Orang-orang memperhatikan aku yang sedang berlari. Mereka bahkan tidak memiliki empati untuk menolongku. Sial. Aku sudah kehabisan tenaga. Tubuhku mulai melemah namun aku terus berlari menjauh dari mereka. Keringat pun menetes dengan deras. Sesekali aku menoleh kebelakang memastikan mereka tidak lagi mengejarku.
Pada akhirnya aku sudah mencapai batas kemampuanku. Kakiku sudah tidak kuat lagi. Aku mulai melambat. Mereka semakin dekat denganku. Tapi aku masih berusaha berlari semampuku. Di ujung lorong bangunan aku melihat ada seorang pria yang sedang berdiri. Aku berteriak minta tolong padanya, dia menoleh ke arahku. Dan pada saat aku hendak dekat dengannya, aku jatuh tersungkur. Aku merasakan lelah yang luar biasa. Kakiku terasa sakit sekali. Aku sudah tidak kuat lagi untuk berlari.
”To-tolo..ngg aku.” Aku mengulurkan tanganku.
Para pengawal Tuan Lei berhasil mengejarku. Mereka menyeretku. Aku meronta berusaha melepaskan cengkraman tangan mereka. Tapi berakhir sia-sia. Mungkin ini sudah takdirku. Aku pasrah saja. Sekeras apa pun aku berlari, tetap berakhir seperti ini.
”Dasar kurang ajar! Berani-beraninya kau menipu kami.”
”Kumohon, biarkan aku pergi.” Aku memohon pada mereka.
Tiba-tiba pria yang kulihat di ujung lorong tadi menghampiri. Dia sedari tadi memperhatikan kami.
”Lepaskan gadis itu. Aku tidak suka pria yang menyakiti wanita.” Pria itu tersenyum. Suaranya terdengar berat namun tegas.
”Hei bung ! jangan ikut campur urusan kami. Jika tidak kau juga akan berakhir seperti wanita ini. Dia milik Tuan Lei. Enyahlah!!” Sergah mereka pada pria itu.
”Aku tidak peduli ia milik siapa. Aku hanya tidak suka pria yang menyakiti wanita. Huh..!! Seperti banci saja.” Pria itu tertawa.
Para pengawal tuan Lei tidak senang mendengar perkataan pria itu barusan. Mereka melepaskan cengkramannya padaku. Dan menantang pria itu berduel. Aku hanya menyaksikan mereka saling menyerang satu sama lain. Pria itu melayangkan tinjunya tepat mengenai wajah pengawal itu. Pria itu sangat tangkas sepertinya ia jago bela diri.
Dan pada akhirnya para pengawal itu pun mundur. Meskipun mereka ada dua tapi mereka tidak mampu mengalahkan pria itu. Kemudian ia menoleh ke arahku. Dia melihatku dengan tatapan dalam. Aku menebak-nebak apa yang dipikirkan pria itu terhadapku. Aku hanya menundukkan kepala, merasa terintimidasi dengan tatapannya. Lalu ia membelakangiku dan hendak pergi. Seketika aku menghentikannya.
”Terima kasih telah menolongku,” Kataku.
Ia hanya diam dan melangkah pergi. Aku bangkit berdiri mengikutinya dari belakang. Namun kakiku terasa sangat sakit. Telapak kakiku luka dan lecet akibat berlari tadi. Aku meringis kesakitan.
”Tolong aku. Aku baru disini. Aku tidak kenal siapa pun. Aku tidak punya tujuan.” Namun ia membisu.
”Aku takut mereka akan mengejarku lagi. Aku..tidak tahu harus kemana.” Airmataku mengalir. ”Ayah, aku ingin pulang.” Tangisku semakin pecah.
Ia menoleh ke arahku dan menghampiriku. Dia memperhatikan kakiku yang luka. Lama ia terdiam. Kemudian tanpa aba-aba ia menggendongku. Aku kaget dengan reaksinya yang tiba-tiba. Seketika perasaanku yang tidak tenang menjadi hangat.
Kulingkarkan tanganku di lehernya. Mataku tak hentinya memperhatikan wajahnya. Ia hanya diam sambil menggendongku. Aku tidak bisa mengalihkan mataku dari wajahnya. Ia begitu memesona. Wajahnya sangat rupawan. Matanya bagai elang dan hidungnya yang tinggi. Rambutnya menjuntai sampai ke bahu. Hatiku berdegup kencang.
Ia membawa aku masuk ke dalam mobil dan menurunkanku di kursi penumpang. Kemudian dia melaju mobilnya. Aku tidak bisa mengalihkan perhatianku padanya. Dia menyadari aku yang memperhatikannya.
”Sudah puas memandangiku? Apa wajahku sungguh mengganggumu?”
Aku terperanjat dengan ucapannya.
”Eh..aku ha..nya..terimakasih sudah menolongku. Jika tidak ada kau, mungkin aku sudah dibawa mereka.” Balasku padanya.
Kembali aku meringis kesakitan. Perutku masih terasa perih. Keringat dingin bercucuran. Dia menyadari aku yang kesakitan lalu ia membawaku ke klinik.
”Kau baik-baik saja? Kau terlihat sangat kesakitan.” Tanyanya sambil menghentikan laju mobilnya.
Sesaat kemudian ia menggendongku kedalam rangkulannya, aneh hatiku berdegup lagi. Ia membawa aku ruang IGD. Disana perawat dan dokter dengan sigap menanganiku. Dokter mengatakan asam lambungku naik. Kemudian dokter itu melihat seluruh tubuhku yang penuh luka dan memar.
”Aiya, apa yang terjadi padamu? Lihat semua luka ini? Ini harus diobati jika tidak akan menjadi infeksi.” Papar dokter jaga.
Dokter itu kemudian menyuruh perawat membersihkan lukaku. Setelah selasai ia memberi resep obat. Pria itu membayar biaya pengobatanku. Lalu ia membawaku kembali masuk kedalam mobil.
”Kau tinggal dimana? Biar aku antar.”
”Aku tidak tinggal di mana pun. Aku tidak punya rumah di sini. Bahkan keluarga pun tidak. Aku tidak punya tujuan.” Jawabku.
Ia menatapku dengan lirih. ”Lalu bagaimana kau bisa ada disini?” Tanyanya lagi.
Aku menceritakan semua yang terjadi padaku dan bagaimana aku bisa berada disini. Dia hanya diam mendengar ceritaku. Saat aku selesai berbicara ia menatapku dengan tatapan dalam. Jelas sekali itu tatapan kasihan.
”Ck!ck! Kau sungguh malang. Siapa namamu?”
”Aku Naomi Clara. Kau boleh memanggilku Naomi. Dan kau? ” Tanyaku lagi padanya.
”Zhou Tian.” Jawabnya singkat.
*******
Kami tiba di sebuah rumah yang sangat besar. Banyak pengawal yang menjaga rumah tersebut. Zhou Tian membuka pintu mobil kemudian ia menggendong aku membawa masuk ke dalam. Saat kami tiba di dalam rumah ada seorang pria yang duduk di sofa. Kemudian ia berdiri ketika melihat kami datang.
”Wah, Gege(abang) kau tidak pernah membawa wanita pulang. Kenapa sekarang tiba-tiba kau membawa wanita ke rumah?” Pria itu berjalan mendekat. Ia memperhatikan aku. Kemudian ia tersenyum .
”Cantik sekali. Selera yang bagus.” Dia melanjutkan perkataannya.
”Mengapa kau ada disini? Bukankah kau seharusnya ada di Macau.” Kata Zhou Tian dingin kemudian ia meletakkan aku di atas sofa.
”Kau tidak senang melihatku? Padahal aku merindukanmu.” Pria itu memanyunkan bibirnya.
”Lalu apa alasanmu kembali?”
”Aku bosan. Disini lebih menyenangkan. Siapa namamu nona?” Pria itu duduk disebelahku sambil tersenyum manis.
”Aku Naomi Clara. Panggil saja aku naomi.” Jawabku.
Jadi darimana asalmu? Kau terlihat bukan dari sini? Aku Fan Yin.” Tanya Fan Yin lagi.
”Aku dari Indonesia.” Ada rasa bangga saat aku mengatakannya.
”Wow! sudah kuduga. Lalu mengapa kau bisa ada di Hongkong?”
”Emm, a-aku...” Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, Zhou Tian memotong ucapanku.
”Jangan menggangunya pergilah bereskan kamar tamu.” Perintah Zhou Tian kepada Fan yin.
Fan yin terlihat tidak senang dengan perintah Zhou Tian. ”Ayolah Gege, kau tidak suka melihatku senang ya. Aku baru tiba di sini dan kau sudah menyuruhku . Sepertinya kau punya dendam padaku.”
”Lakukan saja yang kukatakan.” Kata Zhou Tian dingin tanpa ekspresi.
Fan yin menurut saja. Ia kemudian pergi menuju kamar yang disebut Zhou Tian. Rumah ini begitu besar. Terkesan mewah dengan tiang -tiang besar khas gaya Eropa. Lantainya menggunakan marmer hitam yang memberikan kesan kuat dan tangguh. Juga ada sebuah tangga besar di sudut dengan ukiran berwarna cokelat yang menambah kesan mewah.
Tiba-tiba ada seorang pria yang masuk ke dalam rumah tergesa- gesa dengan wajah yang tegang. Dia menghampiri Zhou Tian.
”Tuan, di depan ada Lei Wulong.” Kata pria itu.
Raut wajah Zhou Tian mengeras. ”Persilakan dia masuk.”
Lalu pria itu membungkukkan badannya dan pergi keluar. Sesaat kemudian aku melihat Tuan Lei dan beberapa pengawalnya masuk. Aku kaget bukan kepalang melihat tuan Lei. Zhou Tian yang sedari tadi hanya diam, ia tersenyum sinis melihat Tuan Lei.
”Apa yang membawamu kemari Lei wulong? Kau bukan orang yang suka berkunjung.” Tanya Zhou Tian dingin.
Tuan Lei tersenyum dan menoleh ke arahku yang duduk di sofa. Kemudian ia mengalihkan pandangannya ke Zhou Tian lagi.
”Ayolah, Tian - Tian. Kau tidak mungkin pura -pura tidak tahu. Kau mengambil milikku. Dan aku kesini untuk mengambilnya kembali.”
Tuan Lei kemudian menghampiriku. Seketika aku merasa ketakutan. Zhou Tian menyadari reaksiku yang ketakutan melihat Tuan Lei. Ia kemudian menghalangi Tuan Lei dengan badannya.
”Kau sekarang berada di rumahku. Kau tidak boleh menyentuh apapun yang ada disini. Termasuk dia. Dia bersamaku sekarang. Kau tahu kan aku bukan orang yang suka main-main.” Ekspresi wajah Zhou Tian menegang saat mengatakan itu.
Tuan Lei terlihat tidak senang. Kemudian ia menimpali, ”wah..wah.. aku tidak tahu kalau kau memiliki sisi yang butuh wanita juga. Selama ini kau tidak peduli. Zhou Tian aku menginginkan milikku kembali. Itu saja.”
”Tidak . Dia dirumah ini berarti tidak bisa di bawa kembali.” Jawab Zhou Tian tegas.
Aku hanya melihat perdebatan mereka. Memangnya aku ini barang. Aku kesal melihat mereka yang membicarakan aku seperti barang .
****
Zhou Tian POV. Awal aku melihatnya hatiku bergetar. Aku tidak pernah merasakan getaran ini sebelumnya. Tatapan matanya saat itu sangat menggoyahkan dinding es yang selama ini membentengi hatiku. Ya, dia wanita pertama yang berhasil merebut hatiku walau hanya tatapan nanar yang memohon pertolonganku. Saat itu penampilannya berantakan. Sekujur tubuhnya penuh memar dan luka. Aku menyukainya. Seketika hatiku tergerak untuk melindunginya. Sekarang Lei wulong ingin mengambilnya kembali. Hatiku bergejolak. Aku tidak ingin dia pergi bersama Lei wulong. ”Kau tahu wanita seperti apa dia? Aku membelinya dari rumah bordil. Itu artinya dia milikku. Kau tidak bisa mencegahku Zhou Tian. Cepat berikan wanita itu padaku.” Suara Lei wulong meninggi. Aku melirik Naomi. Mata kami beradu. Tatapannya seakan berbicara meminta tolong untuk tidak menyerahkannya. Biasanya aku tidak pernah berurusan dengan wanita. Apalagi ini wanita milik Lei wulong. Aku menghela na
Fan yin duduk menemaniku memandangi langit malam dari balik jendela. Ia tidak bicara ia hanya duduk saja di sebelahku. Pikiranku melayang jauh. Aku memikirkan Ayah. Ayah pasti mencari aku yang tiba-tiba hilang berminggu-minggu lamanya. "Hei..kau jangan bersedih lagi. Ada aku. Kau bisa membagi masalahmu padaku. Aku akan mendengarkan. Daripada kau harus menangis. Itu buang-buang energi saja." Fan Yin memulai pembicaraan. Aku menoleh. Kulihat ia tersenyum dan memasang mimik seperti anak-anak yang meminta permen. Aku menghela napas dan bibirku sedikit menyunggingkan senyum yang agak dipaksa. ”Aku merindukan kampung halamanku dan ayahku. Ayah pasti sedang mencari aku. Ia pasti kebingungan karena aku tiba-tiba menghilang.” Jawabku dengan sesunggukan. ”Aku mengerti perasaanmu. Aku juga dulu pernah memiliki orangtua. Tapi mereka sudah ada di surga. Aku juga terkadang menangis bila merindukan mereka.” ”Kau tidak akan mengerti. Aku bukan hanya men
Zhou Tian POV Aku melangkah keluar dari kamar Naomi. Kuletakkan telapak tanganku di dada kiriku. Jantungku tak karuan setelah memeluknya tadi. Terasa sesak saat berada di dekatnya. ”Sepertinya aku harus ke dokter. Akhir-akhir ini jantungku terasa sesak. Keberadaan Naomi membawa dampak buruk buat jantungku." Aku menggumam. Saat aku turun ke bawah, kulihat Fan Yin sedang sibuk bermain game di ruang tengah. Ia menyadari kehadiranku. ”Gege, kau mau kemana kok buru-buru sekali.” Tanya Fan Yin. ”Aku mau ke dokter.” Jawabku sambil terus melangkah keluar. Fan Yin kaget dan segera melompat dari sofa. Ia mengikuti aku dari belakang. ”Apa kau sakit? Kau terlihat baik-baik saja.” Aku hanya diam saja terus melangkah keluar menuju mobilku. Luo yang menyadari aku hendak pergi segera membukakan pintu mobil. Fan Yin juga ikut masuk kedalam mobil. ”Tuan, kemana tujuan kita?” tanya Luo. ”Rumah sakit.” Jawabku data
Hari ini langit terlihat cerah. Begitu juga dengan suasana hatiku. Sudah kumantapkan dalam hati untuk bangkit dari kesedihan. Aku harus berjuang untuk menjalani kehidupan ini. Wejangan Fan Yin semalam seakan memberiku semangat baru. Kukeluarkan semua isi bungkusan yang berserakan di kamar. Pakaian sepatu dan kosmetik semuanya ada. Tinggal satu bungkusan lagi yang belum kubuka. Saat aku membuka bungkusan itu, kulihat isi didalamnya adalah pakaian dalam wanita. Ternyata ia sedetail itu. ”Wah!" Kubentangkan celana dalam warna pink yang berenda di depanku. "Dia ternyata tidak lupa membeli dalaman wanita juga. Kini aku terkesan.” gumam ku sambil tersenyum. Setelah selesai kubereskan semua pakaian itu, aku pun pergi membersihkan tubuhku. Kurasakan perih saat air menyentuh tubuhku yang luka. Dengan semua hal yang terjadi padaku beruntung aku masih bisa bernapas hingga saat ini. Aku akan membalas kebaikan Zhou Tian. Saat aku sedang memakai pakaian, kudengar s
”Zhou Tian aku berhutang budi padamu. Aku akan membalas kebaikanmu. Terimakasih kau sudah menolongku. Tapi, tuan Lei sepertinya tidak akan pernah melepasmu. Aku telah menyeretmu kedalam situasi ini. Sekali lagi maaf.” Zhou Tian hanya memandangi aku kemudian ia menyela. ”Tidak masalah. Kau jangan merasa bersalah dengan semua ini. Aku bisa mengatasinya dengan caraku.” Tiba-tiba Luo datang menghampiri Zhou Tian. "Tuan, ada masalah di Black Kingdom.” Ujar Luo. Raut wajah Zhou Tian mengeras. Sesaat kemudian ia menyela. ”Mengapa bisa ada masalah? mengurus hal kecil saja kalian tidak becus.” Suara Zhou Tian meninggi. ”Pergilah, aku akan menyusul ke sana." Perintah Zhou Tian kemudian. ”Baik, tuan.” Balas Luo sembari menundukkan kepalanya lalu pergi keluar. Aku kaget mendengar suara Zhou Tian seperti itu. Zhou Tian meirikku lalu ia mendelik, ”Maaf, jika aku membuatmu takut. Akhir-akhir ini aku menghadapi banyak masalah.” Suaranya mulai lembut. ”Aku aka
Zhou Tian POV ”Mengapa bisa di sabotase?” Aku membentak Luo dan bawahannya. Luo hanya menunduk saja. ”Maaf tuan kami lalai. Aku akan mengurus masalah ini.” ”Mengurus, hah? Tidak kau lihat kerugian yang kualami.” Kusandarkan punggungku ke bahu sofa dan kuletakkan tanganku diatas kepalaku. Tiba-tiba aku teringat Lei wulong pasti dia yang membakar Black kingdom. Aku tidak menyangka dia bisa bertindak sejauh ini. Tiba-tiba ponsel kuberdering. Kulihat di layar Fan Yin yang menghubungi. Lalu segera kujawab panggilan itu. ”Ya. Ada apa?” Tanyaku. ”Gege, Naomi dibawa polisi.” Jawab Fan Yin tergesa-gesa. ”Apa? Mengapa bisa dibawa polisi?” Aku kaget mendengar kabar itu. ”Tadi kami pergi keluar makan di restoran. Namun, disini kebetulan ada beberapa polisi yang
Selama di perjalanan pulang aku hanya diam saja. Otakku masih memikirkan kejadian tadi. Ciuman Zhou Tian selalu terngiang di benakku. Kuletakkan tanganku di pipiku terasa panas karena merasa malu pada Zhou Tian. "Akhh...! Aku bisa gila tenanglah Naomi!" Teriakku dalam hati. Kuperhatikan Zhou Tian tidak berbicara sepatah kata pun. Ia fokus menyetir mobilnya. Tapi ia terlihat canggung . Bahkan ia tidak menjelaskan mengapa ia menciumku tadi. Haruskah aku yang menanyakannya. Tidak! Dia pasti mengira aku terlalu percaya diri. Namun aku tidak bisa menahannya. Kuberanikan saja bertanya padanya. ”kau?” ”kau?” Kami berbicara bersamaan. ”kau duluan.” Kataku padanya. ”Tidak. Kau saja.” Balasnya. Aku mengalah. ”Baiklah. Bukankah kau berhutang penjelasan kepadaku?” Tudingku padanya. Dia sala
”Ponsel? Untuk apa?" Zhou Tian bertanya padaku. ”Aku ingin membuka akun sosmedku. Mungkin aku bisa mengabari Ayah melalui itu agar tidak khawatir padaku.” Jelasku padanya. ”Oh..nih kau bisa menggunakannya.” Ujar Zhou Tian menyodorkan ponselnya kepadaku. Lalu kualihkan tubuhku menghadap Zhou Tian. Tanpa diduga saat aku membalikkan badanku, kepalaku langsung menghadap dada Zhou Tian terlihat tetesan air masih membasahi dada bidangnya. Seketika aku menjadi malu. ”Sepertinya kau sangat ingin melihatnya dari dekat bukan?” Zhou Tian menggodaku. Aku berdalih, ”Kau saja yang terlalu tinggi seperti tiang listrik.” Dia tertawa melihatku yang salah tingkah. ”Kau saja yang terlalu pendek.” Aku malu mengakui bahwa tinggi badanku hanya setinggi dadanya. Lalu kuraih ponsel Zhou Tian dari tanga
[Jika kau terlalu fokus, maka yang lain tak tampak bagimu. Jika kau terlalu jatuh ke dalam, maka kau akan sulit untuk naik. Jika kau terlalu memaksa mengejar sesuatu, segalanya belum tentu berakhir seperti yang kau inginkan.] Saat aku menulis cerita ini, aku menangis di pojokan karena merasa bersalah telah membuat ending yang menyedihkan seperti ini. Tapi dari awal aku buat cerita ini, memang sudah aku seting endingnya seperti ini. Jangan bully author ya😁 Tolong dimaafkan 😁😍 Memang tragis sih endingnya 😭😭😭😭 Sumpah aku nulisnya sambil mewek. Ga tega sama karakternya. Tapi cerita harus terus berlanjut. Terima kasih banyak buat kalian yang sudah baca Kisah Cinta Naomi. Aku bangga dan bahagia banget ceritaku ada yang baca. Pokoknya terima kasih, dear! Oh ya, kalian bisa baca buku aku yang lainnya. Seperti : KAU MILIKKU, kisah si cewek bar-bar dan superstar yang menderita philophobia Atau kalian suka genre Fanta
Dulu aku tidak pernah peduli dengan yang namanya cinta. Wanita hanyalah mainan saja bagiku. Namun, kini semuanya berubah sejak aku bertemu dengan Naomi. Hanya dengan sebuah senyuman polos ia berhasil memikat hatiku. Segalanya kulakukan untuk menarik perhatiannya, tetapi di dalam pandangannya hanya ada Zhou Tian.Kini aku memiliki dirinya seutuhnya setelah melenyapkan Zhou Tian, tetapi aku tidak merasa bahagia. Kupikir jika Zhou Tian mati, Naomi akan membuka hatinya untukku. Namun sekarang ia malah seperti mayat hidup. Setiap harinya ia hanya membisu memandangi langit. Tubuhnya semakin kurus karena tak ingin makan.Dan aku semakin frustrasi melihatnya yang menyedihkan seperti itu. Apa yang aku cari? Apa yang aku kejar? Aku telah dibutakan cinta, tetapi cinta itu sendiri menyiksaku sampai ke tulang. Setiap hari aku membujuknya dan memohon maaf kepadanya. Sedikitpun ia tidak peduli dengan semua yang kulakukan.
Sepasang tangan terulur dan merangkul pinggangku lalu menarik aku dengan keras. Hingga kami terjungkal ke atas lantai. Dia meringis kesakitan karena aku mendarat di atas tubuhnya. Aku begitu marah telah diselamatkannya. Saat ini aku hanya ingin menemui Zhou Tian.”Kau sudah gila! Untuk apa kau berdiri di sana? Apa yang ada dalam pikiranmu, hah?!” Sergah Fan Yin.Dalam sekejap tatapan mata serta raut wajahnya berubah lembut, ”Nao, kumohon jangan lakukan lagi hal bodoh seperti itu. Aku tidak mau kehilanganmu, Nao.”Aku menatap lurus ke dalam matanya lalu tanganku reflek menampar wajahnya. Sangat keras sampi meninggalkan bekas merah di sana. Ia tertegun dengan sikapku. Aku tak ingin berbicara. Semua suaraku seakan pergi dengan Zhou Tian. Diam.Kemudian aku bangkit berdiri dan duduk di kursi yang mengarah langsung ke luar jendela. Menatap kosong ke luar sana. Menangis
Saat aku membuka mata, cahaya-cahaya putih membutakan mataku beberapa saat. Di sekeliling, tembok-tembok putih dengan sedikit warna keemasan di garis tepiannya mengelilingi aku. Tempat ini sangat asing bagiku. Aku tidak tahu ada di mana. Mengapa aku bisa ada di sini? Kupegangi kepalaku dan mengacak-acak rambutku. Tetiba aku teringat dengan Zhou Tian. Pikiranku kembali kalut. Aku mulai panik. Pintu besar berwarna coklat itu jadi sasaran kemarahanku. Kugedor-gedor pintunya bahkan aku menendang pintu itu hingga kakiku sakit. Tak hentinya aku berusaha membuka pintu. Kursi kayu yang ada di depan meja rias, aku ambil dan melemparkannya ke pintu, namun seinci pun tidak bergerak. Suara teriakanku bergema di ruangan ini. Berkali-kali aku minta tolong tak satupun suara dari luar sana yang terdengar. Sunyi. Sedari tadi hanya suaraku saja yang memenuhi ruangan ini. Zhou Tian, bagaimana keadaanmu sekarang? Aku sangat ingin bertemu denganmu. Kau harus
Tuxedo putih yang di kenakan Zhou Tian berubah menjadi merah gelap dan berbau anyir. Darah segar keluar dari lubang bekas timah panas itu, terus mengalir hingga mengenai gaunku. Aku tidak henti-hentinya menekan lubang kecil itu. Suara tangisanku meraung-raung, pikiranku kalut. Rasa takut kehilangan akan dirinya berhasil membuatku seperti orang gila. Walaupun pandanganku mulai gelap akibat tidak kuat melihat darah, aku tetap bertahan di sisinya. Memukul-mukul pipinya agar tetap tersadar. ”Tian-tian, jangan tinggalkan aku. Kau harus bertahan! Kau tidak boleh mati. Aku akan membunuhmu jika kau lakukan itu!” isakan tangisanku semakin menjadi. Duniaku sudah runtuh. Pilar istanaku sudah roboh. Tetapi pria ini masih bisa tersenyum di saat sedang sekarat. Dia bukan kucing yang memiliki sembilan nyawa. Apa ia pasrah dengan semua ini? Aku benci melihatnya tersenyum seperti itu. Aku merasa itu seakan yang terakhir kulihat.
Seketika tubuhku gemetaran dan kalut. Aku takut hal buruk terjadi dengan Zhou Tian. Suaraku memekik berusaha meredakan ketegangan di antara mereka. Segera aku berdiri di depan Zhou Tian untuk menghalangi arah revolver Fan Yin.”Menyingkirlah, Nao! Aku tidak mau melukaimu. Aku hanya perlu menyingkirkan penghalang jalanku saja.” Fan Yin berusaha keras menguatkan genggamannya pada batang revolver itu. Bahkan revolver itu bergetar mengikuti getaran tangan Fan Yin.”Biar aku saja yang menggantikanya. Lakukanlah, aku harap itu bisa meredakan amarahmu. Tembak saja aku!” Aku berteriak kencang sampai-sampai tenggorokanku terasa sakit.Walaupun saat ini aku ketakutan dengan segala kengerian yang mungkin terjadi padaku, tetapi seinci pun kakiku tak bergeser. Kesunyian seketika melanda dikala matahari semakin menghilang. Gelap. Hanya ada cahaya dari lampu-lampu di garis batas pelabuhan. Gemuruh ombak yang men
Samar-samar aku mendengar suara bising dan aroma amis yang kuat di sekitarku. Perlahan aku membuka mata masih tampak buram. Kepalaku masih pusing dan perutku terasa mual. ”Hei, Nao. Kau sudah sadar?” suara yang sangat aku kenali memanggil namaku. Itu suara Fan Yin. Kini aku bisa melihat jelas wajahnya. Kualihkan pandanganku ke sekitar. Kapal-kapal tampak berjejer, aku ada di pelabuhan. Bau amis yang menyengat mencuat dari kapal ikan yang bersandar di sana. Mengapa aku bisa ada di sini? Di mana Zhou Tian? Apa yang sedang terjadi? Semua pertanyaan itu bermunculan di kepalaku. Lalu aku menatap Fan Yin dengan sinis. ”A Yin, mengapa kita di sini? Mengapa kau membawa aku kemari?” aku memekik. Kupegangi kepalaku yang masih pusing. Ia berjalan mendekati aku dan duduk selonjoran di sampingku. Ia menyandarkan kepalanya di pundakku, menangis tersedu-sedu. ”Maafkan aku, Nao.
Suara berisik dari burung camar juga deburan ombak yang menghantam karang, membangunkan tidurku. Dari celah-celah tenda, semburat cahaya putih menelisik masuk, menerpa netra yang masih setengah sadar. Rupanya pagi datang lagi. Kubuka dengan keras ziper tenda, pemandangan yang disuguhkan sungguh memanjakan mata.Zhou Tian masih malas-malasan, ia semakin menarik selimutnya. Ia menutup matanya dengan tangannya, menghalau sinar matahari yang tumpah ke wajahnya. Bergeser ke kiri dan ke kanan. Aku menikmati tingkahnya yang menggemaskan seperti itu. Aku tergoda untuk mengusili dia yang sedang tertidur itu, lalu kuambil rambutku dan menggoyangkannya di hidung Zhou Tian. Ia menggerakkan wajahnya dan mengusap hidungnya. Namun, ia tetap tertidur. Ah, aku semakin menjahilinya hingga ia terbangun dan tampak kesal.”Bangunlah, hari sudah terang,” perintahku.”Nao, aku masih ngantuk. Tolong nanti saja bangunkan
Zhou Tian segera bangun dari posisi tidurnya dan duduk menghadapku. Lalu ia menggerakkan kepalanya, memberikan kode agar aku bangun mengikutinya. Aku merasa agak kebingungan dengan sikapnya yang terlihat canggung dan sedikit salah tingkah. Mataku menelisik jauh ke dalam bola mata berwarna coklat itu, ia terlihat gelisah. ”Ada apa? Mengapa kau sangat gusar? Apakah ada yang mengusik pikiranmu?” tanyaku. Zhou Tian menggelengkan kepalanya beberapa kali lalu meraih tanganku dan meremasnya dengan lembut. Sebuah senyuman terbit di wajahnya yang sedikit berpasir. Tatapannya pada saat itu sangat dalam dan penuh cinta. ”Nao, hmm sebenarnya a-aku...” bahkan suaranya terdengar bergetar, ”ada yang ingin aku berikan, tetapi pejamkan dulu matamu dan jangan mengintip.” Rasa bingung bercampur penasaran mengaduk-aduk hatiku. Dan sedetik kemudian aku memejamkan mataku. Sungguh, ia membuatku penasara