Hari ini langit terlihat cerah. Begitu juga dengan suasana hatiku. Sudah kumantapkan dalam hati untuk bangkit dari kesedihan. Aku harus berjuang untuk menjalani kehidupan ini. Wejangan Fan Yin semalam seakan memberiku semangat baru.
Kukeluarkan semua isi bungkusan yang berserakan di kamar. Pakaian sepatu dan kosmetik semuanya ada. Tinggal satu bungkusan lagi yang belum kubuka. Saat aku membuka bungkusan itu, kulihat isi didalamnya adalah pakaian dalam wanita. Ternyata ia sedetail itu.
”Wah!" Kubentangkan celana dalam warna pink yang berenda di depanku. "Dia ternyata tidak lupa membeli dalaman wanita juga. Kini aku terkesan.” gumam ku sambil tersenyum.
Setelah selesai kubereskan semua pakaian itu, aku pun pergi membersihkan tubuhku. Kurasakan perih saat air menyentuh tubuhku yang luka. Dengan semua hal yang terjadi padaku beruntung aku masih bisa bernapas hingga saat ini. Aku akan membalas kebaikan Zhou Tian.
Saat aku sedang memakai pakaian, kudengar suara gaduh dari bawah. Aku penasaran lalu aku buru-buru mengenakan pakaianku. Segera aku keluar kamar. Dari atas balkon kulihat Zhou Tian dan Fan Yin berlumuran darah. Lalu ku turuni setiap anak tangga dengan cepat.
”Kau? Apa yang terjadi padamu? mengapa kalian terluka seperti ini.” Tanyaku.
Zhou Tian menghela napas dan memandangiku. ”Ini bukanlah apa-apa hanya luka kecil. Kami biasa mengalami hal seperti ini. Jangan khawatir nanti juga akan sembuh.”
”Yah.. tadi kami dihajar Lei wulong. Bisanya main keroyok. Untung saja kami bisa mengalahkannya. Kau tahu, gege tadi sangat hebat dia bisa menghajar pengawal Lei Wulong mundur.” Sahut Fan Yin, lalu ia melanjutkan kalimatnya. ”Apa kau pernah menonton film Crows Zero? Jika ya kurang lebih seperti itu adegan yang terjadi pada kami. Aduh, hidungku sakit sekali.” Fan Yin meringis sambil memegangi hidungnya yang berdarah.
Aku merasa bersalah dengan kejadian yang mereka alami. ”Maaf, kalian mengalami hal ini karena aku. Sungguh aku minta maaf aku hanya membawa masalah bagimu.” Saat mengatakannya air mataku jatuh.
Zhou Tian menatapku dengan nanar. Kemudian ia melangkah mendekati aku dan meletakkan kedua tangannya di atas pundakku.
”Hmm, ini bukan salahmu. Tapi salahku.” Ucap Zhou Tian, matanya menelisik ke dalam mataku.
”Iya Naomi. Kau jangan menangis karena hal ini. Lihat kami baik-baik saja. Kau tahu jika ada gege kau aman. Lihatlah, dia bahkan tidak meringis kesakitan meskipun mendapat lebam di wajahnya. Berhentilah menangis.” Sela Fan Yin.
Zhou Tian hanya memandangi Fan Yin dengan dingin saat mendengar ucapan Fan Yin barusan. Disaat begini Fan Yin masih bisa bercanda. Kuseka air mataku dengan punggung tanganku. Lalu kupandu Zhou Tian duduk di sofa.
”Di mana kalian menyimpan kotak P3K?” Tanyaku pada Fan Yin.
”Ada di rak dekat tv.” Jawab Fan Yin sambil menunjuk ke arah backdrop tv.
Segera aku pergi ke arah yang ditunjuk Fan Yin. Setelah menemukanya aku kembali ke sofa dan duduk di sebelah Zhou Tian. Kuambil kapas lalu kuteteskan alkohol. Dengan hati-hati kuseka luka yang ada di bibir dan dagu Zhou Tian pelan-pelan. Dia diam saja tanpa ekspresi menatapku melakukannya.
”Apakah sakit?” Tanyaku.
”Tidak.” Jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dariku.
Aku gugup saat diperhatikan seperti itu. Lalu tanpa sengaja mata kami bertemu. Ia menatapku dengan mata belatinya. Kualihkan pandanganku, jika menatapnya lebih lama akan membuat jantungku lompat dari tempatnya.
”Hei, yang sakit disini bukan hanya dia saja. Masih ada satu pasien disini.” Ujar Fan Yin memecah kecanggungan di antara kami.
”Tunggulah sebentar ini hampir selesai.” Balasku pada Fan Yin.
Lalu buru-buru aku mengobati luka Zhou Tian. Saat aku hendak berdiri, Zhou Tian menarik tanganku.
”Kau mau kemana? Pasien ini belum sembuh.” Ujar Zhou Tian
”Aku ingin mengobati Fan Yin juga.” Jawabku lalu kutarik tanganku dari genggaman Zhou Tian.
”Aiya, gege lukamu sudah diobati. Lihatlah diriku hidungku masih berdarah. Jangan egois hidungku juga membutuhkan perawatan.” Sifat kekanak-kanakannya Fan Yin keluar.
Aku tersenyum melihat tingkah Fan Yin. Kubersihkan darah yang mengalir dari hidung Fan Yin.
”Aduh, ini sakit sekali.” Teriak Fan Yin.
”Maaf. Aku akan lebih hati-hati.”
”Dasar badan saja yang besar. Itu saja berteriak.” Ujar Zhou Tian sambil melangkah pergi naik ke atas.
Aku hanya memperhatikannya pergi. Fan Yin kembali meringis. Kuseka kembali lukanya.
”Ternyata sungguh beruntung ada seorang wanita di rumah. Saat terluka akan ada yang merawat. Selama ini bila sakit atau pun harus terluka karena suatu hal pasti merawat diri sendiri. Naomi terima kasih sudah merawatku.” Fan Yin memegang kedua tanganku. Aku hanya membalasnya dengan senyuman.
”Kalian terluka karena diriku. Aku hanya bisa membantu dengan seperti ini. Harusnya aku yang berterima kasih. Juga kepada Zhou Tian aku berhutang budi padanya.” Aku berbicara dengan suara pelan.
”Selama ini gege tidak pernah bentrok dengan kelompok mana pun karena wanita. Ini pertama kalinya. Kau tahu julukan yang orang sandangkan padanya? Tembok es.” Fan Yin meluruskan kakinya dan menyandarkan punggungnya ke sofa.
Aku hanya mendengarkan saja semua cerita Fan Yin. Aku merasa tertarik dan penasaran dengan kisah Zhou Tian. Kemudian Fan Yin melanjutkan kalimatnya. ”Banyak wanita yang berusaha mendapatkan hatinya. Namun berakhir sia-sia. Sedikit pun dia tak pernah peduli. Namun kini ia...” Fan Yin terdiam sejenak. Lalu ia mendelik. ”Aiya... jangan-jangan kau gadis yang membuat gege berobat ke dokter.”
Aku membelalakkan mataku. ”Apa? dokter? Zhou Tian sakit?” Tanyaku dengan nada kaget.
Fan Yin tertawa sambil memegangi hidungnya yang sakit. ”Akhirnya pertanyaan yang selalu bersarang di kepalaku terjawab sudah. Wanita itu kau.” Ia kembali tertawa.
Aku semakin bingung dengan pernyataan Fan Yin barusan. ”Apa maksud dari ucapanmu? Aku tidak mengerti.” Semuanya terasa aneh menurutku.
”Sepertinya gege tertarik denganmu.” Ungkap Fan Yin.
Aku kaget mendengarnya. Lalu aku menyela. ”Kau salah paham. Dia melakukan itu karena merasa iba dengan aku.” Sebenarnya aku pun senang saat mendengar itu. Namun kutepis pikiran itu karena aku tidak ingin salah paham dengan pertolongan Zhou Tian.
Kemudian ia menimpali, ”Ya, sudah bila kau tak mempercayainya.” Lalu ia mengambil cermin kecil yang ada di bawah meja. ”Oh, hidungku yang malang. ketampananku ternodai. Bagaimana aku bisa berkencan nanti malam dengan penampilan seperti ini?” Gerutu Fan Yin sambil memegangi hidungnya.
”Kau tetap terlihat tampan kok. Kau dan Zhou Tian sifat kalian bertolak belakang. Dia selalu terlihat cuek dan kau pria yang hangat.”
”Sebenarnya dia juga pria yang hangat. Itu semua karena keluarganya. Ayahnya yang membuat ia menjadi seperti itu.” Balas Fan Yin.
”Ia punya keluarga?” Tanyaku penasaran.
Fan Yin menghela napas. Lalu ia melihat ke sekeliling untuk memastikan Zhou Tian tidak mendengarnya. ”Sebenarnya ia anak seorang pengusaha kaya dari Beijing. Ia Pewaris tunggal. Jadi ayahnya terlalu mengekangnya dan ia harus menuruti semua perintah ayahnya.”
Aku menyimak perkataan Fan Yin. Aku semakin penasaran dengan kisah Zhou Tian. Lalu Fan Yin melanjutkan ceritanya. ” Ia tidak tahan dengan semua aturan yang diberikan ayahnya. Pada akhirnya ia pun memberontak dan kabur dari rumah. Dan Jadilah dia yang sekarang.” Ia mengakhiri ceritanya.
”Sepertinya gosip kalian menyenangkan sekali.” Zhou Tian tiba-tiba datang. Kami pun kaget dengan kehadirannya.
Zhou Tian menatap Fan Yin dengan tajam yang membuat Fan Yin jadi salah tingkah.” Gege sejak kapan kau datang?” Tanya Fan Yin sambil cengengesan.
”Sejak cerita anak pengusaha kaya. Wah aku penasaran siapa anak pengusaha itu. Bisa kau beritahu padaku?” Tanya Zhou Tian dengan tatapan tajam.
Aku merasa kasihan melihat Fan Yin yang terintimidasi dengan kehadiran Zhou Tian. Lalu ku alihkan pembicaraan.” Apa dagumu sudah tidak sakit lagi?”
Zhou Tian memegang dagunya. ”Ya, sudah tidak sakit lagi. Terimakasih sudah membantuku mengobatinya tadi.” Jawabnya.
”Zhou Tian aku berhutang budi padamu. Aku akan membalas kebaikanmu. Terimakasih kau sudah menolongku. Tapi, tuan Lei sepertinya tidak akan pernah melepasmu. Aku telah menyeretmu kedalam situasi ini. Sekali lagi maaf.” Zhou Tian hanya memandangi aku kemudian ia menyela. ”Tidak masalah. Kau jangan merasa bersalah dengan semua ini. Aku bisa mengatasinya dengan caraku.” Tiba-tiba Luo datang menghampiri Zhou Tian. "Tuan, ada masalah di Black Kingdom.” Ujar Luo. Raut wajah Zhou Tian mengeras. Sesaat kemudian ia menyela. ”Mengapa bisa ada masalah? mengurus hal kecil saja kalian tidak becus.” Suara Zhou Tian meninggi. ”Pergilah, aku akan menyusul ke sana." Perintah Zhou Tian kemudian. ”Baik, tuan.” Balas Luo sembari menundukkan kepalanya lalu pergi keluar. Aku kaget mendengar suara Zhou Tian seperti itu. Zhou Tian meirikku lalu ia mendelik, ”Maaf, jika aku membuatmu takut. Akhir-akhir ini aku menghadapi banyak masalah.” Suaranya mulai lembut. ”Aku aka
Zhou Tian POV ”Mengapa bisa di sabotase?” Aku membentak Luo dan bawahannya. Luo hanya menunduk saja. ”Maaf tuan kami lalai. Aku akan mengurus masalah ini.” ”Mengurus, hah? Tidak kau lihat kerugian yang kualami.” Kusandarkan punggungku ke bahu sofa dan kuletakkan tanganku diatas kepalaku. Tiba-tiba aku teringat Lei wulong pasti dia yang membakar Black kingdom. Aku tidak menyangka dia bisa bertindak sejauh ini. Tiba-tiba ponsel kuberdering. Kulihat di layar Fan Yin yang menghubungi. Lalu segera kujawab panggilan itu. ”Ya. Ada apa?” Tanyaku. ”Gege, Naomi dibawa polisi.” Jawab Fan Yin tergesa-gesa. ”Apa? Mengapa bisa dibawa polisi?” Aku kaget mendengar kabar itu. ”Tadi kami pergi keluar makan di restoran. Namun, disini kebetulan ada beberapa polisi yang
Selama di perjalanan pulang aku hanya diam saja. Otakku masih memikirkan kejadian tadi. Ciuman Zhou Tian selalu terngiang di benakku. Kuletakkan tanganku di pipiku terasa panas karena merasa malu pada Zhou Tian. "Akhh...! Aku bisa gila tenanglah Naomi!" Teriakku dalam hati. Kuperhatikan Zhou Tian tidak berbicara sepatah kata pun. Ia fokus menyetir mobilnya. Tapi ia terlihat canggung . Bahkan ia tidak menjelaskan mengapa ia menciumku tadi. Haruskah aku yang menanyakannya. Tidak! Dia pasti mengira aku terlalu percaya diri. Namun aku tidak bisa menahannya. Kuberanikan saja bertanya padanya. ”kau?” ”kau?” Kami berbicara bersamaan. ”kau duluan.” Kataku padanya. ”Tidak. Kau saja.” Balasnya. Aku mengalah. ”Baiklah. Bukankah kau berhutang penjelasan kepadaku?” Tudingku padanya. Dia sala
”Ponsel? Untuk apa?" Zhou Tian bertanya padaku. ”Aku ingin membuka akun sosmedku. Mungkin aku bisa mengabari Ayah melalui itu agar tidak khawatir padaku.” Jelasku padanya. ”Oh..nih kau bisa menggunakannya.” Ujar Zhou Tian menyodorkan ponselnya kepadaku. Lalu kualihkan tubuhku menghadap Zhou Tian. Tanpa diduga saat aku membalikkan badanku, kepalaku langsung menghadap dada Zhou Tian terlihat tetesan air masih membasahi dada bidangnya. Seketika aku menjadi malu. ”Sepertinya kau sangat ingin melihatnya dari dekat bukan?” Zhou Tian menggodaku. Aku berdalih, ”Kau saja yang terlalu tinggi seperti tiang listrik.” Dia tertawa melihatku yang salah tingkah. ”Kau saja yang terlalu pendek.” Aku malu mengakui bahwa tinggi badanku hanya setinggi dadanya. Lalu kuraih ponsel Zhou Tian dari tanga
”Naomi ayo kita berfoto.” Ujar Fan Yin sembari mengambil ponsel baruku yang dibeli Zhou Tian. Kemudian ia merangkulku dan membuat pose wajah imut. Untuk seorang pria Fan Yin terlalu cantik. Pantas saja banyak wanita yang ingin selalu menjadi pasangannya walau hanya satu malam. Tentu Fan Yin memanfaatkan wajahnya dengan baik untuk bersenang-senang dengan para wanita cantik. Ia dan Zhou Tian berbeda jauh. Zhou Tian yang selalu bersikap dingin kepada wanita manapun. Namun meski demikian tak sedikit wanita yang berusaha untuk mendapatkan hatinya. Tatapan matanya yang tajam selalu membuat hatiku berdebar. Wajahnya sangat tampan seperti pahatan patung Michael angelo. ”Ini nomor ponselku.” Ujar Fan Yin mengetik nomornya di ponselku. Aku menoleh kearah Zhou Tian. Dan kusodorkan ponselku padanya.”Beri juga nomor ponsel
Seketika kuletakkan tanganku di dada kiriku. Terasa jantungku berdetak cepat. Aku segera bangkit berdiri dan melangkah menjauh dari Zhou Tian. Dia mengejarku dan menarik tanganku. Langkahku terhenti. ”Maaf, jika sikapku barusan membuatmu marah. Seharusnya aku tidak melakukan itu.” Ujar Zhou Tian memelas. Lantas aku membalikkan badanku. Kubulatkan mataku padanya. ”Kau tahu, kau selalu sesukamu. Kadang kau bersikap dingin kadang bersikap manis. Dan apa itu tadi? Kau selalu melakukan hal yang di luar dugaan. Apa menyenangkan mempermainkan hati seseorang?” Aku melontarkan semua yang mengganjal di hati. Ia tidak bergeming dengan pernyataanku barusan. Lalu kuteruskan langkahku. Namun tiba-tiba aku merasakan kehangatan. Zhou Tian memeluk akuu dari belakang. Pelukannya tidak sedingin sikapnya. Terasa hangat dan menenangkan, tetapi ak
Malam semakin gelap bintang tak lagi bersembunyi. Cahaya rembulan berpendar menembus jendelaku. Ku pandangi langit malam. Ada satu yang bersinar sangat terang. Penglihatan ku sangat aneh saat melihat bintang itu justru yang terlihat adalah wajah Zhou Tian. Ku kedipkan mataku beberapa kali seakan tak percaya.Mungkin aku sudah jatuh cinta padanya. Hatiku selalu merasa hangat bila di dekatnya. Sebelum nya aku tidak pernah mencintai seseorang seperti ini. Aku bahkan tidak pernah menjalin hubungan dengan pria manapun. Aku sibuk membantu Ayah mencari uang untuk menghidupi kami. Masa mudaku ku habiskan dengan bekerja. Hingga ayah memintaku untuk menikah dengan Adrian Sebastian.Seharusnya aku tidak mengiyakan kemauan Ayah saat itu. Adrian pria brengsek yang membuat hidupku hancur. Tapi jika Adrian tidak melakukan itu, Aku juga mungkin tidak akan pernah bertemu dengan Zhou Tian. Aku tidak tahu apakah aku harus senang atau sedih .Mataku terasa sangat lelah. Ku rebahkan ba
Aku hanya membalasnya dengan senyuman. Ku ulurkan tanganku. ”Aku Naomi. Dan kau ?”Ia tersenyum sinis. ”Julie Wang.” Ia bahkan tidak menyambut tanganku. Fan Yin sedari tadi hanya menenggak wine nya. Ku lihat botol wine isinya tinggal setengah. Kemudian ia merangkul ku dan menarik kepalaku agar bersandar di bahunya.”Aku sudah memiliki kekasih, jadi mari kita akhiri hubungan ini. Aku sudah bosan denganmu Julie. ” Kemudian Fan Yin berakting membelai pipiku.Ku ikuti saja permainan Fan Yin dan aku membalas dengan bergelayut dalam pelukannya. Julie terlihat kesal melihat kami yang bermesraan.”Cih! Apa kalian tidak menganggap ku disini. Dasar tidak tahu malu. Berengsek!” Julie melihat kami dengan sinis kemudian ia menenggak wine milik Fan Yin.”Julie berhentilah mengikuti ku. Aku tidak mencintai mu. Maaf jika ini menyakitkan bagimu tapi kau tahu sendiri kan aku pria seperti apa.” Ujar Fan Yin.Julie diam saja ia terlihat frustasi. Terpancar kesedihan
[Jika kau terlalu fokus, maka yang lain tak tampak bagimu. Jika kau terlalu jatuh ke dalam, maka kau akan sulit untuk naik. Jika kau terlalu memaksa mengejar sesuatu, segalanya belum tentu berakhir seperti yang kau inginkan.] Saat aku menulis cerita ini, aku menangis di pojokan karena merasa bersalah telah membuat ending yang menyedihkan seperti ini. Tapi dari awal aku buat cerita ini, memang sudah aku seting endingnya seperti ini. Jangan bully author ya😁 Tolong dimaafkan 😁😍 Memang tragis sih endingnya 😭😭😭😭 Sumpah aku nulisnya sambil mewek. Ga tega sama karakternya. Tapi cerita harus terus berlanjut. Terima kasih banyak buat kalian yang sudah baca Kisah Cinta Naomi. Aku bangga dan bahagia banget ceritaku ada yang baca. Pokoknya terima kasih, dear! Oh ya, kalian bisa baca buku aku yang lainnya. Seperti : KAU MILIKKU, kisah si cewek bar-bar dan superstar yang menderita philophobia Atau kalian suka genre Fanta
Dulu aku tidak pernah peduli dengan yang namanya cinta. Wanita hanyalah mainan saja bagiku. Namun, kini semuanya berubah sejak aku bertemu dengan Naomi. Hanya dengan sebuah senyuman polos ia berhasil memikat hatiku. Segalanya kulakukan untuk menarik perhatiannya, tetapi di dalam pandangannya hanya ada Zhou Tian.Kini aku memiliki dirinya seutuhnya setelah melenyapkan Zhou Tian, tetapi aku tidak merasa bahagia. Kupikir jika Zhou Tian mati, Naomi akan membuka hatinya untukku. Namun sekarang ia malah seperti mayat hidup. Setiap harinya ia hanya membisu memandangi langit. Tubuhnya semakin kurus karena tak ingin makan.Dan aku semakin frustrasi melihatnya yang menyedihkan seperti itu. Apa yang aku cari? Apa yang aku kejar? Aku telah dibutakan cinta, tetapi cinta itu sendiri menyiksaku sampai ke tulang. Setiap hari aku membujuknya dan memohon maaf kepadanya. Sedikitpun ia tidak peduli dengan semua yang kulakukan.
Sepasang tangan terulur dan merangkul pinggangku lalu menarik aku dengan keras. Hingga kami terjungkal ke atas lantai. Dia meringis kesakitan karena aku mendarat di atas tubuhnya. Aku begitu marah telah diselamatkannya. Saat ini aku hanya ingin menemui Zhou Tian.”Kau sudah gila! Untuk apa kau berdiri di sana? Apa yang ada dalam pikiranmu, hah?!” Sergah Fan Yin.Dalam sekejap tatapan mata serta raut wajahnya berubah lembut, ”Nao, kumohon jangan lakukan lagi hal bodoh seperti itu. Aku tidak mau kehilanganmu, Nao.”Aku menatap lurus ke dalam matanya lalu tanganku reflek menampar wajahnya. Sangat keras sampi meninggalkan bekas merah di sana. Ia tertegun dengan sikapku. Aku tak ingin berbicara. Semua suaraku seakan pergi dengan Zhou Tian. Diam.Kemudian aku bangkit berdiri dan duduk di kursi yang mengarah langsung ke luar jendela. Menatap kosong ke luar sana. Menangis
Saat aku membuka mata, cahaya-cahaya putih membutakan mataku beberapa saat. Di sekeliling, tembok-tembok putih dengan sedikit warna keemasan di garis tepiannya mengelilingi aku. Tempat ini sangat asing bagiku. Aku tidak tahu ada di mana. Mengapa aku bisa ada di sini? Kupegangi kepalaku dan mengacak-acak rambutku. Tetiba aku teringat dengan Zhou Tian. Pikiranku kembali kalut. Aku mulai panik. Pintu besar berwarna coklat itu jadi sasaran kemarahanku. Kugedor-gedor pintunya bahkan aku menendang pintu itu hingga kakiku sakit. Tak hentinya aku berusaha membuka pintu. Kursi kayu yang ada di depan meja rias, aku ambil dan melemparkannya ke pintu, namun seinci pun tidak bergerak. Suara teriakanku bergema di ruangan ini. Berkali-kali aku minta tolong tak satupun suara dari luar sana yang terdengar. Sunyi. Sedari tadi hanya suaraku saja yang memenuhi ruangan ini. Zhou Tian, bagaimana keadaanmu sekarang? Aku sangat ingin bertemu denganmu. Kau harus
Tuxedo putih yang di kenakan Zhou Tian berubah menjadi merah gelap dan berbau anyir. Darah segar keluar dari lubang bekas timah panas itu, terus mengalir hingga mengenai gaunku. Aku tidak henti-hentinya menekan lubang kecil itu. Suara tangisanku meraung-raung, pikiranku kalut. Rasa takut kehilangan akan dirinya berhasil membuatku seperti orang gila. Walaupun pandanganku mulai gelap akibat tidak kuat melihat darah, aku tetap bertahan di sisinya. Memukul-mukul pipinya agar tetap tersadar. ”Tian-tian, jangan tinggalkan aku. Kau harus bertahan! Kau tidak boleh mati. Aku akan membunuhmu jika kau lakukan itu!” isakan tangisanku semakin menjadi. Duniaku sudah runtuh. Pilar istanaku sudah roboh. Tetapi pria ini masih bisa tersenyum di saat sedang sekarat. Dia bukan kucing yang memiliki sembilan nyawa. Apa ia pasrah dengan semua ini? Aku benci melihatnya tersenyum seperti itu. Aku merasa itu seakan yang terakhir kulihat.
Seketika tubuhku gemetaran dan kalut. Aku takut hal buruk terjadi dengan Zhou Tian. Suaraku memekik berusaha meredakan ketegangan di antara mereka. Segera aku berdiri di depan Zhou Tian untuk menghalangi arah revolver Fan Yin.”Menyingkirlah, Nao! Aku tidak mau melukaimu. Aku hanya perlu menyingkirkan penghalang jalanku saja.” Fan Yin berusaha keras menguatkan genggamannya pada batang revolver itu. Bahkan revolver itu bergetar mengikuti getaran tangan Fan Yin.”Biar aku saja yang menggantikanya. Lakukanlah, aku harap itu bisa meredakan amarahmu. Tembak saja aku!” Aku berteriak kencang sampai-sampai tenggorokanku terasa sakit.Walaupun saat ini aku ketakutan dengan segala kengerian yang mungkin terjadi padaku, tetapi seinci pun kakiku tak bergeser. Kesunyian seketika melanda dikala matahari semakin menghilang. Gelap. Hanya ada cahaya dari lampu-lampu di garis batas pelabuhan. Gemuruh ombak yang men
Samar-samar aku mendengar suara bising dan aroma amis yang kuat di sekitarku. Perlahan aku membuka mata masih tampak buram. Kepalaku masih pusing dan perutku terasa mual. ”Hei, Nao. Kau sudah sadar?” suara yang sangat aku kenali memanggil namaku. Itu suara Fan Yin. Kini aku bisa melihat jelas wajahnya. Kualihkan pandanganku ke sekitar. Kapal-kapal tampak berjejer, aku ada di pelabuhan. Bau amis yang menyengat mencuat dari kapal ikan yang bersandar di sana. Mengapa aku bisa ada di sini? Di mana Zhou Tian? Apa yang sedang terjadi? Semua pertanyaan itu bermunculan di kepalaku. Lalu aku menatap Fan Yin dengan sinis. ”A Yin, mengapa kita di sini? Mengapa kau membawa aku kemari?” aku memekik. Kupegangi kepalaku yang masih pusing. Ia berjalan mendekati aku dan duduk selonjoran di sampingku. Ia menyandarkan kepalanya di pundakku, menangis tersedu-sedu. ”Maafkan aku, Nao.
Suara berisik dari burung camar juga deburan ombak yang menghantam karang, membangunkan tidurku. Dari celah-celah tenda, semburat cahaya putih menelisik masuk, menerpa netra yang masih setengah sadar. Rupanya pagi datang lagi. Kubuka dengan keras ziper tenda, pemandangan yang disuguhkan sungguh memanjakan mata.Zhou Tian masih malas-malasan, ia semakin menarik selimutnya. Ia menutup matanya dengan tangannya, menghalau sinar matahari yang tumpah ke wajahnya. Bergeser ke kiri dan ke kanan. Aku menikmati tingkahnya yang menggemaskan seperti itu. Aku tergoda untuk mengusili dia yang sedang tertidur itu, lalu kuambil rambutku dan menggoyangkannya di hidung Zhou Tian. Ia menggerakkan wajahnya dan mengusap hidungnya. Namun, ia tetap tertidur. Ah, aku semakin menjahilinya hingga ia terbangun dan tampak kesal.”Bangunlah, hari sudah terang,” perintahku.”Nao, aku masih ngantuk. Tolong nanti saja bangunkan
Zhou Tian segera bangun dari posisi tidurnya dan duduk menghadapku. Lalu ia menggerakkan kepalanya, memberikan kode agar aku bangun mengikutinya. Aku merasa agak kebingungan dengan sikapnya yang terlihat canggung dan sedikit salah tingkah. Mataku menelisik jauh ke dalam bola mata berwarna coklat itu, ia terlihat gelisah. ”Ada apa? Mengapa kau sangat gusar? Apakah ada yang mengusik pikiranmu?” tanyaku. Zhou Tian menggelengkan kepalanya beberapa kali lalu meraih tanganku dan meremasnya dengan lembut. Sebuah senyuman terbit di wajahnya yang sedikit berpasir. Tatapannya pada saat itu sangat dalam dan penuh cinta. ”Nao, hmm sebenarnya a-aku...” bahkan suaranya terdengar bergetar, ”ada yang ingin aku berikan, tetapi pejamkan dulu matamu dan jangan mengintip.” Rasa bingung bercampur penasaran mengaduk-aduk hatiku. Dan sedetik kemudian aku memejamkan mataku. Sungguh, ia membuatku penasara