Dominica berhenti, kemudian tanpa menoleh ia berkata sedih, "selama kau belum memiliki kepercayaan padaku, akan sia-sia semua ucapanku."
Kemudian ia melanjutkan langkahnya meninggalkan ruangan tersebut dengan rasa perih di dada.
Angelo yang sedang duduk seketika bangkit begitu melihat Dominica keluar dari pintu yang terbuka. Ia berdiri namun tak berkata apa-apa. Hanya matanya yang menyiratkan pertanyaan.
"Angelo, aku ingin istirahat. Aku sangat lelah," ucap Dominica pelan.
"Baik, tuan. Aku dan Sanzio akan mengurus bisnis hari ini. Silahkan anda beristirahat dengan tenang," balas Angelo.
Dominica berjalan dengan langkah diseret. Pria itu terlihat sangat lelah dan sangat tua. Angelo tiba-tiba merasa iba melihat sang pemimpin Kl
Celeste menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ia mencoba menghilangkan pikiran-pikiran jahat dari benaknya."Jika aku biarkan pikiran seperti itu bercokol di kepalaku, lama-lama aku bisa menjadi next Armando Ferrari," gumamnya ngeri."Dan aku tidak ingin hal itu terjadi," Celeste bergidik membayangkan dirinya berubah menjadi tamak akan kekayaan.Ia segera menggeleng-gelengkan kepalanya kuat-kuat, lalu menatap bayangannya kembali di cermin. Disana ia melihat seorang wanita cantik anggun dan terhormat balas menatapnya."Celeste, kau tidak boleh merusak semuanya. Kau adalah wanita yang sangat dicintai oleh Juan. Hanya tinggal menunggu waktu, Juan pasti akan melamarmu.
Celeste melenggang masuk ke ruang makan mencari Juan, namun ia tak mendapati pria itu disana. Lalu ia berjalan lagi mencari ke ruang kerja Dominica, biasanya Juan ada disana. Namun kali ini pun kekasihnya tidak ada.Kening Celeste berkerut, "dimana dia? Apa dia pergi tanpa memberitahuku?" tanyanya dengan bergumam.Ia lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju ruangan lain, masih sama. Batang hidung Juan sama sekali tak tampak. Hingga ia tiba di bar pribadi rumah. Dengan kesal, Celeste menghempaskan tubuhnya ke sofa lalu memesan minuman untuknya."Kemana dia? Aku sama sekali tidak bisa menemukannya," keluh Celeste dengan wajah cemberut.Ia meraih gelas minumannya dan langsung menenggak habis cairan berwarna coklat bening itu. Tak berhenti sampai situ, tangannya deng
Luciano melangkah menyusuri ruangan demi ruangan di rumahnya untuk mencari Orazio, pria kurus berkacamata dengan mata berdekatan terkesan licik itu. Namun pria itu tidak kelihatan batang hidungnya."Aneh, seharusnya ia ada di suatu tempat di rumah ini. Bukankah dia mendampingi papa ke kediaman Maximo? Papa saja baru datang, tapi mengapa dia tidak ada?" batin Luciano keheranan."Kemana dia?" tanya Luciano sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.Sementara itu di suatu ruangan yang penuh dengan barang-barang antik, duduklah seorang pria bertubuh gempal dengan kepala setengah botak. Igor Lazovsky. Seorang mafia Rusia dengan reputasi nomor satu di negaranya tengah bercakap-cakap dengan sang putra, Damien Lazovsky."Bagaimana
"Sayang, sayang, lihat aku!" panggil Juan cepat sambil memegang kedua bahu Celeste."Ada aku, sayang. Aku sudah berjanji akan melindungimu," ucap Juan sambil menatap manik mata Celeste."Tapi… tapi bagaimana jika masalahnya semakin rumit dan kau… kau… ah, aku tak sanggup jika harus kehilangan kau, Juan" rengek Celeste terbata-bata tak sanggup menyelesaikan kalimatnya.Juan langsung merengkuh tubuh Celeste masuk kedalam dekapannya, "sayang, kau jangan khawatir. Kau belum mengenal diriku, aku sanggup menghadapi berapa orangpun untuk melindungimu."Juan berusaha menenangkan Celeste yang panik, tubuh wanita itu menggigil ketakutan, bibirnya gemetar. Celeste berusaha untuk mempercayai ucapan Juan, namun tubuhnya tidak bereaksi seperti yang diinginkannya.
Pagi itu, Luciano berjalan mondar-mandir di kamarnya dengan gusar, keningnya berkerut menandakan ia tengah berpikir keras."Dimana Orazio sialan itu?! Kemana perginya dia?! Seharian kemarin aku mencarinya kemana-mana, tapi tak menemukannya sama sekali!" rutuk Luciano kesal."Ponselnya pun tidak aktif. Apa yang ia lakukan kemarin setelah mendampingi papa dari kediaman Maximo?" tanya Luciano curiga."Ini tidak pernah terjadi. Biasanya Orazio selalu dapat dengan mudah ditemukan di seluruh rumah ini. Terutama di bar. Itu adalah tempat favoritnya," lanjut Luciano semakin curiga."Aku merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Apa aku harus menyuruh orang untuk memata-matai Orazio?" tanya Luciano menimbang-nimbang."Tapi kalau papa ta
Franco menatap nanar kertas berisi tulisan tersebut. Tangannya gemetar saat membaca isinya. Tenggorokannya tercekat, oksigen tiba-tiba terasa kurang dikamar itu.Franco cepat-cepat mengambil air di meja nakas samping tempat tidur dan langsung menghabiskannya dalam sekali teguk. Nafasnya berangsur-angsur normal, namun degup jantungnya masih terdengar kencang.Sekali lagi Franco membaca surat tersebut dengan raut wajah tak percaya bercampur shock."Apa artinya ini?" gumam Franco dengan bibir gemetar."Apa ini sebuah lelucon? Siapa yang mengirimkan surat ini?!" tanya Franco yang mulai tersulut emosinya.Ia lalu meraih gagang telepon di meja dan menghubungi Orazio."Dimana kau?
Terbayang di pelupuk mata Orazio, seorang wanita cantik berkulit putih bermata biru dengan bibir merah tipis. Rambutnya yang pirang panjang dikuncir kuda, sangat cocok dengan dirinya yang feminim namun sedikit tomboy.Alena. Gadis itu bernama Alena Lazovsky. Putri mafia Rusia nomor satu yang paling ditakuti. Dialah alasan mengapa kekisruhan antara Dominica Maximo dan Franco Marchetti terjadi.Lalu mengapa, saat rencana sang ayah, Igor Lazovsky hampir sempurna. Alena tiba-tiba mengirimi Franco surat berisi peringatan seperti itu? Apakah Alena berubah pikiran?Orazio memejamkan matanya, tak habis pikir dengan tindakan gegabah gadis itu. Usahanya selama ini akan sia-sia jika Alena bertemu Franco dan menceritakan semuanya.Selama ini Igor mempercayainya untuk memata-matai Fr
"Ap-apa maksudmu, tuan Luciano," balas Orazio tergagap. Keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya, namun ia berusaha untuk tetap tenang."Mengapa kau menuduhku sebagai mata-mata? Atas dasar apa? Jika tuan Franco tahu, dia pasti akan marah besar padamu, tuan Luciano," lanjut Orazio berusaha menutupi keterkejutannya."Hahahahaha!"Tiba-tiba Luciano tertawa terbahak-bahak, membuat Orazio kebingungan dengan sikap putra pemimpin Klan Marchetti itu."Hahahahaha! Kau lucu sekali, Orazio! Hahahahaha!"Kemudian Luciano berhenti lalu berjalan mendekati Orazio. Ia berhenti tepat di dekat Orazio hanya berjarak sekitar 30 cm. Tawanya telah hilang digantikan keseriusan. Ia menatap tajam Orazio.
Juan dan Celeste tercengang menatap wanita yang tiba-tiba muncul dihadapan mereka. Wanita yang dibawa oleh Angelo yang dikenal dingin dan anti perempuan."Angelo?" ucap Celeste bingung."Perkenalkan, namanya Fiorella. Maafkan jika aku telah lancang mengajaknya untuk tinggal disini tanpa memberitahu kalian berdua terlebih dahulu. Tapi, ada alasan mengapa aku melakukan hal ini, tuan Juan, nona Celeste," jelas Angelo."Aku Fiorella, senang berkenalan dengan anda berdua," ucap Fiorella gugup."Ada apa ini, Angelo? Tidak biasanya kau membawa wanita seperti ini?" tanya Juan blak-blakkan didepan Fiorella."Dia adalah wanita yang diceritakan oleh Davidde tadi pagi, tuan Juan," jelas Angelo.
“A-apa maksudmu, Angelo? K-kau mengajakku tinggal bersamamu? Apakah tidak terlalu cepat? Kita berdua baru saja kenal,” ucap Fiorella dengan wajah merona merah karena malu.Menyadari kalau kalimat yang diucapkannya membuat Fiorella berpikiran macam-macam, Angelo cepat-cepat mengoreksinya dengan wajah sama merahnya dengan wanita itu.“Ah, ti-tidak! Maksudku bukan seperti itu! Maafkan aku jika ucapanku membuatmu berpikiran macam-macam!”“Maksudku, aku selama ini tinggal di hotel K bersama atasanku dan juga pacarnya. Mereka menyewa seluruh lantai, sehingga banyak kamar kosong. Jika kau mau, kau bisa mengisi salah satu kamar kosong di sana sampai kami menangkap pembunuh itu,” jelas Angelo cepat-cepat.“Oh, seperti itu,” ko
Angelo melesat bagai peluru meninggalkan ruangan itu langsung masuk kedalam mobil tanpa memperdulikan Juan yang meneriakkan namanya. Saat ini yang ada dipikirannya hanya satu. Fiorella.Ciri-ciri yang diceritakan oleh Davidde sangat cocok dengan Fiorella. Apalagi wanita itu membawa sekeranjang bunga, seingatnya Fiorella pernah bercerita padanya kalau ia sering membawa pulang bunga-bunga yang mulai layu untuk dikeringkan di rumahnya.“Pantas saja, dia tak membuka tokonya hari ini. Dia pasti syok dan ketakutan dengan kejadian semalam,” gumam Angelo.Tak sabar untuk segera bertemu dengan wanita itu, Angelo bagai kerasukan menekan pedal gas dalam-dalam. Membawa mobil dengan kecepatan penuh. Hampir semua lalulintas dilewatinya tanpa perduli apakah sedang merah atau hijau. Yang ada dipikirannya sekarang adalah
Pagi itu, Angelo kembali berjalan-jalan disekitar hotel hingga ke pasaraya yang letaknya tak jauh dari sana. Ia berniat mengenal Fiorella lebih jauh lagi. Setelah percakapan pertama keduanya, sudah sekitar 3 hari ia tak melihat wanita itu. Ia disibukkan dengan pembunuhan Domenico.Pagi ini sedikit senggang, sebelum mereka kembali ke markas Klan Maximo siang ini. Angelo menyempatkan menemui Fiorella untuk bercakap-cakap.Dengan bersemangat dan dada berdebar, Angelo berjalan menuju toko bunga Fiorella. Namun seketika ia mengernyit saat melihat toko wanita itu tutup. Tidak seperti biasanya, setahu Angelo Fiorella tidak pernah menutup tokonya.Dengan rasa penasaran ia lalu mendekati penjual tembikar yang letaknya persis di samping toko bunga Fiorella."Permisi, apa kau tahu
Angelo segera memasukkan memory card tersebut kedalam saku jasnya. Setelah itu keduanya bergegas mengembalikan barang-barang tersebut pada petugas. Dengan tergesa-gesa keduanya kembali ke mobil dan segera pergi dari sana."Ini, tuan Juan," ucap Angelo sambil memberikan memory card yang disimpannya tadi."Haruskah aku lihat sekarang?" tanya Juan meminta pendapat Angelo."Mengapa tidak? Lebih cepat kita tahu isi memory card itu bukankah lebih baik? Siapa tahu disana ada petunjuk yang kita inginkan," balas Angelo ringan.
Angelo kembali ke hotel dengan suasana hati yang lebih cerah. Pertemuannya dengan wanita pemilik toko bunga, Fiorella, sedikit mencerahkan hatinya yang cukup lama berkabut.Dengan bersenandung kecil, Angelo memasuki kamar hotelnya. Ia terus teringat akan Fiorella, dadanya berdebar kencang setiap kali ia teringat wanita itu. Apakah ia jatuh cinta lagi? Pada wanita yang sama namun sedikit berbeda? Angelo menggeleng, mengusir pikiran melantur itu."Apa yang kau pikirkan, Angelo? Dia bukan Carina, dia Fiorella. Walaupun wajah mereka sama, itu bukan dia. Carina mu tidak akan kembali, sadarlah," tegurnya pada dirinya sendiri.Walau begitu, Angelo tetap memikirkan Fiorella. Memikirkan wanita itu diluar dugaan memberikan ketenangan dalam hatinya.****
Menuruti perintah Juan, Angelo segera mengumpulkan anak buah Klan Maximo kemudian memberi mereka perintah untuk menyelidiki Alonzo. Serta berpatroli minimal 3 orang, agar menghindari penyerangan yang tidak diinginkan.Sementara Domenico telah pergi meninggalkan hotel dengan mengemban tugas menyelidiki bosnya sendiri, Armando Ferrari.Juan masuk kedalam kamar hotelnya dengan semangat baru, wajahnya kini berseri-seri tidak lagi murung seperti beberapa hari lalu. Celeste yang tengah duduk santai sambil membaca majalah mode merasa senang melihat perubahan itu."Darimana kau sayang? Aku mencarimu dari tadi," tanya Celeste sambil menurunkan majalah yang dibacanya."Aku tadi habis bertemu Domenico, sayang," jawab Juan sambil mencium pipi Celeste.
Ottavio masuk ke dalam lift hotel dengan Domenico mengekor di belakang. Ia memencet tombol 7 yang artinya mereka akan ke lantai 7, dimana semua kamar di lantai itu adalah milik Juan untuk sementara dirinya tinggal di hotel itu.Domenico mengikuti Ottavio dalam diam, hanya matanya yang memperhatikan sepanjang perjalanan menuju tempat bertemu Juan dan Angelo. Tibalah keduanya di lantai 7 dan Ottavio segera keluar lift terus berjalan menuju kamar bernomor 710 sesuai instruksi yang diberikan.TOK! TOK! TOK!Ottavio mengetuk pelan pintu kamar nomor 710. Tak butuh waktu lama pintu kamar terbuka dan muncullah sosok sempurna Angelo. Ottavio terdiam, terpesona sekaligus terintimidasi oleh kehadiran Angelo. Apalagi pria itu tepat berdiri dihadapannya.Dengan bibir gemetar, Ottavio
Angelo berjalan dengan terburu-buru meninggalkan pasaraya. Wajahnya pucat dengan keringat tak berhenti mengalir."Apa ini? Perasaan apa ini?" batin Angelo tak mengerti."Mengapa aku tak punya keberanian untuk bertanya pada wanita itu," batin Angelo lagi.Kenangan masa lalu sekilas berkelebat di pelupuk mata Angelo. Senyum manisnya, tawa renyahnya, mata hijau teduhnya tak pernah Angelo lupakan sekalipun.Angelo memijat keningnya yang tiba-tiba terasa pusing. Kenangan itu serta wanita yang dilihatnya di pasaraya tadi menyakitkan kepalanya.Angelo bergegas membuka pintu kamarnya lalu melempar dirinya ke atas tempat tidur. Ia memejamkan kedua matanya dengan sebelah tangan diatas kening.