"Ah, perutku kenyang sekali ... " Myan menepuk-nepuk perutnya.
Ia tampak puas dan berbinar setelah menghabiskan begitu banyak hidangan yang tersaji di depannya, dan hanya menyisakan piring dan tempat kosong.
"Kau sudah lebih baik? Sudah bertenaga lagi?" tanya Moun yang menyunggingkan senyum puas, karena hidangan yang disajikannya dilahap habis oleh Myan.
Myan mengangguk-angguk senang. Di depannya tampak Putri Alaya, Mera, dan Kouza juga memperhatikannya. Mera dan Alaya mengunjungi Myan setelah mendengar kabar dirinya telah terbangun.
Myan terbangun lagi di pagi hari setelah seharian kemarin dirinya tertidur pulas. Ia bangun dengan perut kosong dan amat sangat merasa kelaparan. Jika dihitung lagi, terakhir kali ia makan adalah sudah sejak dua hari yang lalu.
"Kau makan begitu banyak hidangan, apakah perutmu baik-baik saja?" Alaya memandang takjub dengan selera makan Myan.
Amala terengah-engah kehabisan napas. Terpuruk di atas lantai dingin yang mengelilinginya. Sudah beberapa kali ini dirinya 'mentransfer' Makhluk Malam ke dalam tubuh Yang Mulia Roun. Ritual prosesi pemindahan para makhluk itu sungguh menghabiskan energinya. Kumpulan Makhluk Malam yang terakhir kali begitu agresif seolah ingin berlomba untuk segera memenuhi 'wadah' manusia yang akan segera menjadi wujudnya. Roun dikelilingi oleh aura gelap seketika. Wajahnya menyeringai bengis. Bola matanya berubah menghitam seluruhnya. Roun mengangkat kedua tangannya, menengadah menatap langit-langit. Dengan energi baru yang didapatnya, ia merasakan tambahan kekuatan yang luar biasa. Energi yang bergejolak terasa begitu meluap-luap dari dalam tubuhnya. Roun menggeram layaknya hewan buas. Seringai dari wajahnya menampakkan dua taring kecil yang tampak berkilat tajam. Wajah Roun sepenuhnya berubah ganas akibat energi hitam Makhluk Malam yang mulai menguasai dan mengambi
Sudah sejak pagi-pagi buta para penduduk pemukiman Gil sudah mempersiapkan diri masing-masing. Segala persiapan untuk menghadapi pertempuran seperti yang di prediksi hari ini, telah selesai mereka kerjakan. Para pengawal telah bersiap dengan senjata masing-masing. Dan para penduduk dengan bekal serta keperluan untuk bersembunyi di dalam gua bersama dengan anggota keluarga mereka pun telah siap. Myan mendapati Ratu Savia bersama dengan bangsa perinya telah bergabung dan menawarkan bantuan untuk penduduk Gil. Mereka akan melindungi bagian gua dengan membentengi perisai dari sihir mereka, untuk mengamankan jalan masuk agar para penduduk aman. Myan masih takjub dengan penampakan Ratu Savia. Wajahnya tetap bersinar terang walau ditempa matahari. Tidak hanya dirinya, seluruh bangsa mininya pun sama bersinarnya dengannya. Myan teringat dengan penampakan peri seperti yang diceritakan di buku-buku dongeng yang dibacanya saat kecil. Peri? Nymph? Apa pun itu seb
Roun dengan sosok monsternya memerangkap Kouza di bawah kakinya. Kouza menahan serangan Roun dengan tangkisan pedangnya, yang kini menjadi satu-satunya penghalang antara dirinya dan cakar tajam Roun. Aura pekat asap hitam yang menyelubungi Roun semakin membesar. Sepasang sayap yang berbentuk bayang-bayang dari asap pekat itu muncul dari punggung Roun. Roun menggeram, menyeringai. Lapar akan kemenangan. Dengan secepat kilat tangan lainnya mencabik Kouza yang terpojok di bawahnya. Kouza yang tak tinggal diam segera berguling dengan sigap. Ia menghindari serangan Roun dengan cekatan. Dan setelah itu Kouza bangkit dengan memusatkan seluruh elemen magis api ke dalam pedangnya. Ia melesat cepat untuk menyerang Roun! Menebas seluruh tubuh Roun. Menghunjam! Mengirimkan serangan bertubi-tubi. Seolah cabikan Roun sebelumnya tak mempengaruhinya. "HEAAARRRGGGHH.....!!!" Roun tiba-tiba mengerang ... mengirimkan sinyal untuk para pasukan ser
Kouza yang telah terbebas dari mantra pembeku, bergegas menghampiri Myan.Merengkuh kekasihnya ke dalam pelukannya. Disampingnya tergeletak Roun yang tak berdaya. Roun pun tampak tak sadarkan diri. Berbeda dengan Kouza yang menerima kekuatan healing dari Mera selama Myan menarik semua roh, Kouza tampak lebih bertenaga dan dapat bergerak biasa. Kouza dan Roun kini sama-sama telah menjadi manusia biasa. Normal. Baik Roh Murni, maupun Makhluk Malam tak lagi mengambil alih tubuh mereka. Myan telah membebaskan keduanya. Membawanya dan memerangkapnya ke dalam tubuhnya sendiri. "Myan...." panggil Kouza perlahan. Myan terkulai lemas, tidak bergerak sedikit pun. Kouza mulai menatap cemas mata Myan yang terpejam. Tak ingin berprasangka buruk, Kouza mengelus pipi Myan perlahan. Membelai lembut wajahnya. Myan yang tak sadarkan diri masih tidak merespon panggilan Kouza. Matanya yang terpejam tidak menunjukkan reaksi apa pun.
Kedamaian yang menenangkan ... aroma samar familier yang merasuk perlahan, mulai membangkitkan sensitivitas indra penciuman yang semakin menguat ... Suara yang monoton, teratur dari berbagai macam alat modern yang begitu umum, terdengar silih berganti, sayup, saling mengisi dan mulai berirama ... Monitor ... Ventilator ... Air Conditioner ... Jam dinding ... Suara sepatu bertumit ... Dering telepon ... Sentakan pintu kamar yang terbuka, menjadi titik balik kesadaran yang tiba-tiba terbangkitkan. Seketika itu juga, detik itu juga, seluruh indra serempak saling bersinkronisasi, seperti berkumpul pada satu titik cahaya. Hingga akhirnya ... Sepasang mata terbuka. "Oh Ya Tuhan! ... Ma ... Marry ... Oh Marry!! ... cepatlah! Telepon Dokter Raymond sekarang juga...! Pasien Myana Frederica Jones telah membuka matanya ...! Hubungi keluarganya juga ... cepat!" Seorang perawat yang sedang bertugas memeriksa
Devon Green Carlisle Sekali lagi Myan membaca nama pasien yang tertera pada papan informasi. Menatap lekat-lekat lelaki yang terbaring di atas ranjang dengan alat bantu ventilator yang terpasang pada hidung dan mulutnya. Tangan kiri Myan yang bebas bergetar saat mencoba menyentuh lengan lelaki itu. Myan memejamkan matanya sesaat. Menahan bibirnya yang ikut bergetar. Dikuatkannya dirinya, melawan serangan jantung yang seolah sedang memburunya. Myan menelan ludahnya beberapa kali. Tenggorokan yang kering dan terasa tercekat, menjadi tanda bahwa ia berusaha mati-matian untuk menekan perasaannya. Belum sampai ia menyentuhnya, kakinya tiba-tiba melemas, tubuhnya serasa ringan dan tak berdaya. Myan ambruk di atas lantai yang dingin. Stevie yang terkejut segera menghampirinya. "Myan ... tenanglah ... apa yang terjadi?" Stevie menopang lembut tubuh Myan yang tampak lemas. Stevie menatap sahabatnya itu dengan cemas. Pasalnya setengah jam ya
Myan meletakkan gelas berisi air minumnya di atas meja di samping ranjangnya, sebagai tanda berakhirnya makan paginya kali ini. Perawat jaga telah memeriksa dan melaporkan kondisinya hari ini. Jika semua tetap berjalan baik dan normal, dirinya diperbolehkan untuk kembali ke rumah keesokan harinya. "Berita yang bagus bukan, Sayang?" Milia ibunya menyambut berita tersebut dengan gembira. "Ya Ma ..." Myan tersenyum melihat wajah bahagia Milia. "Morning, Girl...!" Stevie dan July tiba-tiba menyeruak masuk membawa bingkisan pada masing-masing tangan mereka. "Kalian ingin membuat berat badanku bertambah ya ...?" Myan sedikit membelalakkan matanya ketika melihat kedua sahabatnya meletakkan beberapa bingkisan yang mereka bawa di atas meja. "Tak masalah ... yang penting kau cepat pulih." "Kalian mengobrollah ... Mama akan ke bagian administrasi dulu, Sayang ..." Myan mengangguk, kembali menatap kedua sahaba
Keheningan kembali menyelimuti mereka. Devon dan Myan saling tatap dengan sorot mata yang begitu dalam. Jantung Myan berdegup begitu kencang menanti jawaban Devon. Setiap detik dalam keheningan membuatnya begitu gugup. Perasaan tersebut mengirimkan sinyal kuat di dasar hatinya. Seolah tak mampu lagi menunggu, Myan mendekat ke arah Devon. Myan menatap lengan kuat yang kokoh milik Devon yang bebas dari gips. Perlahan jemarinya mulai terangkat. Myan tergerak untuk meraih tangan itu. Selanjutnya, tanpa sadar jemarinya telah mendarat di atas punggung tangan Devon. Sejenak mereka sedikit tersentak. Saat kulit mereka saling bersentuhan, aliran listrik seolah menghubungkan keduanya dan seolah memberi sengatan kecil yang mengejutkan. Sontak, pandangan mereka saling bertemu kembali. Mata Myan sedikit bergetar, bibir kecilnya sedikit terbuka seperti hendak mengucapkan sesuatu. Bersamaan dengan itu, seketika pintu kamar pun terbuka ...