Setelah interaksinya yang lumayan cukup terbuka meskipun hanya senyuman yang didapat tapi setidaknya ini adalah permulaan yang mungkin akan mempermudah kedekatannya dengan Nadhirah. Oh ayolah ini keuntungan sangat besar karena selam ini Rendi selalu dimarahi dan tidak pernah Nadhirah anggap. Tapi Rendi selalu gencar untuk mengetahui apa saja yang sudah Nadhirah alami sejauh ini, apalagi ini sudah diberi senyuman Rendi makin semangat untuk mencari tahu.
“Hey Ren senyum-senyum sendiri kenapa nih.” Ucap Aldi yang kini duduk di hadapannya.
“Bahagia, kenapa?” Tanya Rendi malas, karena sahabatnya ini selalu datang di saat tidak tepat, yaitu saat Rendi sedang memikirkan Nadhirah.
“Sama Nadhirah?”
“Tau Nadirah ?” Tanya Rendi kaget.
“Tau dong, Nadhirah Aleena yang barusan ngobrol sama kamu sampai senyum-senyum kaya orang gila.” Ledek Aldi.
“Tau darimana Di?”
Dia Aldi orang yang sama saat menawarkan Rendi untuk menjadi pemateri di bulan lalu. dan siapa sangka ternyata teman dekatnya ini dekat dengan Nadirah, Rendi merasa keberuntungan sangat berpihak padanya.
“Barusan pas masuk aku papasan dengannya.”
“Maksudnya tahu Nadhirah darimana?”
“Oh, dia itu selalu nyumbang di lembaga yang aku pegang, dan sekarang jadi penyumbang tetap, bahkan aku beberapa kali terlibat project dengannya.”
“Project apa ?” Tanya Rendi begitu penasaran.
“Ya kegiatan amal atau kegiatan sosial dia selalu menyumbang dan kadang juga turun tangan.”
“Kalau begitu minta kontaknya.” Paksa Rendi.
“Ga bisa ini privasi, aku gaboleh ngasih kontak ke orang lain tanpa izin. Kalau mau minta sendiri sama orangnya langsung, dia punya Restoran namanya Seung Resto dan beberapa toko roti. Coba aja datang ke Restorannya biasanya Dia disana.”
“Wah oke makasih banyak Tuan Aldi yang terhormat.” Ucapnya begitu antusias.
sepertinya Rendi akan menarik perkataannya tentang 'Aldi yang datang di saat tidak tepat' karena nyatanya ia memiliki informasi yang sangat penting.
Hari ini Rendi benar-benar beruntung, setelah Nadhirah masuk ke cafénya lalu berbicara dengannya dan memberikan senyuman, kini keberuntungan satu lagi Rendi mengetahui informasi tentang Nadhirah.
****
Restoran siang ini cukup ramai sebab jam istirahat makan siang telah tiba, tak ayal membuat seorang perempuan cantik pemilik restoran ikut turun tangan untuk melayani pembeli yang datang.
Bukan hanya hari ini saja Nadhirah disibukkan dengan ramainya pembeli, tapi juga sudah beberapa hari kebelakang restoran Nadhirah selalu ramai pembeli. Dengan ramainya pembeli sudah tentu Nadhirah tidak pernah bertemu dengan Rendi, oh tunggu apa sekarang Nadhirah mulai menerima keberadaan Rendi.
“Selamat siang pak, silahkan ini menunya, ingin pesan apa?” Sambil menyodorkan menu tanpa melihat wajah pembelinya dan fokus pada kertas untuk mencatat menu.
“Saya ingin pesan pemiliknya.” Ucapnya bangga tanpa peduli jawaban seperti apa yang akan keluar dari mulut Nadhirah.
Oh tunggu suara itu, baru saja Nadhirah menanyakan keberadaannya sekarang orang ini sudah muncul di depan mata.
“Kami tidak menjual manusia.” Jawabnya ketus.
“Kalau begitu saya ingin membeli nomor ponsel pemiliknya.” Jawab Rendi menegaskan bahwa tidak ada bantahan.
“Kami tidak menjual informasi, silahkan pintu keluar ada disana.” Sambil menunjuk kearah pintu keluar.
“Saya ingin pesan makanan yang anda suka, dan anda yang antar pesanan saya. mudah bukan?”
“Maaf disini kami tidak membeda-bedakan pelanggan.”
“Pelanggan adalah raja..., sayang.” Ucapnya dengan santai seolah Rendi adalah pemenangnya untuk perdebatan ini.
Nadhirah mencatat pesanan dan berlalu pergi, hari ini dia sangat malas untuk berdebat, tenaganya sudah terkuras habis dari semenjak buka restoran pagi ini. Tidak lama pesananpun datang dan Nadhirah yang membawanya, tidak ada maksud lain hanya saja Nadhirah tidak ingin ada keributan dan perdebatan panjang.
“Santai saja dulu, aku tahu kamu lelah dan pekerja keras sini temani aku makan.” Rendi menarik pergelangan tangan Nadhirah dan meyuruhnya duduk dikursi yang berhadapan langsung dengannya. Nadhirah hanya menurut untuk mempersingkat waktu dan jangan salahkan bahwa perkataan Rendi hampir sepenuhnya benar, untuk saat ini Nadhirah tidak mau munafik.
“Silahkan makan Nona.” Menyodorkan makanan yang ia pesan pada Nadhirah.
“Maaf, itu bukan pesanan saya. Silahkan anda lanjutkan makan dan segera pergi karena masih banyak pembeli yang harus saya layani.” Nadhirah sudah berdiri dari tempat duduknya dan bersiap untuk pergi meninggalkan Rendi yang sudah banyak bicara sedari tadi.
“Oke baiklah maafkan saya tapi tolong duduklah disini dan diam bukankah itu hal yang mudah?” Rendi mulai jengah dengan sifat keras kepala Nadhirah.
“Sulit karena ini pemaksaan.”
“Ternyata kamu masih sama, tidak mau dipaksa. Kalau begitu duduklah didepanku ini permintaan pembeli, atau mau duduk dipangkuanku?” tawarnya dengan mengedipkan sebelah mata.
Nadhirah balas dengan tatapan tajam dan duduk di hadapan Rendi.
“Apa? waktuku tidak banyak seperti anda tuan jadi segera habiskan makananmu.”
“Temani aku makan.”
“Jangan membuang – buang waktu atau aku panggil security.”
“Oh ayolah kalau kau memanggil security orang-orang akan berfikir seorang pemilik restoran mengusir pelanggan yang sedang makan.”
Oke, untuk hari ini Nadhirah malas untuk berdebat padahal bisa saja dia membalasnya tapi sepertinya memilih untuk duduk kembali adalah pilihan tepat untuk saat ini.
“Cepat habiskan makananmu aku masih banyak pekerjaan.” Ketus Nadhirah.
“Makan juga punyamu, agar bisa melanjutkan pekerjaanmu.”
Nadhirah tak habis pikir dengan orang aneh di depannya ini, dan memilih untuk menurut saja.
“Nah, bukankah kalau kamu menurut akan lebih cepat.”
“Berisik.” Nadhirah melemparkan tatapan tajam sebelum memasukan makanan ke mulutnya.
Rendi hanya menjawab dengan senyuman bahagianya, ini adalah waktu yang Rendi tunggu makan berdua dengan Nadhirah meskipun selalu diisi perdebatan dengan masalah yang sepele. Suasana yang tadinya diisi dengan perdebatan kini berganti dengan suara dentingan sendok garpu yang menjadi pengiring kedua insan yang sedang melahap makanannya.
“Bagaimana kabarmu?” tanya Rendi setelah makanannya tandas.
“Tidak baik, karena akhir-akhir ini ada pengganggu.” Jawab Nadhirah dengan megambil gelas disisi kanannya.
“Oke kuanggap itu baik.”
“Makanan sudah habis, silahkan tuan menuju kasir untuk melakukan pembayaran.”
“Tunggu sebentar Nona aku perlu diam dulu setelah makan, kenapa buru-buru sekali. Oh iya dan satu lagi aku tidak akan membayar sebelum mendapat nomor ponsel mu.”
“Oke baiklah, aku tidak akan miskin hanya karena dua porsi makan siang.” Jawab Nadhirah dengan sarkatis dan memilih untuk beranjak di kursinya namun langkahnya terhenti karena Rendi mendahului untuk menggenggam tangan Nadhirah.
“Nad, aku serius.” Menatap Nadhirah dengan penuh permohonan.
“Akupun serius.” Nada penuh tantangan.
“Duduklah, ini serius ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu.”
“Ini yang terakhir dan setelah itu silahkan keluar dari sini.” Jawab Nadhirah dan kembali duduk dikursinya.
“Apa selama ini kamu baik-baik saja Nad?” tanya Rendi dengan hati-hati di setiap perkatannya, takut jika Nadhirah tidak nyaman atau meninggalkannya.
Nadhirah hanya diam membisu dengan tatapan penuh arti, Rendi bukan orang orang pertama yang menanyakan hal ini dan ini adalah pertanyaan yang kedua kalinya saat Nadhirah mengunjungi café Rendi beberapa minggu lalu, tapi kenapa pertanyaanya seolah membuat Nadhirah goyah dan ingin berteriak saat ini juga. Mungkinkah memang Rendi adalah orangnya, orang yang selama ini Nadhirah tunggu. Tapi itu sangat sulit untuk Nadhirah dan kini masih tetap bergelut dengan dirinya, ingin rasanya Nadhirah teriak ‘tolong aku’ namun ego lebih menguasai saat ini.
“Sudah ku bilang tidak baik, karena selama ini ada pengganggu.” Jawabnya.
“Kuanggap itu benar jawabannya namun tidak untuk alasannya. Nad, berhenti membohongi dirimu sendiri kamu tidak lelah ?”
Nadhirah hanya diam sekali lagi dia ingin teriak mengatakan ‘iya aku lelah apa yang harus aku lakukan?’ tapi sayangnya itu semua hanya tercekat di kerongkongannya.
“Aku tidak tahu, apa yang selama ini kamu hadapi, pasti itu sangat berat, tapi kamu sudah sampai sejauh ini itu adalah hebat. Banyak hal yang bisa kamu lakukan jika sudah tidak ada jalan seperti bercerita pada siapapun jika kamu sudah siap. Aku datang bukan karena aku kasihan tapi kamu berharga untuk aku, untuk semuanya.” Ucap Rendi panjang lebar dengan penuh ketulusan.
Nadhirah masih berusaha mengalahkan egonya, tidak semudah itu untuk bercerita, tidak semudah itu untuk menerima.
“Dan satu lagi karena kamu berhak untuk dicintai. Aku mencintaimu, dari dulu sampai sekarang, masih sama dengan orang yang sama.” Sambungnya membuat detak jantung Nadhirah berdebar sangat cepat.
“Ini, aku siap kalau kamu membutuhkanku, sebagai partner kerja, teman cerita...," menggantungkan perkatannya dan memberikan kartu nama pada Nadhirah “… atau teman hidup mungkin.” Sambungnya di akhir dengan tawa ringan membuat Nadhirah tersenyum tipis tapi sayang Rendi tidak melihatnya.
Oh tidak, Nadhirah sudah larut dan berusaha mengalahkan egonya saat laki-laki ini bertanya dan mengungkapkan semua yang memang Nadhirah butuhkan, tapi apa yang dikatakannya di akhir selalu membuat Nadhirah sedikit geram tapi mampu membuat Nadhirah merasakan bagaimana kupu-kupu beterbangan di dalam perut Nadhirah. Nyatanya sifat manusia akan terus berubah bukan begitu?
“Sudah selesai, silahkan keluar, anda sangat mengganggu pekerjaan saya.” Ucap Nadhirah yang sudah tidak sanggup jika berurusan dengan Rendi karena selalu membuat jantung berdebar cepat dan Nadhirah tidak ingin masuk rumah sakit hanya karena hal ini.
“Oh tentu dan kamu harus siapkan diri karena aku akan selamanya menganggu.” Beranjak dari duduk dan mengedipkan matanya.
Nadhirah diam menatap kepergian Rendi di balik pintu, haruskan Nadhirah menyesal bertemu dengannya atau justru bersyukur ? jujur saja jika saat ini Nadhirah memang mulai mencintai Rendi, bukan cinta sebagai kaka seperti dahulu tapi ini berbeda, dan Nadhirah tidak tahu kalu Rendi akan kembali lagi hadir di depannya atau di hidupnya, mungkin.
Sore ini sebuah mobil terparkir di depan Seung Resto dengan pemiliknya yang masih setia duduk di depan setir dengan kacamata hitam yang menjadi penegas diwajah tampannya. Mobil ini sudah terparkir dari siang hari dan sekarang langit sudah berganti senja mobil ini masih setia di tempatnya. Bukan sebagai pembeli tapi lebih tepatnya jemputan gratis. Menjemput siapa lagi kalau bukan seorang pemilik Resto ini. Akhirnya setelah lama menunggu targetpun keluar membuat Rendi bersorak ria dalam hatinya. Iapun turun dari mobil dan mengahmpiri Nadhirah. “Selamat sore Nadhirah.” “Ada apa?” “Aku ingin mengajakmu kencan.” “Apa? aku tidak punya waktu untuk itu.” Sontak Nadhirah kaget dengan ajakan Rendi. “Maksudku, aku ingin berbicara denganmu.” “Bicara saja sekarang. Aku tidak memiliki banyak waktu untukmu” Jawab Nadhirah ketus. “Banyak hal yang ingin aku bicarakan dan itu butuh waktu seharian penuh.” Nego Rendi. Rendi sangat pintar d
Dunia ini sementara dan penuh kejutan di dalamnya, terkadang apa yang sudah direncanakan hanyalah sebuah rencana karena berbanding terbalik dengan realita.BrukSuara hantaman yang terdengar cukup keras menyeruak ke semua telinga orang yang tidak jauh dari jalan raya.Orang – orang berdatangan mendekati kecelakaan itu untuk memberikan pertolongan. Lalu apa yang dilakukan Nadhirah? Ia berada tepat di samping jalan raya dan menyaksikan kecelakaan itu dengan antusias. Bahkan ia sudah menduga akan terjadi sebuah kecelakaan karena melihat mobil melaju kencang dan wanita itu hanya menunduk fokus dengan gawainya tanpa melihat ke arah sekitar. Tapi Nadhirah justru membiarkannya begitu saja.Dari tatapannya Nadhirah begitu bahagia melihat wanita itu menderita kesakitan akibat hantaman yang cukup keras di pada tubuh sebelah kanannya, bibir di sudut kanan yang terangkat dan melipatkan kedua tangan di depan dada sudah mendefinisikan semua
****Sedangkan itu, di lain tempat Rendi mengistirahatkan dirinya untuk menanangkan pikiran juga badannya yang terasa lemas."Aku harus mencarinya. Aku merindukannya. Sangat merindukannya." Dengan senyuman dan menyesap secangkir kopi yang sejak tadi menemani dirinya.Matanya teralihkan pada suara pintu diketuk "iya masuk." Jawabnya agar suara yang ditimbulkan dapat berhenti."Maaf menggangu waktunya Pak, di luar ada yang menanyakan Bapak dan ingin bertemu." Ucap salah satu karyawan disana."Siapa?""Namanya Aldi dia bilang dia teman bapak.""Iya betul, suruh dia masuk."Tak lama karyawan itu pergi dan menampilkan sosok laki-laki yang bernama Aldi melangkah masuk dan duduk di kursi yang ada di depan Rendi, hanya sebuah meja besar yang menjadi pembatas diantara keduanya."Hey Ren kemana aja nih, dari tadi di telpon ga diangkat.""Ada urusan apa?" terdengar dingin dan to the point karena jujur saja perasaan
Suara hiruk pikuk anak-anak berlarian kesana kemari, daun berjatuhan diterpa angin menggambarkan kesejukan yang penuh dengan kebahagiaan. Suasana siang ini cukup cerah tak ayal membuat semuanya ingin berjalan-jalan di hari libur ini bersama teman atau keluarga, mungkin. Atau berjalan sendiri untuk menikmati suasana dan menghilangkan penat bisa menjadi pilihan juga.Seperti halnya Nadhirah perempuan cantik yang memiliki kulit tan, rambut lurus coklat sebahu, mata bulat, hidung mancung menambah kesan cantik disetiap inchi wajahnya yang kini sedang berjalan-jalan di sekitar taman.Seorang anak kecil laki-laki yang sedang berlarian mengejar pesawat kertasnya dan tak sengaja menabrak Nadhirah hingga pesawat kertas yang terbang diatasnya mendarat tepat di depan kaki Nadhirah.“Maaf kak, aku tidak sengaja dan tidak melihat kakak.” Ucap anak itu dengan nafas yang terengah-engah.Nadhirah hanya terdiam tanpa mengeluarkan sepatah katapun dengan me
Angin sore di iringi ramainya suara transportasi menyatakan kesan bahwa ini jam pulang kerja. Tapi tidak halnya dengan Nadhirah, Ia berjalan jalan menikmati suasa sore kota Bandung bukan karena telah selesai dengan pekerjaannya dan akan pulang menuju rumahnya, melainkan untuk menenangkan diri atau sekedar menghirup udara sore yang belakangan ini tidak ia nikmati.Nadhirah orang yang pekerja keras sehingga jarang sekali untuk menikmati suasana sore seperti saat ini. Setiap harinya ia bagaikan robot yang telah di setel otomatis dengan jadwal yang telah ditentukan. Bangun pagi berangkat kerja, melakukan pekerjaan kemudian pulang kembali ke rumah untuk istirahat atau jika ia punya waktu luang akan kembali menuliskan ceritanya atau berjalan di taman baik itu pagi, siang, sore, malam, hanya sekedar untuk menyegarkan pikirannya.Dan hari ini di waktu menjelang sore menjadi pilihannya untuk menyembuhkan pikiran. Apakah alasan itu masuk akal? atau mungkin karena ada seseorang y
Sore ini sebuah mobil terparkir di depan Seung Resto dengan pemiliknya yang masih setia duduk di depan setir dengan kacamata hitam yang menjadi penegas diwajah tampannya. Mobil ini sudah terparkir dari siang hari dan sekarang langit sudah berganti senja mobil ini masih setia di tempatnya. Bukan sebagai pembeli tapi lebih tepatnya jemputan gratis. Menjemput siapa lagi kalau bukan seorang pemilik Resto ini. Akhirnya setelah lama menunggu targetpun keluar membuat Rendi bersorak ria dalam hatinya. Iapun turun dari mobil dan mengahmpiri Nadhirah. “Selamat sore Nadhirah.” “Ada apa?” “Aku ingin mengajakmu kencan.” “Apa? aku tidak punya waktu untuk itu.” Sontak Nadhirah kaget dengan ajakan Rendi. “Maksudku, aku ingin berbicara denganmu.” “Bicara saja sekarang. Aku tidak memiliki banyak waktu untukmu” Jawab Nadhirah ketus. “Banyak hal yang ingin aku bicarakan dan itu butuh waktu seharian penuh.” Nego Rendi. Rendi sangat pintar d
Setelah interaksinya yang lumayan cukup terbuka meskipun hanya senyuman yang didapat tapi setidaknya ini adalah permulaan yang mungkin akan mempermudah kedekatannya dengan Nadhirah. Oh ayolah ini keuntungan sangat besar karena selam ini Rendi selalu dimarahi dan tidak pernah Nadhirah anggap. Tapi Rendi selalu gencar untuk mengetahui apa saja yang sudah Nadhirah alami sejauh ini, apalagi ini sudah diberi senyuman Rendi makin semangat untuk mencari tahu. “Hey Ren senyum-senyum sendiri kenapa nih.” Ucap Aldi yang kini duduk di hadapannya. “Bahagia, kenapa?” Tanya Rendi malas, karena sahabatnya ini selalu datang di saat tidak tepat, yaitu saat Rendi sedang memikirkan Nadhirah. “Sama Nadhirah?” “Tau Nadirah ?” Tanya Rendi kaget. “Tau dong, Nadhirah Aleena yang barusan ngobrol sama kamu sampai senyum-senyum kaya orang gila.” Ledek Aldi. “Tau darimana Di?” Dia Aldi orang yang sama saat menawarkan Rendi untuk menjadi pem
Angin sore di iringi ramainya suara transportasi menyatakan kesan bahwa ini jam pulang kerja. Tapi tidak halnya dengan Nadhirah, Ia berjalan jalan menikmati suasa sore kota Bandung bukan karena telah selesai dengan pekerjaannya dan akan pulang menuju rumahnya, melainkan untuk menenangkan diri atau sekedar menghirup udara sore yang belakangan ini tidak ia nikmati.Nadhirah orang yang pekerja keras sehingga jarang sekali untuk menikmati suasana sore seperti saat ini. Setiap harinya ia bagaikan robot yang telah di setel otomatis dengan jadwal yang telah ditentukan. Bangun pagi berangkat kerja, melakukan pekerjaan kemudian pulang kembali ke rumah untuk istirahat atau jika ia punya waktu luang akan kembali menuliskan ceritanya atau berjalan di taman baik itu pagi, siang, sore, malam, hanya sekedar untuk menyegarkan pikirannya.Dan hari ini di waktu menjelang sore menjadi pilihannya untuk menyembuhkan pikiran. Apakah alasan itu masuk akal? atau mungkin karena ada seseorang y
Suara hiruk pikuk anak-anak berlarian kesana kemari, daun berjatuhan diterpa angin menggambarkan kesejukan yang penuh dengan kebahagiaan. Suasana siang ini cukup cerah tak ayal membuat semuanya ingin berjalan-jalan di hari libur ini bersama teman atau keluarga, mungkin. Atau berjalan sendiri untuk menikmati suasana dan menghilangkan penat bisa menjadi pilihan juga.Seperti halnya Nadhirah perempuan cantik yang memiliki kulit tan, rambut lurus coklat sebahu, mata bulat, hidung mancung menambah kesan cantik disetiap inchi wajahnya yang kini sedang berjalan-jalan di sekitar taman.Seorang anak kecil laki-laki yang sedang berlarian mengejar pesawat kertasnya dan tak sengaja menabrak Nadhirah hingga pesawat kertas yang terbang diatasnya mendarat tepat di depan kaki Nadhirah.“Maaf kak, aku tidak sengaja dan tidak melihat kakak.” Ucap anak itu dengan nafas yang terengah-engah.Nadhirah hanya terdiam tanpa mengeluarkan sepatah katapun dengan me
****Sedangkan itu, di lain tempat Rendi mengistirahatkan dirinya untuk menanangkan pikiran juga badannya yang terasa lemas."Aku harus mencarinya. Aku merindukannya. Sangat merindukannya." Dengan senyuman dan menyesap secangkir kopi yang sejak tadi menemani dirinya.Matanya teralihkan pada suara pintu diketuk "iya masuk." Jawabnya agar suara yang ditimbulkan dapat berhenti."Maaf menggangu waktunya Pak, di luar ada yang menanyakan Bapak dan ingin bertemu." Ucap salah satu karyawan disana."Siapa?""Namanya Aldi dia bilang dia teman bapak.""Iya betul, suruh dia masuk."Tak lama karyawan itu pergi dan menampilkan sosok laki-laki yang bernama Aldi melangkah masuk dan duduk di kursi yang ada di depan Rendi, hanya sebuah meja besar yang menjadi pembatas diantara keduanya."Hey Ren kemana aja nih, dari tadi di telpon ga diangkat.""Ada urusan apa?" terdengar dingin dan to the point karena jujur saja perasaan
Dunia ini sementara dan penuh kejutan di dalamnya, terkadang apa yang sudah direncanakan hanyalah sebuah rencana karena berbanding terbalik dengan realita.BrukSuara hantaman yang terdengar cukup keras menyeruak ke semua telinga orang yang tidak jauh dari jalan raya.Orang – orang berdatangan mendekati kecelakaan itu untuk memberikan pertolongan. Lalu apa yang dilakukan Nadhirah? Ia berada tepat di samping jalan raya dan menyaksikan kecelakaan itu dengan antusias. Bahkan ia sudah menduga akan terjadi sebuah kecelakaan karena melihat mobil melaju kencang dan wanita itu hanya menunduk fokus dengan gawainya tanpa melihat ke arah sekitar. Tapi Nadhirah justru membiarkannya begitu saja.Dari tatapannya Nadhirah begitu bahagia melihat wanita itu menderita kesakitan akibat hantaman yang cukup keras di pada tubuh sebelah kanannya, bibir di sudut kanan yang terangkat dan melipatkan kedua tangan di depan dada sudah mendefinisikan semua