Darius mengambil ikat pinggang dan dasi dari dalam lemari. Diikatnya kedua tangan Izora dengan dasi. Dengan kasar dia lepaskan celana Izora setelah sebelumnya merobek bajunya dengan brutal.
“Kau menjadi jalang di belakangku. Kalau begitu, aku ingin lihat seberapa jalangnya dirimu.”
SLEB!
Ikat pinggang itu mendarat di paha Izora. Lagi dan lagi. Izora meringis merasakan betapa kerasnya benda berkulit tajam itu menyabet kulitnya berulang kali.
Rasanya sekujur tubuhnya terasa terbakar dan penyebabnya bukan karena gairah. Belum puas, Darius memindahkan cambukannya ke bokong Izora sampai kulitnya betul-betul memerah dan terluka.
“Bagaimana? Kau suka? Begini 'kan caramu menjadi jalang?”
CTAK! Satu cambukan lagi mengikis kulit pinggang Izora.
“Aku sangat marah, Izora. Lihat saja, aku akan menghancurkan keluargamu. Kau bahkan tidak bisa menghitung semua uang yang sudah kukeluarkan untuk mer
Baru lima detik yang lalu Izora meluncur ke alam bawah sadarnya ketika tiba-tiba tubuhnya sudah ditindih dengan kasar.Ia bangun dari tidur ayam-ayamnya dan menemukan Darius yang meraup buah dadanya seperti orang kesurupan. Dia begitu terburu-buru, masih dengan ekspresi yang dia lihat kemarin malam. Luar biasa marah.Darius mengangkat wajah dan menghunjam Izora tajam. “Apa aku mengizinkanmu tidur, huh?” Lalu kembali meremas payudara Izora sekencang mungkin.Refleks Izora mengerang, bukan karena bergairah. Rasa sakit yang semalam belum surut, pagi ini Darius kembali menggila. Ia bahkan sudah memakai setelan jasnya dengan tatanan rambut yang rapi. Izora yakin dia sudah bersiap ke kantor pagi ini.“Mana desahanmu, Izora? Aku ingin mendengarnya. Mendesah dan merintihlah dengan penuh putus asa.”Alih-alih menurut seperti yang biasa dia lakukan, Izora malah menutup bibirnya rapat-rapat.Gerakan Darius yang tengah mene
Setelah pulang dari kantor, Darius menyampirkan jasnya di lengan sofa dan menggulung lengan kemejanya. Langkahnya lurus menuju gudang diikuti dengan Bhanu.Adalah sebuah kehagiaan untuknya saat dia melihat musuhnya sekarat di depan mata. Mata yang serupa binatang buas itu kini meredup lemah dan Darius sangat menyukainya.“Kau masih bertahan?”Kelopak mata Bandit bergerak-gerak berusaha untuk terbuka, tapi Darius segera melemparkan pukulan ke matanya dan membuat kepala Bandit terpelanting keras.“Tetaplah menatapku dengan mata meredup lemah itu, Berengsek! Karena kalau tidak, aku akan membunuh kekasihmu.”Saat itu juga Bandit mengangkat wajahnya yang sudah babak belur. Perlahan deru napasnya menguat.“Kenapa? Kekasihmu itu adalah istriku. Dia milikku, Keparat! Dan kau seenaknya membawanya pergi dariku dan selingkuh bersamanya. Berusaha membunuhku dan mengambil istriku. Wah, serakah sekali kau.&r
Satu minggu tanpa air dan makanan membuat Bandit kian lemah ditambah dengan kedatangan Darius untuk memberikan siksaan setiap hari.Luka yang darahnya belum mengering harus mengeluarkan darah segar lagi, lagi dan lagi tanpa habis. Tapi bukan itu yang membuat Bandit terbakar, melainkan keadaan Izora yang dilaporkan Darius setiap hari kepadanya.Pintu dibuka dan cahaya terang dari luar menembus masuk. Derap langkah kaki terdengar mendekat. Bandit sudah tahu jika itu adalah Darius. Ia bahkan hafal suara langkah kakinya.“Bagaimana keadaanmu? Masih kuat?” Ada ejekan yang tersurat dalam nada suaranya.Bandit tidak bisa membuka mata sepenuhnya. Wajahnya dipenuhi pukulan, memar dan goresan serta penglihatannya tak lagi jelas.“Kau masih hidup ternyata. Yah … kalian benar-benar pasangan yang sempurna, mampu bertahan meski aku menyiksa kalian setiap hari.” Darius mendenguskan tawa ejekan.Detak jantung
Darius menopang dagu dan tersenyum senang melihat pemandangan itu.“Apa maksudmu sudah berakhir?” Adnan yang lebih dulu bertanya dengan gelisah.“Ada apa, Nak? Kenapa kau bilang begitu?” Lalu ayahnya.Izora terdiam. Keraguan yang hebat terpatri di matanya.“Kenapa diam? Bukannya kau mau mengakui dosa-dosamu sekarang?” Senyum Darius kali ini bukan lagi kamuflase, senyum yang penuh muslihat.Dia tampak begitu senang menyiksa Izora dan merenggut semua kepunyaannya.“Izu, kau berbuat salah pada Darius? Lihatlah, dia memperlakukanmu dengan baik dan bahkan mengundang kita makan malam. Kau sudah minta maaf?” Adnan menyelak sebelum Izora membuka mulut.Izora sangat muak. Sudah cukup mereka mendewakan Darius. “Aku menyewa pembunuh bayaran untuk membunuhnya.”Lalu dalam sekejap senyap mengambil alih. Hening memangsa suara-suara di antara mereka. Semua yang hadir di sana me
Serina sudah mengambil semua keperluan di lemari Izora. Berbekal kunci cadangan yang sudah Izora berikan padanya, ia akhirnya bisa keluar dari kamarnya.Semua sudah mereka rencanakan dengan apik. Di saat tak ada peluang apa pun yang terlihat, Izora mengambil risiko paling besar yang tidak pernah diduga oleh Serina.Di dalam tas ransel yang dibawanya, ada beberapa buku anak-anak yang dia ambil dari laci meja kerja Izora, flashdisk yang katanya akan menghancurkan Darius, dan dua botol cairan berwarna hijau yang terlihat aneh. Izora-lah yang menyuruh Serina membawa semuannya.Ia juga sudah memakai jaket kulit hitam dan celana jeans serta menguncir rambutnya sesuai permintaan wanita itu, katanya agar Serina lebih bebas bergerak.Serina tidak tahu akhir dari semua rencana ini, yang ia tahu dirinya harus segera turun menuju gudang tempat Bandit disekap.Sejak tadi lorong yang dia lewati dan juga ruang tengah tampak sepi. Serina bergerak ke gudang,
Pandangan Bhanu terus berpindah dari lorong menuju ruang makan dan juga Serina, kemudian berhenti pada Bandit. Dipindainya keadaan Bandit yang bahkan tidak bisa membuka matanya dengan benar.Baru kali ini Bhanu melihat keadaan terlemah lelaki itu. Si pembunuh bayaran yang bahkan bisa memusnahkan tiga puluh pengawal terlatih sebelum tertangkap hanya dengan bom rakitan sederhana.Dia sudah mendapatkan hukuman dari perbuatannya. Bhanu merasa itu sudah cukup, dan wanita yang memapahnya tidak punya kesalahan apa pun.“Kau terlalu lama berpikir, Tuan Pengawal. Jangan sampai ada tiga nyawa yang melayang karena kau terlalu lama melamun. Bisa kami pergi sekarang?”Lima detik kemudian, Bhanu akhirnya menggeser tubuhnya dan memberikan celah pada pintu dapur.“Terima kasih. Sekarang kau harus berlari ke ruang makan. Percayalah padaku karena ada dua nyawa yang sedang bertarung di sana.”Tanpa melihat reaksi
Serina akhirnya bisa keluar melewati pintu dapur dan tembus ke halaman belakang. Ada paviliun bertingkat dua yang dibatasi oleh kolam renang.Ia sudah terengah-engah sejak tadi. Kakinya gemetar dan merasa tak sanggup lagi menahan beban berat tubuh Bandit. Suara ribut-ribut dari dalam semakin terdengar. Dia tak boleh menyia-nyiakan waktu.“Pergi ke belakang paviliun. Aku sudah menyiapkan tangga di sana.” Suara dari earphone-nya kembali terdengar.Sejak tadi suara itulah yang menuntunnya untuk terus bergerak sampai akhirnya ia berhasil menemukan dapur. Dia juga yang menuntun Serina keluar dari pintu dapur.“Pakai ini. Earphone ini akan terhubung dengan orangku, namanya Ronald. Dia akan menuntunmu supaya bisa keluar dari sini. Ikuti semua arahannya,” kata Izora setelah Serina menempelkan bungkusan racun ke tengkuknya.Serina menghela napas yang cukup panjang mendengar arahan dari Ronald. “Kau menyuruhku naik t
Ruang IGD yang lengang seketika menjadi sangat ramai ketika Darius dan Izora tiba, ditemani oleh puluhan pengawal dan pelayan yang mondar-mandir gelisah. Peristiwa racun di meja makan itu sangatlah mengerikan.“Untunglah pasien cepat dibawa. Kami perlu memeriksa jenis racun apa yang masuk ke tubuh mereka dan jika memungkinkan mereka akan dioperasi untuk menghilangkan zat racunnya. Tolong amankan orang-orang ini. Mereka terlalu berisik.”Bhanu mengangguk dan melihat Izora bersama Darius di ruangan IGD. Beberapa selang mulai dipasangkan di tubuh mereka begitu pun dengan monitor jantung yang sudah berbunyi cepat di samping ranjang mereka.Keadaannya sangat darurat. Bhanu tidak pernah menyangka jika sang nyonya akan mengambil langkah yang sangat nekat. Bhanu menunduk frustrasi, menyalahkan dirinya karena tidak bisa bertindak dengan tegas dan lebih cepat.‘Pada akhirnya aku bahkan tidak bisa menyelamatkan salah satu di antara mereka, Claudia.