Karina terhenyak saat memutar tubuh untuk kembali ke ruangan ibu Nayra. Karena Adnan sudah di sana, berdiri. Melipat kedua tangan di dada. Karina menunduk setelah menatap mata pria itu sepintas. Menanti apa yang akan dia katakan.
"Hei, ayo kita pulang!" seru Nayra mengagetkan mereka.
"Iya, ini aku baru akan memanggilnya, tapi dia baru selesai teleponan!" ucap Adnan dingin dan berbalik pada Nayra. Karina mengerti untuk apa Adnan berada di belakangnya. Satu hal yang pasti, Adnan sudah mendengar papanya memarahi dia di telepon tadi.
***
Karina terperangah melihat rumah Nayra yang seperti istana. Rumah dua lantai, dengan luas yang entah berapa meter kali persegi itu. Di rumah super besar itu terlihat sanggup menyesatkan siapa pun yang baru pertama kali masuk ke dalamnya. Saat ini mereka sudah berada di ruang
Karina menengadah pada Sang Pemilik, berdoa agar suami, papa, anak, dan semua orang-orang yang dia cintai akan selalu dalam penjagaan Allah. Air mata perlahan merembes membelah pipi putih nan kenyal milik Karina. Setelah dia puas merapalkan begitu banyak doa dan harapan dengan bibir bergetar. Dia menyudahi salat dan doanya dengan mengucap, "Aamiin ..." Dengan lirih.Karina beranjak ke depan cermin dan merapikan jilbab berwarna oranye pucat yang ia kenakan. Sangat manis dengan perpaduan gamis putih bersihnya. Karina keluar menuju lantai bawah, menemui Nayra.Tepat saat akan berjalan menuruni anak tangga, dia dan Adnan berpapasan. Adnan mengangkat wajah menatapnya dari atas sampai bawah, menatap Karina dengan pandangan sendu.Karina menyingkir, memberinya jalan. Tangga itu begitu luas, tapi tanpa sebuah komando. Mereka melangkah di sisi yang sama. Karina berdiri mematung sebelum akhirnya kembali menurun
Meskipun dalam hati Nayra justru tertawa geli. Tentu di antara mereka berdua, Karina jauh lebih mengenal karakter Adnan daripada dirinya. Akan tetapi, demi untuk memperlancar konspirasi yang tengah dia rancang. Ackting itu perlu untuk mempermulus jalannya.Di lain sisi Karina justru semakin dicekam rasa bersalah. Karena telah menyembunyikan semua kebenaran itu dari Nayra. Karina takut kelhilangan Nayra jika dia harus jujur dengan masa lalunya bersama Adnan.'Seharusnya kau tak perlu repot memberitahu tentang sifat dan karakter dari suamimu padaku Nay. Karena aku jauh lebih dulu mengenal sosok itu. Aku jauh lebih lama mengenal Adnan, bahkan melebihi dirinya sendiri.' Karina bermonolog dengan dirinya sendiri.Dia melirik ke arah Adnan, tepat saat dia juga tengah menerjangnya dengan tatapan yang begitu dalam dan penuh arti. Seketika Karina menunduk, menghindar dari sorot tatapan Adnan."Mbak
"Apakah kau mencintai Nayra, Ad?" tanya Karina tiba-tiba, mengingat semua cerita Nayra tentang pernikahan mereka selama ini. Tubuh Karina terlempar ke depan saat bunyi rem berdecit secara mendadak. "Adnan!!" pekik Karina kaget, sekali lagi mobil yang mereka tumpangi nyaris saja menabrak. "Maaf!" lirih Adnan. Fokusnya terpecah dengan pertanyaan berani Karina barusan, "Apa itu penting?" tanyanya setelah lama mereka terjebak dalam keheningan. "Apanya?" tanya Karina ambigu. "Tentang perasaanku pada Nayra." "Emh, aku cuma mau tau saja, daripada sepanjang perjalanan ini kita hanya terdiam seperti patung," elak Karina. "Ya, aku mencintainya! Dia istriku, bukan?" ucap Adnan dengan bola mata menari-nari seolah tengah mencari sesuatu, "Kalau sekarang giliran aku yang mau bertanya, boleh?" tanya Adnan balik dengan bola mata berputar memindainya. &nbs
Raka merasa dunianya runtuh. Dia mematung tak bisa bergerak dan mengelak. Apa yang harus dia katakan pada Karina? Dia mengepalkan tangan melawan emosi, mulutnya setengah terbuka dengan air mata yang mengalir di sudut pipinya. Dia melangkah mundur hingga tubuhnya membentur daun pintu. Tiga kata yang diucapkan dengan suara bergetar oleh istrinya sebelum dia menghilang seakan mampu meremukkan tulang-tulangnya.Raka bahkan tak mampu menahan ataupun sekedar bersuara untuk mencegah agar istri yang sangat dia cintai itu tidak pergi darinya. Pengaruh obat yang telah dicampurkan iblis betina di depannya benar-benar berhasil melumpuhkan akal sehatnya."Sayang, dia sudah pergi. Ayo lanjutkan yang tadi. Aku sudah tak sabar," bisik Gadis menempelkan bibirnya di telinga Raka."Keluar kau perempuan sialan!!" teriak Raka penuh amarah dan mendorong Gadis hingga terhempas jatuh ke lantai. Kesadarannya perlahan terlepas dari pengaruh obat
"Kau tahu Karin? Jika aku terlambat beberapa detik saja tadi, kau akan mati digilas truk. Kau akan mati di depan mata kepalaku sendiri dan itu akan menyiksaku sepanjang sisa usiaku!" lirih Adnan menatap Karina dengan mata memerah dan berair.Karina menatap Adnan dengan tatapan kosong. Sejak Karina mengenal Adnan, ini yang pertama kalinya dia melihat pria itu menangis. Melihat air mata menggenang dari mata teduh yang pernah jadi candu oleh indranya di masa lalu. Membuat Karina berasumsi kalau Adnan benar-benar masih menyimpan rapi sebuah tempat untuknya dalam hati pria itu.Sekujur tubuh Karina masih bergetar hebat menahan gejolak amarah dalam dirinya. Dia tak menangis bukan karena kuat, tapi karena dia bahkan lupa bagaimana cara menangis. Karina bahkan lupa cara bernapas dengan benar. Saat melihat apa yang dia pikir miliknya, tapi malah larut dalam cumbu wanita lain.Melihat Adnan yang kini begitu kacaul. K
Nayra masih betah memeluk batu nisan di atas gundukan tanah merah yang telah penuh bertabur bunga. Dia tersedu, dengan racau tak jelas yang lolos dari mulutnya. Mata itu menyiratkan kelelahan yang sangat jelas. Sudah semalaman dia menangis. Ditinggalkan oleh orang yang sangat dicintai memang menjadi pukulan yang sangat berat bagi setiap mahkluk Allah yang bernama manusia. Bahkan hewan pun kadang memiliki naluri alamiah untuk merasakan kehilangan ketika anak atau pasangannya tiba-tiba kehilangan nyawa.Nathan hanya mampu menatap kosong ke arah onggokan tanah yang telah menyembunyikan jasad wanita yang sudah melahirkannya. Mereka berdua, Nathan dan Nayra saling berhadapan, saling menatap ke arah yang sama. Meski mungkin dengan pikiran yang berbeda. ***Ini sudah hari ketujuh Karina di Surabaya. HP-nya sengaja dia
Karina menyapu air mata yang tiba-tiba menyembul keluar dari balik kelopak matanya, dia merasa sesak melihat Nayra yang begitu berani memeluk mantan pacarnya di depan Adnan, suaminya. Karina bahkan tak sanggup menatap wajah Adnan saat ini. Dia yakin Adnan pasti sangat malu dan kehilangan muka dengan ulah Nayra yang sama sekali tak menghargai dirinya sebagai seorang suami.Karina akhirnya duduk tanpa tahu harus berkata apa. Dia hanya melihat Nayra dan Adrian dari kejauhan. Mereka tengah asyik tertawa dan bersenda. Seolah tak ada dirinya dan suaminya di tempat itu. "Ad ... kau baik-baik saja, kan?" tanya Karina kemudian setelah lama mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing.Tak mendapati sahutan dari Adnan, Karina menoleh menatap pria di sampingnya. Karina terbelalak mendapati Adnan yang sama sekali tidak terlihat sedih, menatap dirinya dengan tatapan aneh yang tak bisa dia fahami apa maksudnya. Dengan ragu Karina melambaikan tangan di dep
"Apa kamu kecewa, pada apa yang sudah dilakukan Nayra?""Sama sekali tidak, setiap orang punya kisah mereka. Sama sepertiku, sepertimu, Nayra juga begitu. Dia punya kisahnya sendiri.""Tapi kisahmu dan kisah Nayra adalah sebuah kesatuan. Kalian sudah ditakdirkan mengukir kisah bersama." Karina mengutarakan apa yang ingin dia katakan tanpa perduli apa Adnan mau mendengarnya atau tidak."Tidak. Kami memang hidup bersama, tapi kami menulis takdir kami masing-masing." Adnan kembali menatap langit, membuat Karina ikut melakukan hal yang sama.Karina tertegun cukup lama saat menyadari langit malam yang bertaburan bintang tanpa purnama. Langit begitu bersih dipenuhi kerlip bintang, tanpa ada cahaya bulan di antaranya. Langit yang sama seperti langit malam itu, saat mereka berdua terakhir bertemu sebagai sepasang kekasih. Karina menelan Saliva susah payah, menoleh ke arah lain. Menyadari detik-detik mendebar