Tombol hitam pada radio jadul itu sengaja Gogi matikan, "Saya punya rencana," Gogi membuka pembicaraan yang sempat hening.
"Apa?" Sambut Ivan penasaran.
"Saya ada target untuk besok pagi. Kita usahakan subuh sudah ada dilokasi," Gogi mengkerutkan keningnya. Hal baru akan dimulai.
***
Suara klekson saling bersahutan. Jalanan dipenuhi kendaraan yang tampak saling mendahului satu sama lain. Dua lelaki bertubuh tegap itu terlihat rapi dengan sebuah jas abu-abu lengkap dengan sepatu yang tampak mengkilat membungkus kakinya.
Penampilan Gogi dan Ivan tampak berbeda. Mereka sengaja memakai pakaian yang sangat rapi agar tidak dicurigai.
Sang supir taxi menghentikan mobilnya tepat diseberang gedung kantor. Spontan Ivan terkejut. Karena perusahaan yang ingin mereka datangi adalah perusahaan PT Bintang Utara. Mantan perusahaan tempat ia bekerja.
Dari kejauhan mata Gogi memantau kondisi sekitar perusahaan. Target mereka adalah ingin merampok salah satu mobil milik karyawan.
Semua peralatan untuk membobol salah satu mobil milik karyawan sudah disediakan. Termasuk obat bius.
"Kerja disini pak?" Tanya supir taksi.
"Iya pak," Gogi turun dan langsung menyandang tas miliknya. Sementara Ivan bersiap-siap untuk menyediakan obat bius yang sengaja ia kantongi.
Tak perlu diragukan lagi tentang keberanian Gogi. Ia tampak sigap menyelinap disela-sela mobil yang berderet di parkiran.
Sementara Ivan ternyata lebih sadis dan selangkah lebih maju dari Gogi. Tanpa pikir panjang ia mendekam mulut bu Gea dengan sapu tangan yang sudah dibubuhi obat bius. Seketika itu juga bu Gea pingsan disamping mobilnya. Wanita sadis itu kini tak berdaya ditangan Ivan yang pernah disakiti olehnya. Dendam dengan sikap bu Gea yang tanpa iba memecat dirinya saat itu, akhirnya terbalaskan oleh Ivan.
Melihat gerakan Ivan yang selangkah lebih maju darinya membuat Gogi kagum. Dengan secepat itu Ivan dapat menyesuaikan profesinya saat ini.
Gogi dengan cepat masuk kedalam mobil Gea. Sementara Ivan langsung memutar mobil itu untuk segera keluar dari parkiran bersama deru jantung yang tak biasa. Darah Ivan mulai mengalir deras, jemari tangannya mulai gemetar. Ditengah perjalanan mereka berdebat hebat ketika Gogi tak mengijinkan wanita itu dibawa ke rumahnya.
"Kamu gila,Van! Saya nyuruh kamu bawa mobil aja. Kenapa kamu juga bawa orangnya!" Gogi murka. Topi yang ia pakai kini terbanting kebawah. Ia memang terkenal perampok yang sadis dan berdarah dingin, tetapi urusan dengan wanita Gogi tampaknya tidak lihai. Baginya wanita itu sebangsa makhluk yang menyebalkan dan menyusahkan. Jadi tidak heran ia menjomblo sampai usia 33 tahun.
"Gimana aksi saya. Selangkah lebih majukan dari kamu," Ivan tertawa sengit. Tadinya ia gemetar, namun ia tertawa lepas setelah melihat wanita kejam itu terbaring kaku dibelakang.
Gogi berusaha mencari cara untuk meletakkan wanita malang itu dipinggir jalan, namun Ivan menolaknya dan membawanya sampai kerumah Gogi.
Sebelum memasuki rumah, Gogi terlebih dulu memastikan kondisi sekitar rumahnya. Dengan sangat hati-hati mereka menggotong Gea dan meletakkannya diruang rahasia.
Ruangan rahasia ukuran 6x10 m itu terlihat begitu kotor dan berbau tak sedap. Terlihat sarang laba-laba melingkar disetiap sudut tembok yang mulai retak. Bangunan ini sengaja dibangun oleh Gogi dibawah tanah, sebagai tempat persembunyian ketika jadi buronan polisi.
Tempat tidur itu sangat kusut. Hampir dua tahun sprei itu belum pernah dicuci oleh bik Ani. Tidak bisa dibayangkan jika kulit mulus Gea harus bersentuhan dengan milyaran kuman yang melekat disprei berwarna kuning itu.
Biasanya ruangan ini digunakan Gogi untuk bersembunyi. Wajah lesuh itu kini tak berdaya. Rambut Gea terurai bebas. Tampilan yang biasa sempurna kini terlihat kusut.
"Mau kamu apakan wanita ini?" Tanya Gogi. Otaknya mulai buntu untuk mencari cara agar wanita ini diungsikan dengan segera.
Perlahan bola mata Gea yang dilapisi softlens biru itu terlihat mulai terbuka. Ivan dan Gogi langsung memakai tutup wajah agar tidak dikenali.
"Arrrgggggg...! Siapa kalian. Jangan bunuh saya," Gea gemetar dan mulai panik. Ia berusaha untuk menerobos pintu, namun tangan Gogi langsung menahan Gea sedangkan Ivan langsung mengikat kedua tangannya dengan tali, kemudian Ivan dengan sadis melemparkannya keatas kasur. Ada kepuasaan tersendiri bagi Ivan untuk membalas wanita yang terkenal sombong ini.
Sejak dulu terdengar hujatan dari bibir seksinya, kini terdengar jeritan tangis yang memilukan. Suara rintihan tangis Gea begitu menyayat hati Gogi. Ada rasa iba yang timbul dari benaknya, tetapi ia lebih memilih untuk menenggelamkan rasa kasihan itu. Seumur hidupnya Ini hal pertama kali Gogi berurusan dengan seorang wanita.
Takut dikenali wujud aslinya oleh Gea, Ivan langsung mengasingkan dirinya keluar. Tak ada yang dapat ia perbuat kecuali menerima kepuasan secara emosional.
Gogi melangkah cepat kearah Ivan yang sedang terlihat kebingungan untuk mencari cara agar melenyapkan wanita itu.
"Saya ngajari kamu untuk mencari uang, bukan untuk membunuh orang! Kalau polisi tau kita bisa dihukum mati!" Gogi murka.
"Arg!!! Persetan dengan dia. Seharusnya kita memikirkan cara untuk menjual mobil itu secepatnya. Bukan berdebat begini"
"Berapa kamu butuh uang. Sekarang saya transfer!"
"Lima puluh juta. Saya butuh uang itu buat biaya ibu saya dikampung. Persetan dengan wanita itu. Yang terpenting nyawa ibu saya selamat," bola mata Ivan mulai berkaca-kaca. Baru kali ini Gogi melihat Ivan begitu sangat sedih. Ia tak sanggup menahan kesedihan yang saat ini ia rasakan.
"Kirim nomor rekening kamu sekarang," tanpa syarat Gogi mengirim uang ke rekening Ivan menggunakan mobile banking. Iya tak menyangka, ternyata selama ini Ivan mengikuti jejaknya untuk mencari uang demi membiayai ibunya yang sedang sekarat di kampung.
***
Menghilangnya Gea pagi ini tampaknya belum disadari oleh siapa pun termasuk Toni dan Siska. Di ruang itu mereka mulai memeriksa kembali laporannya. Toni menatap Siska yang berada tepat disampingnya.
"Kamu merasa ada yang aneh ngak,Sis?"
"Aneh kenapa? Kamu itu yang aneh. Pagi-pagi buat pertanyaan yang ngak jelas, ngopi dulu kamu," saut Siska. Matanya masih tertahan di layar komputernya. Kesal diabaikan oleh Siska, Toni menarik tangannya dengan sangat kencang.
"Dengerin saya dulu!"
"Apaan sih kamu, saya lagi memeriksa laporan , nih! Kamu mau dibentak sama pak Vino? Saya ngak mau dibentak kayak Rara kemarin. Bisa-bisa mental saya rusak," Siska tak menghiraukan Toni. Ia kembali fokus memeriksa tugasnya.
"Kamu sadar ngak sekarang sudah jam berapa?"
"Masih jam sepuluh," saut Siska jutek.
"Biasanya bu Gea pasti datang menghampiri pak Vino kesini. Tapi kenapa sampai sekarang mereka belum datang ya!"
Seketika itu juga tangan Siska berhenti mengetik dan semakin mendekatkan wajahnya kehadapan Toni," iya ya. Saya baru kepikiran". Sejenak ia terdiam,"akh, mungkin saja mereka ada pertemuan dengan pimpinan. Gue sih berharap mereka setiap hari ngak perlu menginjakkan kaki di ruangan ini," seru Siska dengan wajahnya yang bengis.
"Saya pun berharap begitu juga. Tapi masalahnya bukan itu. Disaat mereka berdua ngak datang, Rara juga enggak muncul. Apa kamu ngak hubungi dia?"
"Astaga!" Siska beranjak dari kursinya,"saya baru sadar,Ton! Kamu hubungi sekarang, cepat!"
Toni menatap sinis, ia meraih ponselnya lalu mencoba menghubungi Rara, sayangnya ponsel Rara tidak dapat dihubungi.
"Ngak aktif"
"Jadi gimana dong?"
"Ya mana saya tau"
"Kamu kan tau kos-kosannya"
"Karena saya tau, maksut kamu, saya harus jemput dia sekarang ke kosnya, gitu maksud kamu?"
"Bukan kamu aja, tapi kita berdua. Gimana nanti kalau pulang kantor kita ke kosnya?" Ajak Siska
Toni menyetujui ajakan Siska. Sekilas percakapan sedikit sengit itu selesai. Namun beberapa menit kemudian, mereka dikejutkan dengan berita yang tak terduga.
Salah satu seorang karyawan tidak sengaja mendengar percakapan pak Heri dengan komisarisnya. Wajah pak Heri yang begitu beribawa seketika pucat pasi setelah mendengar tas milik putrinya ditemukan terjatuh di area parkir. Dengan sigap ia melaporkan kejadian ini kepada pihak yang berwajib. Ia juga tidak lupa untuk memberikan upah kepada siapa saja yang berhasil menemukan anaknya.
Kaki langsing itu berlari sedikit kencang kedalam ruangan disertai nafas yang terputus-putus.
"Kamu kenapa Ita?" Sambar Siska. Ia kaget melihat tingkahnya yang sedikit aneh.
"Ada berita yang mengejutkan," suara Ita melambat. Perlahan-lahan ia mengatur pernafasannya.
"Kamu duduk dulu deh, gimana? Kamu kenapa?" Siska menarik lengan Ita untuk lebih mendekat. Ruangan yang di isi lima orang itu tampak begitu antusias mendengar Ita berbicara. Tanpa sadar semua mengalihkan penglihatan kearah Ita.
"Ibu Gea hilang. Sumpah. Saya ngak salah dengar. Tadi saya dengar sendiri," ucapan Ita semakin lancar.
Bukan merasa kehilangan atau kesedihan, mereka justru terdiam sejenak. Bukan karena simpati, tetapi merasa sangat bersyukur karena wanita itu sudah tidak memberikan tekanan batin yang pahit selama ini.
"Kenapa kalian pada diam?" Ita bertanya dengan wajah bingung. Kabar yang ia berikan ternyata tak memberikan respon yang baik untuk teman sekantornya.
"Ya kami merasa sedih, tapi apa daya, saya ngak bisa berbuat apa-apa," Siska kembali mengerjakan laporannya. Sepertinya ia dan Toni meng-aminkan kabar hilangnya bu Gea termasuk semua karyawan.
Dengan waktu bersamaan pak Vino dan Rara melangkah kedalam ruangan. Wajah pucat itu membuat Vino sedikit khawatir akan kesehatan Rara. Langkah Vino memasuki ruangan disambut baik oleh semua karyawan termasuk Siska.
"Selamat pagi pak," sapa Siska.
"Pagi," lelaki itu berdiri tegak sambil memegang sebuah pulpen ditangan kanannya. Sedangkan Rara langsung menuju ke tempat duduknya. "Maaf, meeting hari ini saya tunda. Akan kita lanjut besok jam sepuluh".
Semua karyawan terdiam sejenak. Membuat Vino kembali bertanya," apa kalian keberatan?"
"Tidak pak," Toni membalas dengan senyuman.
"Dan satu lagi. Tentang kabar bahwa bu Gea diculik, saya harap kalian ikut berpartisipasi untuk mencari informasi," tegas Vino. Semua mengangguk pelan kecuali Rara.
Sebelum memasuki ruangan, ia dan Rara sempat bertemu dengan pak Heri di depan lift. Pak Heri memberikan tugas kepada Vino untuk melacak siapa dalang penculikan anaknya, Gea. Kini pekerjaan Vino tidak hanya mengurus perusahaan, tetapi juga mengurus Gea yang saat ini dalam proses pencarian.
Semua jasa media televisi sengaja ia gunakan sebagai bentuk pencarian. Tapi sayangnya belum ada tanda-tanda tertangkapnya pelaku. Hal itu membuat Vino semakin stres. Belum lagi menghadapi Monik, yang ternyata diam-diam datang ke kantor untuk mengajaknya makan siang. Namun ajakan Monik ditolak mentah-mentah oleh Vino, hal itu membuat Monik marah. Monik menunggu Vino diseberang kantor, lengkap dengan dinas kerja yang belum sempat ia ganti. Mereka berdua saling bertatapan. Ada rindu yang tak terkatakan oleh Monik yang membelenggu jiwanya sejak tadi malam. "Tolong sempatkan waktumu untukku, akhir-akhir ini kamu terlalu sibuk," ucap Monik sambil menyentuh pipi Vino. Monik memasang wajah sedih. Tapi sayang, rasa capek dan tekanan pekerjaan membuat Vino harus menolak sang kekasih. "Maaf sayang, aku banyak pekerjaan. Lain waktu pasti akan aku usahakan. Aku janji". Seketika wajah manis berbalut make up tipis itu berubah menjadi kusut. Air mata
Sudah tiga hari Gogi menganggur di rumah. Dan sudah tiga hari juga ia tidak mandi. Lelaki ini memang terkenal dengan kejorokannya. Tidak heran jika sampai saat ini ia masih menyendiri. Namun berbeda dengan Ivan, ia tampak begitu rapi. Aroma tubuhnya menyeruak sampai ke dapur membuat bik Ani semakin mendekat."Rapi banget. Pak Ivan mau kemana," Tanya bik Ani sambil membersihkan ruang tamu."Biasa bik, mau ketemu kekasih saya dikampung," jelas Ivan.Gogi tersenyum tengil. Setelah berhasil menjual mobil milik Gea sepertinya mereka memilih untuk beristirahat dari semua kegiatan. Ia duduk sambil menyilangkan kakinya ke depan sembari menggigit biskuit.Berita hilangnya Gea kini menyebar di televisi. Hal itu membuat Gogi sedikit resah. Tetapi tidak untuk Ivan. Ia tampak tenang sambil tersenyum tengil melihat wajah Gea terpampang di televisi."Cantik banget wanita itu. Aduh, kasihan banget hidupnya. Bibik sumpahi yang menculik segera mati. Te
Sudah tiga hari Gogi menganggur di rumah. Dan sudah tiga hari juga ia tidak mandi. Lelaki ini memang terkenal dengan kejorokannya. Tidak heran jika sampai saat ini ia masih menyendiri. Namun berbeda dengan Ivan, ia tampak begitu rapi. Aroma tubuhnya menyeruak sampai ke dapur membuat bik Ani semakin mendekat."Rapi banget. Pak Ivan mau kemana," Tanya bik Ani sambil membersihkan ruang tamu."Biasa bik, mau ketemu kekasih saya dikampung," jelas Ivan.Gogi tersenyum tengil. Setelah berhasil menjual mobil milik Gea sepertinya mereka memilih untuk beristirahat dari semua kegiatan. Ia duduk sambil menyilangkan kakinya ke depan sembari menggigit biskuit.Berita hilangnya Gea kini menyebar di televisi. Hal itu membuat Gogi sedikit resah. Tetapi tidak untuk Ivan. Ia tampak tenang sambil tersenyum tengil melihat wajah Gea terpampang di televisi."Cantik banget wanita itu. Aduh, kasihan banget hidupnya. Bibik sumpahi yang menculik segera mati. Te
Pagi-pagi buta Monik dikejutkan dengan nada dering ponselnya yang berbunyi tiada henti. Selimut tebal itu seketika dia hempaskan dari atas wajahnya. "Siapa sih, telfon subuh-subuh begini!" Ucapnya spontan setelah menguap beberapa kali.Ternyata Ivan. "Ada apa,Van?" Tanya Monik penasaran. Hampir 6 bulan terakhir mereka jarang komunikasi. "aku butuh bantuan kamu. kamu ada waktu pagi ini?"Monik diam sejenak sambil berfikir jadwal kerja hari ini."Kayaknya sih nggak ada", balasnya dengan mata sedikit memicing. "Oke, nanti aku kerumah kamu,ya!" Monik membalas dengan nada malas. "Hmmmm", lirinya pelan lalu mematikan panggilannya. Belum sempat Monik memejamkan matanya kembali, seorang lelaki yang bernama"my char" tertera di layar ponselnya. Dengan malas ia menatap layar ponselnya. Tapi seketika ia membalasnya dengan senyuman manis lalu mengangkat telfon dari lelaki yang ternyata selama ini memiliki hubungan spesial dengan Monik."Halo sayang," Ucap Monik begitu manis. Seketika panggil
Permisi, pak Gogi". Suara wanita terdengar jelas dari balik pintu. "Sebentar", saut Gea singkat. Ia menuju kearah pintu. Pandangan matanya langsung kepada wanita itu yang ternyata adalah bik Ani."Mau cari siapa?" Tanya Gea jutek."Loh, aku ini pembantu lama dirumah ini. Kamu siapa? pembantu baru?" Ucap bik Ani dengan nada jawa yang tidak terlalu kental. Bik Ani bingung. Baru 1 bulan ia balik ke kampung, sudah ada yang menggantikan dirinya. Hal itu membuat ia kecewa dan langsung menerobos masuk ke rumah. "Pak Gogi, pak Ivan", Teriaknya kencang. Langkahnya terhenti ketika didapatinya mereka terbujur kaku diatas kasur. Beberapa luka memar menghiasi wajah mereka. "Loh, loh, loh, pak, kenapa iki?" tanyanya bingung. "Heh, beraninya kamu masuk! kamu siapa! seenaknya masuk rumah orang", bentak Gea kesal, ia menarik ujung baju bik Ani agar segera keluar. Tetapi bik Ani menepis kencang. Kesal dengan sikap bik Ani yang sedikit arogan, Gea menarik tangannya hingga ke luar pintu."Kamu yang
Perkenalkan, nama saya Gogi. Seorang cowok yang numpang hidup di alam liar alias di jalanan. Saya cowok normal yang ingin cepat kaya tanpa "BEKERJA". Kalau kamu semua sepemikiran dengan saya, selamat! Kamu termasuk orang-orang yang bodohnya hakiki. Saya harap kamu segera bertobat, karena tidak ada orang kaya yang tanpa bekerja kecuali korupsi dan memelihara si botak (situyul yang belum diketahui namanya).Siang ini seperti mencekam bagi saya karena belum ada target selanjutnya yang harus saya rampok. Mata saya memutar ke kanan dan ke kiri melihat semua sudut kamar yang tampak suram. Cat kamar yang saya tempati tiba-tiba berubah warna menjadi kuning kecoklatan, padahal awal catnya berwarna putih. Mengalahkan putihnya kain kafan. Saya tersadar sejenak ketika cat tembok tidak pernah saya rawat dan akhirnya berubah warna, apalagi perasaan orang. Jangan heran ketika saya tetap jomblo, karena saya memang tidak pernah menjaga perasaan orang termasuk tukang parkir, tukang sioma
Pagi ini suasana perusahaan Bintang Utara terasa tegang. Seorang cewek bernama Gea menghentakkan sebuah map biru berisi dokumen tepat dimeja Siska. Siska adalah salah satu karyawan yang sering ketiduran didalam ruangan kerja. Wajah yang terbalut make up itu tampak menegang dan segera merapikan rambutnya."Keruangan saya sekarang," perintah wanita yang bertubuh langsing ini. Suara tumit sepatunya terdengar jelas. Dengan sangat tergesa-gesa Siska mengikuti langka Gea dengan kondisi jantung yang berdebar kencang. Nasibnya saat ini sedang dipertaruhkan. Gea melipat kedua tangannya didada. Pandangan penuh kegeraman. Sedangkan Siska masih mematung berdiri tepat dihadapan Gea yang sedang sibuk membaca laporan di komputernya."Kenapa kamu tidur?" Tanya Gea dengan suara yang masih stabil. Belum sempat dijawab oleh Siska, Gea menyambar pertanyaan lagi, "kamu masih mau kerja atau tidak?"Siska menunduk, ia berharap nasibnya tidak sama seperti Ivan, yang dipecat secara tida
Mata Ivan terbelalak. Ia masih tak menyangka berada dirumah Gogi saat ini. Subuh ini adalah hari pertama Ivan mengikuti misinya sebagai seorang perampok. Ia dikagetkan oleh Gogi yang sedang membuka perkakas senjatanya. Beberapa pistol milik Gogi tersusun rapi didalam laci."Kamu mau ngapain Gog?" Tanya Ivan ketakutan," Saya mau merampok, bukan untuk membunuh orang. Kamu gila ya!"Gogi berbalik kearah Ivan yang masih duduk diatas tempat tidur," lebih baik kamu mandi sekarang. Setelah itu kita akan latihan menembak di markas kami," terang GogiGogi mempersiapkan segala peralatan yang dibutuhkannya, termasuk obat bius yang selalu ia gunakan untuk melumpuhkan sasaran. Lelaki ini tampak lihai memainkan pistol diujung telunjuknya. Ia memutar-mutarkan pistolnya dengan menggunakan jari telunjuknya. Dengan sigap ia menempelkannnya kesaku jaketnya sebelah kiri. Aroma keringat yang melekat berhari-hari menyeruak didalam ruangan. Hal itu membuat hidung Ivan tida