Tring tringSelagi berkendara menuju kantor setelah menurunkan Davin di sekolahnya, aku mendapatkan telepon dari Fani. Kebetulan aku belum mengubah nama kontak jadi foto dan nama wanita itu terpampang jelas di layar ponselku."Ada apa ya?""Bu, ibu masih boleh kok menitipkan Erwin kepada saya, lagi pula saya tidak ada kegiatan di rumah.""Hahaha, jadi tempat di mana kau terjebak sekarang kau sebut adalah rumahmu?""Saya tidak berniat buruk, lagi pula saya menyayangi Erwin.""Setelah kau rampas bapaknya dan hancurkan rumah tangga orang tuanya, kau masih bilang kau masih menyayangi Erwin?""Baiklah jika ibu tak mau!""Jangan bermain peran atau pura pura baik, aku tahu kalau kau adalah ibu tiri anakku, tapi semua orang tahu bagaimana sifat aslimu yang sebenarnya. Aku minta ampun pada Tuhan yang maha kuasa, karena telah menampungmu dalam rumahku dan telah menganggapmu sebagai adikku, lalu kau menusukku dari belakang.""Ibu, saya hanya....""Sudahlah, jangan hubungi aku!" Aku langsung m
Sungguh tak pernah menyangka bahwa kejadian tentang suamiku jadi viral ke seantero Indonesia dan menghebohkan sosial media. Setiap kali membuka akun banyak sekali yang memberikan komentar simpati dan menguatkan diri ini, tapi sebaliknya mereka menghujat suamiku serta menyerang akun sosial media milik Fanny. Dua sejoli itu dikabarkan akhirnya menutup akun. Tak berhenti sampai di sana, saat tak lagi menemukan akun mas pak hari netizen malah menyerang akun kepala departemen di mana kami bekerja dan mendesak suamiku agar segera dipecat dari sana."Segera temui saya di ruangan," ucap Pak kepala sambil mendatangi meja ruanganku dan memasang wajah tegang. "Ada apa Pak?" Aku menyusul dengan cepat ke ruangan lelaki itu."Aku yakin kau sudah tahu bahwa apa yang terjadi di sosial media seperti bola panas yang akhirnya membuat semua orang resah. Aku didesak oleh atasanku untuk segera memecat suamimu.""Dia bukan lagi suami saya pak secara agama dia sudah menjatuhkan talak.""Tapi kalian ser
Sampai saat ini keluarga jalang itu belum tahu kalau anak mereka sudah merebut suami majikannya, jadi aku berinisiatif untuk menelpon ibunya Fani yang kebetulan kenal baik denganku. Mereka adalah keluarga menengah ke bawah yang masih hidup dari hasil pertanian dan tinggal di rumah bilik bambu sederhana. Aku ingin menelpon mereka dan mengucapkan selamat karena anak mereka sudah berhasil mendapatkan suami yang kaya.Saat mereka mengangkatnya, aku langsung menceritakan segalanya, ku beritahu bahwa Fanny digerebek massa di rumah kami, kemudian diarak dalam posisi setengah telanjang lalu dipaksakan menikah dengan suamiku. Pecah tangis ibunya Fani, wanita itu terdengar sangat syok dan terus minta maaf padaku. "Selamat ya bu anak ibu sudah dapatkan suami dari jalur merebut milik orang lain." "Maafkan saya Nyonya, maafkan perbuatan anak saya.""Saya tidak tahu saya harus bagaimana karena gara-gara dirinya rumah tangga saya hancur, anak-anak saya harus kehilangan ayahnya, serta momen baha
Sore hari, sekitar pukul 15.00 aku pulang kantor bersamaan dengan menjemput kedua anak ku yang berasal dari sekolah dan tempat penitipan anak. Baru saja kugulir pintu garasi untuk memasukkan mobil, terlihat ke keluarga Fanny baru saja tiba dari kampung. Keluarga itu nampak menatap pada setiap detail rumah kami dan terus mendongak melihat betapa indahnya bangunan berlantai tiga itu. Ada balkon dan jendela luas, serta bunga-bunga hortensia yang menjuntai di sana. "Wah, rumahnya bagus ya.""Iya," jawab Fani..Salah satu bibinya, anggota keluarga Fanni yang terlihat polos, nampak berdecak kagum dan memuji."Jadi ini rumah suamimu?" Garis itu terdiam begitu melihat mobilku masuk dan aku keluar dari kendaraanku. "Siapa dia?"Tanya keluarganya."Apa ini rumah suamimu, atau ini rumah sewaan Fani?" tanya mereka. Aku yakin sebagian besar keluarganya tidak tahu apa yang terjadi jadi aku hanya tertawa sambil melipat tanganku di dada menyaksikan betapa polosnya keluarga mereka dan sebentar la
Sepanjang malam tidak ada keriuhan yang terjadi dari seberang rumahku, mungkin karena ibunya Fani masih di UGD jadi sebagian dari mereka tinggal di rumah sakit untuk menjaga keadaan wanita tua itu.Sesekali hanya terdengar percakapan samar yang mungkin itu adalah paman dan bibinya Fani. Hingga pukul 10.00 malam aku mendengar mobil berhenti di depan rumah kami, dari jendela aku melihat Mas Fahri dan Fani turun, bersama seorang Paman mereka.Ibu dan ayahnya tidak kelihatan mungkin masih tertinggal di rumah sakit."Sepertinya Neng memang harus pindah dari tempat ini demi menjaga kebaikan dan kedamaian kalian semua, ucap lelaki baru bahaya itu kepada. "Sementara ini saya harus menabung dulu karena saya baru saja kehilangan pekerjaan," jawab Mas Fahri."Ya, saya mengerti, Masnya juga harus mengerti bahwa menyatukan wanita dalam satu atap bukanlah ide yang bagus. Yang terjadi hari ini hanyalah sebagian dari musibah besar yang akan terjadi berikutnya, jadi, tolong pikirkan.""Baiklah,"
Tak ada keadaan yang lebih panas dan tidak nyaman kecuali berada di ruang sidang lalu kau dihakimi seperti seorang penjahat.Aku dan Mas Fahri terus ditanyai dengan pertanyaan berulang-ulang, diputar-putar tentang kronologi bagaimana aku bisa mengetahui perselingkuhannya. Hakim meragukan bahwa aku melihat dengan mata kepala sendiri, jadi kutunjukkan saja bukti rekaman CCTV dari ponsel."Kebetulan saya merekam setiap adegan dan percakapan suamiku dengan pembantu saya jika anda berkenan dan mampu untuk melihatnya maka akan saya perlihatkan," ujarku. Mas Fahri yang duduk 2 meter berjarak dariku, nampak terkejut dan menggelengkan kepala, memberi isyarat bahwa aku jangan sampai memberi bukti itu dan semakin mempermalukannya."Coba saya periksa!" Ujar majelis hakim sambil menyodorkan tangannya, petugas pengadilan mengambil ponsel keluarga memperlihatkan setiap rekaman yang ada, hingga kemudian Pak hakim menganggukkan kepala."Jadi kalian sepakat untuk berpisah?""Iya Pak.""Tidakkah kalian
Entah apa yang terjadi setelah perkataanku malam tadi, tiba-tiba candaan dan obrolan Fani dan Mas Fahri berhenti. Aku beranjak naik ke kamarku sambil merutuki mereka berdua dan meminta mereka untuk bersegera pergi. "Tidak tahu malu, sudah viral dan dicibir warga pun, kalian masih tetap bertahan di sini." *Malam berlalu diganti oleh garis benang merah di ufuk timur yang menandakan fajar. Setelah bersujud di atas sajadah dan memanjatkan begitu banyak doa, aku merasa tenang. Ya, hanya itulah jalan satu-satunya untuk menemukan ketagaran dan kesabaran hati. Kubereskan alat sholat lalu turun ke bawah untuk menyiapkan sarapan. Entah kenapa, pagi pagi begini, subuh buta, aku sudah mendengarkan suara Fani membanting barang, dan menangis."Aku bosan kayak gini, Mas, kapan kita pindah?""Secepatnya, kau tahu sendiri mas tidak punya uang!""Katanya Mas punya uang, dulu Mas Punya segalanya.""Aku punya segalanya tapi istriku yang mengelola.""Istri ... istri ... Selalu selalu kata istri. Ema
Pagi jam 08.00 sebelum aku berangkat ke kantor aku gedor pintu tempat tinggal mantan suamiku dan istri barunya.Saat dia membuka pintu, seperti biasa lelaki itu selalu menunjukkan binar mata yang berbeda, binar senang saat melihatku berdiri di ambang pintunya. Harapannya sudah kuketahui, keinginan hatinya bahwa suatu saat aku akan memaafkan dan menerima pernikahan tersebut. Tapi sayang, itu tidak akan terjadi."Ada undangan dari Tante Hana dan Om Jaki, mereka meminta kita untuk datang beserta anak-anak."Aku tahu bukan ide bagus untuk kondangan bersamanya lagi tapi karena ini adalah undangan keluarga, maka aku harus menyampaikan padanya."Acara apa?""Tunangan anaknya. Mereka tidak tahu kalau kita akan bercerai jadi mereka mengundang kita namun aku tidak akan memaksamu untuk pergi bersamaku atau aku ikut denganmu. Karena itu adalah pamanmu sebaiknya kau saja yang pergi dengan istri barumu.""Tidak membawa Fanny ke acara tersebut akan menciptakan polemik tersendiri, keluarga akan heb
Di dunia ini hukum alam selalu berjalan, ada pertemuan dan perpisahan, ada pernikahan dan penyatuan lalu ada kematian yang memisahkan atau perpisahan dengan cerai hidup. Dinamika kehidupan terus berputar dan berulang-ulang seperti pola alam yang teratur. Sebagai wanita yang normal, seorang wanita dewasa yang punya dua anak, aku sadar betul bahwa aku tidak bisa hidup sendirian terus-menerus. Mungkin aku butuh pendamping dan teman untuk menemani di saat sakit dan sedih atau jadi penghibur kesepianku di hari tua nanti. Kuputuskan untuk menerima lamaran, bukan karena aji mumpung atau ingin pamer pada mantan suamiku kalau aku juga bisa menikah, ini sebagai bentuk realistisnya diri ini pada kenyataan hidup. Lagipula ada pria baik baik yang mau meminang diri ini, mau menyayangi dan melindungi anak-anak serta bertanggung jawab, maka aku tak akan menolak jodoh pemberian Tuhan.**"Cantik sekali anak Ibu," ucap ibu saat beliau mendekat ke arah kaca rias dan memandang pantulan diri ini y
Di dunia ini hukum alam selalu berjalan, ada pertemuan dan perpisahan, ada pernikahan dan penyatuan lalu ada kematian yang memisahkan atau perpisahan dengan cerai hidup. Dinamika kehidupan terus berputar dan berulang-ulang seperti pola alam yang teratur. Sebagai wanita yang normal, seorang wanita dewasa yang punya dua anak, aku sadar betul bahwa aku tidak bisa hidup sendirian terus-menerus. Mungkin aku butuh pendamping dan teman untuk menemani di saat sakit dan sedih atau jadi penghibur kesepianku di hari tua nanti. Kuputuskan untuk menerima lamaran, bukan karena aji mumpung atau ingin pamer pada mantan suamiku kalau aku juga bisa menikah, ini sebagai bentuk realistisnya diri ini pada kenyataan hidup. Lagipula ada pria baik baik yang mau meminang diri ini, mau menyayangi dan melindungi anak-anak serta bertanggung jawab, maka aku tak akan menolak jodoh pemberian Tuhan.**"Cantik sekali anak Ibu," ucap ibu saat beliau mendekat ke arah kaca rias dan memandang pantulan diri ini y
Tiga hari sebelum aku menuju jenjang pernikahan. Tiba-tiba ada tamu yang tak diharapkan kedatangannya berdiri di hadapan pintu rumah. Saat itu aku dan beberapa teman sedang mengemasi souvenir.Rencananya pernikahan hanya akan dilangsungkan di lingkungan keluarga dan para sahabat terdekat saja jadi aku tidak akan mengadakan pesta besar, namun, menyediakan souvenir kenang-kenangan adalah hal yang ingin kulakukan untuk mengesankan para tamu undangan. Wanita itu dan suaminya tertegun melihat 4 orang temanku sedang sibuk meletakkan gelas kaca cantik ke dalam kotak souvenir. Dia berdiri dan tertegun di sana. Sedih Sudah lama tak bertemu membuatku seolah tidak mengenal gadis itu, sudah banyak perubahan di wajahnya tubuhnya berubah jadi kurus wajahnya pucat dan cekungan bola matanya menunjukkan kalau dia memang sedang sakit."Assalamualaikum." Wanita itu berucap dengan suara pelan, lirih nyaris tidak terdengar."Walaikum salam." Aku juga berdiri dan terpaku, bingung bagaimana harus memper
"Penting menegaskan pada mantan suamimu agar dia berhenti mendatangi kalian," ujar Mas Seno di mobil."Ya, Kami sudah sepakat untuk tidak bertemu lagi tapi dia datang untuk pinjam uang.""Lantas saat kau tidak mampu membantunya Kenapa lelaki itu malah murka dan berusaha menyakitimu?""Entahlah, mungkin cemburu Mas," balasku."Cemburu seakan kau tidak pantas berbahagia dan berteman dengan orang lain, begitukah?""Ya, bisa jadi.""Tapi bukankah dia sudah punya istri dan konom istrinya hamil?""Ah, dia keguguran, masuk rumah sakit dan minta bantuan biaya 2 juta dariku. Dia merasa berhak minta karena aku mewarisi sebagian besar harta gono gini.""Tapi pembagian itu bukankah adalah hak kalian dan anak-anak?""Mungkin dia merasa masih berhak memintanya.""Astaga sungguh tidak punya perasaan.""Ah, entahlah Mas.""Sepertinya kau harus pindah ke tempat di mana dia tidak menemukanmu.""Dia pasti akan menyusuri tempat tinggalku karena merasa bisa bertemu dengan anak-anak.""Kalau begitu kembali
Dua hari berikutnya sangat krusial, kudengar kabar keadaan bahwa Fanny kehilangan kesadaran, dia drop di rumah sakit karena pendarahan yang parah, menderita, kesakitan, menangis, depresi dan terguncang. Kudengar kabar itu dari salah satu temanku yang berprofesi sebagai petugas kesehatan.Dia tahu tentang peristiwa yang menimpa kehidupanku dan bagaimana wanita itu merebut suamiku, jadi dia berdiri di pihak diri ini untuk selalu memberiku kabar-kabar terbaru tentang perkembangan yang terjadi.(Dia drop, dia dirawat di ruang intensif.)(Bagaimana dengan Fahri?)(Tentu saja lelaki itu kebingungan dengan biaya... tidak lagi memiliki asuransi kesehatan, membuat lelaki itu harus membayar biaya rumah sakit dengan tarif umum. Kau tahu kan, wanita pasca abortus, dia harus mengalami operasi pembersihan dan biayanya cukup mahal belum lagi biaya rawat inap dan obat-obatan.)(Astaga....)(Aku yakin ibu mertuamu yang mantan seorang dokter harus repot menggelontorkan dana yang lebih besar, dia juga
Demi kebaikan segalanya aku memutuskan untuk mengambil keputusan dan menyuruh anak-anak untuk menegaskan keputusan mereka agar Mas Fahri tidak lagi datang dan mengganggu ketentraman hidup kami.Sore itu kuantar mereka bertemu dengan papanya di rumah neneknya, kebetulan neneknya sedang keluar ke pengajian jadi hanya ada dia di sana.Melihat kami berdiri di ambang pintu gerbang lelaki itu terlonjak bahagia. Dia berlari dan hendak menyambut kami dengan penuh sukacita tapi melihat ekspresiku dan anak-anak yang datar-datar saja lelaki itu langsung menghilangkan senyum di wajahnya."Aku sudah menunggu kalian dari pagi.""Mana istrimu? Kudengar dia hamil.""Dia di rumah.""Oh, baguslah, berarti kita bisa bicara dengan leluasa saat ini.""Apa maksudmu?"Lelaki mulai terlihat khawatir dan menelan ludah."Anak anak...." Aku memberi isyarat pada anak-anak untuk bicara secara langsung pada ayah mereka. "Papa, kami tidak ingin papa mengganggu kami lagi, kami tidak ingin papa datang tanpa member
Pukul empat sore, Mereka semua pamit dari rumahku setelah menyalami dan mereka mengucapkan terima kasih atas hidangan dan keramahan tuan rumah, aku mengantarkan mereka ke mobil."Terima kasih atas makanannya ya masakanmu benar-benar enak ucap Rika sambil merangkul dan menepuk bahu kanan ini."Sering sering main ya, agar aku tidak terlalu merasa kesepian.""Eh, sekarang kan ada Seno, Jadi kalian bisa share waktu dan hari Minggu kalian berdua.""Betul itu," jawab Mas Seno sambil berkedip padaku, entah kenapa dia tiba-tiba begitu berani dan gamblang menunjukkan godaannya.Mungkin karena tadi kami sudah bicara panjang lebar tentang keinginan dan harapan masing-masing, jadi pria itu mulai merasa akrab denganku. "Aku harap kalian cocok berteman," ucap suami Rika."Iya, Mas, makasih udah dikenalin.""Mudah mudahan berjodoh," lanjutnya sambil masuk ke mobil."Apa hanya mereka yang diantarkan mobilnya dan aku tidak?" tanya pria berjas abu abu itu. Aku tergelak dan mengarahkan tangan ke mobil
"Mari masuk, Saya sudah menunggu sejak tadi dan telah menyiapkan hidangan kecil-kecilan di meja makan," ujarku memecah kecandungan diantara kami dan tatapan mata lelaki bernama Seno yang lekat.Dia nampak terkesan dengan diriku tapi aku tidak mau terlalu over percaya diri, mungkin itu hanya bentuk penghargaan pada wanita yang baru ia temui.Ku arahkan pada tamuku ke arah meja makan di mana makanan yang masih hangat terhidang di sana, ada opor ayam, gulai ikan, sate lilit, dan urap sayur terhidang di sana. Tak lupa lalapan dan sambal. "Saya menyukai makanan khas Indonesia jadi saya menghidangkannya untuk kalian.""Kami juga suka, wah, sepertinya enak," ujar Rika."Langsung saja Mas, langsung dicicipi," ujarku pada suami sahabatku. Tak lupa aku bersilakan Seno juga untuk duduk dan kupanggil anak-anak untuk bergabung di meja makan. Kulayani tamu dengan baik, dengan cara memberikan pelayanan yang baik di meja makan, mendekatkan makanan dan menuangkan minuman, serta mengajak mereka bic
"Ciee janda, cantik kali perubahannya." Itu ucapan temanku menggoda diri ini saat aku tiba di kantor dengan penampilan baru dan parfum beraroma lebih segar, para sahabatku itu menatap diri ini dengan decak kagum dan mulai saling melirik satu sama lain."Alhamdulillah aku merdeka.""Tapi sampai hari ini aku tidak percaya bahwa kalian bercerai mengingat betapa harmonis dan mesranya kalian sebelum ini," ucap Mbak Vira salah seorang teman dekat Mas Fahri."Yang namanya kehidupan, bisa saja berbalik dalam satu tepukan, Mbak Vir," jawab Rika sahabatku."Sedih aja sih, meski akhirnya kalian mengambil keputusan untuk menjalani hidup masing-masing tapi aku tetap menyayangkan itu.""Mari kita hargai saja keputusan yang diambil oleh Arimbi dan Mas Fahri, aku rasa mereka pasti sudah membicarakan ini matang-matang.""Ya, semoga saja, semoga ini yang terbaik untuk anak anak," balasnya."Ayolah teman teman, saya baik baik saja, anak-anak saya baik-baik saja, tempat tinggal kami cukup layak, kendaraa