Karina menyapu air mata yang tiba-tiba menyembul keluar dari balik kelopak matanya, dia merasa sesak melihat Nayra yang begitu berani memeluk mantan pacarnya di depan Adnan, suaminya. Karina bahkan tak sanggup menatap wajah Adnan saat ini. Dia yakin Adnan pasti sangat malu dan kehilangan muka dengan ulah Nayra yang sama sekali tak menghargai dirinya sebagai seorang suami.
Karina akhirnya duduk tanpa tahu harus berkata apa. Dia hanya melihat Nayra dan Adrian dari kejauhan. Mereka tengah asyik tertawa dan bersenda. Seolah tak ada dirinya dan suaminya di tempat itu. "Ad ... kau baik-baik saja, kan?" tanya Karina kemudian setelah lama mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing.
Tak mendapati sahutan dari Adnan, Karina menoleh menatap pria di sampingnya. Karina terbelalak mendapati Adnan yang sama sekali tidak terlihat sedih, menatap dirinya dengan tatapan aneh yang tak bisa dia fahami apa maksudnya. Dengan ragu Karina melambaikan tangan di dep
"Apa kamu kecewa, pada apa yang sudah dilakukan Nayra?""Sama sekali tidak, setiap orang punya kisah mereka. Sama sepertiku, sepertimu, Nayra juga begitu. Dia punya kisahnya sendiri.""Tapi kisahmu dan kisah Nayra adalah sebuah kesatuan. Kalian sudah ditakdirkan mengukir kisah bersama." Karina mengutarakan apa yang ingin dia katakan tanpa perduli apa Adnan mau mendengarnya atau tidak."Tidak. Kami memang hidup bersama, tapi kami menulis takdir kami masing-masing." Adnan kembali menatap langit, membuat Karina ikut melakukan hal yang sama.Karina tertegun cukup lama saat menyadari langit malam yang bertaburan bintang tanpa purnama. Langit begitu bersih dipenuhi kerlip bintang, tanpa ada cahaya bulan di antaranya. Langit yang sama seperti langit malam itu, saat mereka berdua terakhir bertemu sebagai sepasang kekasih. Karina menelan Saliva susah payah, menoleh ke arah lain. Menyadari detik-detik mendebar
"Hey! Kamu baik-baik saja, kan?" tanya Nadine."I -iya aku baik-baik saja, apa kita akan di sini saja?""Iya, di sini lebih nyaman, udaranya sejuk."Kriiing ... kriiing ...Bunyi ponsel Nadine, memotong perbincangan seru mereka."~~~""Ya, Wa'alaikumussalaam!" jawab Nadine pada lawan bicaranya."~~~""Iya, ini aku lagi bertamu ke rumah Karin!""~~~""Saya tanya sama Karin dulu, ya?""Adnan!" Sebut Nadine menatap Karina seolah minta persetujuan, sementara jantung Karina seketika itu juga bergemuruh hebat. Dia bahkan merasa susah menelan salivanya sendiri."Dia mau bicara!" terang Nadine, memberikan ponselnya pada Karina yang duduk bersebelahan. Tangan Karina bergetar hebat memegang ponsel. Ponsel yang sekecil itu tiba-tiba terasa sangat berat di tangannya."Assalamu alaikum!" sapa Kar
Sementara itu, jauh di Makassar sana ...Raka menatap jendela kamarnya dengan tatapan kosong. Peristiwa malam itu masih mengganggunya. Dia yang sebelumnya tak pernah merokok karena Karina tidak menyukai aroma rokok, kini puntung rokok bertebaran di lantai kamarnya. Aroma asap rokok pun memenuhi ruangan tempat dia duduk sekarang. Dia kembali flashback ke malam itu, malam yang mungkin akan jadi awal kehancuran rumahtangganya.FlashbackRaka duduk mengerjakan berbagai perencanaan tentang restoran baru di Makassar yang sudah berjalan sekitar sembilan puluh persen. Sekitar seminggu lagi dia akan pulang ke Makassar, menetap di sana. Raka mengerjakan semua itu dengan senyum-senyum sendiri, membayangkan bisa kembali dalam kehangatan keluarga kecilnya sebentar lagi.Suara pintu terbuka membuat Raka mendongak, mengangkat wajah ketika Gadis memasuki ruangan kerjanya tanpa mengetuk pintu terlebih dulu. Wanita berparas menawan itu den
"Aku tidak pernah menyesal mencintaimu Karin, kau adalah simbol ketulusan yang mengajarkan aku tentang keihklasan. Satu-satunya manusia yang mengajarkan aku untuk bisa berlapang dada membuat orang lain bahagia, meski aku sendiri terluka." Adnan menatap lepas ke depan, menerawang jauh di sela-sela dedaunan yang berkilauan diterpa cahaya lampu-lampu taman. Meluapkan segenap rasa yang dia pendam selama ini."Apa kau melakukannya karena aku, Ad? Apa kau bersedia seperti ini dengan Nayra karena aku?" tanya Karina terisak, ada rasa sakit yang menghujam ke lubuk sukmanya setelah tahu ketidak berdayaan Adnan selama ini."Aku hanya ingin menghukum diriku sendiri. Meskipun tanpa sepengetahuanku, ternyata aku sudah menyakitimu di masa lalu. Selama ini aku berpikir kau pergi karena telah lelah mencintaiku. Aku lupa kalau kata-kataku malam itu telah menggores luka terlalu dalam. Maukah kau memaafkan aku, Karin?" tanya Adnan menoleh menatap Karina. Karina
"Apa kau sudah membicarakannya dengan suamimu?" Karina menggeleng dengan pertanyaan istri dari kakak sepupunya itu."Temui dia sekarang juga dan katakan yang sebenarnya! Jangan sampai terjadi kericuhan di rumah ini dan kau juga yang akan malu nantinya!""Kakak bisa nggak seh, tidak membuatku merasa panik begini!" pekik Karina tertahan."Sekarang Karin! Sebelum keburu orang itu datang," Karina buru-buru mencuci tangan dan setengah berlari ke luar menuju kamar Idham, tempat di mana suami dan buah hatinya tengah bermain tadi. Saat ditinggal mencuci piring bersama Nhysa."Kak," panggil tertahan saat melihat Ayub sudah tertidur pulas di atas dada suaminya, dalam posisi tengkurap. Sementara Raka masih terus membelai tubuh putranya dengan penuh kasih sayang. Sama seperti dia memperlakukan Karina ketika dia yang sedang berada dalam rangkulan pria itu.Air mata Karina perlah
Karina susah payah menelan saliva, 'Apa dia berusaha memancing amarah suamiku? memancing adanya sebuah pertarungan!' bisik hati kecil Karina melihat semua tindak tanduk Adnan.Sampai suara tangis Ayub memecah semua kebuntuan di sana, "Maaf Ad, putraku bangun, aku duluan!" pamit Karina, memberi isyarat pada Nadine dan Lintang agar tetap di sana mengawasi keduanya."Itu karena kau terlalu berisik!" sungut Adnan seperti menahan kesal."Hah?" Karina melongo tak percaya dengan ucapan yang baru saja keluar dari mulut Adnan.Karina masuk kamar, mendapati Ayub yang sudah duduk dan menangis karena tidak melihat siapa-siapa di sampingnya, "Ough anak gantengnya ibu cari siapa hem?" Karina mengulurkan tangan yang disambut Ayub kecil dengan menggapaikan kedua tangannya minta digendong. Karina menggendong dan membawa Ayub keluar. Kembali duduk di samping Raka suaminya.Melihat Ra
Karina menggeliat ketika terjaga dari lelap. Dia bersyukur bisa tertidur setelah pikirannya lelah mengambang kemana-mana. Kejadian malam ini bener-benar membuatnya kacau. Karina berniat mempererat pelukan pada guling saat tak sengaja ekor matanya menangkap sesosok bayangan hitam tengah duduk di depan meja rias Nayra. Seketika Karina bangun untuk memperjelas apa yang dia lihat.Jantung Karina berdetak tak karuan, wajahnya memanas. Ketakutan membuat darah di tubuh memompa lebih cepat. Dia menatap sekeliling kamar dan benar masih gelap. 'Siapa dia, kenapa orang ini ada di sini? Itu tak mungkin hantu, hantu tak akan masuk ke dalam ruangan yang di dalamnya sering mengalun ayat-ayat suci Al-Qur'an," bisik hatinya."Si-siapa kau?" Setelah susah payah melawan rasa takut, Karina memberanikan diri untuk bertanya. Sosok itu bergerak memutar, penglihatan Karina mulai terang. Dia menutup mulut menyadari sosok tersebut duduk me
Adnan masuk bergabung dengan beberapa jamaah laki-laki lainnya, seorang bapak yang terlihat cukup berpengaruh mempersilahkannya menjadi Imam untuk jamaah salat Subuh di Masjid itu. Dengan rendah hati Adnan menolak karena merasa ada banyak jamaah yang lebih pantas untuk jadi imam salat di dalam Masjid itu. Ada beberapa orang yang usianya lebih tua, tapi mereka semua kompak mempersilahkannya untuk maju memimpin salat Subuh berjamaah kali ini.Adnan tak merasa keberatan, dia sudah sering melakukan hal ini di tempat lain. Usai salat Subuh berjamaah, bapak-bapak tadi menghampiri dan menyalami."Anak ini orang mana? Sepertinya bukan orang sini," tanya seorang Pak Haji."Saya orang Makassar Pak Haji, kebetulan kami tersesat. Kami sudah berjalan tanpa tujuan sejak jam tiga dinihari tadi, kami sudah pesan tiket, tapi pesawat kami baru berangkat besok lusa. Saya cuma kasihan sama Istri saya kalau dia butuh mandi dan salat seharian