Khaleed terbangun saat jam menunjukkan pukul dua pagi. Dia baru tidur beberapa jam tapi mendengar suara jendela yang dibuka dari arah kamar Karina.Mengira jika ada maling yang mencoba masuk ke dalam kamar Karina. Akhirnya Khaleed keluar rumah dan melihat apa yang sedang terjadi dari sana.Namun, ketika dia berada di sana. Dia melihat lelaki tengah memanjat pagar kemudian melarikan diri. Karena khawatir, Khaleed berlari ke arah jendela kamar Karina. Tak disangka, Karina sedang berdiri dan terkejut melihat Khaleed ada di hadapannya.“Kamu tak apa-apa?” tanya Khaleed cemas.Karina mengangguk. Keringat dingin mengalir dari punggung dan wajahnya. Dia memandang Khaleed dengan cemas.“Tadi itu… pencuri, kan?” tanya Khaleed memastikan.“Aku.. aku tidak tahu. Dia pergi ketika aku berdiri di sini.” Padahal yang sebenarnya terjadi adalah Karina sedang memberikan dompet Arthur yang tertinggal di kamarnya.Dia mengutuk dalam hati, mengapa Arthur harus seceroboh itu dan mengapa Khaleed harus bangun
Siang itu Lucio tiba-tiba saja ditelepon oleh neneknya. Dolores bilang jika Rebecca baru saja terjatuh dari tangga dan kini sekarang dia dilarikan ke rumah sakit.Dolores meminta Lucio untuk pergi menemani Rebecca karena saat ini dirinya sedang tidak ada di rumah dan pergi dengan teman-temannya liburan ke luar kota.Mau tak mau Lucio pergi ke rumah sakit. Meski dia merasa ada yang aneh dengan Rebecca. Karena belum ada satu hari dia bilang ingin mengantarnya ke rumah sakit. Tapi, wanita itu tiba-tiba saja sudah berada di rumah sakit karena terjatuh.Dolores juga mengatakan bahwa Rebecca keguguran. Membuat Lucio makin curiga pada Rebecca.“Hibur Rebecca, karena dia baru saja kehilangan anak,” kata Dolores ketika di telepon lagi.“Baiklah.” Lucio hanya berkata begitu agar Dolores tidak menceramahinya.Lucio bergegas ke rumah sakit, ingin menemui Rebecca yang katanya dibawa ke sana satu jam yang lalu.Namun, ketika Lucio berada di sana. Perawat yang di sana tidak mendengar jika ada pasien
Dolores menutup teleponnya, dia melirik ke sebelahnya dan memandang Rebecca yang sedang terbaring di atas ranjang.Dolores memang sengaja mengatakan pada Lucio jika dia akan pulang besok, padahal nyatanya dia sudah ada di kamar Rebecca untuk menemani istri cucunya itu di rumah sakit.“Pasti wanita itu sudah membuat Lucio seperti ini,” kata Rebecca dengan tampang yang menyedihkan.“Padahal aku juga tidak mau keguguran, tapi mengapa Lucio harus bersikap dingin padaku?”Dolores mengusap punggung tangan Rebecca, “dia pasti sedang banyak pikiran, Rebecca. Jika memang karena Delicia, sepertinya kamu tidak perlu khawatir, karena orangku sudah kuminta membuntuti Delicia. Dan wanita itu sudah pergi dari kota ini seminggu yang lalu.”Diam-diam Rebecca merasa lega dan juga senang, karena salah satu hambatannya sudah pergi dari sisi Lucio. Kini tinggal dia memikat simpati Lucio agar lelaki itu mau mencintainya seperti dulu lagi.**Andres mendatangi apartemen Delicia setelah mendapatkana liburan a
Satu bulan kemudian …Delicia merasakan tak enak badan sejak kemarin. Dia merasa pusing dan perut yang mual. Dia sudah membeli obat di apotek tanpa resep dokter untuk mengatasi mual-mualnya tersebut. Namun, obat tersebut sama sekali tidak dapat mengurangi rasa mualnya.“Ya, Andres?” sapa Delicia ketika dia baru saja keluar dari kamar mandi. Dia sudah keluar masuk dari sana sejak tadi pagi karena ingin muntah.“Kamu masih ada di apartemen?” tanya Andres.“Iya, aku …” Delicia masuk ke dalam kamar mandi lagi, kemudian muntah.Andres di ujung telepon dapat mendengar jika Delicia baru saja memuntahkan sesuatu dari mulutnya. Dan membuatnya khawatir.“Kamu sakit?” tanya Andres.“Tidak, sepertinya hanya tidak enak badan.” jawabnya.“Sudah ke dokter?”“Belum, sepertinya tidak perlu.”“Kamu harus ke sana, kalau kamu sakit kamu harus segera pergi berobat karena kamu di sana sendirian.”“Nanti… nanti aku akan ke dokter,” kata Delicia yang jelas hanya untuk menenangkan hati Andres saja.Karena Andr
“Apa katamu?” Lucio dan Rebecca seketika menoleh. Di belakang mereka sudah ada Dolores yang entah kapan sudah berada di sana, berdiri dan terkejut mendengar pernyataan Lucio tadi.Lucio langsung menghampiri neneknya, memastikan jika tidak terjadi apa-apa pada neneknya.“Apakah itu benar, Lucio?” tanya Dolores.Rebecca sudah memucat wajahnya. Kalau sampai Dolores tidak mendukungnya lagi, maka tamatlah riwayatnya kali ini.“Ya, itu benar.”“Jadi, alasan itu lah yang membuatmu tak mau menikah dengan Rebecca?” tanya Dolores.Lucio mengangguk.Dolores terduduk, tidak kuat menahan bobot tubuhnya sendiri. Dia merasa dibodohi dan dipermainkan oleh Rebecca selama ini.Dengan sisa tenaganya, Dolores berdiri dibantu oleh Lucio. Menghampiri Rebecca kemudian menampar wajah wanita itu sampai berbunyi dengan keras.“Berani-beraninya kamu menipu aku dan Lucio,” geramnya.“Cerakkan dia Lucio, jika dia tidak mau. Maka aku akan mengambil langkah hukum.”Rebecca semakin tak berdaya. Kenyataan bahwa Dolor
Kalau bukan karena si pemagang itu tidak dari universitas yang ternama dan terkenal, Delicia pasti sudah melawannya. Hanya saja, dia belum berani melakukan hal itu karena hanya akan menimbulkan masalah.Jadi, saat di pemagang itu menarik lengannya untuk berjalan ke arah berlawanan di mana Lucio sedang berjalan. Delicia menurut saja, tapi dia menutupi wajahnya dengan kain lap yang masih di tangannya.Delicia sedikit melirik ke arah lelaki yang sedang sibuk berbicara dengan Khaleed. Dia memandangnya sampai lelaki itu masuk ke ruang rapat.Delicia berhenti. Dia menatap pintu yang sudah ditutup itu. Rasanya sangat aneh saat bertemu dengan Lucio di situasi yang seperti ini.Kalau saja tadi Lucio melihatnya apakah semua jadi sedikit berbeda?Tidak, Delicia tidak akan mengharapkan hal hal aneh yang hanya akan menyakiti dirinya sendiri.Lucio sudah menikah dan dia tak mau merebut suami orang. Apalagi mengaku hamil meski anak yang ada di dalam kandungannya adalah anak Lucio.“Kamu aneh, kalau s
Begitu mendengar neneknya masuk rumah sakit, Lucio langsung pergi dari perusahaan itu demi melihat kondisi Dolores. Setelah kejadian Rebecca kemarin, kesehatan neneknya baik-baik saja. Dia memang terkejut tapi tidak memengaruhi kesehatannya. Namun sudah hampir satu bulan berlalu dan kini tiba-tiba neneknya dikabarkan masuk rumah sakit.Khaleed yang sedang berada di depan mengendarai mobil sesekali melihat ke belakang melalui kaca spion. Melihat kekhawatiran yang terpancar dari Lucio membuatnya juga ikut cemas.Apalagi dugaan Lucio jika Delicia bekerja di sana pun rupanya terbukti.Tadi, setelah Lucio pergi, Khaleed diam-diam mengikuti lelaki itu. Tetapi tak disangka dia berpapasan dengan Delicia. Mereka berdua saling mematung sebentar karena terkejut. Basa-basi menanyakan kabar kemudian berlalu begitu saja.Hanya saja, Khaleed kini bingung, haruskah dia mengatakan pada Lucio bahwa Delicia berada di sana? Atau diam saja, karena Lucio benar-benar harus melupakan wanita itu.“Nenek Anda
Khaleed sudah menguap beberapa kali. Dia sangat mengantuk, tapi rasa kantuknya itu menguap begitu saja saat Lucio mengatakan dan memintanya untuk mencarikan ibu pengganti untuknya.“Kamu sudah gila?” Dengan tangan bersedekap Khaleed memandang Lucio dengan kacamata beningnya. “Kenapa harus ibu pengganti? Nenekmu kan memintamu untuk menikah bukan memiliki cucu dengan cara seperti itu.”Menghela napasnya, Lucio duduk dan memandang Khaleed dengan sinis. “Menikah lagi? Dengan wanita siapa kali ini?” Khaleed tak dapat menjawab. “Dia.. dia.. sudah berkencan dengan lelaki yang katanya sahabatnya itu.”“Dari mana kamu tau?”Hening. Khaleed menoleh karena tak segera mendapatkan jawaban.“Jangan bilang kamu baru saja menemui dia di tempatnya.”Hening lagi. Lucio berdiri dengan gusar, dia menyugar rambutnya frustrasi.“Ya, mau bagaimana lagi. Aku ingin menemuinya karena aku ingin bertemu dengannya.”Khaleed menatap Lucio tak percaya.“Malam-malam sekali? Padahal aku sudah bilang untuk menemuinya