik tangan naya mengusap punggung tangannya."Mas, buat apa aku cemburu? Dia memang mantan kekasihku tapi dia telah menyakiti hatiku sampai aku tak mau mengharapkan dia untuk kembali. Dan sekarang, aku bersyukur telah di pertemukan dengan orang yang memaksaku untuk menjadi istrinya. Meskipun jutek dan selalu memarahiku, tapi dia sangat menyayangiku," tutur Naya menjelask
"Jika dia benar terbukti melakukannya, aku yang akan menyeretnya di hadapan opa," gumam Alen kesal. Tok tok tok Alen menoleh. Sudut matanya mengerut saat melihat Ana Towsar masuk ke ruang kerjanya."Pagi, Alen!" sapa Ana Towsar tersenyum seraya menutup pintu itu secara perlahan."Apa yang membuat tante datang menemuiku?" tanya Alen sinis dan kembali duduk di kursi putarnya.Dengan gayanya yang seperti anak muda, ana Towsar berjalan menghampiri alen."Kamu itu, ya! Dari dulu tak pernah berkata lembut pada tante. Bagaimanapun juga, tante ini kan tante kamu," ujar ana Towsar duduk tanpa menunggu tawaran dari keponakannya tersebut.Alen tersenyum sinis. Tatapan matanya beralih menatap pada jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya."Bicaralah, Tante ana yang cantik. Sepuluh menit lagi, aku ada meeting. Jadi, berbicaralah pada intinya. Jangan basa-basi!" tegas Alen memperingatkan."Kamu itu benar-benar ya. Padahal, tante ke sini itu ...," kata Ana Towsar terhenti."Sembilan me
"Apa yang terjadi? Kenapa dokter itu memeriksa perut kanaya?" tanya Alen menegak salivanya dengan paksa. Tanpa banyak buang waktu, Alen membuka pintu ruang tersebut.Semua menoleh menatap Alen yang datang menghampiri."Mas!" kata Naya tersenyum senang melihat alen datang tepat pada waktunya."Dokter, apa yang ...," kata Alen terhenti. Dua bola manik matanya terbelalak kaget melihat sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Wajah imut lucu gambar anaknya terpampang jelas pada layar komputer milik sang dokter.Tante Ana melangkah menghampiri Alen yang terdiam terpaku melihat wajah bayi dari hasil usg tersebut. "Bayi kalian sangat aktif sekali. Sampai-sampai dokter kesulitan untuk mengetahui jenis kelaminnya," ucap tante Ana Andara merangkul pundak keponakannya itu.Alen menyeringai. Ia menoleh menatap istrinya yang tersenyum senang ke arahnya."Iya. Hampir setengah jam tangan saya berputar-putar. Tapi, bayi kalian bergerak aktif. Seolah-olah dia tak mau memperlihatkan siapa d