Alen terdiam sejenak. Tegakan salivanya mengalir dengan paksa mendengar penuturan dari istrinya itu.Tapi, aku takut kamu meninggalkanku jika kamu tau apa yang terjadi yang sesungguhnya! kata batin Alen menghela nafas panjang. Tapi, aku yakin! Ketakutanku tak akan menjadi kenyataan.Alen menyeringai. Dengan lembut, ia mengusap tangan mulus yang menggenggam tangannya."Mas Alen terlihat sangat lelah. Naya buatin minum dulu, ya!" pinta Naya melepas tangan suaminya."Iya," lirih Alen tersenyum seraya menatap istrinya yang mulai melangkah menuju dapur."Dia benar-benar mengerti apa yang aku rasa," gumam Alen melepas jas miliknya.Sesaat, kedua bola matanya terbelalak kaget melihat ponsel yang bergetar memanggil. Sebuah nama orang yang seharusnya tak lagi menghubungi dirinya."Ngapain dia menghubungiku lagi? Apa dia mau pamer dengan pencapaiannya kali ini," gerutu Alen yang membiarkan Arga menghubunginya.Alen melangkah dan pergi ke arah naya yang masih sibuk menyiapkan minum untuknya. Se
"Sebelum kalian tanda tangan. Bacalah isi kontrak tersebut," kata Ana Towsar yang membuat mereka saling menatap satu sama lain.Kontrak? tanya batin mama Dina terkejut. Alis tipisnya bertaut. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa mengimbangi rasa syok mendengar perkataan ana Towsar yang begitu mencengangkan."Maaf, Bu. Kontrak apa, ya?" tanya Laura mengernyit heran."Bacalah! Kamu pasti akan mengerti," tutur Ana Towsar tersenyum tipis.Laura mengambil dokumen yang tergeletak di hadapannya. Terbungkus rapi dan seperti berkas-berkas yang ada di kantor.Di kamar, Alen tak berhenti mengusap rambut panjang istrinya itu. Terurai panjang dan beraroma wangi yang begitu khas. Itulah yang membuat Alen selalu betah membelai rambut milik kanaya."Justru aku sangat senang mas Alen melepas salah satu pekerjaan, Mas. Kalo begini, aku bisa mendapatkan waktu lebih bersamamu tanpa harus meninggalkan pekerjaan yang lain." Perkataan Naya yang terlontar beberapa jam yang lalu.Alen menyeringai. Dengan
Apa maksud dengan keinginan tahunya itu? Apa dia cemburu dengan calon istrinya Arga? tebak batin Alen mendesah sebal."Padahal, aku sangat ...," kata Naya terhenti."Apa kamu cemburu mendengar pernikahan mantan kekasihmu itu?" Pertanyaan Alen yang seketika membuat Naya terkejut mendengarnya. Dahinya mengernyit dan terkekeh pelan saat Alen bernada marah kepadanya."Kenapa senyum-senyum seperti itu? Apa benar yang aku katakan?" tanya Alen memastikan. Raut wajahnya yang tampan perlahan mulai berubah muram. Tak ada senyum ataupun cahaya mata yang menyejukkan. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap saat jemari lentik tangan naya mengusap punggung tangannya."Mas, buat apa aku cemburu? Dia memang mantan kekasihku tapi dia telah menyakiti hatiku sampai aku tak mau mengharapkan dia untuk kembali. Dan sekarang, aku bersyukur telah di pertemukan dengan orang yang memaksaku untuk menjadi istrinya. Meskipun jutek dan selalu memarahiku, tapi dia sangat menyayangiku," tutur Naya menjelask
"Jika dia benar terbukti melakukannya, aku yang akan menyeretnya di hadapan opa," gumam Alen kesal. Tok tok tok Alen menoleh. Sudut matanya mengerut saat melihat Ana Towsar masuk ke ruang kerjanya."Pagi, Alen!" sapa Ana Towsar tersenyum seraya menutup pintu itu secara perlahan."Apa yang membuat tante datang menemuiku?" tanya Alen sinis dan kembali duduk di kursi putarnya.Dengan gayanya yang seperti anak muda, ana Towsar berjalan menghampiri alen."Kamu itu, ya! Dari dulu tak pernah berkata lembut pada tante. Bagaimanapun juga, tante ini kan tante kamu," ujar ana Towsar duduk tanpa menunggu tawaran dari keponakannya tersebut.Alen tersenyum sinis. Tatapan matanya beralih menatap pada jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya."Bicaralah, Tante ana yang cantik. Sepuluh menit lagi, aku ada meeting. Jadi, berbicaralah pada intinya. Jangan basa-basi!" tegas Alen memperingatkan."Kamu itu benar-benar ya. Padahal, tante ke sini itu ...," kata Ana Towsar terhenti."Sembilan me
"Apa yang terjadi? Kenapa dokter itu memeriksa perut kanaya?" tanya Alen menegak salivanya dengan paksa. Tanpa banyak buang waktu, Alen membuka pintu ruang tersebut.Semua menoleh menatap Alen yang datang menghampiri."Mas!" kata Naya tersenyum senang melihat alen datang tepat pada waktunya."Dokter, apa yang ...," kata Alen terhenti. Dua bola manik matanya terbelalak kaget melihat sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Wajah imut lucu gambar anaknya terpampang jelas pada layar komputer milik sang dokter.Tante Ana melangkah menghampiri Alen yang terdiam terpaku melihat wajah bayi dari hasil usg tersebut. "Bayi kalian sangat aktif sekali. Sampai-sampai dokter kesulitan untuk mengetahui jenis kelaminnya," ucap tante Ana Andara merangkul pundak keponakannya itu.Alen menyeringai. Ia menoleh menatap istrinya yang tersenyum senang ke arahnya."Iya. Hampir setengah jam tangan saya berputar-putar. Tapi, bayi kalian bergerak aktif. Seolah-olah dia tak mau memperlihatkan siapa d
Aku harus berbicara dengan mama. Jika mama berbuat macam-macam sama Laura, aku tak akan bisa membayangkan kalo jabatanku lepas begitu saja! gumam batin Arga merapatkan bibirnya.Selang beberapa menit kemudian, Arga mendongak melihat mamanya berjalan menghampiri dengan membawa barang belanjaan yang begitu banyaknya."Tolong taruh sini saja, ya!" ucap Ana Towsar pada sopir pribadinya itu.Arga menghela nafas panjang. Ia berdiri menghampiri mamanya yang masih saja sibuk dengan dunia sendiri tanpa mempedulikan kedatangannya."Semuanya sudah lengkap, tinggal ...," kata Ana Towsar terhenti saat Arga memanggilnya. Ia menoleh dan tersenyum menghampiri putra kesayangannya itu."Sayang, kamu di sini? Duduklah! Tumben, kamu datang ke sini?" Ana Towsar duduk di samping Arga yang terlihat muka suramnya. Tak ada kebahagiaan yang tersirat di wajah tampannya. Padahal, besok adalah hari pernikahannya yang seharusnya di selimuti dengan kebahagiaan tiada tara."Ada apa, Sayang? Apa kamu gugup dengan per
"Naya, ada sesuatu hal yang ingin opa tanyakan sama kamu?" tanya opa yang membuat naya mengernyit heran.Alen terbangun. Kedua bola matanya berputar mencari keberadaan naya yang sudah tak ada lagi di sampingnya. Alen tersenyum melihat foto anaknya yang sudah ia cetak tadi malam."Kamu benar-benar mirip dengan papa," ucap Alen mencium foto print yang ada di tangannya. Aroma wangi masakan Kanaya benar-benar membuat dirinya dengan cepat beranjak dari tempat tidur. "Dia benar-benar membuatku betah di rumah!" ujar Alen bergegas menuju ke bawah. Sejenak, langkah kakinya terhenti saat melihat opa Towsar yang sudah duduk di tempat makan. Menunggu naya yang masih sibuk memasak. Hal yang sangat tak pernah ia lihat sebelumnya. Seorang opa yang sangat kaku mau menunggu seseorang untuk menghidangkan makanan untuknya."Opa, ada apa opa ke sini?" tanya Alen melangkah menghampiri. Lelaki tua yang dari dulu tak pernah makan sayuran mendadak begitu lahap memakan makanan yang telah di sajikan oleh
"Diego, ada apa? Kenapa kamu menghentikan mobilnya tiba-tiba?" ketus Alen memicing melihat beberapa mobil menghadang jalannya.Siapa lagi mereka? tanya batin Alen menegak salivanya yang mengalir dengan paksa."Mas, bukankah itu Roy?" tunjuk Diego ke arah Roy yang terlihat membukakan pintu untuk seorang wanita paruh baya yang seumuran dengan bunda Elena.Dua bola manik mata naya terbelalak melihat ibu Angel yang turun dari mobil tersebut."Bu Angel!" ucap Naya yang membuat mereka menoleh ke arahnya."Kamu kenal dengan wanita itu?" tanya Alen penasaran."Iya, Mas. Dia orang yang pernah aku tolong saat kecelakaan dulu," kata Naya menjelaskan.Alen mengernyit heran melihat ekspresi naya yang terlihat begitu bahagia. Seolah-olah, bertemu dengan keluarga yang lama tak jumpa dengannya.Tok tokNaya membuka pintu. Senyum manisnya tertoreh saat ibu Angel mengetuk kaca jendela mobilnya."Syukurlah! Aku kira kita akan fighting lagi, Mas!" ucap Diego bernafas lega.Alen menyeringai dan keluar men