Beranda / Romansa / Kinanti Bukan Wanita Malam / Pertemuan kedua Sang Dewa Penyelamat

Share

Pertemuan kedua Sang Dewa Penyelamat

Penulis: VicaChu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kediaman keluarga Zain Abraham....

Seorang pria muda yang baru saja pulang dari tempat bekerja memasuki rumah, tampak letih setelah seharian jenuh dengan segudang pekerjaan yang selalu menguras otak dan tenaganya.

"Baru pulang kamu," sapa sang ibunda kepada putra tunggalnya yang baru saja mendudukkan bokongnya di sofa.

"Iya, Ma, seperti biasa banyak banget meeting yang harus Zain hadiri," timpal sang putra dengan wajah letih, membuang napas kasar.

"Makanya nikah biar pas kamu pulang dan capek begini ada yang urus, memangnya mau sampai kapan kamu terus-menerus membujang seperti ini Zain? Usia kamu sudah tidak lagi muda, sudah saat nya kamu menikah," seru sang ibunda selalu dibuat kesal oleh sang putra, tiap kali ucapannya selalu diabaikan jika menyangkut perihal pernikahan.

"Aduh, Ma, stop deh jangan bahas itu lagi! Zain itu capek Ma, pulang kerja pingin istirahat. selalu saja Mama sambut dengan omelan yang sama," dengus Zain kesal.

"Apa yang Mama katakan itu benar Zain, pokoknya besok Mama ingin kamu bertemu dengan gadis pilihan Mama. Dan secepatnya kalian harus menikah!" hardik Retno, nama sang mama.

"Apa??? Mama pikir nikah itu gampang, langsung klik jadi. Tidak, Ma. Dasar pernikahan itu cinta, percuma Zain nikahi dia, tapi aku  nggak cinta sama dia. Kasihan gadis itu juga nantinya," protes Zain dengan nada makin kesal.

Zain Abraham adalah, putra tunggal pemilik perusahaan ternama, lulusan luar negeri yang kini menjabat sebagai seorang CEO, yang  memiliki tempramen angkuh, dingin, sombong, dan keras kepala.

Hampir tiap hari telinganya harus di korekin oleh sang ibunda dengan ucapan yang sama, selalu tentang pernikahan. Dan seperti biasa, perdebatan mereka selalu berujung kekesalan.

"Sudah berapa kali Zain katakan Ma, Zain belum siap menikah. Aku ingin menikah karena cinta, bukan karena desakan Mama," tolak Zain dengan nada tinggi, membuka dasinya membuang di atas meja. Sontak Zain pun segera beranjak berdiri dan pergi meninggalkan sang ibunda tanpa permisi.

"Brak!" suara pintu yang di tendang Zain Abraham melampiaskan amarahnya.

Tanpa mengganti pakaian terlebih dahulu, Zain melajukan mobil sport warna biru miliknya, melintasi jalanan malam menuju sebuah tempat yang sering ia kunjungi, menghabiskan malam saat desakan sang ibunda kerap kali membuatnya kesal.

Pria yang diliputi oleh amarah itu memasuki Klub dengan wajah kesal, menuju kursi VIP miliknya. Tak satu pun gadis yang ada di sana berani untuk menyapanya.

Melihat kedatangan tamu istimewa, yang selalu menjadi sumber mata uang bagi Klub tersebut,  sang pengelola Klub segera memetikkan jari ke atas, memberi kode kepada pelayan yang biasa melayani boss besar itu untuk segera menyambut dan membawa minuman favorit sang big boss.

"Selamat malam, Tuan Zain," sapa gadis yang berpenampilan seksi serta genit malam itu, mendekati Zain.

"Pergilah, aku ingin sendiri!" usir pria yang tengah kesal itu.

"Baiklah, Tuan. Ini minuman anda, saya permisi dulu," pamit gadis itu seusai meletakkan beberapa botol minuman beserta gelas di atas meja, di hadapan Zain.

"Hmm," balas Zain datar tanpa menoleh gadis di hadapannya.

Tak butuh waktu lama, setelah pelayan itu pergi, Zain segera menyentuh botol yang ada di depannya. Satu persatu botol minuman yang ada di hadapan Zain, mulai di tenggak habis hingga tetes terakhir. Meski tubuhnya sudah mulai menunjukkan reaksi mabuk, namun kesadaran pria ini masih cukup bagus.

Zain memetikkan ibu jari dan telunjuk ke arah pengelola Klub. Pria itu dengan sigap menghampiri Zain.

"Iya, Tuan, ada yang bisa saya bantu?" tanya Alan, nama pengelola Klub tersebut.

"Bawakan aku seorang gadis, bukan yang biasanya. Aku mau yang istimewa, ha ha ha," kekeh Zain di sela kesadaran yang mulai berkelana entah kemana.

Sejenak Alan terdiam mendengar permintaan tamu istimewa nya itu. Bingung ingin menawarkan gadis seperti apa lagi. Karena hampir seluruh pegawainya sudah pernah di booking oleh Zain.

Dan tiba-tiba, seorang pelayan yang baru saja mengantar minuman ke meja sebelah lewat, Alan pun sontak teringat akan pelayan yang baru semalam ia pekerjakan.

"Kinanti, sini kamu!" seru Alan memanggil pelayan baru tersebut. Gadis itu pun mendekat.

"Iya Pak, ada apa?" tanya gadis itu dengan lugunya, mata Kinanti terperanjat kaget, saat melihat pria yang tengah mabuk di hadapannya.

"Dia," gumam Kinanti ternganga. Tak menyangka secepat itu Tuhan mempertemukan mereka kembali.

"Temani Tuan Zain malam ini! beliau tamu istimewa kita, jangan kecewakan beliau," tandas Alan memperingati.

"Temani yang bagaimana ya Pak? bukan kah kata Bapak semalam, tugas saya hanya mengantar minuman saja," protes gadis yang sebenarnya adalah seorang  gadis pemberani.

"Jangan membantah kamu, jika kamu masih ingin bekerja di sini. Temani beliau malam ini, atau kamu saya pecat sekarang juga!" ancam Alan kembali.

Bingung tak tahu harus bagaimana lagi, sementara di kota ini, dia tidak memiliki siapa pun,  bahkan tempat untuk tinggal. Apa iya baru juga bekerja sehari sudah harus kehilangan pekerjaan lagi. Gumaman gadis itu.

"Baik, Pak,"  jawab gadis berparas ayu itu terpaksa, butiran kristal bening pun mulai menggenang di pelupuk netra indahnya.

Melihat kehadiran gadis cantik di hadapannya, Zain segera menarik tangan gadis itu, membuatnya terduduk dalam pangkuan pria yang pernah menjadi dewa penyelamat baginya semalam.

"Hai, malam sayang, cantik," sapa Zain dengan mulut yang sudah di penuhi aroma alkohol. Tangan nakalnya mencubit hidung macung milik Kinanti, gadis itu berusaha menepis tangan Zain.

"Ayolah, sayang, jangan munafik begitu, nanti juga kamu bakal ketagihan mencari aku," racau pria yang otaknya sudah mulai traveling entah kemana.

"Ya Tuhan, selamatkan hamba," batin Kinanti, menahan tangis.

Alan tersenyum miring, saat melihat tingkah tamu istimewanya kepada pelayan baru itu, dan semakin terkekeh mana kala melihat Zain beranjak bangun dengan badan yang mulai sempoyongan, merangkul gadis itu, berjalan meninggalkan Klub tersebut.

"Wah akhirnya, pundi-pundi uang bakal bertebaran nih," celetuk Alan puas, menatap kepergian Zain dan Kinanti.

Dengan mata yang masih basah, Kinanti membiarkan pria yang sedang mabuk itu merangkulnya, dan membawanya pergi meninggalkan Klub. Dengan mobil sport yang pernah ia tumpangi semalam. Dan mobil itu rupanya menuju sebuah Villa milik keluarga Zain.

Setibanya di dalam kamar villa, Zain mendorong tubuh Kinanti ke atas kasur, gadis ini mulai panik, beringsut terus mundur menutup bagian dada depan, agar tidak tersentuh oleh pria yang tengah mabuk itu.

"Ha ha ha, kenapa ekspresi kamu lucu begitu? Aku tidak akan menyakitimu, kita ke sini untuk bersenang-senang, sayang," ucap Zain menoel pipi gadis yang ketakutan itu 

"Saya mohon jangan lakukan itu Tuan, hiksss!" tangis pun mulai pecah, teringat akan peristiwa yang ia alami semalam.

Mendengar kalimat gadis di atas kasur yang tampak ketakutan, Zain tertawa lebar, apa lagi ekspresi wajah gadis itu mampu membuat pria itu tertawa lepas.

"Ha ha ha ha, baru kali ini aku melihat gadis yang memohon untuk tidak kusentuh," kekeh Zain merebahkan tubuhnya di atas kasur, samping Kinanti.

"Aku sudah membayar kamu mahal, agar bisa sampai di tempat ini. Jadi menurut saja cantik, kita hanya bersenang-senang sedikit,"  tandas Zain  yang kini sudah sangat dekat dengan tubuh gadis di sampingnya.

Melihat Zain makin mendekat, Kinanti menangis histeris, terus memohon agar melepaskannya.

"Saya mohon, Tuan, lepaskan saya. Saya bersedia menjadi budak Tuan seumur hidup, asal Tuan tidak menodai saya, hikss," hiba Kinanti memohon dan memelas.

"Hussst, diam, jangan berisik!" ucap Zain menutup bibirnya dengan jari telunjuk.

"Tidurlah di sampingku, dan berhentilah menangis!" seru Zain menarik tubuh gadis yang sudah sangat dekat itu.

Kinanti terjerembab dalam pelukan pria yang pernah menyelamatkan dirinya semalam, dan wajahnya kian di penuhi derai air mata.

"Gadis cantik bodoh ha ha ha."

itu lah kata terakhir yang terucap dari bibir Zain, tak lama kemudian pria ini pun benar-benar hilang kesadarannya. Tertidur pulas di samping Kinanti, gadis yang tanpa sengaja ia tolong. Dan Kinanti pun tersenyum sembari mengusap sisa air mata yang menempel di wajah mulusnya, menatap wajah tampan sang dewa penyelamat.

BERSAMBUNG....

Bab terkait

  • Kinanti Bukan Wanita Malam   Amarah Zain

    Untuk ke sekian kalinya malam itu mata Kinanti kembali tak dapat terpejam. Meski pria di sampingnya telah terlelap di buai mimpi, namun tidak dengan gadis ini. Hingga jam dua dini hari, ia tidak dapat tidur meski rasa kantuk mulai menghinggapinya.Kinanti masih terus berjaga-jaga, takut jikalau pria yang sudah membawanya entah di mana dia saat itu, akan terbangun dan menuntutnya untuk melayani."Terima kasih ya, Allah, akhirnya Tuan Zain tertidur pulas," batin Kinanti berusaha beranjak bangun dan perlahan meletakkan tangan Zain. Setelah berhasil lepas dari pelukan Zain, Kinanti segera meloncat ke lantai dan berusaha mencari kunci kamar, namun sepertinya pria itu sengaja menyembunyikan nya.Puas mencari entah kemana kunci kamar tersebut, gadis ini pun tak dapat menguasai rasa kantuk yang menderanya. Akhirnya ia terlelap di atas sofa dengan menutupi tubuhnya dengan selimut yang ada di atas kasur hingga pagi menjelang.Hembusan angin pagi hari mulai menyerua

  • Kinanti Bukan Wanita Malam   Pertengkaran dan Pengakuan

    "Maafkan saya sekali lagi Tuan, saya mengaku salah telah lancang mengambil barang milik Tuan tanpa izin," tandas Kinanti berusaha menahan tangisnya dibawah kaki Zain Abraham. "Bagaimana bisa kamu mengambilnya? Kapan kamu lakukan itu?" selidik Zain masih dengan suara menggelegar. "Tepatnya dua hari yang lalu, Tuan. Saat itu saya benar-benar tidak mempunyai pilihan lain, karena pakaian saya robek waktu itu," balas gadis itu membela diri. "Alasan. Sudah berani melanggar keluar kamar, masih pula di tambah mencuri. Dasar, semua wanita malam sama saja. Awalnya berlagak sok polos," hardik pria di hadapan Kinanti penuh amarah, ucapannya semakin membuat hati gadis yang tengah berlutut di bawah kakinya semakin sedih. "Tuan boleh memaki atau memarahi saya sesuka hati. Tapi jangan sebut aku wanita malam....!" kali ini kesabaran Kinanti telah habis. Ia pun tanpa sadar membalas membentak Zain dengan lantang. Melihat gadis yang tengah berlutut itu berani mem

  • Kinanti Bukan Wanita Malam   Gelora Asmara Pagi Hari

    "Ada apa dengan Tuan Zain, aku kan hanya mau memasangkan dasi seperti perintahnya. Kenapa juga dia sampai merem senyum-senyum begitu," gumam Kinanti mengerutkan dahi, tak habis pikir dengan sikap CEO di hadapannya.Tangan Kinanti masih terkalung di leher sang CEO. Terdiam ambigu menatap wajah Zain, sekaligus otaknya terus berpikir. Mengingat bagaimana cara memasang dasi."Lama sekali sih," dengus Zain mulai hilang kesabaran."Maaf, Tuan, sepertinya saya lupa," ujar Kinanti, wajahnya tertunduk.Zain yang sedari tadi dalam mode on, siap menerima serangan Kinanti, tiba-tiba kesal seketika mendengar jawaban gadis bayarannya."Lupa, apanya yang lupa? Kelamaan kamu," keluh Zain bersungut dan membuka kembali matanya.Melihat gadis bayarannya yang tertunduk dan memasang wajah manyun, menambah keimutan bibir indah Kinanti. Nafsu Zain pun makin tak dapat dikontrol.Tanpa menunggu lama, tiba-tiba Zain meraih dagu gadis bayarannya, dan mula

  • Kinanti Bukan Wanita Malam   Sikap Posesif Zain

    Seusai sarapan pagi, Zain kembali menggendong tubuh Kinanti kembali ke kamar."Lepas Tuan! Saya bisa sendiri." pinta Kinanti yang kini untuk kedua kalinya berada dalam gendongan sang CEO."Berisik!" pungkas Zain, terus melangkah menuju kamar.Sesampainya di dalam kamar, Zain meletakkan Kinanti di atas kasur. Tangannya menuju handphone yang tergeletak di atas meja. Mengusap layar benda pipih tersebut, mencari nomor seseorang."Hallo, segeralah kemari! jangan lupa bawa obat-obatan untuk kaki melepuh karena air panas." ucap Zain kepada lawan bicaranya."Tuan kalau mau berangkat kerja, berangkat saja. Nanti saya bisa kembali naik taksi." sela Kinanti menatap wajah tampah Zai Abraham."Tuan Zain kalau tidak marah, wajahnya tampan sekali." gumam gadis yang terlihat terkesima oleh ketampanan sang CEO."Siapa yang memberimu ijin kembali ke sana?" Kali ini suara sang CEO terdengar kembali garang."Sampai aku sendiri ya

  • Kinanti Bukan Wanita Malam   Perhatian Zain

    Setibanya di perusahaan, seluruh komite dan jajaran dewan direksi sudah duduk rapi, menunggu kedatangan sang CEO. Tak perlu lama dan berbasa-basi, Zain pun segera memimpin rapat tersebut. Meski sesekali bayangan wajah Kinanti terlintas di otaknya.Berbeda dengan Kinanti, setelah meminum obat dari dokter Andika, rasa kantuk pun mulai menghinggapinya. Dan gadis itu kini terlelap di balik selimut. Sementara bi Ijah dengan setia masih menunggu Kinanti sembari duduk di sofa yang ada di kamar, seraya menghidupkan televisi.******Rapat pun akhirnya selesai setelah hampir satu jam lebih Zain berdiskusi dengan bawahannya. Sesuai janjinya kepada Kinanti, maka ia pun segera kembali ke villa bersama dengan pak Shodik."Kenapa cepat sekali, Tuan?" tanya pak Shodik, saat mobil yang dikendarainya telah membelah jalanan menuju arah villa."Iya, Pak. Kebetulan hari ini jadwal saya kosong setelah rapat," balas Zain singkat.Meski terbilang dingin dan angkuh,

  • Kinanti Bukan Wanita Malam   Pergi Ke Butik

    Selepas mandi, Zain mengajak Kinanti pergi ke sebuah butik ternama. Keduanya tampak turun dari mobil sport warna biru, berjalan beriringan. Kinanti berjalan dengan kaki tertatih."Apa sakit sekali kah untuk berjalan?" tanya Zain penuh perhatian, mengamati Kinanti yang berjalan di sampingnya dengan tertatih. Gadis itu pun membalas dengan gelengan kepala.Saat tiba di depan butik, seluruh pegawai menatap ke arah gadis di samping Zain. Masih dengan pakaian setelan kaos oblong beserta celana pendek."Selamat sore, Tuan Zain!" sapa salah satu pegawai butik yang sedang membuka pintu. Membungkukkan badannya kepada Zain."Sore juga. Bantu dia memilih pakaian. Pastikan yang paling bagus!" Perintah Zain kepada pegawai butik."Baik, Tuan. Mari, Nona!" ujar pegawai yang menyapa Zain dan Kinanti, lalu segera menuju ke ruangan di dalam. Tempat koleksi baju-baju di pajang.Kinanti tampak malu dan bingung, saat di harus kan untuk memilih beberapa baju, oleh

  • Kinanti Bukan Wanita Malam   Pertemuan Dengan Gadis Pilihan Mama

    Sepulang dari mengantar Kinanti ke Klub, Zain tiba di rumah sekitar pukul 19.00. Pria itu segera bergegas masuk ke dalam kamar untuk bersiap. Tanpa menghiraukan sang ibunda yang sedari tadi sudah menunggunya dengan segudang omelan yang sudah bersiap meledak, bak bom molotov."Dari mana saja kamu, jam segini baru pulang, sekertaris kamu bilang, hari ini kamu hanya ke kantor menghadiri rapat."Retno mencecar sang putra dengan pertanyaan. Sementara Zain, tak menanggapinya. Terus naik, menuju kamar.Tak lama kemudian Zain menuruni anak tangga, seraya merapikan kancing lengan bajunya. Malam itu Zain hendak pergi ke sebuah restoran yang sudah dipersiapkan oleh sang ibunda. Tanpa berpamit, karena kekesalan hatinya terhadap desakan Retno."Selamat malam, maaf sedikit terlambat," ucap Zain datar, saat bertemu dengan Avica untuk pertama kalinya. Gadis pilihan sang mama. Seorang gadis cantik, berpenampilan eksotis, dan sifat yang agresif serta materialis

  • Kinanti Bukan Wanita Malam   Curhatan Zain

    Beberapa hari kemudian....Selepas pertengkaran dengan kedua orang tuanya, Zain lebih memilih tinggal di villa. Sifat angkuh yang dia miliki sejak lahir, semakin membuat dirinya untuk lebih menjauhi segala sesuatu yang dapat memicu emosi dan kemarahannya.Bi Ijah dan pak Shodik dengan setia melayani sang majikan selama tinggal di villa, dan hal semacam ini bukanlah kali pertama terjadi."Maaf, Tuan, jika Saya lancang," ucap bi Ijah tatkala menyiapkan makan malam untuk Zain."Iya, Bi. Katakan saja!" balas Zain menatap sopan bi Ijah."Ada baiknya, jika Tuan segera menikah! Dengan begitu Tuan, dan Nyonya besar, tidak marah-marah terus." sambung Bi Ijah.Zain mendengarkan nasehat pelayan yang sudah bekerja mengurus villa sejak ia masih kecil itu dengan seksama, seolah bi Ijah adalah ibu kedua bagi Zain. Lebih mengerti dirinya ketimbang sang mama."Zain bukannya tidak ingin segera menikah, Bi. Bibi tahu sendiri, s

Bab terbaru

  • Kinanti Bukan Wanita Malam   Gagalnya Donor Ginjal Retno

    "Apa kah benar itu suara Honey ku?" Zain yang masih mengekor dari belakang, semakin penasaran akan sumber suara tersebut. Dan semakin mempercepat langkah mendekati, namun tiba-tiba lengannya ditarik oleh sebuah tangan. "Apa yang sedang kamu lakukan di sini kawan? Ayo kita kembali ke meja!" Cegah Andika. Saat sahabat nya mengejar ibu dan anak yang ternyata sudah dokter Andika ketahui siapa dia sebenarnya, maka ia segera menyusul mengejar Zain Abraham. Tak ingin terjadi keributan di sana, ditambah wanita itu tidak datang sendirian melainkan bersama kekasihnya. Dengan langkah gontai dan wajah prustasi, Zain Abraham pun kembali ke meja mengikuti saran sahabat nya. "Aku seperti tidak asing dengan suara wanita itu, dan lagi aku pernah berjumpa anak tampan itu. Makanya aku mengejar dia," Terang Zain Abraham saat berjalan beriringan menuju meja semula. "Zain tolong jaga sikap mu, kita di sini adalah tamu. Jangan buat keributan, lag

  • Kinanti Bukan Wanita Malam   Pertemuan Abrizam Dengan Zain Di Restoran

    "Sayang, kenapa kamu tidak marah atau memaki aku barusan? Apa itu artinya aku benar-benar sudah diterima?" Tanya Hasnan saat memasuki ruangan kerjanya masih bergandengan dengan Kinanti."Entahlah, aku sendiri tidak mengerti akan perasaanku saat ini, bersediakah kamu memberiku waktu untuk itu?"Kinanti duduk di sofa berdampingan dengan Hasnan. Meski Kinanti telah memberi lampu hijau kepada dirinya, namun pria itu masih tetap menghormati dan tidak berbuat lebih. Hanya sebatas ciuman di pipi atau kening. Hasnan tidak ingin merusak wanita yang dicintainya hanya untuk napsu sesaat saja."Apa kamu menangis barusan karena mendengar kabar dari dia?" Hasnan menggenggam tangan Kinanti dan mengecupnya. Wanita itu pun mengangguk."Sejauh apa kamu bersembunyi jika Tuhan telah berkehendak mempertemukan kalian, tidak akan bisa kamu untuk menghindarinya. Karena Tuhan lebih tahu akan rencananya. Apa pun yang terjadi nanti, nikmati dan jalani saja apa kata hati mu. S

  • Kinanti Bukan Wanita Malam   Keberangkatan Keluarga Yazid Ke Jepang

    "Siapa mereka?" Tanya Alex saat Lala duduk di sampingnya."Mereka adalah anak-anak yang memiliki nasib kurang beruntung. Aku hanya sesekali saja tiap ada rejeki lebih mengunjungi mereka," jawab Lala seraya memasang sabuk pengaman."Ternyata di balik penampilan mu yang sedikit galak menyebalkan dan bar bar, tersimpan sisi lain yang luar biasa," puji Alex.Mobil kembali melaju menyusuri jalanan ibu kota dan saat gadis itu meminta pria di sampingnya untuk mengantar ke sebuah apartemen yang ternyata juga satu kawasan dengan tempat tinggalnya, Alex terperanjat kaget saat mobil berhenti."Mau apa lagi kamu ke sini? Apa mau ke ruang teman?" Tanya Alex. Dibalas gelengan kepala serta senyum oleh Lala."Lantas, mau apa kamu ke sini?" Alex memperjelas rasa penasarannya.Lala tidak menjawab melainkan membuka sabuk pengaman dan keluar dari mobil, masih menyisakan pertanyaan dari Alex."Ini tempat tinggal baruku," jawab Lala membungkuk di tepi kaca

  • Kinanti Bukan Wanita Malam   Makan Malam Menyebalkan Alex Dan Lala

    "Kamu!" Dua insan yang tiap bertemu tidak pernah akur, malam itu keduanya sama-sama dibuat kaget oleh keadaan.Rupanya klien yang Zain maksud adalah Lala, wanita yang pernah menyelamatkan dirinya dari godaan wanita malam saat dirinya tiap kali mabuk berat hampir tiap malam di Klub tempatnya bekerja bersama Kinanti."Kenapa kamu yang datang? Tuan Zain bilang aku harus menggantikan beliau meeting dengan klien di sini. Lalu kenapa kamu yang muncul?" Tanya Lala masih tidak percaya."Oh jadi kamu orangnya, yang Tuan Zain bilang seorang klien yang sudah dianggap seperti adiknya sendiri. Memang sejak kapan kamu jadi penjilat kepada tuan Zain?" Sindir Alex dengan ketus.Lala mulai naik pitam dituduh sebagai penjilat oleh Alex. Dan gadis yang tengah duduk itu segera berdiri, "Tolong anda dengar baik-baik! Meski saya seorang gadis miskin rendahan, tapi saya masih punya harga diri. Jika saya mau menjadi penjilat itu sudah saya lakukan jauh saat atasan an

  • Kinanti Bukan Wanita Malam   Perintah Makan Malam

    "Bagaimana misal saat ini dia telah bersama pria lain dan melupakan mu?"Zain terhenyak seketika mendengar ucapan sahabatnya. Kedua matanya pun membola."Aku percaya Honey ku tidak akan melakukan hal itu. Dia tahu benar aku sangat mencintainya," tandas Zain Abraham."Ayolah kawan, kamu bukan lah orang dari jaman kuno yang berpikiran kolot. Ini tuh realita, real! Tidak ada yang tidak mungkin, secara kalian tidak bertemu lima tahun, apa lagi seperti yang kamu bilang tadi orang tua kamu turut andil di balik peristiwa yang menimpanya. Sangat besar kemungkinan dia dendam kepada kalian!"Dokter Andika berusaha menyadarkan sahabatnya untuk sadar dari mimpinya."Tidak! Aku yakin Honey ku masih orang yang sama. Sangat mencintaiku dan tidak akan mengkhianati ku. Aku di sini juga masih setia terhadap nya," sahut Zain Abraham tidak terima."Oke, semoga saja apa yang kamu pikirkan benar. Semoga keyakinan mu juga tidak salah!"Sebenarnya dokter And

  • Kinanti Bukan Wanita Malam   Bahagianya Hasnan

    "Menangis? Apa yang sedang ia pikirkan? Pasti dia benar-benar dalam tekanan," batin Hasnan.Hasnan kemudian duduk di tepi ranjang Kinanti bersama Brizam. Menunggui Kinanti sambil mengusap keringat yang mulai bercucuran setelah demamnya turun. Pengasuh Brizam berpamit ke dapur untuk memasak.Benar seperti yang telah dituturkan oleh pengasuh Brizam. Dalam tidurnya Kinanti mengeluarkan air mata. Hal itu semakin membuat Hasnan khawatir untuk beranjak pulang, sebelum wanita itu kembali membaik."Uncle, Mommy kenapa?" Tanya Brizam mendongakkan wajahnya pada Hasnan yang sedang memangku bocah tersebut."Mommy sedang sakit sayang. Coba sekarang Brizam cium Mommy supaya Mom cepat sembuh!"Dengan patuhnya bocah kecil yang sedang dipangku Hasnan, mendekati Kinanti dan mencium kening wanita tersebut. Hampir setengah jam keduanya menunggui dan setelah demam benar-benar turun barulah Kinanti bangun."Sudah lama kah kamu di sini?" Tanya Kinanti beranj

  • Kinanti Bukan Wanita Malam   Dokter Andika Kaget

    "Yaa Allah kepalaku kenapa berat sekali!" Keluh Kinanti memijat pelipisnya.Wanita yang datang ke kantor terlambat itu sepertinya sedang kurang enak badan karena semalaman begadang dan terlalu lama berpikir. Setelah Kinanti masuk ruang kerjanya, Hasnan menyusul untuk melihat keadaan wanita tersebut."Kamu demam?"Hasnan menempelkan telapak tangannya di kening Kinanti. Wanita yang tampak lesu itu tidak menjawab, hanya menidurkan kepalanya di meja. Sedang matanya telah terpejam."Benar-benar memang dia. Keras kepala! Sudah tahu sedang tidak enak badan masih saja memaksa kerja!" Gumam Hasnan menggerutu menyelimutkan jas yang ia kenakan di tubuh Kinanti.Cemas takut terjadi sesuatu, maka Hasnan menelepon dokter pribadinya."Selamat pagi dokter, tolong datang ke kantor sekarang juga. Sekertaris saya sepertinya sedang demam," ucap Hasnan saat berbincang dengan dokter pribadinya di telepon. Tak lama berselang dokter pun datang dan masuk ke ruan

  • Kinanti Bukan Wanita Malam   Bermalam Di Rumah Sakit

    Selepas mengakui semua kepada Zain Abraham di taman rumah sakit, Alex mengantar Chairman Yazid pulang ke mansion. Gantian Zain yang menjaga mamanya. Untuk menghilangkan rasa suntuk sang CEO, selepas mengantar Chairman pulang, Alex sengaja menjemput Irfan di kantor agar ikut menginap di rumah sakit. Beberapa makanan ringan serta minuman pengahangat pun dibeli oleh Alex."Selamat malam, Kak!"Sapa Irfan menyalami Zain saat baru saja tiba di ruang tunggu. Sebuah ruangan yang disediakan oleh pihak rumah sakit untuk keluarga pasien kelas VVIP."Eh kamu, Fan. Malam juga!" Balas Zain."Kalian yakin mau menginap di sini?"Tanya Zain saat melihat kedua pria yang baru datang membawa dua kresek berisi makanan, sedang Irfan membawa sebuah kasur lipat beserta bantal."Iya Kak, kita mau menginap di sini. Nih Kak Zain lihat saja Tuan Alex membeli camilan untuk teman begadang kita, iya kan Tuan?"Jawab Irfan tersenyum ke arah Alex.Tawa kecil pu

  • Kinanti Bukan Wanita Malam   Pengakuan Chairman Yazid

    "Halo, Assalamualaikum, Nak!"Sapa seorang wanita paruh baya dari balik benda pipih. Rupanya sedang menelepon putri sulungnya yang baru saja menidurkan putranya, Abrizam."Waalaikumussalam, iya, Bu. Ada apa?" Sahut Kinanti."Begini, Nak. Sebelumnya Ibu minta maaf ya, sudah ingkar akan janji ibu sama kamu," tutur Bu Asri sedikit ketakutan."Kenapa harus minta maaf, Bu. Janji apa yang Ibu maksud?" Timpal Kinanti.Bu Asri mulai bercerita kejadian tadi siang saat Zain Abraham beserta Irfan dan Alex kembali mengunjungi kediamannya. Kedatangan mereka dikarenakan telepon Irfan yang tanpa sengaja didengar oleh Zain.Kinanti tidak bisa menyalahkan siapa pun atas kejadian itu. Mungkin memang Tuhan sudah menghendaki dia untuk bertemu dengan Zain Abraham. Entah kapan itu yang jelas, jika Allah sudah berkehendak tidak ada yang tidak mungkin bagi kita."Oh masalah itu Bu. Ya sudah nggak papa, Bu. In Shaa Allah Kinanti sudah siap menghadapi ma

DMCA.com Protection Status