Share

Kompeni

Penulis: QurratiAini_
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-16 22:21:10

Salahkan saja ia yang menggunakan pashmina dengan model melilit leher hingga masing-masing ujungnya menjuntai di belakang. Tubuhnya mundur dan kepala gadis itu mendongak mengikuti tarikan pada ujung kain panjang itu.

Ia memegang erat pashmina-nya yang menjuntai di belakang. Mempertahankan diri agar tak tertarik lebih jauh. Nyatanya kalah juga karena semakin melawan semakin terasa mencekik leher.

"Lepasin!" Ia mencerca. Ingin menoleh ke belakang, tapi lilitan di lehernya terlalu kencang hingga tak dapat gerakan kepala.

Di belakang sana salah satu anggota inti Kompeni yang bergelar sebagai perundung paling sadis seantero TB. Kabarnya beberapa anak yang menjadi korban memilih keluar dari SMA incaran ini demi kelangsungan hidup yang aman dan tenang.

Namanya Rehan Gunandya. Cowok itu bersandar di pintu dengan jemari tangan kanan mengetuk-etuk satu pahanya sendiri yang diposisikan menekuk. Sedangkan tangan kirinya menarik jilbab cewek dari kelas 11. Seorang adik kelas yang masuk sendiri ke dalam sini.

Ya, Rehanlah pelakunya.

Melihat cewek itu mundur dengan langkah yang tersendat-sendat seolah suatu kesenangan tersendiri untuknya. Tak heran ia mendapat gelar seorang pembuli paling sadis. Nyatanya ia memang suka menyiksa orang.

Seorang cowok bertubuh tinggi dengan kelopak menyipit tajam, tetapi bola mata hitamnya tampak lebar dan berkilau. Ia juga merupakan anggota inti Kompeni yang posisinya berjalan paling belakang tadi. Tak heran ia masuk paling terakhir. Arion Gazelle nama lengkapnya.

Ari berhenti tepat di pintu masuk melihat temannya yang sedang berulah. Siapa lagi jika bukan Rehan? Tangan Ari yang kekar menyentuh kepalan Rehan yang menggenggam ujung jilbab seorang cewek yang bukan anggota kelas ini.

"Lepas, Bro. Kasian," tuturnya.

Rehan mendengkus. Namun ia tetap menurut akan ucapan sahabatnya itu. Melepaskan genggamannya pada ujung jilbab gadis yang menjadi mainannya sesaat membuat sang empu detik itu juga menoleh ke belakang.

Eva melotot kesal pada kakel yang baru saja menjailinya tanpa dosa itu. "Rusak jilbab gue!" geram Eva sangat kesal. Tak takut sama sekali menunjukkan ekspresi kesalnya pada Rehan. Jiwa-jiwa penakut tak layak menjadi ketua OSIS!

Memakai jilbab dengan mempertahankan ciri khas serta berusaha untuk tampil rapih bukanlah hal gampang. Lantas mudah saja Rehan menghancurkan itu semua?!

Merasa tak dapat respon balik, Eva mengabaikan hal itu. Ia mengedar pandang dan bertanya cukup kencang. "Ketua kelasnya mana?"

Sayangnya beberapa detik berlalu tak ada sahutan. Eva benar-benar diabaikan membuat gadis itu terpancing emosinya sendiri. Malas teriak-teriak, ia mendatangi kakel berbandana marron tadi.

"Kak, ketua kelasnya mana?"

"Gak tau." Cewek itu menyahut ketus dan sangat cuek.

Sumpah demi apapun Eva juga sama muaknya. Sejujurnya absen yang ia bawa ini milik kelas ini 'kan? Tapi seakan-akan jadi Eva yang butuh sekali untuk meminta tolong mereka menyimpannya.

"Kemana?" tanya Eva lagi dengan datar. Tak tahu saja di bawah sana tangannya mengepal menahan emosinya yang hendak meluap-luap.

"Gak tau!" Agak ngegas. Pun kali ini pernyataannya penuh penekanan. Sepertinya kesal Eva tanyai terus sedari tadi.

Wah! Tidak tahu terima kasih sekali anak kelas satu ini, ya. Masih berbaik hati Eva membawakan absen ini pada mereka. Bisa saja Eva menolak ketika bu Minah menyuruh tadi 'kan?

"Gue nanya baik-baik lo bisa jawab baik-baik juga nggak?" bisik Eva emosi. "Ngegas mulu perasaan."

Kakel itu menatap Eva sangsi. "Apaan sih!" sinisnya balik. "Lo nanya mulu dari tadi! Gue udah bilang nggak tau 'kan? Ya berarti gue nggak tau! Dekel pantek!"

Tak disangka bisikan Eva tadi disahut sangat kasar. Ia meneriaki Eva hingga mereka berdua menjadi pusat perhatian satu kelas. Termasuk inti Kompeni menatap mereka juga.

Demi apapun tangan Eva gatal ingin banting absen ini di depan meja guru. Akan tetapi niat tersebut urung mengingat ada Kompeni di kelas ini. Gerombolan orang paling berkuasa di TB. Pastinya akan sangat segan sekali berlaku sesuka hati di depan mereka.

Sepertinya cewek ini termasuk orang yang ditakuti di kelas ini. Mungkin iya? Lihat saja Eva perhatikan sedari tadi ia sangat toxic dan sesuka hati sekali ketika bicara. Tak hanya pada Eva, tapi juga anak kelas ini.

Brak!

Dengan emosi yang meluap-lupa Eva membanting absen tersebut tepat di depan wajah cewek itu. Tak peduli dia kakak kelas. Tak peduli budaya senioritas. Tak peduli juga posisinya sebagai apa di sini. Kalau songong begini Eva tak mau menye-menye. Asal dia bukan termasuk Kompeni, Eva berani melawan karena sekolahnya pasti tetap aman.

"Anj! Maksud lo apa?!" Cewek itu berdiri dengan mata melotot murka.

Eva mendengus remeh melihatnya. "Nitip absen. Tolong kasihin ke ketua kelas!" Setelah bicara dengan tegas serta artikulasi yang jelas, Eva keluar dari kelas itu.

⋆•・ั⋆ᩡ🌸ꦿᩡ⋆・ั•⋆

Suara pijakan pada undakan tangga terdengar membuat Zahra si wanita berkepala empat, tapi tetap saja cantik itu menoleh menampilkan sosok putra tampannya yang telah siap dengan seragam. Rambut semrawut menutupi sebagian dahi. Mata tajam berlensa abu-abu, hidung mancung serta tubuh proporsional. Sungguh manifestasi yang sempurna.

Dia Arta.

Tersenyum tipis untuk sang mami ketika tatapan mereka bertemu. Kemudian ia mendekat lalu menyematkan sebuah kecupan ringan di dahi wanita yang hanya setinggi bahunya tersebut.

Cup

Zahra tersenyum lebar menyambutnya. Setelahnya Arta menarik kursi untuk ia duduki.

"Morning, Boy." Dia Zaki—kepala keluarga di rumah ini. Lelaki itu telah siap dengan pakaian formalnya bersiap untuk ke kantor di pagi hari.

"Too." Arta menyahut sapaan sang papi.

"Arta mau sarapan pakai apa, Sayang?" Kali ini Zahra yang bertanya. Ia selalu siap melayani kebutuhan suami juga anak-anaknya walau memiliki pembantu.

"Samain kayak papi aja, Mi," tuturnya.

Segera Zahra menyiapkannya. Arta duduk diam memperhatikan pergerakan maminya yang begitu cekatan itu. Hanya 30 detik saja kini piring itu sudah disajikan di hadapannya.

"More?"

"Emm." Arta bergeleng menggumam. "Done."

Zahra mengangguk dan membiarkan putra sulungnya itu makan sendiri. Tatapan matanya terus terarah pada tangga, tentunya menunggu kedatangan sang putri bungsu yang selalu terlambat setiap pagi.

"Itu anak udah bangun belum sih?" decak Zahra memberengut kesal.

"Tadi Mami bangunin dia bangun nggak?" Sang suami bertanya seraya menyuapkan makanan ke mulutnya

"Kalau pas dibangunin jelas bangunlah. Mami gorok doang kalo gak bangun. Cuma kebiasaan tuh anak kalo Mami tinggal langsung lanjut bobo lagi," gerutu Zahra mulai habis kesabaran.

Zahra menarik napas kemudian berteriak menggelegar memenuhi seisi rumah. "Sabilaa!! Kamu telat terus, ditinggal baru tau rasa!"

Dari dalam kamar gadis itu berdecak seraya memukul kasur dengan bantal guling karena kesal. "Aaaa Mamiii!! Kaos kaki aku gak tau di mana. Lupa naruh ish!" Tak kalah berteriaknya juga Sabila menyahut.

Cewek-cewek di rumah ini memang bersuara cempreng semua.

Zahra berdecak dan berdiri meninggalkan acara sarapannya, menunda sementara untuk mengurus si bungsu. Ia berkacak pinggang.

"Kan Mami udah bilang?! Siapin malam hari, Dek!! Malaaam! Kalo bangunnya pagi mendingan. Ini udah siang, siapin apa-apa siang juga. Salah sendiri!" teriak Zahra macam toa.

Sementara di dalam kamar bernuansa pink Sabila mengobrak-abrik seluruh isi kamarnya dengan perasaan kesal. Kamar yang pada dasarnya sudah berantakan dari awal, menjadi semakin berantakan tak berbentuk.

Beberapa waktu setelahnya seketika mata Sabila berbinar melihat benda putih yang ternyata teronggok di bawah keranjang cucian kotor. Dengan cekatan ia meraih dan memakainya. "Alhamdulillah," gumamnya.

"Ooh, Iya, Mi. Iyaa! Udah Ketemu, nih. Waitt, Sabila Turunn!"

Baru saja Zahra hendak menyusul ke atas, tetapi urung ketika Sabila katanya telah menemukan kaos kaki yang ia cari. Dengan begitu Zahra kembali duduk di kursinya.

Gadis cantik itu menuruni tangga dengan semangat 45. "Yuhuuu!"

Ia langsung bergabung bersama keluarga kecilnya dan ambil posisi menyempil duduk di tengah-tengah abang dan papinya.

"Astaghfirullah ...." Zahra beristighfar dan geleng-geleng kepala melihat kelakuan putri bungsunya itu. "Di sebelah Mami kosong nih ya Allah. Ngapain nyempil-nyempil di situ!" gemasnya.

Iya, saking gemasnya sampai rasanya ingin Zahra menampol anak itu dengan centong nasi di depannya ini.

"Mami, Sabila mau nasgor kayak papi sama abang," serunya tanpa peduli teguran dari maminya tadi.

Benar-benar kuping tembok!

Baru saja Sabila menyendokkan sesuap nasi tersebut ke dalam mulutnya, decitan dari kursi sebelah membuat gadis itu menoleh seketika menampilkan sosok cowok tampan yang menjulang tinggi.

Iya, siapa lagi cowok paling tampan di rumah ini kalau bukan abangnya?

Tentu saja Arta. Memangnya siapa lagi abangnya? Nothing!

"Pergi, Mi, Pi. Assalamu'alaikum."

Setelah menyalimi bonyok Arta menenteng tasnya dan berlalu begitu saja membuat adiknya tercengang atas tindakannya itu.

"Ish!! Swabila ditwin-nghal," gerutunya dengan wajah menekuk. Tak lupa mulutnya yang penuh dengan makanan ketika abangnya sudah tak nampak dalam pandangan lagi.

"Besok-besok telat lagi, ya," sindir sang mami.

Sabila meminum airnya kemudian mengelap mulutnya dengan punggung tangan. "Nanti Papi anterin Sabila, ya?"

"As you wish, Baby."

Seketika itu Zahra memutar bola matanya malas.

Sementara di luar Arta mengendarai motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia meninggalkan adik tersayangnya bukan tanpa alasan, melainkan karena Rehan sahabatnya, salah satu anggota inti geng Kompeni berkata akan mengantar Sabila ke sekolah pagi ini. Cowok itu memang sudah menganggap Sabila sebagai adiknya sendiri. Nasib jadi anak tunggal. Tipe cowok idaman. Putra tunggal kaya raya.

Bab terkait

  • Ketua OSIS   Late

    Terlahir sebagai anak tunggal, saat ini Eva tak lagi miliki orang tua yang lengkap. Papanya meninggal akibat kecelakaan yang terjadi tiga tahun silam. Masih terekam jelas di kepala Eva hingga saat ini, bagaimana mengerikannya bentuk tubuh papanya yang telah hancur terlindas truk dengan muatan berat. Tersisa ia bersama mamanya. Seorang ibu rumah tangga yang merangkap juga sebagai kepala keluarga. Pekerjaannya sehari-hari hanya membuat kue untuk dijual di toko-toko sembako berbagai tempat sekitar kawasan rumah. Beruntung lokasi rumah mereka dekat dengan pasar hingga memudahkan untuk membeli bahan-bahan juga meniagakannya. Hendak memperluas linglup bisnis, keluarga kecil ini terkendala kendaraan yang tak memadai. Ingin memakai jasa orang, sedang kebutuhan hidup saja sangat pas-pasan dan terkadang kurang. Hanya ada sepeda berwarna pink dengan model khas p

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-16
  • Ketua OSIS   Qotsa

    Perlahan Eva rasakan panas pada bola matanya. Benda hitam yang bulat itu memerih, nyaris saja jika Eva memejam maka buliran kristal itu pasti akan meluruh membasahi pipinya. Eva berusaha untuk menahan tangis sendiri. Kesannya akan semakin mempermalukan diri jika menangis di depan mereka semua setelah diperlakukan seperti ini. Pak guru tersebut juga malah melanjutkan materi tanpa memperjelas status Eva, dipersilakan masuk atau tidak? Membuat Eva makin uring-uringan takut serba salah. Mau nyelonong masuk, tapi beliau belum kasih izin. Kalau asal keluar, nanti kesannya tidak sopan dan dianggap bolos. Ketimbang tidak jelas seperti ini, Eva lebih baik bertanya walau sepertinya akan diabaiakan. Tak apa, coba saja dulu. "Pak!" Ya, seperti perkiraan awal, pangg

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-16
  • Ketua OSIS   OSIS

    Melly sebenarnya tak peduli dengan kelakuan anak kelas yang bising karena targetnya saat ini adalah Eva. Tapi telinga cewek itu panas sendiri mendengar lirik lagu yang dinyanyikan Iqbal. Maksudnya ingin menyindirkah? Kenapa pula Melly iri pada orang miskin? Lucu! "Diem lo!" Salsa melotot pada cowok itu membuat Iqbal bersama teman-temannya menaikkan alis menatap cewek itu aneh. "Lah? Suka-suka kitalah, orang kita mau nyanyi," tukas Iqbal mewakili suara teman-temannya. Memang senang sekali rombongan cowok di kelas ini memancing emosi geng Qotsa. Apalagi ada Iqbal di sini. Selaku ketua kelas cowok itu berani saja pada anggotanya. Kenapa takut? Orang tuanya juga pebisnis kaya raya. "Jangan! Jangan iri! Jangan iri dengki!" Hampir semua cowok di kelas ini bernyanyi dengan lirik seperti itu seraya berteriak. "Azeek!!" Tangan Salsa mengepal keras memandang mereka semua yang makin jadi. "Kampungan lo pa

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-16
  • Ketua OSIS   Arta

    "Va!" "Eh?" Eva tersentak kaget dan segera menoleh ke arah sumber suara. Berdiri Yana di sebelahnya. "Dih, ngelamun lo? Dipanggi dari tadi juga." "Gak denger," sahut Eva pelan. Kepalanya celingukan memandang ke dalam kantor. "Udah selesaikah?" Baru saja Eva menemani Yana ke kantor urusan perbendaharaan. Pastinya cewek itu menerima uang yang sangat fantastis untuk segala project dan kegiatan OSIS. "Iya. Yuk balik ke kelas. Gue laper bangett tauuuu. Tadi gegara lo ribut sama geng Qotsa jadinya gak sempet makan keburu dipanggil rapat." "Ih, gue lagi!" Eva berseru tak terima. "Mereka duluan yang mulai." Yana memutar bola matanya mala

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-16
  • Ketua OSIS   Shy

    Perlahan dari kepala hingga mengalir sampai kaki. Cowok itu menghabiskan satu botol air untuk membalas perbuatan Eva tadi padanya. Menumpukan tangan pada lutut hingga posisinya sedikit merunduk dan wajahnya kini berada tepat di depan wajah Eva yang hanya setinggi dadanya saja. Eva memejam erat. Ingin kabur pun rasanya itu adalah pilihan konyol yang semakin membuat malu. Karena pastinya nanti sia-sia dan dengan mudahnya Arta akan mendapatkannya lagi. "Gue belum puas balesnya. Masih kesel," ujarnya. Botol kosong itu digunakan untuk menepuk kepala gadis di depannya ini. Tidak kuat, kok. Hanya pelan karena ia tahu, baru disiram air begini saja sudah mau menangis. Apalagi Arta memukulnya 'kan? Namun, jujur saja ia masih kesal dan belum puas membalasnya hanya seperti ini. Tangannya gatal ingin menonjok orang. Bugh! "Aaaa!" Eva menjerit. Berjongkok dengan kedua tangan menutupi telinga tak ingin mendengar apap

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-16
  • Ketua OSIS   Mangsa

    Akhirnya Eva bersama teman-temannya dapat menikmati bekal istirahat kali ini tanpa takut diganggu oleh hantu Qotsa lagi. Mereka memakan dengan lahap lauk seadanya tersebut. Sesekali bertukar lauk satu sama lain hingga sangat banyak sekali beraneka ragam lauk di atas piring. Mengenai air minum Eva yang habis dipakai untuk menyembur Melly tadi, ia menggantinya dengan mengambil air galon yang ada di ruang OSIS. Bersama Ana pergi ke sana yang ternyata air cewek itu hanya tinggal setengah dan ingin dipenuhi lagi. "Ehm. Lain kali kita bisa kali ya bikin video mukbang bareng hahaha. Liat nih makanannya banyak banget," celetuk Riska sambil menggigit sotong yang ada di tangannya. "Eh, iya ya?" Uma mengangguk setuju. Gadis manis itu meminum minumannya sebelum

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-16
  • Ketua OSIS   Gosip

    Jum'at pagi kali ini awan mendung, cuaca pun sedikit berkabut. Namun kegiatan yang biasa berlangsung tetap terlangsung. Yakni Jumsih, alias Jum'at bersih. Eva selaku ketos menghimbau goro untuk bagian barat. Sisanya ia tak tahu menahu lagi. Boleh bayangkan sebesar apa Taruna Bangsa? Eva tak akan sanggup menanganinya seorang diri. Ada banyak anggota inti OSIS yang lainnya. Biarkan mereka memilih kawasan masing-masing. Di ujung lapangan, masih kawasan kelas 10. Segerombolan cewek duduk santai di taman kelas mereka. Bergosip ria dengan tangan sok sibuk memungut daun yang nyatanya nanti mereka buang lagi ke situ, lalu mereka pungut lagi. Begitu saja terus diulang-ulang. "Sumpah!! Gue masih gedek kalo inget kejadian kemarin!" Cewek berbanda army mengenakan kalung pas yang melingkari leher jenjang putihnya itu bersuara. Rautnya tampak menahan emosi dengan bibi

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26
  • Ketua OSIS   Claim

    Seharusnya saat ini wayah ekskul Matematika. Eva serius mengikutinya dalam satu tahun terakhir karena ia berambisi ingin mewakili TB dalam ajang OSN tingkat nasional. Namun, hari ini ia merelakan jadwal ekskul terbengkalai hanya karena masalah baru yang muncul. Siapa bilang Eva akan santai setelah diancam beasiswanya dipertangguhkan? Tentu saja ia sangat kepikiran. Bahkan waktu seminggu yang diberi rasanya sangat singkat sekali untuk bertemu pada deadline. Yakinlah, tanpa beasiswa itu ia tidak akan bisa tembus bersekolah di TB. Sekelas sekolah elite kota Jakarta yang mayoritas murid-muridnya adalah dari anak para pengusaha dan pebisnis kaya raya. Eva berselonjor kelelahan. Ia sudah mencari di seluruh ruangan kelas 12 IPS 2 namun nihil. Bahkan Eva sudah mencari dengan kelelangan kelas tanpa ada orang lain lagi selain dirinya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26

Bab terbaru

  • Ketua OSIS   Night

    Tristan adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kedua saudara perempuannya tidak tinggal serumah dengan orang tuanya. Tertinggal hanya Tristan yang masih duduk di bangku kelas 12 di SMA Garuda, salah satu SMA unggulan di Bandung. Kakak pertamanya menikah dengan seorang prajurit nasional yang bergabung dengan angkatan laut. Dia saat ini sedang mengandung keponakan pertama Tristan. Sedangkan adik keduanya sedang menjalani semester akhir pendidikan kedokteran di Spanyol."Kak Keinara belum lahir? Aku belum pernah mendengarnya," ucap Eva merasakan betapa sepinya rumah sepupunya.Betapa tidak, Tristan yang kerap berada di markas karena menjabat sebagai ketua geng motor membuat orang tuanya harus selalu menyendiri di rumah. Beruntung om Abian dan tante Azka bekerja di bidang yang sama. Mereka sukses membuka cabang restoran yang mereka kelola di pusat kota setiap provinsi di Indonesia. Bahkan untuk rencana ke depan, mereka akan memperluasnya hingga ke luar negeri.“Tujuh bulan lagi, Eva,” uc

  • Ketua OSIS   Savage

    Baru saja pikiran Eva terganggu karena sikap Bima yang tetap jahat padanya padahal Eva sudah berbesar hati hendak berdamai dengan cowok itu, kini Eva dikejutkan kembali dengan keadaan kelasnya yang jauh dari kata baik-baik saja.Kursi di sebelahnya, artinya tempat duduk teman sebangkunya. Telah habis diorat-oret menggunakan tinta hitam hingga tampak kotor sekali. Pelakunya adalah seorang cheerleader Taruna Bangsa. Tahu? Merusak satu aset saja milik Taruna Bangsa maka akan dikenakan denda yang tak main-main. Mungkin bagi mereka para anak orang kaya ini, hal itu bukanlah sesuatu yang dipermasalahkan karena mereka sangat mampu. Namun Uma? Bisa saja mereka yang merusak, tapi justru Uma yang diwajibkan membayar denda karena bangku ini adalah bangku Uma.Eva sangat tahu persis bagaimana sulitnya ekonomi sahabatnya itu. Membayar sekolah saja sudah mati-matian bahkan sering tak bawa uang jajan. Sering melihat Uma setiap hari membawa bekal ke sekolah? Itu karena dia tak bawa uang. Ingat dia p

  • Ketua OSIS   Markas Liondrak

    Baik Arta maupun Tristan, keduanya sama-sama membatu dan saling melempar tatapan tak menyangka satu sama lain. Bagaimana mungkin Arta baru mengetahui bahwa Eva adalah adik Tristan? Ternyata ada banyak informasi tentang Eva yang Arta belum ketahui. Ia pikir Eva hanyalah siswi miskin biasa yang kebetulan menjadi ketua OSIS. Rupanya Eva tidak sesederhana itu."Lo temen adek gue?" kelakar Tristan tak dapat menutupi rasa terkejutnya."Dia adek kelas gue," ralat Arta segera sembari menunjuk Eva yang hanya setinggi bahunya itu dengan dagunya. "Nyokap Eva nitipin Eva ke gua," lanjutnya kemudian dengan aura keposesifan yang sangat kental. Selebihnya agar Tristan tidak salah paham saja, kenapa adik kelas dan kakak kelas bisa sedekat ini.Mendengar hal itu Tristan semakin terkejut. "Oh lo deket sama adek gue?" berondongnya pada Arta seraya menatap Eva bangga. Pintar juga adiknya ini cari circle. Sementara Eva menyengir polos merespon tatapan abangnya."Kak Arta!" panggil Eva pada Arta, membuat ke

  • Ketua OSIS   Dinner In Restaurant Luxury

    Eva menyukai suasana sejuk dan tenang di malam hari. Ia baru saja selesai mandi. Masih dengan gulungan handuk di kepala, merasa lebih segar dan lebih baik. Mabuk di dalam bus selama perjalanan benar-benar menguras tenaga. Eva lemas sekali dibuatnya.Eva duduk di pinggiran kasur dengan tangan aktif menggosok-gosokkan handuk pada rambut agar cepat kering. Dalam satu kamar ini terdapat empat orang anak OSN, termasuk Eva sendiri.Mereka duduk berkumpul di sofa seraya memakan berbagai macam cemilan yang Eva sendiri ngiler melihatnya. Tentu saja perutnya lapar keroncongan. Seharian ia hanya makan satu gembung pemberian Arta di bus tadi. Namun, untuk minta Eva malu. Dirinya tidak dekat dengan mereka. Pun hendak ngumpul bareng, Eva segan sendiri. Akhirnya ia sok sibuk dengan rambutnya."Gue ada hairdryer tuh di dalam tas kalo mau make," celetuk Cia salah satu teman sekamar Eva di hotel ini.Eva tersenyum kaku. Eva tahu bahwa itu adalah alat untuk mengeringkan rambut. Namun, Eva tidak tahu car

  • Ketua OSIS   Peringatan

    Aurel bersama dua adik kelasnya, Eva dan Uma saling bersenda gurau dan membicarakan hal random untuk mereka bahas. Hingga di mana Selin beserta dua temannya datang memasuki kantin dan duduk di salah satu bangku kosong yang berada di pojok kiri, Eva langsung melirik Aurel memberikan isyarat lewat tatapan mata. Aurel mengangguk pasti menanggapinya. Dia berdiri sembari membawa gelas minumannya yang masih terisi setengah. Tentu saja tindakannya itu diikuti oleh Eva. Sementara Uma yang tidak tahu apa-apa hanya menatap kedua orang itu dengan mata mengerjab bingung. Pada akhirnya ia hanya ikut-ikutan Aurel dan Eva saja menuju bangku di mana Selin bersama dua temannya itu berada. "Hai, Aurel!" sapa salah satu teman Aurel dengan senyum manis tetapi penuh manipulatif. "Are you wanna join here?" tanyanya sok asik. Sayangnya sapaan basa basi tersebut tidak mendapat gubrisan apapun dari Aurel. Justru Aurel mendengus remeh memandang ketiga orang itu dengan tatapan jijik yang sangat kentara. Aurel

  • Ketua OSIS   Menandai

    Jika hendak menganalisa akun lambe turah masing-masing sekolah favorit di Jakarta Selatan ini, maka sudah pasti Taruna Bangsa akan menjadi miss dalam mencari sensasi. Followers dan jumlah upload-nya nyaris sebanding, terus bertambah setiap hari karena pasti selalu ada saja hal-hal mengejutkan yang diposting oleh adminnya. Diketahui bersama pula bahwa admin akun gosip SMA ternama tersebut tidak hanya segelintir orang saja, tetapi hampir seluruh siswi dari kelas 12. Oleh karena itu sulit bagi mereka yang tidak punya kekuasaan untuk mencari tahu dalang yang sebenarnya jika terjadi sesuatu.Tak peduli hanya kabar burung yang belum pasti kebenarannya seperti separuh video yang dapat mengundang salah paham bahkan menciptakan kontroversi, yang mereka tahu hanya memposting itu semua dan menyebarkannya untuk menarik perhatian para netizen! Mungkin salah satu penyebabnya adalah karena gila kepopuleran sehingga berbagai cara dilakukan sampai kehausan sensasi!Usai menenangkan Eva yang bersedih,

  • Ketua OSIS   Terbongkar

    Wajah Eva muram karena buku diary-nya tak kunjung ketemu hingga sekarang. Eva menelungkupkan wajahnya di meja makan. Menghela napas berusaha mengingat-ingat kembali dengan otaknya yang mungil itu di mana buku diarynya, kenapa tidak ditemukan di manapun juga."Mama liat diary aku nggak?" tanya Eva penuh harap kepada mamanya yang baru datang ke dapur."Terakhir kamu taruh di mana emangnya?" jawab Vina tenang dengan mata yang sudah menyorot barang-barang anaknya yang diletakkan begitu saja di atas meja.Eva menghela napas lelah. "Seinget aku terakhir aku taruh di dalam tas. Tapi aneh banget bisa nggak ada!" Tak kunjung mendapat respon dari mamanya, Eva kesal berakhir menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan dan mulai menangis. Eva kesal, sangat. Siapa yang sudah mengambil barang rahasianya itu?"Eh, kamu bawa apa nih?" Vina segera mengambil duduk di samping putrinya, berupaya mengalihkan perhatian Eva agar tak bersedih lagi.Eva berdecak kasar karena keadaan hatinya yang buruk. Namun ka

  • Ketua OSIS   Gifts

    Eva membingkai kotak kado dari Arta. Bungkusnya menggemaskan dengan dihiasi pita-pita kecil. "Ini siapa yang ngebungkus, Kak? Gemoy banget bungkusannya!" celoteh Eva dengan senyum lucu terpatri di bibirnya."Sabila," jawab Arta singkat sembari memperhatikan Eva yang mulai membuka bungkus kado darinya tersebut.Mata Eva membulat kaget. "Seals!" jeritnya tertahan membekap mulutnya sendiri. Eva sampai mengerjab menoleh pada Arta berulang kali.Sebuah boneka anjing laut berwarna cream dengan bentuk yang sangat menggemaskan masih terbungkus plastik sudah berada di tangan Eva sekarang. Ini adalah boneka yang sama persis Eva lihat ketika pergi ke pasar bersama mamanya maupun ketika pergi ke mall bersama Arta kemarin.Hati Eva menghangat melihat tatapan lembut yang Arta berikan padanya. Arta baik sekali sampai bisa mengerti Eva sejauh ini. Eva benar-benar merasa terharu. Pasalnya di umur yang ke-17 tahun ini Eva belum pernah mempunyai boneka. Eva ingin memilikinya walaupun hanya satu. Namun h

  • Ketua OSIS   Go To School

    Berjejer rapih moge di parkiran markas Kompeni. Arta bersama rekan anggota inti yang lainnya sudah duduk siap di atas motor mereka masing-masing. Saat ini mereka akan pergi ke sekolah untuk latihan basket sebagai persiapan lomba nanti. Tak ada yang berhak untuk pergi mendahului sebelum ketua mereka pergi. Karena Arta masih sibuk mengutak-atik ponselnya, yang lain pun hanya duduk diam di atas motor masing-masing menunggu Arta selesai dengan urusannya.Sebelum melajukan motornya, Arta menelpon Eva lebih dulu menanyakan kondisi cewek itu sekarang. Apakah masih sibuk dengan urusan rumah tangganya itu atau sudah selesai. Hari pun sudah siang, sesuai dengan perjanjian Arta pada Eva sebelumnya bahwa ia akan datang ke rumah Eva sekarang ini.Saat panggilan terangkat, terdengar suara malu-malu Eva yang menyapanya. Arta tersenyum mendengar itu. "Lo hari ini ke sekolah nggak buat latihan atau belajar gitu untuk olimp MTK besok?"Di sana Eva mengernyit bingung Arta menanyakan hal itu padanya. "N

DMCA.com Protection Status