Olivia dan Miranda kini sama-sama dikurung pada ruangan yang sama. Miranda juga telah bebas dari ikatan tali pada pergelangan tangannya. Bagi Darwin, mereka tidak akan bisa kabur dari sana. “Dimana kamu menyimpan dompet kamu?” tanya Darwin yang sibuk mengeluarkan benda-benda yang tersimpan didalam lemari.“Untuk apa kamu menanyakan dompetku?” tanya Olivia lirih.“Aku akan membawa kalian ke luar negeri dan aku akan menikahi kamu” ujar Darwin.“Tidak! Aku tidak setuju kalau kamu menikahi putri saya! Kamu bajingan... Tidak pantas menjadi menantuku” ujar Miranda dengan tegas.Darwin naik pitam lalu menghampiri Miranda dan langsung menamparnya. Sontak kedua kedua perempuan itu terkejut namun tak dapat membela diri.“Darwin, hentikan!” teriak Olivia.“Olivia, tolong bilangin ke Mama, kalau masih ingin hidup jangan membuatku kesal” ujar Darwin. Ia menyalakan korek api dan mendekatkan rokoknya ke korek api.Olivia tertunduk tak berdaya saat Darwin memerintahkannya. Darwin keluar dan mengunci
“Sepertinya akan ada hujan!” seru Miranda gelisah.Dalam keadaan genting ini mereka juga menghadapi cuaca yang tidak berpihak padanya. Di jalanan yang sudah sunyi ditambah jarang ada perumahan membuat mereka kebingungan sendiri.“Mama takut jika kita kembali berjalan... Dia akan melihat kita. Tapi kalau kita tetap bersembunyi, kita bakalan terkena hujan” ujar Miranda lirih.“Maafkan aku Ma, gara-gara aku Mama jadi ikutan susah seperti ini. Seandainya saja aku tidak mengenalnya dan menganggap Darwin Sebagai teman dekat mungkin aku tidak akan bernasib seperti ini. Mungkin saja Darwin tidak akan bersembunyi di rumah kita yang membuat kita susah” ujar Olivia.“Ini bukan salah kamu sayang” Miranda memeluknya dengan erat. Memberikan kehangatan pada putri sematang wayangnya. Dalam hatinya juga turut mengutuk Darwin yang sudah jahat kepadanya dan putrinya. Sesaat setelah Olivia mengatakan itu tiba-tiba saja hujan turun dengan lebat membuat mereka mau tidak mau harus mencari tempat untuk bert
“Ma, itu suara Darwin!” bisik Olivia ketakutan.“Ayo kita cari jalan keluar!” Miranda menggandeng tangan Olivia. Dalam kondisi ketakutan, mereka akhirnya menemukan jendela yang belum terbuka.Miranda membuka jendela namun, belum mereka turun Darwin sudah menemukan keberadaan mereka. Wajahnya terlihat menyeramkan. Darwin yang terlihat seperti itu lantas berkata, “Mau kemana kalian! Kalian tidak akan bisa keluar dari sini!!”Sontak saja Miranda meminta Olivia untuk melarikan diri. Sedangkan dirinya akan menghalangi Darwin yang sudah tidak memiliki perasaan. Olivia menggelengkan kepalanya dan tidak mau meninggalkan mamanya sendirian menghadapi Darwin.“Sudah cepat kamu pergi! Cari pertolongan agar Mamamu ini bisa segera tertolong!” seru Miranda tegas. Ia sampai mendorong-dorong tubuh Olivia agar segera manjat ke jendela.Olivia dengan berberat hati langsung manjat dari jendela. Ia berkali sekuat tenaga dan tidak menoleh ke arah kiri maupun ke arah kanan. Hingga sadar-sadar Olivia berlari
Pagi hari pun telah tiba. Kini ada jam perkuliahan yang mesti diikuti. Olivia berjalan seorang diri lalu ia bingung ketika orang-orang menatapnya dengan tatapan aneh. Sebagian juga pada berbisik-bisik. “Ada apa dengan mereka? Mengapa perasaan aku mengatakan ada sesuatu hal yang buruk? Ah... Ini mungkin hanya pikiran aku saja” gumam Olivia dalam hati.Saat melihat papan Mading ia melihat beberapa tempelan foto dirinya. Yang lebih menggegerkan adalah foto tersebut memperlihatkan dirinya tengah mabuk dan pakaian atasan hampir tersingkap. Sontak membuat Olivia linglung tak berdaya. Rasa harga dirinya bagaikan telah terinjak-injak dan tak berharga lagi.“Astaga... Oh astaga! Kamu sungguh menjijikkan banget ya? Bikin nama baik kampus jadi tercemar!” seru Jessika yang kini berdiri menatap dinis Olivia yang tengah terjatuh linglung.“Kamu Jessika?” tanya Olivia yang samar-samar tidak ingat wajah Jessika. Karena setahu dirinya, ia hanya melihat Jessika saat di ulang tahun kejora.“Ups... Kamu
“Auw gatal!” seru Anisa saat digigit nyamuk hingga membuatnya berteriak. Hapesnya, ia pun kini diketahui sedang mengintip obrolan mereka.“Anisa!” seru Jessika saat melihat Anisa keluar dari semak-semak.“Oh... Kamu diam-diam menguping obrolan kami ya? Sangat disayangkan sekali kamu tidak akan bisa melaporkan kita” ujar Jessika meremehkan Anisa.“Duh... Gimana ini jika dia beneran laporin kita Jes?” bisik Anggrek.Anisa merasa tak mungkin bersuara tinggi lantaran yang ia hadapi saat ini adalah empat orang sedangkan disekelilingnya tidak ada lagi orang lain selain dirinya dan mereka. Sekali salah bicara maka ia akan menanggung akibatnya.“Mengapa kalian tega membuat Olivia dikeluarkan dari kampus? Padahal, Olivia tidak terlalu mengenal kalian kecuali Kejora” ujar Anisa tenang. Ia hanya mencoba memperlihatkan bahwa ia tidak ada perasaan takut dengan mereka.“Lantas, apa hubungannya dengan Lo?” tanya Kejora, sambil menyunggingkan senyuman manis namun terselip kesuraman.Anisa tidak mengg
Beberapa hari ini Olivia menginap di rumah neneknya. Meskipun dulunya hubungan Miranda dan dengan neneknya tidaklah baik namun tetap saja Olivia hanya memiliki seorang nenek. Sedangkan Kakek atau suami kedua dari neneknya sudah meninggal dunia akibat sakit.“Olivia, cepat bantu nenek nyuci piring!” seru Desi.Desi yang masih belajar dengan cepat membereskan beberapa bukunya dan ia taruh di atas meja. Karena didalam pikirannya, ia mesti harus menyenangkan hati neneknya dengan cara mau di suruh-suruh. Olivia menghampiri neneknya di dapur.“Nek, yang mana yang perlu Olivia cuci?” tanya Olivia pelan.“Kamu lihat saja wastafel itu ada berapa piring dan perabotan lain. Nenek mau mandi dulu sudah gerah sekali” ujar Desi.Olivia mengangguk lalu mulai mencuci perabotan. Tanpa ia sadari, Andra sudah menghubunginya berulangkali. Sayangnya ponsel miliknya berasa di atas meja belajar yang ada di dalam kamar tidur. Desi yang menderita langsung masuk dan mengomel.“Dasar bocah bau kencur... Masih um
“Aduhh... Macet begini bikin puyeng! Nyesel saya lempar sembakonya kemarin kalau gitu gak saya lempar! Uh, ini gara-gara bocah itu!” gerutu Desi di pinggir jalan pasar raya setempat.Tiba-tiba seorang pengendara motor menghampirinya lalu mengapa Desi. Desi awalnya tak mengenalinya namun akhirnya setelah pemuda itu membuka helm, Desi pun mengingatnya juga.“Eh Agus... Syukurlah kamu datang Agus" ujar Desi.“Nenek mau saya antar pulang?” tanya Agus sopan.Agus merupakan cucu dari sahabat Desi yang pindah tidak jauh dari desa yang ia tempati sekarang. Desi benar-benar menyayangi Agus seperti cucunya sendiri. Tanpa basa-basi, Desi pun mengiyakan. Lalu Desi duduk berboncengan dibelakang. Saat sampai di rumah, Desi memintanya untuk mampir sebentar dan kebetulan Agus yang sedang tidak ada kesibukan dengan santai mengiyakan saja. “Kamu duduk di sini saja ya, nenek mau panggilkan cucu nenek buat bikin teh hangat” ujar Desi pada Agus.“Iya, Nek” sahut Agus.Desi meninggalkan Agus yang tengah b
Olivia tidak punya teman selain Andra. Dulu ia yang tidak akrab kini menjadi akrab. Olivia menyempatkan untuk curhat mengenai neneknya kepada Andra saat mereka sedang di pantai. Andra merasa beban Olivia begitu berarti ia pun belum tentu sanggup bertahan seperti Olivia. “Kamu memang hebat Olivia” ujar Andra sambil tersenyum.“Hebat? Maksudnya?” tanya Olivia.“Kesabaran kamu sudah terbentuk ketika menghadapi permasalahan. Aku melihat kamu adalah sosok calon ibu yang penyabar dan baik hati” ujar Andra yang kini membuat Olivia tersipu malu.“Cobaan yang bertubi-tubi pada kehidupan kamu mampu kamu lawan hingga detik ini. Calon suami kamu pasti bangga memiliki istri seperti kamu” ujar Andra.“Tapi aku tidak sempurna dan pasti kamu juga akan menjauhi aku” ujar Olivia. Olivia mengingat bahwa dirinya sudah tidak suci lagi sehingga ia sudah pesimis untuk dicintai oleh laki-laki. Olivia hanya bisa memendam perasaannya sendiri karena ia malu bila orang-orang mengetahui kejadian itu. “Namanya