30 Desember 2021
Baby
15.02Kmn? Kok gk bales pesan gw?
15.1010 mnt lgi gk bales, gw cipok sampe mampus lo
15.12Ihh! Kak Rehan!! Bila baru selesai mandi tau
15.20Loh? Chat Bila kok cuma diread doang sii??!
15.22Gmn, enak didiemin?
15.23Apaan sih. Orang Bila l
Saya selaku penulis di Hamia membuka kepengurusan untuk membantu saya mengkoordinir seluruh pasukan Hamia yang insyaAllah nanti akan tersebar di seluruh Indonesia maupun negara luar.Format:🌹 Divisiꦿᩡ TugasnyaBerikut beberapa divisi yang sedang dibutuhkan:🌹 CEO (Divisi utama)ꦿᩡ Meng-handle seluruh divisi yang ada di bawah naungan Hamia. Mengatur seluruh aktivitas Hamia, menganalisa, memantau, meninjau, menjalankan, dan bertanggung jawab sepenuhnya atas lancar dan macetnya misi Hamia untuk mencapai visi.🌹 Sekretaris CEO (Divisi utama)ꦿᩡ Mencatat hasil rapat dengan pihak internal maupun eksternal; mencatat administrasi; menunjang kegiatan administratif seperti pengelolaan dan pengarsipan surat, data, s
Sang penguasa sekolah ini sudah satu langkah maju membuat gadis kecil yang menjadi submisifnya itu perlahan mundur ke belakang. "Gue nggak lagi minta pendapat lo," katanya dengan suara yang berat. Jemarinya terangkat menyentuh pelipis gadis di depannya ini lalu menekan sisi kanannya dengan lembut. "Camkan baik-baik di otak mungil lo ini, setiap yang keluar dari mulut gue ini perintah mutlak buat lo. Paham?" Perasaan dan jantung Eva makin tak karuan dibuatnya. Ia menelan saliva dengan susah payah. Matanya liar memencar pandangan ke segala arah mengumpulkan keberanian. Alam bawah sadarnya seperti terkontraksi untuk mematuhi semua ucapan Arta. "Kalau party kayak gitu pasti nginep 'kan? Gak mungkin cukup satu hari buat kalian ngumpul dan ser
Pekarangan kantor majelis guru tampak sesak dipenuhi oleh murid Taruna Bangsa yang hendak melihat kepergian anggota inti Kompeni. Betapa apresiatifnya mereka karena tahun ini Kompeni unjuk diri keluar mewakili Taruna Bangsa terlebih dalam ajang lomba basket. Salah satu bidang olahraga yang digilai para cewek-cewek apabila ada cowok yang bermain olahraga tersebut karena membuat tingkat ketampanan mereka bertambah berkali-kali lipat!Rehan membiarkan teman-temannya masuk lebih dulu karena melihat Uma yang berlari kecil datang menghampirinya. Setelah sampai di hadapan Rehan, Uma hanya bisa diam sembari merunduk dalam. Pikirannya berkecamuk. Uma takut jika ada salah. Dirinya sangat tidak tahan didiamkan seperti ini.Namun perasaan takut Uma segera terobati kala Rehan mengusak keningnya yang berkeringat akibat berlari kecil di bawah sengatan matahari tersebut dengan tangan kekar Rehan sendiri. Itu artinya Rehan sudah kembali perhatian lagi kepadanya, tidak abai seperti kemarin walau Rehan b
Usai menceritakan bagaimana kronologinya beasiswa Eva dipertangguhkan hanya karena sebuah absen, ke-tiga gadis yang menjadi sahabat Eva itu sama-sama terdiam. Rautnya terlihat murung seperti ikut terbebani dengan masalah Eva. "Cari ke kelas 12 IPS 2, Va," ujar Ana menyarankan. Riska dan Yana mengangguk menyetujui akan hal itu. "Kelas yang bersangkutan. Karena gue rasa hilangnya di situ, gak mungkin tempat lain. Atau kakel yang lo titipin itu gak ngasihin ke ketua kelas, terus lupa," seloroh Yana. Riska nimbrung, "wajib disamper sih." Eva tak mau juga terlalu banyak berpikir dan mempertimbangkan hal yang tidak perlu. Yang dibutuhkan saat ini adalah action, bukan hanya sibuk berperang dengan pikiran sendiri. Maka dari itu ia mendorong kursi ke belakang, lalu be
Eva tidak tahu apakah perjalanan yang telah ditempuhnya ini sudah sampai setengah perjalanan atau belum. Namun yang jelas dirinya sudah merasa sangat lama berada di dalam bus ini. Tangisan Eva tak kunjung berhenti sedari tadi membuat Arta bingung harus melakukan apa lagi agar Eva dapat merasa baik-baik saja ketika bersamanya. Tentu saja Arta kebingungan sekarang, membuat orang menangis adalah kehaliannya karena biasanya dia selalu membuat orang menangis. Namun sekarang dirinya harus menenangkan orang yang sedang menangis. Sangat keterbalikan dari kebiasannya dan hanya Eva yang bisa membuat Arta melakukan itu."Hiks mamah ...," isak Eva lagi sangat gelisah. Berulang kali dia memanggil mamanya berharap dapat tenang, tapi yang ada Eva semakin gelisah karena harus menerima kenyataan bahwa mamanya tidak ada di sini."Shh, nggak papa ada gue ...." Arta berdesis pelan dan berujar lembut dengan jemari kekarnya yang senantiasa aktif memijit pelipis Eva. Sedikit banyak perlakuannya itu membuat E
Rasa hati ingin bicara pada Arta. Cowok itu punya kuasa di sini. Setidaknya jika Eva mengadu padanya, Arta akan angkat suara dan menjadi pusat atensi seluruh manusia di ruangan ini.Sukar dijelaskan, tapi tak dapat Eva menampiknya bahwa ia merasa menjadi orang kecil dan bukan siapa-siapa di sini hingga pantas didengarkan. Arta benar-benar merenggut seluruh keberanian yang ia punya.Belum lagi cowok itu benar-benar mengabaikannya. Tak sedikit pun meliriknya yang berdiri di sini. Marah soal Eva yang pembangkang dan lebih memilih ikut Adam tadi? Sikap Arta yang abai begini justru semakin membuat Eva ciut.Tak memedulikan Arta lagi, Eva melangkah ke arah kursi depan paling dekat dengan pintu masuk. Cewek ini, kakak tingkat entah siapa namanya yang waktu itu Eva titipi absen. Untung saja orang yang ingin dimintai pertanggungjawaban
"Masih bisa senyum kamu hah?!!"Aurel berjengit kaget atas bentakan papinya yang menggelegar secara tiba-tiba itu. Wiratama melotot dengan urat leher menonjol kencang, marah dengan putrinya yang pembangkang."Kalau Papi tidak tahu sendiri kebenarannya, mau sampai kapan kamu berbohong seperti ini huh? Sini!!" Laki-laki paruh baya itu merebut paksa tas ransel yang dikenakan putrinya itu. Membuka paksa resleting itu kemudian mengeluarkan baju beserta seluruh aset seragam lainnya yang super mini.Tak ingin memandang baju dari neraka itu, Wiratama merobeknya tepat di depan wajah putrinya sendiri. Mengoyak baju tersebut hingga rusak tak berbentuk. "Papi gak pernah ajarin kamu jadi wanita seperti ini Aurel!!" murkanya yang tak kunjung padam.Aurel sendiri sudah membelalakkan matanya melihat a
Sebenarnya Eva begitu enggan. Namun jika ia tidak ke kawasan belakang, kesannya Kompeni men-judge bahwa Eva tak berusaha keras dalam mencari absen yang katanya so important itu. Maka dengan menepis segala kemalasan yang ada, Eva mengitari gedung XII IPS lantai tiga untuk sampai ke tempat ini. Tepat di belakang kelas XII IPS 2, sedang Kompeni menjenguknya lewat kaca terang yang terbuka. Reza pun baru usai menelpon Edo. Katanya cowok itu seperti biasa tengah berduaan dengan sang kekasih. Tanpa tahu bahwa berduaan maksud Edo adalah virtual karena menghabiskan waktu melalui video call dengan Aurel. "Kapan katanya ke sini?" imbuh Rehan seraya memiringkan kepala memandang Reza yang terhalang Yoyon dari posisinya berada ini. Reza mengendik. "Gak tau."
Tristan adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kedua saudara perempuannya tidak tinggal serumah dengan orang tuanya. Tertinggal hanya Tristan yang masih duduk di bangku kelas 12 di SMA Garuda, salah satu SMA unggulan di Bandung. Kakak pertamanya menikah dengan seorang prajurit nasional yang bergabung dengan angkatan laut. Dia saat ini sedang mengandung keponakan pertama Tristan. Sedangkan adik keduanya sedang menjalani semester akhir pendidikan kedokteran di Spanyol."Kak Keinara belum lahir? Aku belum pernah mendengarnya," ucap Eva merasakan betapa sepinya rumah sepupunya.Betapa tidak, Tristan yang kerap berada di markas karena menjabat sebagai ketua geng motor membuat orang tuanya harus selalu menyendiri di rumah. Beruntung om Abian dan tante Azka bekerja di bidang yang sama. Mereka sukses membuka cabang restoran yang mereka kelola di pusat kota setiap provinsi di Indonesia. Bahkan untuk rencana ke depan, mereka akan memperluasnya hingga ke luar negeri.“Tujuh bulan lagi, Eva,” uc
Baru saja pikiran Eva terganggu karena sikap Bima yang tetap jahat padanya padahal Eva sudah berbesar hati hendak berdamai dengan cowok itu, kini Eva dikejutkan kembali dengan keadaan kelasnya yang jauh dari kata baik-baik saja.Kursi di sebelahnya, artinya tempat duduk teman sebangkunya. Telah habis diorat-oret menggunakan tinta hitam hingga tampak kotor sekali. Pelakunya adalah seorang cheerleader Taruna Bangsa. Tahu? Merusak satu aset saja milik Taruna Bangsa maka akan dikenakan denda yang tak main-main. Mungkin bagi mereka para anak orang kaya ini, hal itu bukanlah sesuatu yang dipermasalahkan karena mereka sangat mampu. Namun Uma? Bisa saja mereka yang merusak, tapi justru Uma yang diwajibkan membayar denda karena bangku ini adalah bangku Uma.Eva sangat tahu persis bagaimana sulitnya ekonomi sahabatnya itu. Membayar sekolah saja sudah mati-matian bahkan sering tak bawa uang jajan. Sering melihat Uma setiap hari membawa bekal ke sekolah? Itu karena dia tak bawa uang. Ingat dia p
Baik Arta maupun Tristan, keduanya sama-sama membatu dan saling melempar tatapan tak menyangka satu sama lain. Bagaimana mungkin Arta baru mengetahui bahwa Eva adalah adik Tristan? Ternyata ada banyak informasi tentang Eva yang Arta belum ketahui. Ia pikir Eva hanyalah siswi miskin biasa yang kebetulan menjadi ketua OSIS. Rupanya Eva tidak sesederhana itu."Lo temen adek gue?" kelakar Tristan tak dapat menutupi rasa terkejutnya."Dia adek kelas gue," ralat Arta segera sembari menunjuk Eva yang hanya setinggi bahunya itu dengan dagunya. "Nyokap Eva nitipin Eva ke gua," lanjutnya kemudian dengan aura keposesifan yang sangat kental. Selebihnya agar Tristan tidak salah paham saja, kenapa adik kelas dan kakak kelas bisa sedekat ini.Mendengar hal itu Tristan semakin terkejut. "Oh lo deket sama adek gue?" berondongnya pada Arta seraya menatap Eva bangga. Pintar juga adiknya ini cari circle. Sementara Eva menyengir polos merespon tatapan abangnya."Kak Arta!" panggil Eva pada Arta, membuat ke
Eva menyukai suasana sejuk dan tenang di malam hari. Ia baru saja selesai mandi. Masih dengan gulungan handuk di kepala, merasa lebih segar dan lebih baik. Mabuk di dalam bus selama perjalanan benar-benar menguras tenaga. Eva lemas sekali dibuatnya.Eva duduk di pinggiran kasur dengan tangan aktif menggosok-gosokkan handuk pada rambut agar cepat kering. Dalam satu kamar ini terdapat empat orang anak OSN, termasuk Eva sendiri.Mereka duduk berkumpul di sofa seraya memakan berbagai macam cemilan yang Eva sendiri ngiler melihatnya. Tentu saja perutnya lapar keroncongan. Seharian ia hanya makan satu gembung pemberian Arta di bus tadi. Namun, untuk minta Eva malu. Dirinya tidak dekat dengan mereka. Pun hendak ngumpul bareng, Eva segan sendiri. Akhirnya ia sok sibuk dengan rambutnya."Gue ada hairdryer tuh di dalam tas kalo mau make," celetuk Cia salah satu teman sekamar Eva di hotel ini.Eva tersenyum kaku. Eva tahu bahwa itu adalah alat untuk mengeringkan rambut. Namun, Eva tidak tahu car
Aurel bersama dua adik kelasnya, Eva dan Uma saling bersenda gurau dan membicarakan hal random untuk mereka bahas. Hingga di mana Selin beserta dua temannya datang memasuki kantin dan duduk di salah satu bangku kosong yang berada di pojok kiri, Eva langsung melirik Aurel memberikan isyarat lewat tatapan mata. Aurel mengangguk pasti menanggapinya. Dia berdiri sembari membawa gelas minumannya yang masih terisi setengah. Tentu saja tindakannya itu diikuti oleh Eva. Sementara Uma yang tidak tahu apa-apa hanya menatap kedua orang itu dengan mata mengerjab bingung. Pada akhirnya ia hanya ikut-ikutan Aurel dan Eva saja menuju bangku di mana Selin bersama dua temannya itu berada. "Hai, Aurel!" sapa salah satu teman Aurel dengan senyum manis tetapi penuh manipulatif. "Are you wanna join here?" tanyanya sok asik. Sayangnya sapaan basa basi tersebut tidak mendapat gubrisan apapun dari Aurel. Justru Aurel mendengus remeh memandang ketiga orang itu dengan tatapan jijik yang sangat kentara. Aurel
Jika hendak menganalisa akun lambe turah masing-masing sekolah favorit di Jakarta Selatan ini, maka sudah pasti Taruna Bangsa akan menjadi miss dalam mencari sensasi. Followers dan jumlah upload-nya nyaris sebanding, terus bertambah setiap hari karena pasti selalu ada saja hal-hal mengejutkan yang diposting oleh adminnya. Diketahui bersama pula bahwa admin akun gosip SMA ternama tersebut tidak hanya segelintir orang saja, tetapi hampir seluruh siswi dari kelas 12. Oleh karena itu sulit bagi mereka yang tidak punya kekuasaan untuk mencari tahu dalang yang sebenarnya jika terjadi sesuatu.Tak peduli hanya kabar burung yang belum pasti kebenarannya seperti separuh video yang dapat mengundang salah paham bahkan menciptakan kontroversi, yang mereka tahu hanya memposting itu semua dan menyebarkannya untuk menarik perhatian para netizen! Mungkin salah satu penyebabnya adalah karena gila kepopuleran sehingga berbagai cara dilakukan sampai kehausan sensasi!Usai menenangkan Eva yang bersedih,
Wajah Eva muram karena buku diary-nya tak kunjung ketemu hingga sekarang. Eva menelungkupkan wajahnya di meja makan. Menghela napas berusaha mengingat-ingat kembali dengan otaknya yang mungil itu di mana buku diarynya, kenapa tidak ditemukan di manapun juga."Mama liat diary aku nggak?" tanya Eva penuh harap kepada mamanya yang baru datang ke dapur."Terakhir kamu taruh di mana emangnya?" jawab Vina tenang dengan mata yang sudah menyorot barang-barang anaknya yang diletakkan begitu saja di atas meja.Eva menghela napas lelah. "Seinget aku terakhir aku taruh di dalam tas. Tapi aneh banget bisa nggak ada!" Tak kunjung mendapat respon dari mamanya, Eva kesal berakhir menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan dan mulai menangis. Eva kesal, sangat. Siapa yang sudah mengambil barang rahasianya itu?"Eh, kamu bawa apa nih?" Vina segera mengambil duduk di samping putrinya, berupaya mengalihkan perhatian Eva agar tak bersedih lagi.Eva berdecak kasar karena keadaan hatinya yang buruk. Namun ka
Eva membingkai kotak kado dari Arta. Bungkusnya menggemaskan dengan dihiasi pita-pita kecil. "Ini siapa yang ngebungkus, Kak? Gemoy banget bungkusannya!" celoteh Eva dengan senyum lucu terpatri di bibirnya."Sabila," jawab Arta singkat sembari memperhatikan Eva yang mulai membuka bungkus kado darinya tersebut.Mata Eva membulat kaget. "Seals!" jeritnya tertahan membekap mulutnya sendiri. Eva sampai mengerjab menoleh pada Arta berulang kali.Sebuah boneka anjing laut berwarna cream dengan bentuk yang sangat menggemaskan masih terbungkus plastik sudah berada di tangan Eva sekarang. Ini adalah boneka yang sama persis Eva lihat ketika pergi ke pasar bersama mamanya maupun ketika pergi ke mall bersama Arta kemarin.Hati Eva menghangat melihat tatapan lembut yang Arta berikan padanya. Arta baik sekali sampai bisa mengerti Eva sejauh ini. Eva benar-benar merasa terharu. Pasalnya di umur yang ke-17 tahun ini Eva belum pernah mempunyai boneka. Eva ingin memilikinya walaupun hanya satu. Namun h
Berjejer rapih moge di parkiran markas Kompeni. Arta bersama rekan anggota inti yang lainnya sudah duduk siap di atas motor mereka masing-masing. Saat ini mereka akan pergi ke sekolah untuk latihan basket sebagai persiapan lomba nanti. Tak ada yang berhak untuk pergi mendahului sebelum ketua mereka pergi. Karena Arta masih sibuk mengutak-atik ponselnya, yang lain pun hanya duduk diam di atas motor masing-masing menunggu Arta selesai dengan urusannya.Sebelum melajukan motornya, Arta menelpon Eva lebih dulu menanyakan kondisi cewek itu sekarang. Apakah masih sibuk dengan urusan rumah tangganya itu atau sudah selesai. Hari pun sudah siang, sesuai dengan perjanjian Arta pada Eva sebelumnya bahwa ia akan datang ke rumah Eva sekarang ini.Saat panggilan terangkat, terdengar suara malu-malu Eva yang menyapanya. Arta tersenyum mendengar itu. "Lo hari ini ke sekolah nggak buat latihan atau belajar gitu untuk olimp MTK besok?"Di sana Eva mengernyit bingung Arta menanyakan hal itu padanya. "N