Share

Late

Author: QurratiAini_
last update Last Updated: 2021-09-16 22:22:40

Terlahir sebagai anak tunggal, saat ini Eva tak lagi miliki orang tua yang lengkap. Papanya meninggal akibat kecelakaan yang terjadi tiga tahun silam. Masih terekam jelas di kepala Eva hingga saat ini, bagaimana mengerikannya bentuk tubuh papanya yang telah hancur terlindas truk dengan muatan berat.

Tersisa ia bersama mamanya. Seorang ibu rumah tangga yang merangkap juga sebagai kepala keluarga. Pekerjaannya sehari-hari hanya membuat kue untuk dijual di toko-toko sembako berbagai tempat sekitar kawasan rumah. Beruntung lokasi rumah mereka dekat dengan pasar hingga memudahkan untuk membeli bahan-bahan juga meniagakannya. Hendak memperluas linglup bisnis, keluarga kecil ini terkendala kendaraan yang tak memadai. Ingin memakai jasa orang, sedang kebutuhan hidup saja sangat pas-pasan dan terkadang kurang.

Hanya ada sepeda berwarna pink dengan model khas perempuan. Terdapat keranjang mungil di bagian depan serta boncengan di belakangnya. Satu-satunya kendaraan di rumah ini.

Sepeda itu digunakan Eva untuk berangkat sekolah. Setidaknya Eva tak berjalan kaki ke sekolah ketika teman-temannya menggunakan kendaraan mewah.

"Mamah." Gadis berseragam SMA TB itu menghampirinya.

Vina menoleh padanya dengan pandangan penuh kasih sayang. Sebagai seorang ibu juga ayah, Vina tak ingin bermimpi terlalu banyak karena berjuang seorang diri bukanlah hal yang mudah dilalui. Butuh banyak perjuangan, pengorbanan, dan kesabaran. Cukup dapat memandang putrinya beranjak dewasa, melihatnya menemukan jati untuknya menjadi diri sendiri, dan menyaksikannya belajar dengan pendidikan yang layak.

Orang tua mana yang tak bangga pada anaknya ketika ia mengenakan seragam SMA nomor satu se-Indonesia ini?

Kemarin ia bercerita bahwa dipercayakan untuk menjadi ketua OSIS di Taruna Bangsa. Pencapaian yang Vina banggakan karena ketika masa sekolah dulu ia pun menjabat sebagai ketua OSIS.

Buah memang jatuh tak jauh dari pohonnya.

Jika suaminya masih ada ... mungkin ia pun akan ikut bangga. Mereka bisa bersama-sama bernostalgia di masa muda. Vina sebagai ketua OSIS, sedang Radit rajanya murid nakal, ketua sebuah komunitas terkenal. Entah kenapa takdir begitu lucu mempersatukan mereka dalam ikatan cinta suci pernikahan, tapi kemudian memisahkan kembali dengan kematian. Perpisahan paling jauh untuk manusia yang masih hidup di dunia dan menapak kaki di bumi.

"Mau sarapan di sini atau di sekolah aja?" Vina memecah keheningan yang sempat terjadi.

"Sekolah aja, Ma. Udah telat," sahut Eva.

Vina mengangguk dan memasukkan tuperwar yang telah diisi dengan nasi goreng juga beberapa potong kue manis. Tak lupa susu di dalam botol. Belajar juga butuh asupan.

Dulu Eva paling anti membawa bekal ke sekolah. Kayak apa banget, 'kan? Alhamdulillah ia menjumpai teman-teman yang sefrekuensi. Merasa kurang nyaman makan di kantin karena terlalu ramai dan berisik. Bertolak belakang sekali dengan mereka yang suka ketenangan. Biasanya ketika jam istirahat kelas akan sepi menyisakan Eva bersama para sahabatnya. Selama mereka juga tak malu membawa bekal, Eva pun akan turut menepis rasa malunya karena akan lebih baik ketika kita menjadi diri sendiri.

"Makasih, Ma. Aku berangkat dulu, yah."

Ia menyalimi punggung tangan wanita yang banyak berjasa dalam hidupnya tersebut kemudian keluar dan menggeret sepedanya turun dari rumah.

Sambil mengayuh menjauhi pekarangan Eva melambai pada mamahnya yang berdiri di depan pintu. "Assalamu'alaikum!"

Hidup hanya berdua, sebagaimana Vina yang hanya memiliki Eva dalam hidupnya, pun Eva yang hanya memiliki seorang mama tanpa kehadiran sosok papa dalam hidupnya.

⋆•・ั⋆ᩡ🌸ꦿᩡ⋆・ั•⋆

Di tengah lapangan indoor terlihat jelas dua orang cewek berjalan sambil berlenggak-lenggok dengan baju sekolah yang telah mereka desain sedemikian rupa hingga sangat pas melekat di tubuh. Eva yang menyaksikan itu berdecak kesal. Sangat merusak pemandangan!

Mengambil langkah pasti, Eva menghampiri dua siswi dari kelas 10 tersebut yang masih berseliweran di tengah lapangan ketika bel masuk telah menggema.

Setelah sampai di depan mereka, makin sengaja Eva menarik kasar ujung baju salah satunya untuk menurunkannya ke bawah agar menutupi bagian pusar yang sengaja dipamerkan itu.

"Datang ke sini mau sekolah apa ngejablay hmm?"

Brak!

Terlalu cepat untuk Eva menyadari. Tubuhnya terhuyung begitu saja ke arah belakang. Hampir oleng jika saja ia tak bisa menyeimbangkan diri dengan baik

"Mulut lo bangsat banget. Negur tuh baik-baik, gak usah segala ngehina!"

Cewek yang diketahui bernama Fitra, yang terkenal nakal di kalangan kelas 10 tersebut menyentak dengan penuh arogan. Menaikkan dagu menatap Eva yang hanya sebatas hidungnya tersebut.

Eva melotot masih bungkam atas tindakan yang ia terima tadi. Melihat reaksi ketua OSIS mereka tampak syok dengan raut khawatir membuat dua siswi tadi tersenyum miring. Lihatlah kakak kelas mereka ini, baru disentak begini saja sudah syok. Mental lemah!

Eva mendengkus dengan tangan menyilang di depan dada. Tadi ia sangat kaget dan sekarang sudah bisa mengontrol diri agar tak tersulut emosi. Malas meladeni debat para bocil yang sok iye, lebih baik langsung hukum saja. Kita lihat siapa yang lebih berkuasa di sekolah ini. Mereka yang anak orang kaya, atau Eva ketos dari anak beasiswa? Sangat dianjurkan bukan, sombong pada orang yang sombong?

Eva mengelilingi pandangan, tapi tak menemukan sedikit pun sampah di lapangan ini. Ia memandang dua cewek di depannya dengan raut datar.

"Menurut peraturan sekolah halaman delapan, bab dua, terkait aturan memakai pakaian di area sekolah. Pake baju puser keliatan gini lo pikir sopan hah?" Ke-dua tangan Eva turun ke arah pusar tersebut kemudian memelintirnya dengan kencang membuat ke-dua cewek itu berteriak kesakitan.

"Akhhh!"

Cubitan Eva memang menyakitkan. Fitra dan Nila sampai berjongkok dan menungging memegangi pusar mereka. Mampus!

"Dikatain ngejablay gak terima, cih. Lari keliling lapangan 10 kali. Sesuai jumlah halaman dan bab yang kalian langgar, halaman dua dan halaman delapan. Dijumlahkan totalnya ada 10."

"Keliling lapangan 10 kali putaran. S-e-k-a-r-a-n-g!" perintah Eva penuh penekanan.

"Bangun!" bentak Eva kasar. Tak ingin melihat drama mereka yang berteriak lebay.

"Gak usah main fisik gitu, anjim!" Nila berteriak. Ia berdiri dan mendorong Eva dengan brutal karena kelewat kesal.

"Astaghfirullah! Allahu!" Eva kaget menerima serangan seperti ini. Jika ia tak berjalan mundur menjauhi serangan mereka, bisa-bisa pantatnya akan jatuh mencium lantai.

"Aaaa!" Eva ikut berteriak kencang karena Nila dan Fitra berteriak padanya mengakibatkan suara Eva yang meminta mereka berhenti tenggelem oleh suara besar mereka.

Tak ada cara lain lagi, Eva menelan salivanya sangat syok sekali. Ia menarik napas dalam lalu setelahnya langsung berteriak sangat kencang hingga suaranya menggema di lapangan indoor yang maha luas ini. "Berani-beraninya kalian dorong-dorong ketua OSIS kayak gini!! Mau dipanggil orang tua kalian hah?!"

Teriakan berisi ancaman Eva kali ini berhasil membuat mereka berhenti, meski ekspresi garang masih tercetak jelas di wajah mereka. Percayalah, Eva benar-benar kalah telak. Dua lawan satu? Lagi pun tinggi Eva hanya sebatas hidung mereka. Ia benar-benar merasa dipojokkan.

Eva menarik napas. Ya ampun ia benar-benar kaget. Napasnya masih memburu bahkan ketika ia sudah berusaha untuk menenangkan diri.

"Apa natap gue kayak gitu?!" tantang Eva kelewat geram. "Laksanain hukuman kalian sekarang! Bantah? Siap-siap nama kalian berdua gue masukin daftar hitam!" tegas Eva seraya menunjuk kasar wajah mereka berdua. "Pelanggaran kalian jadi double. Ngelawan OSIS artinya ngelawan guru. OSIS tangan kanan guru. Paham?!"

⋆•・ั⋆ᩡ🌸ꦿᩡ⋆・ั•⋆

Kegiatan belajar mengajar tengah berlangsung sementara Eva baru saja selesai dari mengawasi adik kelas tadi selama masa hukuman mereka. Kini baru saja ia sampai di kelasnya dan mendapati pintu tersebut tertutup.

Pagi ini adalah jadwal mata pelajaran Fisika yang diampu oleh pak Erik selaku guru di bidang tersebut. Beliau adalah guru baru, menggantikan bu Anti yang katanya ingin melanjutkan studi S2 di Amerika.

Tangan Eva menekan kenop pintu lalu mendorongnya untuk membuka. Ia dapati suasana senyap ketika beliau mengajar dan suara decitan yang ditimbulkan oleh pintu ini berhasil alihkan atensi seisi kelas. Eva mengumbar senyuman. "Permisi, Pak."

Pak Erik yang semula tengah fokus menerangkan materi akhirnya menoleh juga ke asal suara. Ia dapati siswi dengan penampilan rapih, kulit bersih walau warnanya tak putih, gingsul itu bagai pemanis ketika ia menarik senyuman.

Namun pak Erik tak peduli akan semua itu. Beliau mengutarakan pertanyaan dengan nada kurang bersahabat. "Dari mana kamu?"

Eva menyengir agar tak terlalu tegang. Ia percaya diri untuk sok imut seperti ini, karena baginya, dirinya itu memang lumayan cantik. Termasuk kategori cewek cantik di kelas ini walau bukan yang tercantik.

"Tadi ada something dikit, Pak. Anak kelas 10 ada yang ngelanggar peraturan. Jadi saya ke situ dulu buat negur dan ngurusnya," jawab Eva dengan sangat jelas. Walau ekspresi yang ditampilkan cengengesan, tapi Eva tak mau menye-menye ketika berbicara.

Pak Erik mendengus. Ia tak lagi menatap Eva, melainkan menyapu pandangan ke seisi kelas. "Lain kali gak ada alasan, ya. Mau OSIS atau siapa pun, kalau kalian ada mapel dengan saya, saya tidak suka ada yang baru datang ketika saya sudah mengajar. Sangat mengganggu, paham?"

"Paham, Paaakk!" Seluruh penghuni kelas berseru demikian hingga suara mereka menggema memenuhi ruangan ini.

Mendadak tenggorokan Eva terasa kering. Eva menelan saliva berusaha menampik kegugupannya. Dirinya berdiri di depan pintu sendirian, mendapat sindiran halus yang rasanya sangat memalukan dari pak Erik. Sementara teman-teman sekelasnya kompak sekali berseru seperti itu.

Eva itu siswi berprestasi kesayangan guru. Selama Eva bersekolah, baru kali ini ia dipermalukan seperti ini oleh guru. Gadis itu menarik napas perlahan seraya tersenyum tipis dengan kepala menduduk. "Saya minta maaf, Pak. Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi," ujar Eva dengan tegas.

Seolah tak mendengar apa yang baru saja Eva ucapkan, pak Erik melanjutkan perkataannya tadi yang belum tuntas. "Parahnya masih nenteng tas?" Laki-laki seperempat abad itu menyemburkan tawa, seolah makin saja ingin mempermalukan Eva.

"Diliat sama anak-anak lain, kok ketua OSIS masih keliaran pas KBM. Mana nenteng tas lagi tuh. Malu nggak?"

"Maluuu!" Teman-teman sekelas kembali kompak berseru.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rudy Haryono
perlu selalu membaca dan melanjutkan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ketua OSIS   Qotsa

    Perlahan Eva rasakan panas pada bola matanya. Benda hitam yang bulat itu memerih, nyaris saja jika Eva memejam maka buliran kristal itu pasti akan meluruh membasahi pipinya. Eva berusaha untuk menahan tangis sendiri. Kesannya akan semakin mempermalukan diri jika menangis di depan mereka semua setelah diperlakukan seperti ini. Pak guru tersebut juga malah melanjutkan materi tanpa memperjelas status Eva, dipersilakan masuk atau tidak? Membuat Eva makin uring-uringan takut serba salah. Mau nyelonong masuk, tapi beliau belum kasih izin. Kalau asal keluar, nanti kesannya tidak sopan dan dianggap bolos. Ketimbang tidak jelas seperti ini, Eva lebih baik bertanya walau sepertinya akan diabaiakan. Tak apa, coba saja dulu. "Pak!" Ya, seperti perkiraan awal, pangg

    Last Updated : 2021-09-16
  • Ketua OSIS   OSIS

    Melly sebenarnya tak peduli dengan kelakuan anak kelas yang bising karena targetnya saat ini adalah Eva. Tapi telinga cewek itu panas sendiri mendengar lirik lagu yang dinyanyikan Iqbal. Maksudnya ingin menyindirkah? Kenapa pula Melly iri pada orang miskin? Lucu! "Diem lo!" Salsa melotot pada cowok itu membuat Iqbal bersama teman-temannya menaikkan alis menatap cewek itu aneh. "Lah? Suka-suka kitalah, orang kita mau nyanyi," tukas Iqbal mewakili suara teman-temannya. Memang senang sekali rombongan cowok di kelas ini memancing emosi geng Qotsa. Apalagi ada Iqbal di sini. Selaku ketua kelas cowok itu berani saja pada anggotanya. Kenapa takut? Orang tuanya juga pebisnis kaya raya. "Jangan! Jangan iri! Jangan iri dengki!" Hampir semua cowok di kelas ini bernyanyi dengan lirik seperti itu seraya berteriak. "Azeek!!" Tangan Salsa mengepal keras memandang mereka semua yang makin jadi. "Kampungan lo pa

    Last Updated : 2021-09-16
  • Ketua OSIS   Arta

    "Va!" "Eh?" Eva tersentak kaget dan segera menoleh ke arah sumber suara. Berdiri Yana di sebelahnya. "Dih, ngelamun lo? Dipanggi dari tadi juga." "Gak denger," sahut Eva pelan. Kepalanya celingukan memandang ke dalam kantor. "Udah selesaikah?" Baru saja Eva menemani Yana ke kantor urusan perbendaharaan. Pastinya cewek itu menerima uang yang sangat fantastis untuk segala project dan kegiatan OSIS. "Iya. Yuk balik ke kelas. Gue laper bangett tauuuu. Tadi gegara lo ribut sama geng Qotsa jadinya gak sempet makan keburu dipanggil rapat." "Ih, gue lagi!" Eva berseru tak terima. "Mereka duluan yang mulai." Yana memutar bola matanya mala

    Last Updated : 2021-09-16
  • Ketua OSIS   Shy

    Perlahan dari kepala hingga mengalir sampai kaki. Cowok itu menghabiskan satu botol air untuk membalas perbuatan Eva tadi padanya. Menumpukan tangan pada lutut hingga posisinya sedikit merunduk dan wajahnya kini berada tepat di depan wajah Eva yang hanya setinggi dadanya saja. Eva memejam erat. Ingin kabur pun rasanya itu adalah pilihan konyol yang semakin membuat malu. Karena pastinya nanti sia-sia dan dengan mudahnya Arta akan mendapatkannya lagi. "Gue belum puas balesnya. Masih kesel," ujarnya. Botol kosong itu digunakan untuk menepuk kepala gadis di depannya ini. Tidak kuat, kok. Hanya pelan karena ia tahu, baru disiram air begini saja sudah mau menangis. Apalagi Arta memukulnya 'kan? Namun, jujur saja ia masih kesal dan belum puas membalasnya hanya seperti ini. Tangannya gatal ingin menonjok orang. Bugh! "Aaaa!" Eva menjerit. Berjongkok dengan kedua tangan menutupi telinga tak ingin mendengar apap

    Last Updated : 2021-09-16
  • Ketua OSIS   Mangsa

    Akhirnya Eva bersama teman-temannya dapat menikmati bekal istirahat kali ini tanpa takut diganggu oleh hantu Qotsa lagi. Mereka memakan dengan lahap lauk seadanya tersebut. Sesekali bertukar lauk satu sama lain hingga sangat banyak sekali beraneka ragam lauk di atas piring. Mengenai air minum Eva yang habis dipakai untuk menyembur Melly tadi, ia menggantinya dengan mengambil air galon yang ada di ruang OSIS. Bersama Ana pergi ke sana yang ternyata air cewek itu hanya tinggal setengah dan ingin dipenuhi lagi. "Ehm. Lain kali kita bisa kali ya bikin video mukbang bareng hahaha. Liat nih makanannya banyak banget," celetuk Riska sambil menggigit sotong yang ada di tangannya. "Eh, iya ya?" Uma mengangguk setuju. Gadis manis itu meminum minumannya sebelum

    Last Updated : 2021-09-16
  • Ketua OSIS   Gosip

    Jum'at pagi kali ini awan mendung, cuaca pun sedikit berkabut. Namun kegiatan yang biasa berlangsung tetap terlangsung. Yakni Jumsih, alias Jum'at bersih. Eva selaku ketos menghimbau goro untuk bagian barat. Sisanya ia tak tahu menahu lagi. Boleh bayangkan sebesar apa Taruna Bangsa? Eva tak akan sanggup menanganinya seorang diri. Ada banyak anggota inti OSIS yang lainnya. Biarkan mereka memilih kawasan masing-masing. Di ujung lapangan, masih kawasan kelas 10. Segerombolan cewek duduk santai di taman kelas mereka. Bergosip ria dengan tangan sok sibuk memungut daun yang nyatanya nanti mereka buang lagi ke situ, lalu mereka pungut lagi. Begitu saja terus diulang-ulang. "Sumpah!! Gue masih gedek kalo inget kejadian kemarin!" Cewek berbanda army mengenakan kalung pas yang melingkari leher jenjang putihnya itu bersuara. Rautnya tampak menahan emosi dengan bibi

    Last Updated : 2021-09-26
  • Ketua OSIS   Claim

    Seharusnya saat ini wayah ekskul Matematika. Eva serius mengikutinya dalam satu tahun terakhir karena ia berambisi ingin mewakili TB dalam ajang OSN tingkat nasional. Namun, hari ini ia merelakan jadwal ekskul terbengkalai hanya karena masalah baru yang muncul. Siapa bilang Eva akan santai setelah diancam beasiswanya dipertangguhkan? Tentu saja ia sangat kepikiran. Bahkan waktu seminggu yang diberi rasanya sangat singkat sekali untuk bertemu pada deadline. Yakinlah, tanpa beasiswa itu ia tidak akan bisa tembus bersekolah di TB. Sekelas sekolah elite kota Jakarta yang mayoritas murid-muridnya adalah dari anak para pengusaha dan pebisnis kaya raya. Eva berselonjor kelelahan. Ia sudah mencari di seluruh ruangan kelas 12 IPS 2 namun nihil. Bahkan Eva sudah mencari dengan kelelangan kelas tanpa ada orang lain lagi selain dirinya.

    Last Updated : 2021-09-26
  • Ketua OSIS   Kekal

    Berdiri sendiri di bawah pohon bintaro hiasan parkiran, Eva meremas tali tas ranselnya dengan pandangan mengitari SMA TB yang luas ini. Bahkan ketika anak-anak ekskul Matematika telah pulang pun, Eva tetap masih konsisten berada di kawasan sekolah mencari absen guru yang nyatanya tak kunjung ditemukan hingga saat ini. Helaan napas kasar, campuran antara rasa lelah dan kesal entah pada siapa. Tergopoh-gopoh seorang satpam sekolah menghampiri Eva hingga gadis itu tersadar dari ketercenungannya. "Neng! Kenapa belum pulang? Sekolah sudah sepi, guru-guru juga sudah pulang semua. Tinggal Neng sendiri aja." Pak Satpam itu berucap dengan raut yang harap-harap cemas. Eva menghela napas dibuatnya. Saat ini pikirannya saja masih kusut memikirkan absen guru yang tak kunjung ketemu. Bayangkan beasiswanya akan dipertangguhkan d

    Last Updated : 2021-09-26

Latest chapter

  • Ketua OSIS   Night

    Tristan adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kedua saudara perempuannya tidak tinggal serumah dengan orang tuanya. Tertinggal hanya Tristan yang masih duduk di bangku kelas 12 di SMA Garuda, salah satu SMA unggulan di Bandung. Kakak pertamanya menikah dengan seorang prajurit nasional yang bergabung dengan angkatan laut. Dia saat ini sedang mengandung keponakan pertama Tristan. Sedangkan adik keduanya sedang menjalani semester akhir pendidikan kedokteran di Spanyol."Kak Keinara belum lahir? Aku belum pernah mendengarnya," ucap Eva merasakan betapa sepinya rumah sepupunya.Betapa tidak, Tristan yang kerap berada di markas karena menjabat sebagai ketua geng motor membuat orang tuanya harus selalu menyendiri di rumah. Beruntung om Abian dan tante Azka bekerja di bidang yang sama. Mereka sukses membuka cabang restoran yang mereka kelola di pusat kota setiap provinsi di Indonesia. Bahkan untuk rencana ke depan, mereka akan memperluasnya hingga ke luar negeri.“Tujuh bulan lagi, Eva,” uc

  • Ketua OSIS   Savage

    Baru saja pikiran Eva terganggu karena sikap Bima yang tetap jahat padanya padahal Eva sudah berbesar hati hendak berdamai dengan cowok itu, kini Eva dikejutkan kembali dengan keadaan kelasnya yang jauh dari kata baik-baik saja.Kursi di sebelahnya, artinya tempat duduk teman sebangkunya. Telah habis diorat-oret menggunakan tinta hitam hingga tampak kotor sekali. Pelakunya adalah seorang cheerleader Taruna Bangsa. Tahu? Merusak satu aset saja milik Taruna Bangsa maka akan dikenakan denda yang tak main-main. Mungkin bagi mereka para anak orang kaya ini, hal itu bukanlah sesuatu yang dipermasalahkan karena mereka sangat mampu. Namun Uma? Bisa saja mereka yang merusak, tapi justru Uma yang diwajibkan membayar denda karena bangku ini adalah bangku Uma.Eva sangat tahu persis bagaimana sulitnya ekonomi sahabatnya itu. Membayar sekolah saja sudah mati-matian bahkan sering tak bawa uang jajan. Sering melihat Uma setiap hari membawa bekal ke sekolah? Itu karena dia tak bawa uang. Ingat dia p

  • Ketua OSIS   Markas Liondrak

    Baik Arta maupun Tristan, keduanya sama-sama membatu dan saling melempar tatapan tak menyangka satu sama lain. Bagaimana mungkin Arta baru mengetahui bahwa Eva adalah adik Tristan? Ternyata ada banyak informasi tentang Eva yang Arta belum ketahui. Ia pikir Eva hanyalah siswi miskin biasa yang kebetulan menjadi ketua OSIS. Rupanya Eva tidak sesederhana itu."Lo temen adek gue?" kelakar Tristan tak dapat menutupi rasa terkejutnya."Dia adek kelas gue," ralat Arta segera sembari menunjuk Eva yang hanya setinggi bahunya itu dengan dagunya. "Nyokap Eva nitipin Eva ke gua," lanjutnya kemudian dengan aura keposesifan yang sangat kental. Selebihnya agar Tristan tidak salah paham saja, kenapa adik kelas dan kakak kelas bisa sedekat ini.Mendengar hal itu Tristan semakin terkejut. "Oh lo deket sama adek gue?" berondongnya pada Arta seraya menatap Eva bangga. Pintar juga adiknya ini cari circle. Sementara Eva menyengir polos merespon tatapan abangnya."Kak Arta!" panggil Eva pada Arta, membuat ke

  • Ketua OSIS   Dinner In Restaurant Luxury

    Eva menyukai suasana sejuk dan tenang di malam hari. Ia baru saja selesai mandi. Masih dengan gulungan handuk di kepala, merasa lebih segar dan lebih baik. Mabuk di dalam bus selama perjalanan benar-benar menguras tenaga. Eva lemas sekali dibuatnya.Eva duduk di pinggiran kasur dengan tangan aktif menggosok-gosokkan handuk pada rambut agar cepat kering. Dalam satu kamar ini terdapat empat orang anak OSN, termasuk Eva sendiri.Mereka duduk berkumpul di sofa seraya memakan berbagai macam cemilan yang Eva sendiri ngiler melihatnya. Tentu saja perutnya lapar keroncongan. Seharian ia hanya makan satu gembung pemberian Arta di bus tadi. Namun, untuk minta Eva malu. Dirinya tidak dekat dengan mereka. Pun hendak ngumpul bareng, Eva segan sendiri. Akhirnya ia sok sibuk dengan rambutnya."Gue ada hairdryer tuh di dalam tas kalo mau make," celetuk Cia salah satu teman sekamar Eva di hotel ini.Eva tersenyum kaku. Eva tahu bahwa itu adalah alat untuk mengeringkan rambut. Namun, Eva tidak tahu car

  • Ketua OSIS   Peringatan

    Aurel bersama dua adik kelasnya, Eva dan Uma saling bersenda gurau dan membicarakan hal random untuk mereka bahas. Hingga di mana Selin beserta dua temannya datang memasuki kantin dan duduk di salah satu bangku kosong yang berada di pojok kiri, Eva langsung melirik Aurel memberikan isyarat lewat tatapan mata. Aurel mengangguk pasti menanggapinya. Dia berdiri sembari membawa gelas minumannya yang masih terisi setengah. Tentu saja tindakannya itu diikuti oleh Eva. Sementara Uma yang tidak tahu apa-apa hanya menatap kedua orang itu dengan mata mengerjab bingung. Pada akhirnya ia hanya ikut-ikutan Aurel dan Eva saja menuju bangku di mana Selin bersama dua temannya itu berada. "Hai, Aurel!" sapa salah satu teman Aurel dengan senyum manis tetapi penuh manipulatif. "Are you wanna join here?" tanyanya sok asik. Sayangnya sapaan basa basi tersebut tidak mendapat gubrisan apapun dari Aurel. Justru Aurel mendengus remeh memandang ketiga orang itu dengan tatapan jijik yang sangat kentara. Aurel

  • Ketua OSIS   Menandai

    Jika hendak menganalisa akun lambe turah masing-masing sekolah favorit di Jakarta Selatan ini, maka sudah pasti Taruna Bangsa akan menjadi miss dalam mencari sensasi. Followers dan jumlah upload-nya nyaris sebanding, terus bertambah setiap hari karena pasti selalu ada saja hal-hal mengejutkan yang diposting oleh adminnya. Diketahui bersama pula bahwa admin akun gosip SMA ternama tersebut tidak hanya segelintir orang saja, tetapi hampir seluruh siswi dari kelas 12. Oleh karena itu sulit bagi mereka yang tidak punya kekuasaan untuk mencari tahu dalang yang sebenarnya jika terjadi sesuatu.Tak peduli hanya kabar burung yang belum pasti kebenarannya seperti separuh video yang dapat mengundang salah paham bahkan menciptakan kontroversi, yang mereka tahu hanya memposting itu semua dan menyebarkannya untuk menarik perhatian para netizen! Mungkin salah satu penyebabnya adalah karena gila kepopuleran sehingga berbagai cara dilakukan sampai kehausan sensasi!Usai menenangkan Eva yang bersedih,

  • Ketua OSIS   Terbongkar

    Wajah Eva muram karena buku diary-nya tak kunjung ketemu hingga sekarang. Eva menelungkupkan wajahnya di meja makan. Menghela napas berusaha mengingat-ingat kembali dengan otaknya yang mungil itu di mana buku diarynya, kenapa tidak ditemukan di manapun juga."Mama liat diary aku nggak?" tanya Eva penuh harap kepada mamanya yang baru datang ke dapur."Terakhir kamu taruh di mana emangnya?" jawab Vina tenang dengan mata yang sudah menyorot barang-barang anaknya yang diletakkan begitu saja di atas meja.Eva menghela napas lelah. "Seinget aku terakhir aku taruh di dalam tas. Tapi aneh banget bisa nggak ada!" Tak kunjung mendapat respon dari mamanya, Eva kesal berakhir menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan dan mulai menangis. Eva kesal, sangat. Siapa yang sudah mengambil barang rahasianya itu?"Eh, kamu bawa apa nih?" Vina segera mengambil duduk di samping putrinya, berupaya mengalihkan perhatian Eva agar tak bersedih lagi.Eva berdecak kasar karena keadaan hatinya yang buruk. Namun ka

  • Ketua OSIS   Gifts

    Eva membingkai kotak kado dari Arta. Bungkusnya menggemaskan dengan dihiasi pita-pita kecil. "Ini siapa yang ngebungkus, Kak? Gemoy banget bungkusannya!" celoteh Eva dengan senyum lucu terpatri di bibirnya."Sabila," jawab Arta singkat sembari memperhatikan Eva yang mulai membuka bungkus kado darinya tersebut.Mata Eva membulat kaget. "Seals!" jeritnya tertahan membekap mulutnya sendiri. Eva sampai mengerjab menoleh pada Arta berulang kali.Sebuah boneka anjing laut berwarna cream dengan bentuk yang sangat menggemaskan masih terbungkus plastik sudah berada di tangan Eva sekarang. Ini adalah boneka yang sama persis Eva lihat ketika pergi ke pasar bersama mamanya maupun ketika pergi ke mall bersama Arta kemarin.Hati Eva menghangat melihat tatapan lembut yang Arta berikan padanya. Arta baik sekali sampai bisa mengerti Eva sejauh ini. Eva benar-benar merasa terharu. Pasalnya di umur yang ke-17 tahun ini Eva belum pernah mempunyai boneka. Eva ingin memilikinya walaupun hanya satu. Namun h

  • Ketua OSIS   Go To School

    Berjejer rapih moge di parkiran markas Kompeni. Arta bersama rekan anggota inti yang lainnya sudah duduk siap di atas motor mereka masing-masing. Saat ini mereka akan pergi ke sekolah untuk latihan basket sebagai persiapan lomba nanti. Tak ada yang berhak untuk pergi mendahului sebelum ketua mereka pergi. Karena Arta masih sibuk mengutak-atik ponselnya, yang lain pun hanya duduk diam di atas motor masing-masing menunggu Arta selesai dengan urusannya.Sebelum melajukan motornya, Arta menelpon Eva lebih dulu menanyakan kondisi cewek itu sekarang. Apakah masih sibuk dengan urusan rumah tangganya itu atau sudah selesai. Hari pun sudah siang, sesuai dengan perjanjian Arta pada Eva sebelumnya bahwa ia akan datang ke rumah Eva sekarang ini.Saat panggilan terangkat, terdengar suara malu-malu Eva yang menyapanya. Arta tersenyum mendengar itu. "Lo hari ini ke sekolah nggak buat latihan atau belajar gitu untuk olimp MTK besok?"Di sana Eva mengernyit bingung Arta menanyakan hal itu padanya. "N

DMCA.com Protection Status