Share

Gea Hilang

Suara musik roker terdengar jelas dari gedung rumah berwarna putih itu. Segelas kopi hangat menemani pembicaraan antara Gogi dan Ivan. Kamar yang mereka tempati itu terlihat berantakan dan usang. Sebenarnya Ivan tidak menyukai kondisi tempat tidur yang kotor, tapi ia semakin terbiasa semenjak mendedikasikan hidupnya bersama Gogi. Semakin hari Ivan semakin tampak brutal. Jiwanya yang dulunya terkenal lembut dan mempesona kini berubah 180 derajat menjadi orang yang super tega. Ia sudah menanamkan dirinya untuk melakukan apapun demi mendapatkan uang.

Tombol hitam pada radio jadul itu sengaja Gogi matikan, "Saya punya rencana," Gogi membuka pembicaraan yang sempat hening.

"Apa?" Sambut Ivan penasaran.

"Saya ada target untuk besok pagi. Kita usahakan subuh sudah ada dilokasi," Gogi mengkerutkan keningnya. Hal baru akan dimulai. 

***

Suara klekson saling bersahutan. Jalanan dipenuhi kendaraan yang tampak saling mendahului satu sama lain. Dua lelaki bertubuh tegap itu terlihat rapi dengan sebuah jas abu-abu lengkap dengan sepatu yang tampak mengkilat membungkus kakinya. 

Penampilan Gogi dan Ivan tampak berbeda. Mereka sengaja memakai pakaian yang sangat rapi agar tidak dicurigai. 

Sang supir taxi menghentikan mobilnya tepat diseberang gedung kantor. Spontan Ivan terkejut. Karena perusahaan yang ingin mereka datangi adalah perusahaan PT Bintang Utara. Mantan perusahaan tempat ia bekerja. 

Dari kejauhan mata Gogi memantau kondisi sekitar perusahaan. Target mereka adalah ingin merampok salah satu mobil milik karyawan.

Semua peralatan untuk membobol salah satu mobil milik karyawan sudah disediakan. Termasuk obat bius.

"Kerja disini pak?" Tanya supir taksi.

"Iya pak," Gogi turun dan langsung menyandang tas miliknya. Sementara Ivan bersiap-siap untuk menyediakan obat bius yang sengaja ia kantongi.

Tak perlu diragukan lagi tentang keberanian Gogi. Ia tampak sigap menyelinap disela-sela mobil yang berderet di parkiran. 

Sementara Ivan ternyata lebih sadis dan selangkah lebih maju dari Gogi. Tanpa pikir panjang ia mendekam mulut bu Gea dengan sapu tangan yang sudah dibubuhi obat bius. Seketika itu juga bu Gea pingsan disamping mobilnya. Wanita sadis itu kini tak berdaya ditangan Ivan yang pernah disakiti olehnya. Dendam dengan sikap bu Gea yang tanpa iba memecat dirinya saat itu, akhirnya terbalaskan oleh Ivan.

Melihat gerakan Ivan yang selangkah lebih maju darinya membuat Gogi kagum. Dengan secepat itu Ivan dapat menyesuaikan profesinya saat ini. 

 Gogi dengan cepat masuk kedalam mobil Gea. Sementara Ivan langsung memutar mobil itu untuk segera keluar dari parkiran bersama deru jantung yang tak biasa. Darah Ivan mulai mengalir deras, jemari tangannya mulai gemetar. Ditengah perjalanan mereka berdebat hebat ketika Gogi tak mengijinkan wanita itu dibawa ke rumahnya.

"Kamu gila,Van! Saya nyuruh kamu bawa mobil aja. Kenapa kamu juga bawa orangnya!" Gogi murka. Topi yang ia pakai kini terbanting kebawah. Ia memang terkenal perampok yang sadis dan berdarah dingin, tetapi urusan dengan wanita Gogi tampaknya tidak lihai. Baginya wanita itu sebangsa makhluk yang menyebalkan dan menyusahkan. Jadi tidak heran ia menjomblo sampai usia 33 tahun. 

"Gimana aksi saya. Selangkah lebih majukan dari kamu," Ivan tertawa sengit. Tadinya ia gemetar, namun ia tertawa lepas setelah melihat wanita kejam itu terbaring kaku dibelakang. 

Gogi berusaha mencari cara untuk meletakkan wanita malang itu dipinggir jalan, namun Ivan menolaknya dan membawanya sampai kerumah Gogi. 

Sebelum memasuki rumah, Gogi terlebih dulu memastikan kondisi sekitar rumahnya. Dengan sangat hati-hati mereka menggotong Gea dan meletakkannya diruang rahasia. 

Ruangan rahasia ukuran 6x10 m itu terlihat begitu kotor dan berbau tak sedap. Terlihat sarang laba-laba melingkar disetiap sudut tembok yang mulai retak. Bangunan ini sengaja dibangun oleh Gogi dibawah tanah, sebagai tempat persembunyian ketika jadi buronan polisi.

Tempat tidur itu sangat kusut. Hampir dua tahun sprei itu belum pernah dicuci oleh bik Ani. Tidak bisa dibayangkan jika kulit mulus Gea harus bersentuhan dengan milyaran kuman yang melekat disprei berwarna kuning itu.

Biasanya ruangan ini digunakan Gogi untuk bersembunyi. Wajah lesuh itu kini tak berdaya. Rambut Gea terurai bebas. Tampilan yang biasa sempurna kini terlihat kusut. 

"Mau kamu apakan wanita ini?" Tanya Gogi. Otaknya mulai buntu untuk mencari cara agar wanita ini diungsikan dengan segera.

Perlahan bola mata Gea yang dilapisi softlens biru itu terlihat mulai terbuka. Ivan dan Gogi langsung memakai tutup wajah agar tidak dikenali. 

"Arrrgggggg...! Siapa kalian. Jangan bunuh saya," Gea gemetar dan mulai panik. Ia berusaha untuk menerobos pintu, namun tangan Gogi langsung menahan Gea sedangkan Ivan langsung mengikat kedua tangannya dengan tali, kemudian Ivan dengan sadis melemparkannya keatas kasur. Ada kepuasaan tersendiri bagi Ivan untuk membalas wanita yang terkenal sombong ini. 

Sejak dulu terdengar hujatan dari bibir seksinya, kini terdengar jeritan tangis yang memilukan. Suara rintihan tangis Gea begitu menyayat hati Gogi. Ada rasa iba yang timbul dari benaknya, tetapi ia lebih memilih untuk menenggelamkan rasa kasihan itu. Seumur hidupnya Ini hal pertama kali Gogi berurusan dengan seorang wanita. 

Takut dikenali wujud aslinya oleh Gea, Ivan langsung mengasingkan dirinya keluar. Tak ada yang dapat ia perbuat kecuali menerima kepuasan secara emosional.

Gogi melangkah cepat kearah Ivan yang sedang terlihat kebingungan untuk mencari cara agar melenyapkan wanita itu.

"Saya ngajari kamu untuk mencari uang, bukan untuk membunuh orang! Kalau polisi tau kita bisa dihukum mati!" Gogi murka. 

"Arg!!! Persetan dengan dia. Seharusnya kita memikirkan cara untuk menjual mobil itu secepatnya. Bukan berdebat begini" 

"Berapa kamu butuh uang. Sekarang saya transfer!"

"Lima puluh juta. Saya butuh uang itu buat biaya ibu saya dikampung. Persetan dengan wanita itu. Yang terpenting nyawa ibu saya selamat," bola mata Ivan mulai berkaca-kaca. Baru kali ini Gogi melihat Ivan begitu sangat sedih. Ia tak sanggup menahan kesedihan yang saat ini ia rasakan.

"Kirim nomor rekening kamu sekarang," tanpa syarat Gogi mengirim uang ke rekening Ivan menggunakan mobile banking. Iya tak menyangka, ternyata selama ini Ivan mengikuti jejaknya untuk mencari uang demi membiayai ibunya yang sedang sekarat di kampung.

***

Menghilangnya Gea pagi ini tampaknya belum disadari oleh siapa pun termasuk Toni dan Siska. Di ruang itu mereka mulai memeriksa kembali laporannya. Toni menatap Siska yang berada tepat disampingnya. 

"Kamu merasa ada yang aneh ngak,Sis?"

"Aneh kenapa? Kamu itu yang aneh. Pagi-pagi buat pertanyaan yang ngak jelas, ngopi dulu kamu," saut Siska. Matanya masih tertahan di layar komputernya. Kesal diabaikan oleh Siska, Toni menarik tangannya dengan sangat kencang. 

"Dengerin saya dulu!"

"Apaan sih kamu, saya lagi memeriksa laporan , nih! Kamu mau dibentak sama pak Vino? Saya ngak mau dibentak kayak Rara kemarin. Bisa-bisa mental saya rusak," Siska tak menghiraukan Toni. Ia kembali fokus memeriksa tugasnya. 

"Kamu sadar ngak sekarang sudah jam berapa?"

"Masih jam sepuluh," saut Siska jutek. 

"Biasanya bu Gea pasti datang menghampiri pak Vino kesini. Tapi kenapa sampai sekarang mereka belum datang ya!" 

Seketika itu juga tangan Siska berhenti mengetik dan semakin mendekatkan wajahnya kehadapan Toni," iya ya. Saya baru kepikiran". Sejenak ia terdiam,"akh, mungkin saja mereka ada pertemuan dengan pimpinan. Gue sih berharap mereka setiap hari ngak perlu menginjakkan kaki di ruangan ini," seru Siska dengan wajahnya yang bengis.

"Saya pun berharap begitu juga. Tapi masalahnya bukan itu. Disaat mereka berdua ngak datang, Rara juga enggak muncul. Apa kamu ngak hubungi dia?"

"Astaga!" Siska beranjak dari kursinya,"saya baru sadar,Ton! Kamu hubungi sekarang, cepat!" 

Toni menatap sinis, ia meraih ponselnya lalu mencoba menghubungi Rara, sayangnya ponsel Rara tidak dapat dihubungi. 

"Ngak aktif"

"Jadi gimana dong?"

"Ya mana saya tau"

"Kamu kan tau kos-kosannya"

"Karena saya tau, maksut kamu, saya harus jemput dia sekarang ke kosnya, gitu maksud kamu?"

"Bukan kamu aja, tapi kita berdua. Gimana nanti kalau pulang kantor kita ke kosnya?" Ajak Siska

Toni menyetujui ajakan Siska. Sekilas percakapan sedikit sengit itu selesai. Namun beberapa menit kemudian, mereka dikejutkan dengan berita yang tak terduga.

Salah satu seorang karyawan tidak sengaja mendengar percakapan pak Heri dengan komisarisnya. Wajah pak Heri yang begitu beribawa seketika pucat pasi setelah mendengar tas milik putrinya ditemukan terjatuh di area parkir. Dengan sigap ia melaporkan kejadian ini kepada pihak yang berwajib. Ia juga tidak lupa untuk memberikan upah kepada siapa saja yang berhasil menemukan anaknya.

Kaki langsing itu berlari sedikit kencang kedalam ruangan disertai nafas yang terputus-putus. 

"Kamu kenapa Ita?" Sambar Siska. Ia kaget melihat tingkahnya yang sedikit aneh.

"Ada berita yang mengejutkan," suara Ita melambat. Perlahan-lahan ia mengatur pernafasannya.

"Kamu duduk dulu deh, gimana? Kamu kenapa?" Siska menarik lengan Ita untuk lebih mendekat. Ruangan yang di isi lima orang itu tampak begitu antusias mendengar Ita berbicara. Tanpa sadar semua mengalihkan penglihatan kearah Ita.

"Ibu Gea hilang. Sumpah. Saya ngak salah dengar. Tadi saya dengar sendiri," ucapan Ita semakin lancar.

Bukan merasa kehilangan atau kesedihan, mereka justru terdiam sejenak. Bukan karena simpati, tetapi merasa sangat bersyukur karena wanita itu sudah tidak memberikan tekanan batin yang pahit selama ini.

"Kenapa kalian pada diam?" Ita bertanya dengan wajah bingung. Kabar yang ia berikan ternyata tak memberikan respon yang baik untuk teman sekantornya.

"Ya kami merasa sedih, tapi apa daya, saya ngak bisa berbuat apa-apa," Siska kembali mengerjakan laporannya. Sepertinya ia dan Toni meng-aminkan kabar hilangnya bu Gea termasuk semua karyawan.

Dengan waktu bersamaan pak Vino dan Rara melangkah kedalam ruangan. Wajah pucat itu membuat Vino sedikit khawatir akan kesehatan Rara. Langkah Vino memasuki ruangan disambut baik oleh semua karyawan termasuk Siska.

"Selamat pagi pak," sapa Siska.

"Pagi," lelaki itu berdiri tegak sambil memegang sebuah pulpen ditangan kanannya. Sedangkan Rara langsung menuju ke tempat duduknya. "Maaf, meeting hari ini saya tunda. Akan kita lanjut besok jam sepuluh". 

Semua karyawan terdiam sejenak. Membuat Vino kembali bertanya," apa kalian keberatan?"

"Tidak pak," Toni membalas dengan senyuman. 

"Dan satu lagi. Tentang kabar bahwa bu Gea diculik, saya harap kalian ikut berpartisipasi untuk mencari informasi," tegas Vino. Semua mengangguk pelan kecuali Rara. 

Sebelum memasuki ruangan, ia dan Rara sempat bertemu dengan pak Heri di depan lift. Pak Heri memberikan tugas kepada Vino untuk melacak siapa dalang penculikan anaknya, Gea. Kini pekerjaan Vino tidak hanya mengurus perusahaan, tetapi juga mengurus Gea yang saat ini dalam proses pencarian. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status