Izora membeku. Suasana di ruang makan itu luar biasa tegang. Napas-napas terkejut dan kasihan mengalun di tengah dapur.
“Panggil Bhanu ke sini!”
Seorang pelayan yang memakai masker wajah hitam yang retak berlari keluar dengan panik lalu kembali sambil membawa Bhanu.
“Bereskan semua kekacauan ini, Bhanu. Aku ingin kau menahan wanita ini di sini. Jangan mencoba kabur dan tunggu hukumanmu!”
Darius berbalik untuk menggendong Raline dan membawanya keluar dari dapur. Sementara Izora masih diam di bawah tatapan para pelayan yang meliriknya jijik.
“Saya mendengarnya dari pelayan,” ucap Bhanu. Izora tak menemukan sorot menyalahkan dari matanya.
Izora mendengus dingin. “Lalu?”
“Apa pun alasan Anda melakukannya, tetaplah berada di kamar sampai Tuan pulang.”
“Aku memang tidak berniat untuk kabur.” Izora melenggang tak acuh melewati Bhanu dan deretan pelayan yang
“Orang yang bahkan bisa membunuh ayahnya dan memperkosa adiknya tidak pantas Anda percayai.” Izora tertegun. “Apa?” Bhanu menatapnya datar. “Saya sudah bilang untuk berhati-hati padanya.” “Tunggu, dari mana kau tahu itu?” Karena bahkan Ronald tak mampu melacak masa lalu lelaki itu. Izora hanya tahu lelaki itu dipenjara karena pembunuhan. Sama sekali tidak tahu jika yang ia bunuh adalah ayahnya sendiri. Bandit tak pernah menyinggung soal itu.Memperkosa adik? Izora menahan napas. “Dari sumber yang sangat terpercaya.” Sejak mengetahui identitas Bandit, tak sedikit pun Bhanu mengalihkan perhatian dari pria itu. Ia kembali ke kantor polisi dan mencari informasi sebanyak mungkin. Yang didapatnya lebih dari yang ia harapkan. Semua tentang lelaki itu dikupas habis oleh polisi yang menanganinya dulu. “Dia menyelinap untuk menggoda Anda. Itu sangat berbahaya, Nyonya. Anda pasti tahu itu.” I
Izora datang ke apartemen Ronald untuk meminta hasil penyelidikan tentang Bandit. Rupanya Izora terlalu antusias. Di matanya ada binar ketakutan, kecemasan dan keingintahuan yang besar.Dia tidak tampak seperti Izora yang biasanya. Dingin, tegar dan terkendali.Izora yang sekarang tampak lebih berbahaya. Ia berpotensi menjadi Izora yang berantakan dan sulit mengendalikan diri seperti dulu.“Sudah dapat?” izora meletakkan tas jinjingnya ke atas sofa, sedikit terburu-buru.“Tentu saja, kau tahu kerjaku cepat ‘kan?”“Kalau begitu katakan hasilnya.”Ronald menghela napas. Ditatapnya Izora serius. “Tapi sebelum itu aku ingin tahu satu hal.”Izora mengizinkan Ronald untuk bertanya. Ia mengangguk. “Apa?”“Kenapa kau ingin tahu semua masa lalu Bandit? Semua penjahat dan pembunuh tentu saja punya masa lalu kelam. Dia hanya akan mengambil uangmu dan pergi setelah men
Serina kembali ke club. Tidak ingin mengakui jika sejak tadi pikirannya terus berkecamuk. Sebenarnya apa yang dilakukan pria itu sampai terlibat degan wanita berbahaya seperti Izora? Serina tak habis pikir apa yang membuat Bandit mencintai wanita itu. Jelas dari sikap dan cara bicaranya dia adalah penghancur harga diri para lelaki. Sombongnya bukan main. Dia bahkan menyewa pembunuh untuk membunuh suaminya. “Ah, sial! Aku sudah capek-capek mengeluarkannya dari penjara, dia malah datang sendiri ke kandang harimau betina! Dasar tolol!” “Siapa yang tolol, Sayang?” Seseorang tiba-tiba memeluk bahunya. Serina menoleh dan mendapati Brata, pemilik club ini sedang tersenyum senang ke arahnya. Serina hanya mendengus dan tak berniat meladeni Brata. “Omong-omong katanya kau baru saja di-booking seorang perempuan muda. Lebih mahal dari pelanggan yang sering datang. Tak salah aku menjadikanmu bintang di sini, Sayang. Kau tidak hanya pandai memikat pria, wanita pun terjerat dengan pesonamu.”
Izora langsung disambut dengan pemandangan yang tidak asing ketika menginjakkan kaki di ruang tengah. Nia Paruji, salah satu anggota kelompok arisannya. Janda tanpa anak berumur akhir tiga puluhan.“Wah, Jeng. Baru datang? Kebetulan dari tadi kita menunggu Jeng Izora loh.”Sampai sekarang Izora masih geli dipanggil Jeng.Nia Paruji, si pemilik rumah yang kali ini menggunakan gaun merah sebatas lutut tanpa lengan mengerling ke belakang Izora. Matanya yang dipolesi eyeliner yang cukup tebal memandang tertarik.“Oh, siapa ini?”Izora hampir saja mendengus. “Pengawal saya.”“Walah walah! Baru kali ini datang ditemani pengawal. Mana pengawalnya hot begini. Saya jadi kesengsem.” Bu Nia terang-terangan memberikan tatapan nafsunya kepada Bandit.Izora diam membeku dan ia yakin Bandit yang berdiri di belakangya pun begitu.“Dapat dari mana pengawalnnya?”Belum cuku
“Wah, badannya penuh luka. Aduh! Tipe saya sekali ini.”“Luar biasa! Kekar sekali, Jeng!”“Mau jadi suami simpanan aku tidak? Tenang saja, aku kaya dan enerjik.”“Apa-apaan ini, Jeng Izo? Kenapa langsung mendobrak begitu? Aku baru mau memulai.” Alis Bu Septo menukik kesal dan lipstiknya sedikit berantakan.Apa saja yang sudah mereka lakukan?Saat Izora menelusuri tubuh Bandit untuk mencari tahu, lelaki itu juga sedang mencari tahu apa yang sedang ada dalam pikiran Izora.“Maaf, saya berubah pikiran.”Dengan napas memburu, Izora meraih tangan Bandit dan menariknya keluar, namun aksinya tidak berjalan lancar.“Eh eh! TIdak bisa begitu dong, Jeng Izo! Aku sudah tidak tahan sejak tadi, tapi tiba-tiba dibatalkan? Jeng Izo jangan plin plan begitu!”Benar. Dia sangat plin plan. Izora tahu itu.“Ya, jadi maafkan saya. Kami haru
Darius memandangi seluruh piring di meja makan, penuh dengan makanan yang tidak pernah ada sebelumnya. Keningnya berkerut, begitu pun dengan Raline yang menatap semua masakan berbumbu kuat itu dengan heran.“Apa ini?”Darius mengernyit ketika aroma semua makanan itu menusuk hidungnya.“Siapa yang memasak ini?” Ditatapnya Sari tajam.Sari menunduk semakin dalam. “Chef Arman, Tuan.”“Kenapa dia memasak yang begini?”“Bumbunya sangat kuat.” Raline mengibaskan tangan di depan hidung sambil mengerutkan muka muak.“Kau bisa memakannya?” tanya Darius.“Rasanya tidak buruk tapi perutku mungkin tidak bisa mencernanya.” Raline memegang perutnya sambil meringis.Selama hampir dua minggu dia tinggal di sini dan menjadikan perutnya yang terbentur untuk menarik perhatian Darius.Izora datang secara tiba-tiba dan langsung duduk di kur
Bandit kembali mendapatkan berondongan peluru sebelum dia sempat meninggalkan tempatnya. Maka Bandit menghindar dengan cara bertiarap dan mencoba tidak menimbulkan suara gesekan antara pergerakan tubuhnya dan rumput.Ia melenggang cepat sebelum salah satu pengawal menyalakan senter. Ia beralih ke balik tanaman yang tumbuh sedikit panjang dan bisa menutupi tubuhnya saat ia berjongkok sambil terus bergerak.Tahu-tahu dia sudah berada di balik punggung salah satu pengawal yang berdiri di dekat salah satu tanaman bunga. Mereka berlima bergerak terpisah dan terpencar. Pergerakan mereka seimbang dan tidak kaku meski dalam keadaan gelap.BRAK!Bunyi itu lantas membuat pengawal lain menoleh dan segera menghampiri tempat Bandit. Namun, sayang rekan mereka sudah berada dalam keadaan tidak sadarkan diri.Hanya tersisa empat pengawal. Namun, cukup sulit karena mereka memakai pistol. Bergerak sedikit saja, Bandit bisa terkena muntahan peluru.Ah, a
DOR!DOR!Dua kali peluru itu menembus tubuh Bandit. Yang satu di bahu dan satunya lagi di punggung. Bandit menghentikan semua pukulannya.Di depan sana Bhanu sudah sempoyongan. Ia berusaha bertumpu pada pintu. Namun, tangannya yang memegang pistol masih kokoh.Izora terpaku dan tak bisa bergerak. Jantungnya seakan ingin keluar dari tempatnya. Untuk waktu yang lama Izora tak mampu menggerakkan kedua kakinya saat ia mendengar ledakan itu menembus daging Bandit.Bhanu kembali mengangkat pistolnya. Sementara Bandit sudah terhuyung mundur menjauhi tubuh Darius yang melemah.Bhanu sudah sangat siap menembak. Ia menarik pelatuk dan saat itu juga peluru melesat, tapi Izora sudah lebih dulu berlari. Ia pikir dia akan terlambat dan timah panas itu akan mengenai kepala Bandit.Namun, tidak. Dia tidak terlambat. Sebab peluru itu menembus lengan atasnya. Merobek kulit dan mengoyak dagingnya. Terasa panas, perih dan teramat sakit s