Setelah resepsi pernikahan, Dion dan Nanda kembali menuju rumah Papanya Dion. Mereka menuju ke kamar Dion yang letaknya di samping teras rumah Papanya Dion.
Kamar Dion seperti paviliun terpisah dengan rumah utama milik orang tuanya. Kemudian lanjut mereka membersihkan diri untuk istirahat, Nanda tidur dikamar Dion sedangkan Dion tidur diruang kerja.Pertama kali Nanda tidur dikamar baru walaupun sudah di ganti semua interiornya tapi aroma tubuh Dion masih tericum. Parfum yang di pakai Dion sangat melekat di hidung Nanda.Nanda berdengus sembari berkata,” Hem.. wangi khas Dion”.Setelah berbenah diri, Nanda pun melangkah menuju tempat tidur. Pikirannya selalu terbayang kasih sayang mendiang Ibunya, air matanya pun menetes dengan kerinduannya mendalam.Hati Nanda hancur fakta, Ibunya pergi tanpa berpamitan dengan keluarga besarnya.Ibunya meninggal dunia karena menderita kanker usus. Berjuang menjalani kemoterapi menjadi ingatan pahit, melihat Ibunya menahan sakit tapi tidak membuat Ibunya pantang menyerah bertahan hidup. Takdir berkata lain jika mendengar vonis dokter, Ibunya pasrah menunggu kematian seperti sudah dipastikan gilirannya tiba.Ibunya yang memilih kawin lari dengan ayahnya pun tidak diakui oleh keluarga sampai meninggal.Rasa cintanya dengan Ayahnya Nanda begitu besar. Mereka juga bahagia hidup dalam kesederhanaan sampai dititik Ayahnya Nanda lagi-lagi di tipu oleh temannya sendiri, dan membuat usaha showroom motornya bangkrut.Nanda dan Ayahnya menjalani kehidupan dengan berserah diri tapi tidak dengan Leon. Dia yang biasa di manjakan dengan perhatian luar biasa oleh Ibunya, akhirnya berontak dengan keadaan ekonomi orang tuanya, bak roler coster naik turun.Sakitnya setelah kepergian Ibunya sampai menangis pun sudah jadi rutinitas Nanda sebelum tidur. Setiap kenangan Ibunya selalu membelai rambut Nanda sangat melekat. Belaian Ibunya itu selalu dirindukan Nanda, kebiasaan Nanda yang lain sebelum tidur harus mengelus tangan Ibunya dan mencium wajah Ibunya. Malam hari seperti penyiksaan bagi Nanda yang hampir setahun sulit mengubah kebiasaan itu. Potongan demi potongan kenangan tentang Ibunya sering membayanginya.***Paginya, Dion mengajak Nanda bertemu dengan seseorang. Dia menyuruh Nanda bergegas merapikan diri.“Kita mau bertemu siapa?” tanya Nanda penasaran.“Ikut saja,” kata Dion.“Kita gak ke rumah papa kamu dulu?” tanya Nanda.“Tidak usah nanti saja,”Mereka datang ke sebuah rumah type 200 meter berwarna cat putih, terawat dengan halaman depannya yang luas.Dion membuka pintu rumah itu lalu masuk Nanda juga mengikutinya masuk ke dalam rumah itu. Mereka masuk ke dalam kamar.Tok. Tok. Tok.“Pak Dion,” tegur wanita umuran 50 tahunan memakai seragam suster itu membuka pintu kamar.“Gimana keadaan Mama?” tanya Dion.“Stabil Pak,” jawab suster bernama Ani, wanita parubaya yang bicara sama Dion.Lantas Dion menggiring Nanda masuk ke ruang keluarga.“Kenalkan dia Mama aku, Intan namanya.” Papar Dion sembari menarik tangan Nanda untuk memegang tangan wanita yanh disebutnya Mama.Nanda sempat syock karena Mamanya Dion masih hidup tapi dalam keadaan tidak berdaya. Mamanya tidak bisa bicara, menghabiskan hidupnya di atas kursi roda.“Operasi cedera otak Mama aku gagal dua kali, Papa memilih rawat jalan dirumah. Berhubung aku sudah dewasa, aku bawak kabur Mama dari rumah Papa.” Terang Dion dan dari omongan Dion membuat Nanda mengerti kenapa Dion nekat sejauh ini.“Hai Mama sayang, aku kangen banget sama Mama. aku kali ini gak sendiri, kenalkan Ma ini menantu Mama istri aku. Namanya Ananda Larisa panggilannya Nanda,” ujar Dion bicara pada Mamanya.“Wajah kalian juga serupa kalau lagi kesal.” Canda Dion menepuk pundak Nanda.Wajah Nanda berubah cemberut merespon candaan Dion. Dia menoleh ke Dion dengan bola matanya yang besar. Dion terbahak lepas melihat raut wajah Nanda.Dag. Dig. Dug.Tersentak jantung Nanda deg-degan lagi sangat cepat. Dia menepuk wajahnya agar tidak salah tingkah ketika ia melihat Dion yang tertawa dengan bibirnya begitu manis. Dia merasakan ada sisi kehangatan dibalik sikapnya yang dingin terkadang juga tampak menakutkan.Nanda berpikir, “ Seandainya Dion mau jujur dengan hatinya, apa yang ia rasakan pasti dia tidak merasa sendiri. Kamu berhak bahagia Dion”.Selanjutnya, segera Nanda mendekat pada Mamanya Dion dan memperkenalkan dirinya.“Hallo Ma, ini aku Nanda istrinya Dion. Umur aku baru masuk 19 Tahun, makanan favorit aku ayam goreng cabai hijau. Aku sebelum menikah tinggal sama Ayah dan Abang aku Ma, namanya Leon. Kapan-kapan nanti aku ajak Ayah bertemu Mama,” seru Nanda.Nanda duduk berhadapan dengan Mamanya Dion. Terlihat sorot bahagia dari mata Mamanya Dion, dia berkedip senang menyambut Nanda.Lantas Dion merasakan hatinya damai lagi selagi memandangi interaksi Nanda dan Mamanya.Dion bergeming, “Entahlah denyut jantung semakin berdegup kencang, Nanda sangat menarik perhatianku”.Wajah Dion sumringah dia masih memasati Nanda dan Mamanya.Mengejutkan tangan Dion disenggol seseorang yang tak lain sahabatnya sendiri, Alvin namanya. Dia Dokter yang khusus diminta Dion merawat Mamanya. Ada juga Dokter Anwar, Dokter spesialis Bedah saraf merawat Mamanya Dion juga.“Kamu vin, kirain siapa.” Tegur Dion.Alvin menarik tangan Dion mengarah belakang supaya menjauh dari keberadaan Nandan dan Mamanya Dion untuk mengajak bicara berdua. Tergambar jelas banyak pertanyaan yang ingin dilontarkan Alvin tentang pernikahan Dion dan Nanda.“Cantik juga istri kamu tanpa make up,” gurau Alvin, sahabat Dion sekaligus dokter yang merawat Mamanya Dion.“Kapan kira-kira operasi ulangnya bisa dilakukan?” tanya Dion mengalihkan topik.“Kita atur lagi,” jawab Alvin“Kelamaan itu Alvin. Dia memang stabil tapi sering muntah aku gak tega lihat Mama,” timpal Dion.“Masa pemulihan tidak bisa instan Dion, semua butuh proses. Apalagi mengingat perawatan buruk yang Mama kamu terima di rumah Papa kamu dulu,” Terang Alvin“Sebentar lagi Dokter Anwar kesini, kamu diskusikan saja sama dia,” ujar Alvin.Dion menganggukkan kepala lalu dia mengajak Alvin keluar kamar rawat Mamanya.Selesai diskusi dengan Dokter Anwar tentang operasi Mamanya, Dion menghampiri keberadaan Mamanya dan Nanda. Dion memandangi Nanda yang mencoba mengajak komunikasi dengan Mamanya.“Semarah apapun kamu sama wanita tapi dimata kita wanita itu kasih kita ketenangan, itu namanya cinta.” Bisik Alvin mengagetkan Dion.“Aku gak tahu perasaan cinta itu seperti apa tapi yang jelas, aku memilih Nanda karena dia bisa jadi istri pengabdi menuruti perintah aku. Simpatinya luar biasa dia tunjukkan ketika berkenalan dengan Mama. Tidak ada kepura-puraan dimatanya melihat kondisi Mama, kamu saja bisa lihat betapa konyolnya dia menghibur Mama.” Terang Dion.Sontak keduanya tertawa melihat Nanda bermain gelembung sabun di depan Mamanya Dion dan suster Ani.Alvin penasaran dengan keputusan Dion melakukan pernikahan kontrak dengan Nanda dan melontarkan pertanyaan Pada Dion.“Kenapa kamu menikahi Nanda dengan kontrak? Kenapa gak menikah dengan perasaan yang alami, gak usah pakai kontrak. Toh kalian resmi menikah secara sah,” ujar Alvin.“Tujuan aku menikah kontrak, aku ingin secepatnya menjadi pemilik perusahaan papa dan menyingkirkan Feni,” jelas Dion.“Kamu mengawali pernikahan kontrak sama saja bohong pada kehidupan, cukup Mama kamu yang jadi korban kebohongan Papa kamu. Kamu jangan korbankan Nanda,” nasihat Alvin mengoyahkan luka hatinya.***Setelah mengunjungi Mamanya Dion, mereka berangkat pamitan pergi dengan Mamanya Dion, Alfin dan suster Ani sedangkan Dokter Anwar berkunjung sebentar saja karena banyak jadwal operasi.Kemudian Dion menepikan mobilnya dan membeli dua capucino panas untuk diperjalanan pulang.Selesai dari membeli capucino, pagar pembatas dihati Dion sedikit demi sedikit mulai terkikis karena mulai ada rasa nyaman bersama Nanda. Dia menceritakan sesuai ingatan masa lalunya kenapa Mamanya sampai harus duduk dikursi roda.Dion berkata pada Nanda, jika dia ingat jelas semua kejadian menyakitkan waktu umurnya delapan tahun walaupun terbilang masih kecil, Dion anak yang pintar, cerdas dan punya daya ingat cukup kuat. Kepala Mamanya terluka parah waktu terlibat pertengkaran dengan Feni yang dulu menjadi simpanan Papanya.“Mama pasti trauma sekali dengan perselingkuhan Papa,” ujar Nanda.“Iya, operasi Mama ku gagal bahkan dia terkurung dirumah Papa dengan pengobatan seadanya. Keluarga Mama sama sekali tidak tahu kejadian sebenarnya, mereka percaya dengan Papa untuk merawat Mama. Aku benaran tidak bisa berkutik,” cerita Dion.“Di satu sisi aku ingin sekali ungkapin kejadian Mama dan tidak ingin memaafkan Papa tapi di satu sisi aku sayang mereka berdua, aku tidak ingin Feni menang dan keluargaku hancur menderita begitu saja. “ sambung Dion.Kemudian Dion melanjutkan ceritanya. Kala itu Amukkan Mamanya begitu dahsyat mengobrak-abrik isi rumah mereka melemparkan semua barang didepan matanya. Sebab, Mamanya Dion paling benci kebohongan dan pengkhianatan. Mamanya Dion kalang kabut melihat Papanya Dion membawa selingkuhannya masuk kedalam rumah dan menuntut pengakuan. Ditambah amarah Mamanya meledak melihat Papanya pasang badan melindungi selingkuhannya.Tanpa berpikir panjang Mamanya Dion mengambil pecahan beling ingin menusuk Feni.Nanda prihatin melihat Dion bicara dengan matanya bebinar membendung sesak didada.“Kata-kata terakhir yang diucapkan Mama sebelum dirinya terluka dan tidak bisa bicara. Dia bicara sama Feni, salah satu dari kita harus ada yang pergi dari dunia ini, aku atau kamu.” kata Dion menirukan omongan terakhir Mamanya.“Sebelum Mama berkata seperti itu, dia berjalan sambil menatap ku disela lemari ruang keluarga. Sorot Mata Mama sangat perih, hati dan batinnya terluka. Aku ketakutan dan hanya bisa sembunyi melihat semua kejadian mereka bertiga.”Tampah Dion emosinya meluap menceritakan semua yang dia pendam selama ini.Nafas Dion terisak masih manceritakan awal luka hatinya.Mamanya Dion berusaha mendorong Papanya Dion untuk menyingkir agar Mamanya Dion bisa menjakau Tubuh Feni.Betapa papanya dibutakan cintanya Feni dan dimanjakan dengan tubuh Feni yang masih kencang, juga sedang hamil mudah. Papanya menampar kencang dengan ekstra tenaganya mendorong Mamanya Dion, akibatnya tubuh Mamanya terhempas mengenai siku meja ruang keluar.“Mama”Dion nangis menjerit melihat Mamanya berlumuran darah. Begitu juga sontak Papanya khilaf, dia menangis dengan perasaan menyesalnya. Ia bergegas ingin menyelamatkan Mamanya Dion dan membawak ke rumah sakit tapi Feni menahan tindakan Papanya Dion untuk membawa ke rumah sakit.Dion mendengar jelas bisikkan Feni pada Papanya bikin Dion kecewa pada Papanya dan Feni“Jangan dibawah terang-terangan ke rumah sakit nanti masuk berita kriminal, resikonya tinggi sayang. Perusahaan kamu lagi berkembang, bagaimana kalau sampai rekan kerja kamu tahu. Semua orang bisa memandang kamu sebelah mata,” Usul Feni.Mamanya Dion juga memiliki saham diperusahaan Papanya Dion. Lekas Papanya Dion mengarang cerita Mamanya jatuh terpeleset, dia mengatur semua pengobatan Mamanya Dion dirumah sakit secara tertutup.Dari kejadian orang tuanya, terbentuk luka dan dendam di hati Dion melihat Papanya Dion tidak jujur demi Feni. Dion juga tidak punya kekuatan untuk melawan Papanya ingin mengungkap kebenaran Mamanya terluka, Papanya selalu menahan Dion berkata jujur pada keluarga Mamanya Dion.Akhirnya Dion berhasrat menjadi orang sukse sampai tiba beranjak dewasa, di umur 31 Tahun Dion sudah bawa kabur Mamanya dan mengambil alih tanggung jawab menyembuhkan Mamanya.Operasi Mamanya sudah gagal beberapa kali, bertahun-tahun dirawat oleh petugas medis dibawah perintah Feni. Alhasil tidak ada kemajuan dari proses penyembuhan Mamanya.Semua petugas medis hilang jejak setelah melakukan operasi Mamanya, Dion terus mengumpulkan bukti yang kuat menuntut kebenaran.Kembali ke Dion meneruskan ceritanya berdua bersama Nanda.“Semua ingatan pahit itu terus berputar dikepala aku. Pertengkaran maut antara ketiganya, terlebih Feni menghalangi niat Papa membawa Mama ke rumah sakit.” Kata Dion menyesak.Insting Nanda bergejolak ikut merasakan kepedihan yang dirasakan Dion. Secara natural Nanda mengelus wajah Dion dengan lembut untuk membuatnya tenang.Spontan wajah keduanya saling mencuri pandang lalu berubah merah karena tersipu malu bercampur gugup.Apalagi Nanda gelagapan dia bingung dengan gerakannya mengelus wajah Dion. Dia menghentingkan aksinya membawa tangannya menjauh dari wajah Dion.Batin Nanda kacau, “Nanda kamu benar-benar gila, kenapa tangan ku gerak sendiri pakai sentuh wajah Dion”.“Ehem,” suara batuk Dion bertanda kalau Dia juga merasakan hal yang sama seperti Nanda penuh kebingungan, gugup dan malu.Kecanggungan membuat suasana mereka diperjalanan sangat kaku dan sunyi.***Ketika maka malam dirumah keluarga Dion, Papanya bertanya tentang malam pertama mereka sebagai suami istri.“Kapan kalian bulan madu?” tanya Papa Dion.“Belum ada rencana aku lagi sibuk,” jawab Dion singkat.“Gimana Nanda rasanya sudah menjadi istri sah Dion, ada perubahan gak dari sikap Dion ke kamu?” tanya Papanya Dion.“Banyak berunah Pa. Dia semakin terbuka dan jauh lebih baik memperlakukan aku sebagai istri,” jawab Nanda yakin.“Sebelum menikah Kak Nanda diperlakukan buruk ya sama Dion seperti wanita sewaan gitu,” sindir Geri melirik pada Nanda.Sontak Dion dan Nanda kaget atas ucapan Geri seperti mengarah pernikahan kontrak mereka.Dion menghentakan sendoknya karena ulah Geri berusaha mengorek urusan pribadinya.Nanda dengan cepat mencegah tindakan buruk Dion didepan Papanya.“Sebelum menikah dia agak kaku tapi setelah menikah dengannya, aku yakin dia sangat menghargai seorang wanita seperti dia menyayangi Mamanya.” Omongan Nanda membuat semua keluarga Dion berpusat padanya.Nand
Akhirnya Nanda bertemu dengan Ali dengan tampilan berbeda. Tidak lupa dia membawa buah tangan untuk Ali dan OB kantor lainnya.“Halo semua,” sapa Nanda diruang OB.“Wah, Nanda sesuatu luar biasa Istri CEO kita berkunjung keruang OB.” Seru Lia senior OB waktu Nanda kerja dulu."Kalian bisa saja, aku kangen sama kalian," sorak Nanda berkoar merapat dengan para seniornya.Nanda memberikan bingkisan yang dia bawak, senior OB begitu senang atas pemberian Nanda."Wah bagus banget jaket ini terima kasih Nanda," seru Budi seumuran dengan Ali. "Sama-sama Pak de Budi," sahut Nanda tersenyum riang."Bagus banget setelan baju ini pasti mahal harganya," ujar Lia."Gak Lia masih terjangkau, ada lagi itu tas buat kita nanti pergi." Sorak Nanda kegirangan bersama Lia.Mereka makan pizza bersama saling bercanda mengingat masa kerja dulu. Kemudian Ali menyepikan Nanda menjauh dari yang lain“Gimana Nanda perlakuan Pak Dion ke kamu?” tanya Ali.“Aman Pak de ternyata Dion orangnya baik,” jawab Nanda.“Su
Hari di mana rencana bulan madu akan terlaksana, Dion mengatakan pada Nanda jika mereka berdua akan pergi ke Bali.“Besok kita akan pergi ke Bali,” ujar Dion pada Nanda.Duar.Jantung Nanda hampir copot, nafasnya tidak beraturan dan matanya mendelik bulat mendengar ucapan Dion.Pikir Nanda, “Dion ajak aku pergi ke Bali buat apa, jangan bilang untuk meniduri aku”.Lidahnya mengeras, bibirnya merapat bahkan mengeluarkan suara pun tidak sanggup. Tubunya tegang dihadapan Dion, diam menyerupai patung. Dion tertawa geli melihat Nanda tampak canggung sedangkan Nanda sempat-sempatnya terpana melihat Dion menertawakan dirinya.Nanda membatin, “Akhirnya terlukis lagi senyuman manis dibibir tipis milik Dion, astaga mikir apa aku ini kotor sekali”.Nanda menaplok jidatnya untuk kembali sadar. Dia tidak boleh jatuh cinta dengan Dion sebab dia teringat kontrak pernikahannya.“Kamu mau tahu gak kenapa kita pergi ke Bali,” kata Dion menatap Nanda.Tetap saja Nanda tidak bersuara, dia tidak ingin asal
Dion dan Nanda masih berada di Bali, mereka jalan-jalan menikmati sunset di pantai. Genggaman tangan Dion sangat erat dan tidak lepas dari tangan Nanda.Mereka juga mampir ke pusat oleh-oleh di Bali, membeli semua barang-barang unik di Bali. Tiba-tiba Dion melingkarkan sebuah kalung berlian cantik ke leher Nanda. Tersentak Nanda begitu terharu atas perhatian Dion padanya."Cantik sekali," ungkap Nanda berkaca-kaca."Tanda merah dileher kamu lebih bagus," canda Dion sembari menunjukkan bekas ciuman dahsyat dari dia di leher Nanda."Kamu sih ganas banget untuk bernafas saja aku engap," sewot Nanda mencubit perut Dion."HaHaHa," tawa Dion geli.Mereka melanjutkan jalan-jalan lagi mengintari pulau Bali. Nanda juga menyadari kalau cincin pernikahan terus melingkar di jari manis tangan kanan Dion.Batin Nanda, "Benar kah dia sudah berubah, bagaimana dengan kontrak pernikahan kami. Apakah cinta Dion yang didepan ku itu palsu".Duduk di pinggir kolam berenang, mereka duduk merasakan desiran an
Selesai pulang bulan madu, Dion dan Nanda istirahat di rumah dengan kebiasaan baru mereka. Tidur dalam satu kamar. “Aku gak papa kan tidur dikamar kamu?” tanya Dion.Nanda mangangguk tanda setuju Dion tidur di sampingnya.Batin Nanda, "gimana dengan kontrak pernikahan ku sama Dion, bahas atau tidak ya tapi takutnya aku dan Dion malah berdebat".“Kamu kenapa, ada yang mau kamu tanyakan sama aku?” tanya Dion.Nanda masih bergelut dengan isi kepalanya, wajah bimbangnya tampak tertera dari tatapan Nanda. Bagi Nanda bukan perkara mudah untuk tidur bersama tapi dia sudah terhanyut dalam dan menyatu dengan tubuh Dion. Nanda ingin sekali menuntut perasaan cinta yang tulus dari Dion tapi ketakutannya dengan kontrak pernikahan menjadi tembok besar untuknya. Sekarang dia hanya bisa menunggu kepastian dari Dion soal pernikahan mereka, kontrak sementara atau selamanya. Kata cinta dari Dion sangat terdengar kosong, dia harus siap sebagai alat untuk mencapai tujuan Dion dan itu tidak bisa di pungkir
Besoknya di pagi hari, kebetulan mereka keluar dari ruangan secara bersamaan. Mereka saling bertukar tatapan canggung. Dion melengoskan wajah di hadapan Nanda. Dia bersikap acuh terus berjalan tanpa menyapa ataupun berbicara pada Nanda. Dion hendak meminum secangkir kopi panas dan roti isi selai kacang, sedangkan Nanda makan cereal di atas meja makan untuk sarapan. Nanda memasang wajah cemberut setiap kali bertemu muka dengan Dion. Mereka berdiam diri tidak saling menegur dan aktif dengan ponselnya sendiri-sendiri. Seketika ada chat masuk dari Lia, mantan rekan kerja Nanda sama-sama OB di perusahaan Dion.Lia[Nanda ada festival makanan di kantor, kamu kesini ya kumpul bareng, kita-kita kangen sama kamu. Jangan lupa izin dulu sama Pak Dion ya Nanda,] Nanda,[Oke Lia nanti aku kabari secepatnya kalau udah dapat izin dari Dion]Nanda terus melirik ke Dion yang sedang menonton berita pagi. Tidak mudah untuknya duluan mengajak Dion bicara, yang ada Dion pasti cuek dengannya. Setiap ka
Selanjutnya selesai acara festival di perusahaan Dion, Hanif yang sedang mencari-cari keberadaan Nanda akhirnya ketemu. Nanda termenung sendirian. "Ibu Nanda," tegur Hanif."Iya Pak Hanif," sahut Nanda."Pak Dion sudah menunggu Ibu di dalam mobil," seru Hanif."Ayo," balas Nanda lalu berdiri dan melangkah bersama Hanif menuju mobil.Dion dan Nanda masih terpaku diam satu sama lain. Hanif juga tidak berani untuk berkata akibat ulah ketiga pegawai wanita pada Nanda. Nanda masih menguatkan jiwa dan raganya untuk tetap tegar dan tidak terus-terusan meratapi cibiran orang-orang yang menyepelekannya.Helaan nafas Nanda sangat panjang bahkan tarikan nafasnya amat dalam terdengar sangat jelas keluhannya yang tertanam di benaknya. Nanda berpikir,"Merengek pada diri sendiri sekarang percuma, solusinya aku jalani saja hidup yang suda terlanjur di buat oleh kontrak pernikahan".Bibirnya manyun selama di perjalanan menuju pulang. Dion menyadari drama yang di rasakan Nanda saat ini adalah sebagia
Dion sudah pulang ke rumah Ayahnya Nanda setelah memberi Nanda waktu menyendiri. Dia mengetuk pintu kamar berniat masuk untuk istirahat.“Nanda,” panggilnya.Lantas Nanda membuka pintu kamarnya. Lalu Dion masuk dan Nanda kembali terbaring di atas kasur. Dion mengambil setelan baju tidur yang sudah dilipat Nanda. Dia ingin sekali merangkul tubuh Nanda tapi dia tahan karena Nanda lagi masa memulihkan mentalnya.Mereka tidur saling membelakangi tubuh. Sejak Nanda menikah, kasur di kamarnya sudah diganti Ayahnya Nanda dari ukuran single jadi king. Kedua bola mata Nanda tidak bisa menutup rasa kantuk di kalahkan dengan rasa jenuh. Kedua kakinya Nanda tidak bisa diam, bergerak mengikuti pikirannya yang lagi kusut.“Kaki kamu bisa diam tidak,” ketus Dion. Sontak kedua kakinya terdiam, tapi selang beberapa menit kedua kakinya bergerak kembali. Dion jengkel kemudian dia menahan kedua kaki dan tubuh Nanda dalam dekapan erat. Dia membelai rambut Nanda dengan kedua matanya terpejam.“Aku ngantu
Aksi ke tiga wanita jahat itu berlanjut, Nanda di Bawak ke sebuah gudang gelap. Lalu Nanda di sekap di dalamnya. Mereka mengawasi sekeliling gudang tersebut, menjaga Nanda supaya tidak kabur. "Rasakan penyiksaan kamu Nanda, siapa suruh punya suami sombong asal pecat orang." Oceh salah satu wanita dari ketiga orang jahat itu. "Berapa jam ke depan aku pastikan dia tidak mungkin terbangun, efek obat tidur itu sangat kuat dosisnya," sahut wanita jahat yang lain. "Kasihan sama janinnya, kata orang kantor dia lagi hamil," ucap salah satu orang jahat yang iba pada Nanda. Dari ketiga wanita jahat itu, dua di antara mereka. Menancapkan tatapan kejam pada Nanda. Namun, salah satu wanita di antara mereka. Ada yang simpati pada Nanda. Tiba di tempat tujuan dalam gudang, bekas usaha keluarga salah satu wanita jahat tersebut.. Nanda belum sadarkan diri. Matanya masih terpejam dan di saat itulah, mereke bertiga menyeret tubuh Nanda masuk ke dalam gudang. Mereka juga mengirim video pada Dion,
Nanda dan Dion sudah berada di rumah mereka. Hari di mana Nanda sudah bertekad untuk tidak takut dengan apapun. Ancaman, bahaya dari seseorang tidak mematahkan semangat hidupnya. Dia akan memaksakan diri, pergi keluar rumah untuk memancing orang yang kemarin hampir mencelakainya. Misalkan, orang itu keluar dan berani berhadapan langsung dengan Nanda. Ia pasti mengerahkan tenaganya untuk melawan orang tersebut.Nanda dalam hatinya,"Keluarlah kamu orang jahat, aku tidak takut. Kamu akan aku hajar sampai mati ketakutan."Dia berpikir seperti itu sambil menyisir rambut panjangnya yang indah dan tebal. Tidak lupa dia memakai make up agak terang dan baju hamil gamis berdasar Kanit, dengan warna cream sampai ke bawah betis.Sekejap terlintas di pikirannya, tentang kejadian dia jatuh tempo hari."Apa Laura yang mendorong aku kemarin," gumam Nanda pelan sekali. Nanda terdiam karena Dion keluar dari kamar mandi. Dion mencium aroma parfum vanila. Spontan dia samperin istrinya dan memeluknya dar
Berlanjut Nanda belum pulang dari rumah Ayahnya. Pagi-pagi sekali, dia maju mundur untuk bercerita dengan Dion. Dia termangu menatapi muka Dion yang masih terlelap tidur.Nanda bergumam sendiri, "Apa aku cerita saja pas pulang ke rumah Dion." Keraguan Nanda terus mengitari pikirannya, kepalanya menggeleng berkali-kali. Dia beranjak dari tempat tidur untuk menyenangkan dirinya. Dia memanjakan diri dengan mandi di baluri lulur dan pakai masker wajah. Selesai mandi dia membuat jus buah anti stress, strawberry, apel, daun mint, blueberry dan pisang. Setiap tegukan jus buah, jleb.. bikin pikirannya adem. Dia juga membuat sandwich isi daging yang tampak lezat."Wah...wah...wah...! sejak lu menikah Nanda, gue perhatiin selera lu jadi kebarat-baratan. Beruntung muka lu mirip Ibu kalau mirip Ayah kayak gue, pasti lu di bilang udik, Ha-ha." guyon Leon tertawa.Nanda reflek melempar buah apel ke perut Leon agar Leon berhenti tertawa. Dia melanjutkan meminum teh sembari sesekali, melihat jam din
Setelah kemarin Nanda terguncang di ikuti orang, saat ini ia masih di rumah Ayahnya. Dia menunggu Dion pulang bekerja sambil jajan telur gulung di depan gang rumahnya. Tidak lupa dia di temani Ayahnya jajan karena dia agak takut keluar sendirian sekarang. Perasaan was-was selalu meliputi dirinya. Matanya terus memperhatikan orang-orang yang lewat di depannya. Nanda juga waspada agak berjarak dengan orang lain, ketika berpapasan.Dia lebih siaga dan siap melindungi dirinya. Dia tidak bisa terbelenggu oleh rasa takut berlebihan. Efeknya akan lari ke janin dalam kandungannya.Dia tetap menjaga sugestinya untuk tidak tegang menghadapi situasi. Menghibur dirinya dengan cara bercengkerama sesama orang sekelilingnya."Lebih baik Dion tidak usah tahu. Bisa-bisa kalau aku bahas peristiwa kemarin, kepala ku pasti pusing. Dedek dalam perut pasti ikut pusing, aku gak mau mengungkitnya lagi," gumam Nanda sendiri.Tak lama kemudian, Dion datang pulang dari kantor. Lantas buru-buru Nanda menyambut
Lusanya, ketika sarapan pagi bersama. Nanda hendak mengatakan niatnya menginap di rumah Ayahnya, pada Dion dan Mama mertuanya. Dia memulai omongan duluan untuk membuka obrolan bersama."Dion.. Mama..! Nanda boleh izin menginap di rumah Ayah. Nanda kangen rumah," ujar Nanda meminta izin."Tentu boleh sayang, gimana Dion?" tanya Mamanya."Iya boleh banget. Entar aku susul ikut menginap di sana selesai pulang kerja," balas Dion sambil mengunyah roti lapis. "Dion, Mama, makasih banyak," ucap Nanda tersenyum manis.Dion dan Mamanya mengangguk, mereka tersenyum lebar tertuju pada Nanda.Selesai sarapan, Nanda di kamar bersiap pergi, Dion sudah pergi bekerja dan Mamanya Dion control ke rumah sakit.Sementara di ruang makan rumah lagi, Feni pun memberi informasi ke Laura. Jika Nanda ingin keluar rumah menginap di rumah Ayahnya Nanda.Laura pun gesit merespon chat dari Feni, dia sepertinya mau menyamar untuk membuntuti Nanda. Laura memakai sepan jeans biru dan kemeja longgar serta memakai mas
Seperti yang di rencanakan Nanda, Dion dan Helena mereka mengajak semua keluarga pergi piknik bersama. Tidak lupa mereka menyewa tempat area terbuka dan mendirikan tenda, serta makanan lengkap, di kawasan camping pinggir kota. Tempatnya asri, banyak tumbuhan hijau dan pohon menjuntai tinggi, lahannya terbuka dan terdapat danau buatan, Kali ini Gerry dan istrinya di ajak untuk ikut piknik. Ada juga Arya di ajak Kakek Wisnu untuk mendampinginya sebagai sekertaris. Kakek Wisnu tidak ingin merepotkan cucu-cucunya yang sedang berbahagia.Feni dan Bianca bertugas memasak seafood bakar, BBQ daging sapi, dan jenis makanan lainnya. Nanda bahagia sekali keluarganya dan keluarga suaminya bersama menjalin hubungan.Tangannya terus berucap syukur berkat kandungannya, dia di beri semangat untuk melindungi dirinya sendiri dan calon anaknya. Dia berbisik pada calon anaknya,"Nak.. Mama gak sabar sekali mau gendong kamu dan ingin cerita sama kamu kalau sekarang Mama lagi bahagia." Bisikan Nanda sampa
Setelah kemarin di rumah Dion foto keluarga, akan ada Acara besar penyambutan sekaligus memperkenalkan Leon dan Nanda sebagai cucu dari anak kedua Kakek Wisnu. Nanda mengetahui itu dari chat grup keluarga Kakek Wisnu.Kerajaan perusahaan Kakek Wisnu bergerak di beberapa bidang. Ekspor impor salah satunya mengindukkan perusahaan bagian ekspor impor perusahaan Papanya Dion. Investasi pertambangan emas, minyak sawit resmi jangka panjang. Pasaran bisnis perusahaan Kakek Wisnu berpusat ke timur seperti Dubai, Qatar, Turki dan Emirates united.Leon dan Nanda senantiasa menerima ajakan dari Helena, Marco dan Zayn. Ikut juga Ayahnya Nanda, Mama Dan Papanya Dion, akan datang di acara penting di rumah Kakek Wisnu.Nanda, Mama dan Papanya Dion, Feni dan Bianca turut di undang ke acara rumah Kakek Wisnu. Nanda belum beri tahu rangkaian apa acara di rumah Kakek Wisnu. Sedangkan Ayahnya Nanda dan Leon juga Dion yang sedang bekerja, menyusul langsung ke rumah Kakek Wisnu.Di tempat berbeda, melalui c
Hari Minggu pagi rumah Dion kedatangan fotografer beserta para asistennya. Mereka berjumlah enam orang membawa perkakas peralatan mereka. Mamanya Dion dan Nanda saling oper pandang, ada apa sebenarnya sampai Dion membawa orang membawa kamera dan lighting."Dion ada apa ini, ada acara di rumah?" tanya Nanda penasaran."Aku mau kita Poto keluarga bersama," terang Dion.Enam orang tersebut yang di sewa Dion menyulap ruang keluarga menjadi studio Poto. Lengkap juga dengan dekorasi cantik dan juga bisa Poto formal.Alhasil Nanda tampak antusias dengan tindakan Dion. Mamanya juga sudah melewatkan tumbuh kembang Dion tanpa jejak poto dan video."Ma, sekarang Mama sudah sembuh walaupun belum sembuh total. Tinggal kedua kaki Mama harus sembuh, aku sengaja bayar fotografer ke rumah biar Mama gak repot ke sana kemari. Sekalian aku mau ada poto kita dan Nanda serta papa juga," omong Dion membuat Mamanya pilu."Iya anak ku," balas Mamanya Dion memeluk erat anaknya.Seketika suasana berubah jadi sed
Setelah kemarin ziarah ke makam Ibunya Nanda, pagi harinya Helena main ke rumah Dion. Dia ingin mengajak Nanda jalan-jalan bersama. Helena sangat menyukai style simpel tapi berkelas. Barang yang ia pakai dari atas kepala sampai ujung kaki, edisi terbatas dan harganya fantastis. Setiap kali biaya penampilannya, setara dengan satu unit mobil merakyat.Di waktu bersamaan Nanda sudah bersiap, beriring melayani keperluan Dion ke kantor. Ya, mereka sekarang sudah tidur di kamar utama. Kamar yang semula di tempati Papanya Dion dan Feni. Mereka belum terbiasa saja melakukan aktifitas berdua di dalam kamar. Sebab, akhir-akhir ini mereka berdua di sibukkan kasih pelajaran buat Feni. Belum ada di pikiran mereka untuk bermesraan lebih intens dari sebelumnya."Kamu cantik sekali pagi ini," kecup Dion di kening Nanda."Makasih, kamu juga ganteng seperti biasanya plus judes kamu juga belum berkurang HaHaHa," canda Nanda mengerjai Dion."Asal kamu bahagia aku rela di katain kamu setiap detik, ayo k