”Zhou Tian aku berhutang budi padamu. Aku akan membalas kebaikanmu. Terimakasih kau sudah menolongku. Tapi, tuan Lei sepertinya tidak akan pernah melepasmu. Aku telah menyeretmu kedalam situasi ini. Sekali lagi maaf.”
Zhou Tian hanya memandangi aku kemudian ia menyela. ”Tidak masalah. Kau jangan merasa bersalah dengan semua ini. Aku bisa mengatasinya dengan caraku.”
Tiba-tiba Luo datang menghampiri Zhou Tian. "Tuan, ada masalah di Black Kingdom.” Ujar Luo.
Raut wajah Zhou Tian mengeras. Sesaat kemudian ia menyela. ”Mengapa bisa ada masalah? mengurus hal kecil saja kalian tidak becus.” Suara Zhou Tian meninggi. ”Pergilah, aku akan menyusul ke sana." Perintah Zhou Tian kemudian.
”Baik, tuan.” Balas Luo sembari menundukkan kepalanya lalu pergi keluar.
Aku kaget mendengar suara Zhou Tian seperti itu. Zhou Tian meirikku lalu ia mendelik, ”Maaf, jika aku membuatmu takut. Akhir-akhir ini aku menghadapi banyak masalah.” Suaranya mulai lembut. ”Aku akan keluar sebentar.”
Kemudian ia melangkah pergi. Fan Yin mengikutinya dari belakang. ”Aku ikut denganmu.”
”Kau tinggal saja di rumah bersama Naomi.” Sanggah Zhou Tian.
”Tapi...” belum selesai Fan Yin berbicara, Zhou Tian menyelanya.
”Menurut saja!” Perintah Zhou Tian.
Fan Yin berhenti mengikuti Zhou Tian. Kemudian ia berbalik arah menghampiri aku. Ia merebahkan badannya di sofa. ”Hufft.. dasar Zhou Tian kau selalu seenaknya.” Gerutu Fan Yin.
Aku tersenyum melihat ekspresinya yang seperti orang yang cintanya ditolak. ”Apa itu Black Kingdom?” Aku bertanya.
Ia menoleh ke arahku lalu ia menimpali, ”Black Kingdom itu adalah casino milik Zhou Tian. Itu tempat perjudian terbesar di sini. Aku tidak tahu ada masalah apa sekarang disana.” Jawab Fan Yin.
”Oh, ternyata ia pemilik casino. Kuperhatikan kau selalu mengikuti Zhou Tian kemana pun ia pergi.” Aku menimpali.
”Ada kisah menyedihkan dibalik itu semua.” Ungkapnya.
”Kisah seperti apa?” Tanyaku penasaran.
Ia mengambil napas panjang dan menghembusnya kembali. "3 tahun yang lalu aku dikejar-kejar rentenir. Aku memiliki hutang sebanyak 6000 dolar. Aku tidak bisa membayarnya dan mereka ingin melenyapkanku.”
Aku mendengar cerita Fan Yin dengan seksama.
”Lalu disaat aku sedang sekarat Zhou Tian menolongku. Ia membayar lunas semua hutangku. Tidak hanya itu saja. Ia juga menghajar para rentenir itu. Aku terkesima olehnya. Sejak saat itu aku selalu mengikutinya.”
”Ternyata Zhou Tian pria yang baik.”
”Tentu saja. Dia memang dingin. Tapi ia tidak suka melihat orang kesusahan. Oh, iya apa kau sudah makan? cacing di perutku sudah meronta meminta makan.” Fan Yin memasang mimik wajah yang imut.
”Belum.” Jawabku.
Ia tersenyum, ”Bagus. Kalau begitu ayo ikut aku. Aku akan mentraktirmu makan di restoran terenak di kota ini.” Ia kemudian bangkit dari sofa dan menarik tanganku.
Aku menurut saja. Kuikuti ia dari belakang. Di luar terparkir mobil Audi hitam. Fan Yin membukakan pintu untukku. Lalu aku duduk di dalam mobil. Saat ia hendak melaju mobilnya ia melihatku dan mendekat ke arah ku. Sontak aku kaget.
”Eh..ada apa? Kenapa kau mendekat?” Tanyaku sambil menjauhkan wajahku dari nya.
Dia tersenyum. ”Kau melupakan seat belt mu. Aku hanya ingin memasangkannya untukmu.”
”Oh.. terima kasih.” Balasku. Aku jadi merasa malu. Pikiranku sempat memikirkan hal yang aneh.
Kemudian Fan Yin melaju mobilnya. Sepanjang perjalanan Fan Yin tidak hentinya bercerita. Ia terus saja melontarkan leluconnya dan kisah semasa dia anak-anak. Aku hanya diam saja mendengar nya. Sesekali aku tertawa oleh lelucon Fan Yin.
****************
Pada akhirnya setelah setengah jam lamanya kami tiba di restoran yang dibicarakan Fan Yin. Aku memandang kesekitar banyak kapal kecil yang bersandar. Aku heran tidak ada restoran sejauh mata memandang.
”Kau bilang kita akan ke restoran. Tapi mana restoran itu?”
Ia tersenyum lalu memegang pundakku dan memanduku melihat ke laut. Kemudian ia menunjuk ke arah kapal besar yang bentuknya seperti rumah besar khas Cina yang ada ditengah.
”Itu restorannya.” Jawab Fan Yin.
Aku membelalakkan mataku karena takjub. Aku tidak pernah melihat restoran di tengah lautan. Restoran itu sangat besar di atas atapnya ada umbul-umbul kepala naga. Ada sebuah kapal kecil menjemput kami. Aku mengikuti Fan Yin naik ke atas kapal.
Selang beberapa menit kami pun tiba di depan pintu utama restoran. Aku berdecak kagum melihat interior kapal. Seluruh bangunannya diukir khas oriental.
”Kau ingin makanan apa? Eropa atau seafood khas Kanton?” Tanya Fan Yin memecah lamunanku.
”Semuanya terdengar enak. Hmm..aku mau makan seafood aja.” Jawabku.
”Baiklah kalau begitu silakan duduk.” Pungkasnya kemudian.
Begitu kami duduk pelayan langsung menyajikan hidangan di atas meja. Ada semangkuk sup tahu rumput laut sebagai hidangan pembuka. Selanjutnya mereka menghidangkan makanan yang lainnya dua mangkok nasi, bakso ikan, udang bumbu dan tumisan cumi jamur tiram.
kami pun makan dengan lahap. Semuanya habis tak bersisa. Ku luruskan kakiku dan kupegangi perutku yang sudah penuh.
”Ah.. perutku kenyang sekali. Semua makanan ini lezat. Dan pemandangannya menakjubkan. Terima kasih sudah membawaku kesini Fan Yin.” Kusunggingkan senyuman saat mengatakannya.
”Jangan sungkan. Lain kali aku akan membawamu kesini lagi. Oh, ya setelah ini kau ingin kemana? Biar kutemani.
Aku berpikir sejenak dan aku menanggapi perkataannya. ”Benarkah? bukankah kau ada kencan nanti malam?”
Ia menganggukan kepalanya lalu ia mendelik ”Hmm.. itu bisa ditunda. Mumpung kita sekarang lagi diluar, cepat katakan adakah tempat yang ingin kau kunjungi?” Tanyanya lagi.
”Sebenarnya ada satu tempat yang ingin kukunjungi. Aku ingin ke Disney Land. Tapi, nanti pacarmu akan marah jika kau membatalkan kencan ”
Dia tertawa kemudian berkata, ”aku tidak memiliki kekasih. Dia hanya wanita yang akan kuajak bersenang-senang saja”
”Ternyata kau seorang playboy.” Tuduhku padanya.
Ia hanya tertawa mendengar perkataan kubarusan. ” Ya, bisa dibilang seperti itu. Jadi bagaimana, mau pergi?”
Aku mengangguk saja tanda setuju. Kemudian Fan Yin membayar bill makanan kami tadi. Setelah itu kami kembali menaiki kapal kecil untuk ke dermaga. Saat turun aku melihat banyak polisi di sekitar dermaga. Mereka terlihat sedang mencari penjahat.
Saat salah satu polisi itu melihatku, ia mencegat kami. Aku ketakutan. Fan Yin dengan tenang menjawab pertanyaan polisi itu.
”Tunggu. Apakah kalian mengenali orang ini?” Polisi itu menunjukkan sketsa wajah seorang pria.
”Tidak, opsir. Kami tidak melihatnya.” Jawab Fan yin.
Lalu kami pun melangkah ke tempat mobil Fan Yin parkir. Namun polisi itu kembali menghentikan kami.
”Berhenti.” polisi itu menghampiri kami. ”Nona, sepertinya kamu bukan warga sini. Boleh aku lihat identitasmu?” Tanya polisi itu sambil mengulurkan tangannya meminta kartu identitas ku.
Aku bingung harus menjawabnya. Ku alihkan pandanganku ke Fan Yin. Lalu Fan Yin membantu ku menjawab. ”Maaf opsir kami tadi terburu-buru kesini. Jadi kartu identitas dia tertinggal dirumah.” Ujar Fan yin.
Polisi itu mengernyitkan keningnya seakan tidak percaya dengan ucapan Fan Yin. ”Aku bertanya kepada nona ini. Bukan anda. Nona kau bukan warga negara Hongkong kan? Dari mana asal mu ? Bisa kau tunjukkan passport dan visa mu?”
Aku bingung harus menjawabnya. ”Emm...a..ku.. dari Indonesia.” Jawabku gugup.
”Lalu mana Pasport dan visa mu?” Tanya polisi itu lagi.
”Pak, emm..aku meninggalkannya di rumah. Aku lupa membawanya tadi.”
”Aku sudah banyak menghadapi orang dengan alasan klasik seperti itu. Kamu pasti pendatang ilegal.” Kemudian polisi itu memborgol tanganku.
Aku panik tanganku di borgol. Aku ketakutan. Aku tidak mau berakhir di tahanan. Fan Yin yang menyadari ketakutanku pun menenangkan ku.
”Hei, kau jangan panik. Aku akan menghubungi gege.” Ucap Fan Yin. Lalu ia mengambil ponselnya dari saku celananya. Dan menghubungi Zhou Tian. Namun berulang kali ia menghubungi Zhou Tian tapi tidak tersambung .
Aku semakin kalut air mataku jatuh. Aku memohon kepada polisi itu untuk melepaskan aku. ”Opsir kumohon lepaskan aku. Aku bukan penjahat. Aku tidak melakukan apa pun.”
”Maaf nona kami tidak bisa melepaskanmu. Anda melanggar peraturan negara Hongkong. Masuk tanpa izin merupakan suatu kejahatan. Untuk sementara kau ditahan di kantor Imigrasi.” Polisi itu membawaku masuk kedalam mobil patroli.
Fan yin tidak bisa berbuat apa-apa. Itu diluar kendalinya. Ia hanya bisa menatapku dibawa polisi ke kantor imigrasi.
****************
Zhou Tian POV ”Mengapa bisa di sabotase?” Aku membentak Luo dan bawahannya. Luo hanya menunduk saja. ”Maaf tuan kami lalai. Aku akan mengurus masalah ini.” ”Mengurus, hah? Tidak kau lihat kerugian yang kualami.” Kusandarkan punggungku ke bahu sofa dan kuletakkan tanganku diatas kepalaku. Tiba-tiba aku teringat Lei wulong pasti dia yang membakar Black kingdom. Aku tidak menyangka dia bisa bertindak sejauh ini. Tiba-tiba ponsel kuberdering. Kulihat di layar Fan Yin yang menghubungi. Lalu segera kujawab panggilan itu. ”Ya. Ada apa?” Tanyaku. ”Gege, Naomi dibawa polisi.” Jawab Fan Yin tergesa-gesa. ”Apa? Mengapa bisa dibawa polisi?” Aku kaget mendengar kabar itu. ”Tadi kami pergi keluar makan di restoran. Namun, disini kebetulan ada beberapa polisi yang
Selama di perjalanan pulang aku hanya diam saja. Otakku masih memikirkan kejadian tadi. Ciuman Zhou Tian selalu terngiang di benakku. Kuletakkan tanganku di pipiku terasa panas karena merasa malu pada Zhou Tian. "Akhh...! Aku bisa gila tenanglah Naomi!" Teriakku dalam hati. Kuperhatikan Zhou Tian tidak berbicara sepatah kata pun. Ia fokus menyetir mobilnya. Tapi ia terlihat canggung . Bahkan ia tidak menjelaskan mengapa ia menciumku tadi. Haruskah aku yang menanyakannya. Tidak! Dia pasti mengira aku terlalu percaya diri. Namun aku tidak bisa menahannya. Kuberanikan saja bertanya padanya. ”kau?” ”kau?” Kami berbicara bersamaan. ”kau duluan.” Kataku padanya. ”Tidak. Kau saja.” Balasnya. Aku mengalah. ”Baiklah. Bukankah kau berhutang penjelasan kepadaku?” Tudingku padanya. Dia sala
”Ponsel? Untuk apa?" Zhou Tian bertanya padaku. ”Aku ingin membuka akun sosmedku. Mungkin aku bisa mengabari Ayah melalui itu agar tidak khawatir padaku.” Jelasku padanya. ”Oh..nih kau bisa menggunakannya.” Ujar Zhou Tian menyodorkan ponselnya kepadaku. Lalu kualihkan tubuhku menghadap Zhou Tian. Tanpa diduga saat aku membalikkan badanku, kepalaku langsung menghadap dada Zhou Tian terlihat tetesan air masih membasahi dada bidangnya. Seketika aku menjadi malu. ”Sepertinya kau sangat ingin melihatnya dari dekat bukan?” Zhou Tian menggodaku. Aku berdalih, ”Kau saja yang terlalu tinggi seperti tiang listrik.” Dia tertawa melihatku yang salah tingkah. ”Kau saja yang terlalu pendek.” Aku malu mengakui bahwa tinggi badanku hanya setinggi dadanya. Lalu kuraih ponsel Zhou Tian dari tanga
”Naomi ayo kita berfoto.” Ujar Fan Yin sembari mengambil ponsel baruku yang dibeli Zhou Tian. Kemudian ia merangkulku dan membuat pose wajah imut. Untuk seorang pria Fan Yin terlalu cantik. Pantas saja banyak wanita yang ingin selalu menjadi pasangannya walau hanya satu malam. Tentu Fan Yin memanfaatkan wajahnya dengan baik untuk bersenang-senang dengan para wanita cantik. Ia dan Zhou Tian berbeda jauh. Zhou Tian yang selalu bersikap dingin kepada wanita manapun. Namun meski demikian tak sedikit wanita yang berusaha untuk mendapatkan hatinya. Tatapan matanya yang tajam selalu membuat hatiku berdebar. Wajahnya sangat tampan seperti pahatan patung Michael angelo. ”Ini nomor ponselku.” Ujar Fan Yin mengetik nomornya di ponselku. Aku menoleh kearah Zhou Tian. Dan kusodorkan ponselku padanya.”Beri juga nomor ponsel
Seketika kuletakkan tanganku di dada kiriku. Terasa jantungku berdetak cepat. Aku segera bangkit berdiri dan melangkah menjauh dari Zhou Tian. Dia mengejarku dan menarik tanganku. Langkahku terhenti. ”Maaf, jika sikapku barusan membuatmu marah. Seharusnya aku tidak melakukan itu.” Ujar Zhou Tian memelas. Lantas aku membalikkan badanku. Kubulatkan mataku padanya. ”Kau tahu, kau selalu sesukamu. Kadang kau bersikap dingin kadang bersikap manis. Dan apa itu tadi? Kau selalu melakukan hal yang di luar dugaan. Apa menyenangkan mempermainkan hati seseorang?” Aku melontarkan semua yang mengganjal di hati. Ia tidak bergeming dengan pernyataanku barusan. Lalu kuteruskan langkahku. Namun tiba-tiba aku merasakan kehangatan. Zhou Tian memeluk akuu dari belakang. Pelukannya tidak sedingin sikapnya. Terasa hangat dan menenangkan, tetapi ak
Malam semakin gelap bintang tak lagi bersembunyi. Cahaya rembulan berpendar menembus jendelaku. Ku pandangi langit malam. Ada satu yang bersinar sangat terang. Penglihatan ku sangat aneh saat melihat bintang itu justru yang terlihat adalah wajah Zhou Tian. Ku kedipkan mataku beberapa kali seakan tak percaya.Mungkin aku sudah jatuh cinta padanya. Hatiku selalu merasa hangat bila di dekatnya. Sebelum nya aku tidak pernah mencintai seseorang seperti ini. Aku bahkan tidak pernah menjalin hubungan dengan pria manapun. Aku sibuk membantu Ayah mencari uang untuk menghidupi kami. Masa mudaku ku habiskan dengan bekerja. Hingga ayah memintaku untuk menikah dengan Adrian Sebastian.Seharusnya aku tidak mengiyakan kemauan Ayah saat itu. Adrian pria brengsek yang membuat hidupku hancur. Tapi jika Adrian tidak melakukan itu, Aku juga mungkin tidak akan pernah bertemu dengan Zhou Tian. Aku tidak tahu apakah aku harus senang atau sedih .Mataku terasa sangat lelah. Ku rebahkan ba
Aku hanya membalasnya dengan senyuman. Ku ulurkan tanganku. ”Aku Naomi. Dan kau ?”Ia tersenyum sinis. ”Julie Wang.” Ia bahkan tidak menyambut tanganku. Fan Yin sedari tadi hanya menenggak wine nya. Ku lihat botol wine isinya tinggal setengah. Kemudian ia merangkul ku dan menarik kepalaku agar bersandar di bahunya.”Aku sudah memiliki kekasih, jadi mari kita akhiri hubungan ini. Aku sudah bosan denganmu Julie. ” Kemudian Fan Yin berakting membelai pipiku.Ku ikuti saja permainan Fan Yin dan aku membalas dengan bergelayut dalam pelukannya. Julie terlihat kesal melihat kami yang bermesraan.”Cih! Apa kalian tidak menganggap ku disini. Dasar tidak tahu malu. Berengsek!” Julie melihat kami dengan sinis kemudian ia menenggak wine milik Fan Yin.”Julie berhentilah mengikuti ku. Aku tidak mencintai mu. Maaf jika ini menyakitkan bagimu tapi kau tahu sendiri kan aku pria seperti apa.” Ujar Fan Yin.Julie diam saja ia terlihat frustasi. Terpancar kesedihan
Aku merasa kesal dengan Zhou Tian yang memarahi ku. Mengapa ia harus bersikap seperti itu. Memangnya aku siapa bagi dirinya sesukanya mengatur ku.”Berhenti.” Perintahku.Zhou Tian seketika menghentikan laju mobilnya. ”Kenapa?”Segera ku buka pintu mobil lalu aku turun ku banting pintu mobil dengan keras. Aku pergi berjalan kaki meninggalkannya. Hatiku terasa sakit. Bukan karena dia memarahiku. Tapi bila ia mengkhawatirkan aku mengapa ia tidak mengatakannya. Bila ia merasa cemburu seharusnya ia katakan saja. Bila ia tidak memiliki perasaan kepada ku harusnya jangan melakukan hal-hal yang membuat ku salah paham. Karena wanita butuh kepastian.Mobil Zhou Tian mengikutiku dari belakang seraya menghidupkan klakson mobilnya. Jelas saja itu menarik perhatian orang-orang.”Naiklah Nao. Ayo kita bicarakan baik-baik.” Ujar Zhou Tian memelas.Aku berpaling dan meneruskan langkahku. ”Aku tidak akan ikut denganmu. Pulanglah sendiri.””Lihat langitnya su
[Jika kau terlalu fokus, maka yang lain tak tampak bagimu. Jika kau terlalu jatuh ke dalam, maka kau akan sulit untuk naik. Jika kau terlalu memaksa mengejar sesuatu, segalanya belum tentu berakhir seperti yang kau inginkan.] Saat aku menulis cerita ini, aku menangis di pojokan karena merasa bersalah telah membuat ending yang menyedihkan seperti ini. Tapi dari awal aku buat cerita ini, memang sudah aku seting endingnya seperti ini. Jangan bully author ya😁 Tolong dimaafkan 😁😍 Memang tragis sih endingnya 😭😭😭😭 Sumpah aku nulisnya sambil mewek. Ga tega sama karakternya. Tapi cerita harus terus berlanjut. Terima kasih banyak buat kalian yang sudah baca Kisah Cinta Naomi. Aku bangga dan bahagia banget ceritaku ada yang baca. Pokoknya terima kasih, dear! Oh ya, kalian bisa baca buku aku yang lainnya. Seperti : KAU MILIKKU, kisah si cewek bar-bar dan superstar yang menderita philophobia Atau kalian suka genre Fanta
Dulu aku tidak pernah peduli dengan yang namanya cinta. Wanita hanyalah mainan saja bagiku. Namun, kini semuanya berubah sejak aku bertemu dengan Naomi. Hanya dengan sebuah senyuman polos ia berhasil memikat hatiku. Segalanya kulakukan untuk menarik perhatiannya, tetapi di dalam pandangannya hanya ada Zhou Tian.Kini aku memiliki dirinya seutuhnya setelah melenyapkan Zhou Tian, tetapi aku tidak merasa bahagia. Kupikir jika Zhou Tian mati, Naomi akan membuka hatinya untukku. Namun sekarang ia malah seperti mayat hidup. Setiap harinya ia hanya membisu memandangi langit. Tubuhnya semakin kurus karena tak ingin makan.Dan aku semakin frustrasi melihatnya yang menyedihkan seperti itu. Apa yang aku cari? Apa yang aku kejar? Aku telah dibutakan cinta, tetapi cinta itu sendiri menyiksaku sampai ke tulang. Setiap hari aku membujuknya dan memohon maaf kepadanya. Sedikitpun ia tidak peduli dengan semua yang kulakukan.
Sepasang tangan terulur dan merangkul pinggangku lalu menarik aku dengan keras. Hingga kami terjungkal ke atas lantai. Dia meringis kesakitan karena aku mendarat di atas tubuhnya. Aku begitu marah telah diselamatkannya. Saat ini aku hanya ingin menemui Zhou Tian.”Kau sudah gila! Untuk apa kau berdiri di sana? Apa yang ada dalam pikiranmu, hah?!” Sergah Fan Yin.Dalam sekejap tatapan mata serta raut wajahnya berubah lembut, ”Nao, kumohon jangan lakukan lagi hal bodoh seperti itu. Aku tidak mau kehilanganmu, Nao.”Aku menatap lurus ke dalam matanya lalu tanganku reflek menampar wajahnya. Sangat keras sampi meninggalkan bekas merah di sana. Ia tertegun dengan sikapku. Aku tak ingin berbicara. Semua suaraku seakan pergi dengan Zhou Tian. Diam.Kemudian aku bangkit berdiri dan duduk di kursi yang mengarah langsung ke luar jendela. Menatap kosong ke luar sana. Menangis
Saat aku membuka mata, cahaya-cahaya putih membutakan mataku beberapa saat. Di sekeliling, tembok-tembok putih dengan sedikit warna keemasan di garis tepiannya mengelilingi aku. Tempat ini sangat asing bagiku. Aku tidak tahu ada di mana. Mengapa aku bisa ada di sini? Kupegangi kepalaku dan mengacak-acak rambutku. Tetiba aku teringat dengan Zhou Tian. Pikiranku kembali kalut. Aku mulai panik. Pintu besar berwarna coklat itu jadi sasaran kemarahanku. Kugedor-gedor pintunya bahkan aku menendang pintu itu hingga kakiku sakit. Tak hentinya aku berusaha membuka pintu. Kursi kayu yang ada di depan meja rias, aku ambil dan melemparkannya ke pintu, namun seinci pun tidak bergerak. Suara teriakanku bergema di ruangan ini. Berkali-kali aku minta tolong tak satupun suara dari luar sana yang terdengar. Sunyi. Sedari tadi hanya suaraku saja yang memenuhi ruangan ini. Zhou Tian, bagaimana keadaanmu sekarang? Aku sangat ingin bertemu denganmu. Kau harus
Tuxedo putih yang di kenakan Zhou Tian berubah menjadi merah gelap dan berbau anyir. Darah segar keluar dari lubang bekas timah panas itu, terus mengalir hingga mengenai gaunku. Aku tidak henti-hentinya menekan lubang kecil itu. Suara tangisanku meraung-raung, pikiranku kalut. Rasa takut kehilangan akan dirinya berhasil membuatku seperti orang gila. Walaupun pandanganku mulai gelap akibat tidak kuat melihat darah, aku tetap bertahan di sisinya. Memukul-mukul pipinya agar tetap tersadar. ”Tian-tian, jangan tinggalkan aku. Kau harus bertahan! Kau tidak boleh mati. Aku akan membunuhmu jika kau lakukan itu!” isakan tangisanku semakin menjadi. Duniaku sudah runtuh. Pilar istanaku sudah roboh. Tetapi pria ini masih bisa tersenyum di saat sedang sekarat. Dia bukan kucing yang memiliki sembilan nyawa. Apa ia pasrah dengan semua ini? Aku benci melihatnya tersenyum seperti itu. Aku merasa itu seakan yang terakhir kulihat.
Seketika tubuhku gemetaran dan kalut. Aku takut hal buruk terjadi dengan Zhou Tian. Suaraku memekik berusaha meredakan ketegangan di antara mereka. Segera aku berdiri di depan Zhou Tian untuk menghalangi arah revolver Fan Yin.”Menyingkirlah, Nao! Aku tidak mau melukaimu. Aku hanya perlu menyingkirkan penghalang jalanku saja.” Fan Yin berusaha keras menguatkan genggamannya pada batang revolver itu. Bahkan revolver itu bergetar mengikuti getaran tangan Fan Yin.”Biar aku saja yang menggantikanya. Lakukanlah, aku harap itu bisa meredakan amarahmu. Tembak saja aku!” Aku berteriak kencang sampai-sampai tenggorokanku terasa sakit.Walaupun saat ini aku ketakutan dengan segala kengerian yang mungkin terjadi padaku, tetapi seinci pun kakiku tak bergeser. Kesunyian seketika melanda dikala matahari semakin menghilang. Gelap. Hanya ada cahaya dari lampu-lampu di garis batas pelabuhan. Gemuruh ombak yang men
Samar-samar aku mendengar suara bising dan aroma amis yang kuat di sekitarku. Perlahan aku membuka mata masih tampak buram. Kepalaku masih pusing dan perutku terasa mual. ”Hei, Nao. Kau sudah sadar?” suara yang sangat aku kenali memanggil namaku. Itu suara Fan Yin. Kini aku bisa melihat jelas wajahnya. Kualihkan pandanganku ke sekitar. Kapal-kapal tampak berjejer, aku ada di pelabuhan. Bau amis yang menyengat mencuat dari kapal ikan yang bersandar di sana. Mengapa aku bisa ada di sini? Di mana Zhou Tian? Apa yang sedang terjadi? Semua pertanyaan itu bermunculan di kepalaku. Lalu aku menatap Fan Yin dengan sinis. ”A Yin, mengapa kita di sini? Mengapa kau membawa aku kemari?” aku memekik. Kupegangi kepalaku yang masih pusing. Ia berjalan mendekati aku dan duduk selonjoran di sampingku. Ia menyandarkan kepalanya di pundakku, menangis tersedu-sedu. ”Maafkan aku, Nao.
Suara berisik dari burung camar juga deburan ombak yang menghantam karang, membangunkan tidurku. Dari celah-celah tenda, semburat cahaya putih menelisik masuk, menerpa netra yang masih setengah sadar. Rupanya pagi datang lagi. Kubuka dengan keras ziper tenda, pemandangan yang disuguhkan sungguh memanjakan mata.Zhou Tian masih malas-malasan, ia semakin menarik selimutnya. Ia menutup matanya dengan tangannya, menghalau sinar matahari yang tumpah ke wajahnya. Bergeser ke kiri dan ke kanan. Aku menikmati tingkahnya yang menggemaskan seperti itu. Aku tergoda untuk mengusili dia yang sedang tertidur itu, lalu kuambil rambutku dan menggoyangkannya di hidung Zhou Tian. Ia menggerakkan wajahnya dan mengusap hidungnya. Namun, ia tetap tertidur. Ah, aku semakin menjahilinya hingga ia terbangun dan tampak kesal.”Bangunlah, hari sudah terang,” perintahku.”Nao, aku masih ngantuk. Tolong nanti saja bangunkan
Zhou Tian segera bangun dari posisi tidurnya dan duduk menghadapku. Lalu ia menggerakkan kepalanya, memberikan kode agar aku bangun mengikutinya. Aku merasa agak kebingungan dengan sikapnya yang terlihat canggung dan sedikit salah tingkah. Mataku menelisik jauh ke dalam bola mata berwarna coklat itu, ia terlihat gelisah. ”Ada apa? Mengapa kau sangat gusar? Apakah ada yang mengusik pikiranmu?” tanyaku. Zhou Tian menggelengkan kepalanya beberapa kali lalu meraih tanganku dan meremasnya dengan lembut. Sebuah senyuman terbit di wajahnya yang sedikit berpasir. Tatapannya pada saat itu sangat dalam dan penuh cinta. ”Nao, hmm sebenarnya a-aku...” bahkan suaranya terdengar bergetar, ”ada yang ingin aku berikan, tetapi pejamkan dulu matamu dan jangan mengintip.” Rasa bingung bercampur penasaran mengaduk-aduk hatiku. Dan sedetik kemudian aku memejamkan mataku. Sungguh, ia membuatku penasara