Masih bisa mikirin kostum kucing 🐱
“Maaf, aku pasti mengejutkanmu, Elena ....” Andrew mengulas senyum, tetapi tak seperti sedang ingin tersenyum. Elena melirik ke arah kamar mandi yang ada di ujung parkiran. Berharap Logan akan segera muncul. Tetapi, yang dinanti tak kunjung keluar. “Paman Andrew, apa kabarmu? Aku sangat terkejut melihat Paman tiba-tiba muncul di sini ....” Elena berusaha mengulur waktu hingga Logan kembali. “Aku baik-baik saja. Bisa minta waktumu sebentar? Paman ingin membicarakan masalah Anna.” Pikiran Elena langsung tertuju pada kata-kata Jason tentang kecurigaannya terhadap Andrew. Mau tak mau, Elena jadi waspada kepada pamannya sendiri. “Ada apa dengan Anna, Paman?” Andrew menaikkan alis ketika mendengar Elena memanggil sang ibu tiri hanya dengan nama. “Anna menghubungiku kemarin. Biasakah kita bicara di tempat lain? Aku tidak mau ada orang yang mendengar masalah keluarga kita.” “Tunggu sebentar, Paman. Sopirku bisa mencari jika aku pergi dari sini.” Tepat ketika Andrew membuka mulut akan bi
“Aku ... hamil?” Elena menggeleng tak percaya. Bagaimana itu bisa terjadi di saat dirinya masih harus menyembuhkan diri dari kutukan tersebut?William mendekati Elena dengan mata berkaca-kaca. Kemudian dia memeluk sang putri dengan kebahagiaan yang meluap-luap. “Akhirnya ... selamat, Sayang!”Elena tak bisa mengatakan apa pun untuk menanggapi William. Dia senang sekaligus takut di saat yang sama.“Elena, apa kau tidak bahagia dengan kehamilanmu? Kenapa wajahmu seperti ini?”“Aku ... bahagia, Papa. Aku hanya terkejut ....”“Setelah memeriksakan kandunganmu, mari kita pulang dan merayakan kehamilanmu bersama Jason.” William sangat bersemangat. Dia tak sabar ingin merayakan akan hadirnya seorang cucu yang sangat dinantikannya bersama orang-orang dekatnya.Elena cepat-cepat mencegah rencana William. “Tidak, Papa .... Tolong rahasiakan dulu kehamilanku dari Jason. Aku yang akan memberi tahu Jason sendiri untuk kejutan. Pokoknya, Papa tidak boleh bilang sebelum Jason yang lebih du
Menikah dengan Elena merupakan satu kebahagiaan besar yang pernah Jason capai. Dan sekarang, Elena sedang mengandung anaknya? Apakah dia tak salah mendengar? Jason ingin memastikan jika Elena tak sedang bergurau. “Kau ... tidak sedang membohongiku, bukan?” Telapak tangan besar dan kekar itu membelai perut Elena, seakan-akan ingin mencari tahu keberadaan buah hatinya sendiri. “Kenapa aku harus berbohong dengan berita yang membahagiakan ini?” “Sungguh?” tanya Jason dengan suara serak. Elena mengangguk penuh keharuan. Tak sia-sia Jason mengorbankan diri. Jika kehidupan yang sekarang hanya mimpi, Jason tak ingin bangun lagi. Dia ingin tinggal selamanya di tempat ini. Tanpa disadari, setetes air mata jatuh di pipi. Pria dewasa yang dulu berhenti menangis sejak usia lima tahun itu, tersenyum dan menangis tanpa peduli harga dirinya akan terjatuh. “Jason ... kau akan jadi seorang ayah.” Elena memeluk Jason sambil berlutut di ranjang. Jason membenamkan wajah di perut Elena sambil memelu
Senyuman di bibir Elena menghilang tatkala melihat ada orang lain di ruangan yang telah dipersiapkan William. Jason merangkul pinggang Elena dengan protektif. “Elena, cepat duduk sini.” William tersenyum canggung. “Paman Andrew, apa kabar?” sapa Elena, seolah-olah mereka lama tak berjumpa. Andrew mungkin ingin merahasiakan pertemuan mereka waktu itu, pikir Elena. “Kita bertemu kemarin. Aku sudah bicara dengan William.” Tak seperti dugaan Elena, Andrew justru jujur pada semua orang. Hal tersebut menghilangkan sedikit keraguan kepada sang paman. “Kau seharusnya mampir dulu ke sini. Kenapa mengganggu Elena?” keluh William, menyembunyikan rasa gelisah. “Aku ingin menyapa Elena sekaligus Jason karena ada bisnis di dekat kantormu.” “Sudah, sudah ... lihat, William sudah menyiapkan hidangan besar-besaran untuk kita. Kau pasti tahu kita akan datang ke sini, Kakak Ipar,” tebak Whitney, istri Andrew. Tebakan Whitney salah. Hidangan itu dikhususkan untuk merayakan berita membahagiakan Ele
Ruby memutar sebuah botol kecil di tangannya. Cairan bening di dalamnya beraroma wangi cukup tajam meski tertutup rapat. Wanita itu mengernyit dan menjauhkan botol dari hidungnya. Aroma tersebut membuatnya mual karena terlalu pekat. “Apa maksudmu berkata seperti itu? Selamat dari apa? Dan untuk apa aku harus memercayai orang asing yang bahkan tidak menyebutkan namanya?” cecar Ruby. Setelah tahu bahwa Elena mengandung anak Jason, Ruby yakin jika Elena mencintai pria itu. Tak mungkin dia akan melakukan sesuatu yang akan mencelakakan pria yang merupakan sumber kebahagiaan dan ayah dari anak pertama Elena. Orang itu tersenyum misterius. “Berikan dan katakan saja kepada Jason. Kau bisa bertanya padanya jika penasaran. Jika kau tidak memberikan itu dan terjadi sesuatu dengan mereka suatu saat nanti, semua karena salahmu.” “Sudah dulu, ya. Aku sudah berbaik hati menolong majikanmu sampai repot-repot datang ke sini. Katakan kepada Jason supaya tidak perlu mencariku lagi.” Sebelum Ruby me
Jason menyambar botol itu dari tangan Elena. Hampir saja Elena menyia-nyiakan cairan yang mungkin benar-benar penawar untuk dijadikan parfum. “Jason! Kenapa teriak-teriak!? Bagaimana kalau aku dan bayi kita kena serangan jantung!?” sergah Elena kaget. “Memangnya apa ini? Apa kau berniat membelikan parfum untuk wanita lain?” tuduhnya. “Maaf ... ini ... aku mendapatkan sampel ramuan untuk kutukan atau penyakit ini. Aku akan memeriksakan kandungannya lebih dulu.” Wajah Elena mengernyit curiga. “Sungguh? Kenapa aromanya sangat wangi? Siapa yang memberikan padamu? Mungkin dia salah mengambil parfum.” “Salah satu pengawal kita mendapatkan informasi dan segera membeli ramuan ini. Aku tidak tahu dia membeli di mana.” “Coba lihat ....” Elena kembali merebut botol kaca itu untuk mengamati dengan memicingkan mata. Seakan-akan dia sedang mencari sesuatu selain cairan bening di dalamnya. “Aku akan menyimpannya dulu, Elena. Ramuan ini hanya ada satu ....” Elena memberikan ramuan itu kepada Ja
“Apa!?” pekik Elena begitu mendengar permintaan Luna. ‘Wanita ini benar-benar menggelikan,’ batinnya. “Kau tidak mau?” Luna berkacak pinggang, seolah-olah ingin mengadukan Elena. Elena mencebik, kemudian meraih ponselnya. “Aku akan bilang Jason dulu.” “Yes!” Luna berseru senang. Jason masih di ruang rapat dan tak mengangkat telepon. Elena meninggalkan pesan singkat dan catatan kecil di meja kerja Jason supaya tak mencemaskan dirinya. “Wah, Nyonya Besar juga takut membuat Tuan Jason marah ternyata ....” Luna tersenyum remeh selagi mengintip tulisan Elena. “Siapa yang takut?! Aku menghargai suamiku! Tahu apa kau tentang hubungan rumah tangga?! Cepat berangkat!” sergah Elena. Luna terkekeh kecil sambil membuntuti Elena dengan sikap sopan. Saat ada orang lain di sekitar, wanita itu berubah wujud seperti karyawan teladan. Elena gegas memintakan izin kepada kepala divisi Luna, kemudian mereka meninggalkan kantor. Mobil yang dikendarai mereka sampai tempat tujuan hanya kurang dari lim
Pagi-pagi sekali, Luna menyapa dompet berjalannya dengan riang. Dia hanya mengangguk sekilas kepada Jason, lalu berbincang dengan Elena.Mereka berdua berjalan semakin cepat mendahului Jason. Seakan-akan pria itu tak ada di sana.Elena mulai terhanyut oleh pembicaraannya dengan Luna. Pada dasarnya, Elena pun suka bicara. Ditambah lagi, banyak kegemaran mereka yang ternyata sama.Luna juga ternyata sangat menyenangkan diajak bicara walaupun mata duitan. Namun, Elena tak bosan membicarakan apa pun dengannya, apalagi jika mereka mulai tak sependapat dan mendebatkan sesuatu.Luna seperti Jenna yang selalu menemani Elena di masa lalu. Bedanya, Jenna selalu menggunakan topeng tebal, menutupi kebusukannya, sedangkan Luna sedikit tak tahu malu kepadanya.“Akhir pekan ini, aku akan menginap di villa temanku. Kau mau ikut? Pasti akan menyenangkan jika kau ikut bersama kami. Lokasinya ada di pinggiran kota, dekat danau, dan hutan belantara,” ajak Luna.Tentunya, niat utama Luna supaya Elen