Saat siang, Devan dan Juna hanya ingin bertemu dengan Bu Menik. Namun, mereka malah bertemu Nilam dengan tatapan tidak suka dan mengusir mereka. "Nilam, kami ingin bertemu Ibu kamu sebentar. Beliau ada di mana? Ini urusan penting. Setelah saya dan Mas Devan ini menyampaikan sesuatu, kami akan pergi secepatnya!" ujar Juna yang menyela pembicaraan Nilam. Ia berusaha berani melawan Nilam yang memang sikapnya ingin menang sendiri. Keluarga Bu Menik memang terkenal angkuh. "Eh, Mas Juna. Itu siapa ganteng banget? Suaminya Neng Aisyah ya? Keponakan kamu? Mereka memang pasangan sejoli. Bu Menik ada di dalam sedang sibuk memasak, namun sudah hampir selesai kok. Nilam tidak perlu dihiraukan, dia memang begitu. Ayo masuk ikut saya!" Seorang ibu-ibu berdaster biru yang rewang di rumah Bu Menik mempersilakan Juna dan Devan untuk masuk. Suasana ramai karena banyak teman Nilam yang datang untuk menyambut acara reuni. Akhirnya Juna dan Devan duduk di ruang tengah karena di ruang tamu s
"Bapak udah pulang. Bapak minum lagi ya? Sudah Ibu bilang, berhentilah minum minuman keras! Selain pemborosan, itu minuman sangat merugikan. Apa Bapak tidak malu sama tamu kita ini?" Bu Menik terkejut ketika suaminya tiba-tiba datang dan melihat Pak Karjo berjalan sempoyongan dan diduga telah banyak meminum minuman terlarang. "Buat apa malu sih, Buk? Bapak ya begini, sukanya bersenang-senang. Ibu 'kan sawahnya banyak, jadi Bapak nggak usah kerja toh? Biarkan sawah Neng Aisyah itu digarap sama kita selamanya. Kita akan kaya terus!" Karena terlalu banyak minum, omongan Pak Karjo ngelantur. Yang seharusnya menjadi rahasia, semua ia ceritakan dan terdengar oleh Juna dan Devan. "Pak, jangan bicarakan aib di depan orang banyak. Cepetan Bapak ke kamar saja. Bikin malu Ibu saja! Nak Devan, Nak Juna, bentar ya, Ibu mau antar Pak Karjo ke kamarnya!" Bu Menik berdiri untuk mengarahkan Pak Karjo agar ke kamar untuk tidur. Beliau sangat malu dengan kelakuan hina Pak Karjo yang membuat
"Sebentar, aku panggil Aisyah dulu!" ujar Devan sambil berbalik setelah ia membukakan pintu untuk Nilam. Waktu itu, tepat pukul delapan malam. Tiba-tiba Nilam datang dan ingin meminjam uang untuk biaya ibunya ke rumah sakit. "Ada apa Mas Devan? Nilam, mari duduk di bangku sini. Bicarakan masalahmu!" Sebelum Devan sempat memanggil Aisyah, Aisyah sudah duluan tiba di ruang tamu dan menyuruh Nilam untuk santai dan duduk di ruang tamu. "Bu Menik sekarang ada di mana? Apa dia masih baik-baik saja kok beliau kamu tinggal sendirian?" tanya Aisyah yang memastikan. Ia tidak mau begitu saja percaya dengan omongan Nilam. "Ehm, Ibu sedang berbaring di kamar. Sengaja ibu aku tinggal sebentar. Kalau Kak Aisyah berkenan, saya boleh pinjam uang untuk biaya periksa Ibu saya?" Nilam menunduk dan menampakkan ekspresi sedih di depan Aisyah dan Devan yang duduk saling bersebelahan. "Mas Devan, kita tengok Bu Menik yuk? Apakah beliau benar-bemar sakit. Jika memang beliau benar-benar sakit, mau
Tepatnya pukul delapan malam, Devan dan Aisyah masih di ruang makan. Devan baru saja mengerjai Aisyah karena ia melihat istrinya tersebut sangat menggemaskan. "Aku akan memberi hadiah berupa 'kiss' spesial untukmu!" kata Devan sambil tersenyum kepada Aisyah dan melirik manis. "Apaan sih? Kirain hadiah bunga atau apa?" Aisyah tersipu dan salah menduga dengan hadiah yang akan diberikan oleh Devan. "Kena kamu, Sayang. Emangnya hadiah itu harus barang ya? Kamu ingin bunga? Atau yang lain? Besok kita bisa ke toko bunga. Tapi aku nggak hafal toko Bungan di kampung ini!" jawab Devan sambil mencubit lembut pipi Aisyah yang merah merona. "Sementara ini aku nggak mau keluar ke mana-mana. Mau ngurusin sawah agar cepat kelar masalahnya. Yuk, kita bobok. Aku dah ngantuk nih." Wajah Aisyah terlihat lelah. Sudah malam juga sehingga ia mengajak Devan untuk ke kamar. Sebelum ke kamar, Aisyah membereskan peralatan makan terlebih dahulu. Sementara Devan juga ikut membereskan peralatan ma
"Nggak perlu ditanggepin saja. Aku sudah sakit hati dengan Jiho. Kirain dia tulis bekerja sama denganku. Nyatanya enggak. Yuk, kita bobok. Jangan berpikir yang macam-macam ya?" Aisyah sudah tidak peduli dengan Jiho meski uangnya ada di perusahaannya Jiho yang berkisar puluhan rupiah. Itu tidak mengapa asal tidak mengganggu rumah tangga Aisyah. Akhirnya pasangan suami istri tersebut mulai tertidur. Kecurangan yang dilakukan Nilam diketahui oleh Joni, orang andalan suruhan Devan yang sukses memberikan bukti kecurangan. Sementara Bu Menik tidak terlibat dalam kasus tersebut. Yang curang Pak Karjo dan Nilam. Kini kabarnya, Nilam pergi ke kota untuk mencari pekerjaan karena hutangnya banyak, semua perhiasan yang ia pakai dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hanya ada Bu Menik yang masih sehat dan bekerja sebagai buruh tani biasa di ladangnya Aisyah. Sementara Bu Menik tidak terlibat dalam kasus tersebut. Yang curang Pak Karjo dan Nilam. *** Satu bulan kemudian, sawah
"Nggak papa. Terima kasih suamiku, aku menangis hari ini karena bahagia sekali," kata Aisyah yang masih dipeluk oleh Devan. Mereka menikmati pemandangan dari atas kemidi putar. "Udahlah jangan menangis lagi. Nanti kita turun beli es krim ya? Atau kita naik wahana lain?" tanya Devan yang masih di atas kemidi putar. Mereka berbincang saling tertawa dalam kesenangan sampai kemidi putar berhenti. Mereka turun dari kemidi putar menuju kantin yang menyediakan berbagai makanan dan minuman termasuk es krim. Dua wadah es krim coklat vanila sudah ia pesan. Devan dan Aisyah menikmati es krim sambil duduk di taman yang di depannya penuh dengan bunga. "Es krimnya nambah nggak? Kalau nambah, saya pesankan?" Devan menikmati es krim sambil menoleh ke Aisyah yang juka menikmati es krim dengan lahap. Dalam hati ia tertawa sendiri karena istrinya sangat menggemaskan. "Udah. Tapi Mas, perutku mual banget. Aku seperti ingin muntah! Di sini nggak ada kamar mandi ya?" Ketika Aisyah suda
"Awas saja, aku tidak akan membiarkan janin yang dikandung Aisyah hidup. Kau telah mengambil Devan dariku. Aku juga bisa mengambil janinmu dan akan melenyapkannya." Siang itu, seorang wanita bergaun pink berdiri di balik pintu sambil menatap sinis ke arah Aisyah. "Ehm. Dek Rina, kenapa kamu di situ? Katanya ingin cepat pulang? Atau masih ingin mampir di sini. Nanti aku nitip uang ini untuk Mama ya?" Dokter Virginia ternyata adalah sepupunya Rina. Kebetulan Rina menjadi asisten baru Virginia saat ini. Jadi kesempatan untuk mencelakai Aisyah lebih besar. *** Pada siang itu, Aisyah sudah berada di rumahnya bersama Devan. Aisyah berbaring di ranjang tidurnya setelah meminum vitamin dari Dokter. "Sayang, kamu istirahat dulu ya? Kamu maunya dipesankan masakan apa agar nggak mual? Aku punya makanan rekomen yang sehat di restoran langgananku. Jadi, selama hamil, kamu nggak perlu repot," kata Devan sambil melihat-lihat layar ponselnya. Karena ia ingin memesan makanan online sehat
Rina sedang mengintai di balik celah jendela yang terbuka yang ada di samping kamar yang mengarah ke jalanan luar. Karena waktu itu Aisyah ada di kamar dan beristirahat dengan Devan. Wanita itu sedang memastikan apakah kita yang ia bawa benar-benar dimakan oleh Aisyah. "Kalau kamu suka dengan roti ini, saya ambilkan pisau pemotong kue dulu ya? Agar makanannya enak!" Devan mengambil pisau roti yang ada di atas piring kecil dekat dengan nakas. Kebetulan pisau tersebut ada di situ. Devan kemudian memotong-motong kue tersebut menjadi beberapa bagian. "Mas, kalau kamu suka, diicipin dulu ya rotinya. Kelihatannya enak banget! Porsinya juga jumbo. Pasti aku nek, jika makan kue sebanya itu!" Aisyah menyuruh Devan mencicipi kue yang dibawa oleh wanita yang katanya adalah suruhan dari Dokter Virginia. Yang sebenarnya wanita tersebut adalah Rina. "Oke deh, aku makan sepotong dulu!" Lalu Devan memakan sepotong kue berwarna coklat dan putih tersebut sepotong. Ia tergoda dengan ben
Malam itu Devan dan Aisyah sedang mengalami puncak kebahagiaan meski salah satu pihak sedang dilanda hamil muda. Devan melakukan hubungan dengan istrinya secara lembut hingga mereka sama-sama merasakan puncak kejayaan yanh memuaskan. Hingga mereka terlelap dalam mimpi. ***Pagi pun tiba. Devan sebelum subuh bangun dan mulai mandi besar. Sementara Aisyah masih saja tertidur pulas mungkin karena kelelahan. "Aisyah, bangun. Mandi besar sana. Nanti kita sholat subuh bareng."Ketika Devan sudah mandi, ia membangunkan sang istri dengan menepuk pundak. Tidak lama, Aisyah mulai terbangun. "Ada apa Mas? Haduh, kok aku belum pakai pakaian sih? Aku belum mandi ya? Ini sudah jam berapa?" Asiyah tidak sadar jika waktu itu sudah subuh karena saking lelapnya dan lelah setelah tadi malam bertempur dengan sang suami. "Sudah mandi besar sana. Nanti sholat bareng sama aku. Kamu lupa dengan pertempuran tadi malam?" Devan tersenyum kecil dan gemas melihat Aiayah yang lupa dan cemas. Seperti boneka B
Dia pinjam tiga ratus ribu, Mas? Tapi aku hanya beri dia dua ratus. Aku bilang, uang yang di dompet hanya sisa segitu," jawab Aisyah yang masih menelepon Devan."Oh, yasudah nanti kita bicarakan lagi empat mata di kamar. Ini mungkin udah satu jam, aku mau lihat uji coba yang dilakukan Dokter Virginia. Kamu tetap waspada dengan Neli!'Tidak lama, sambungan telepon diputus oleh Devan. Devan mulai menemui Dokter Virginia untuk memastikan apakah hasil labnya sudah jadi. Sebelum Devan sempat berdiri dari sofa, Dokter yang dimaksud Devan ternyata mendekatinya. "Mas Devan, ayo ikut saya ke ruangan lab. Ada yang perlu saya bicarakan kepada Mas Devan!" Dengan raut wajah serius, wanita tinggi berseragam khas dokter itu mengajak Devan untuk ke ruangan lab."Bagaimana hasilnya, Dokter?" tanya Devan ketika sudah sampai di ruangan lab. Ia berharap-harap cemas dengan hasil yang akan dijelaskan oleh dokter tersebut."Hasilnya positif mengandung zat beracun. Padahal awalnya roti ini aman dan saya b
Sore itu Pak Ujang sudah membawa Mbok Ginah dan wanita muda yang berpakaian sederhana. Namun, tidak berjilbab. Dari cara berpakaiannya wanita tersebut seperti orang desa. "Mbok Ginah? Pak Ujang? Mari silakan duduk ke sana!"Karena Devan sangat menghormati tamu yang datang, tamunya dipersilakan duduk di ruang tamu. Tidak lama, Aisyah datang menghampiri siapa tamunya tersebut dan sudah membawakan air teh dan beberapa jamuan makanan. Beberapa teko dan gelas, beserta jamuan, ia letakkan di meja tamu. "Ini Neng Aisyah? Istrinya Mas Devan ya? Manis sekali. Kenalin Neng, ini Mbok Ginah dan Ini Neli anak saya yang baru pulang kerja dari Arab. Kebetulan, dia sudah berhenti bekerja. Boleh kah dia sama Mbok bekerja di sini? Sekalian jagain Enang jika Nak Devan pergi. Nak Devan itu sudah saya anggap anak sendiri," tutur Mbok Ginah sambil duduk di samping anaknya berumur sekitar 22 tahun. Aisyah mengamati Neli dan Mbok Ginah. Kemudian ia menoleh kepada Devan. "Bagaimana Mas Devan? Apa mereka b
Sore itu, Devan ingin membawa kue pemberian wanita asing ke Klinik milik Dokter Virginia. Namun, pria itu bingung karena Aisyah tidak mau diajak. Padahal Devan hanya ingin mengungkap keganjilan pada kue tersebut. "Syah, sebelum kue ini basi, ayo kita ke Klinik. Aku nggak mau kamu di rumah sendirian karena nggak ada yang jaga. Plis, ikut yuk? Kita harus tahu siapa wanita asing yang memberi kue pada kita itu!" Devan masih mendesak Aisyah untuk pergi ke Klinik. Baginya, keselamatan Aisyah lebih penting dari segalanya. Sedikit pun Devan nggak mau jika istri tercintanya celaka atau dijahatin orang. Apalagi Aisyah sedang mengandung benihnya. Suatu keluarga kecil yang harus diperjuangkan. "Tapi Mas, aku masih sedikit mual. Aku di rumah sendiri nggak papa. Yang jelas, kamu jangan lama-lama di sana. Aku 'kan bawa ponsel, jadi kamu jangan khawatir. Kita Bisa teleponan." Aisyah masih kelelahan sehingga ia hanya ingin di rumah untuk istirahat. Devan mendengus pelan. "Apa aku panggilkan Mbok
Rina sedang mengintai di balik celah jendela yang terbuka yang ada di samping kamar yang mengarah ke jalanan luar. Karena waktu itu Aisyah ada di kamar dan beristirahat dengan Devan. Wanita itu sedang memastikan apakah kita yang ia bawa benar-benar dimakan oleh Aisyah. "Kalau kamu suka dengan roti ini, saya ambilkan pisau pemotong kue dulu ya? Agar makanannya enak!" Devan mengambil pisau roti yang ada di atas piring kecil dekat dengan nakas. Kebetulan pisau tersebut ada di situ. Devan kemudian memotong-motong kue tersebut menjadi beberapa bagian. "Mas, kalau kamu suka, diicipin dulu ya rotinya. Kelihatannya enak banget! Porsinya juga jumbo. Pasti aku nek, jika makan kue sebanya itu!" Aisyah menyuruh Devan mencicipi kue yang dibawa oleh wanita yang katanya adalah suruhan dari Dokter Virginia. Yang sebenarnya wanita tersebut adalah Rina. "Oke deh, aku makan sepotong dulu!" Lalu Devan memakan sepotong kue berwarna coklat dan putih tersebut sepotong. Ia tergoda dengan ben
"Awas saja, aku tidak akan membiarkan janin yang dikandung Aisyah hidup. Kau telah mengambil Devan dariku. Aku juga bisa mengambil janinmu dan akan melenyapkannya." Siang itu, seorang wanita bergaun pink berdiri di balik pintu sambil menatap sinis ke arah Aisyah. "Ehm. Dek Rina, kenapa kamu di situ? Katanya ingin cepat pulang? Atau masih ingin mampir di sini. Nanti aku nitip uang ini untuk Mama ya?" Dokter Virginia ternyata adalah sepupunya Rina. Kebetulan Rina menjadi asisten baru Virginia saat ini. Jadi kesempatan untuk mencelakai Aisyah lebih besar. *** Pada siang itu, Aisyah sudah berada di rumahnya bersama Devan. Aisyah berbaring di ranjang tidurnya setelah meminum vitamin dari Dokter. "Sayang, kamu istirahat dulu ya? Kamu maunya dipesankan masakan apa agar nggak mual? Aku punya makanan rekomen yang sehat di restoran langgananku. Jadi, selama hamil, kamu nggak perlu repot," kata Devan sambil melihat-lihat layar ponselnya. Karena ia ingin memesan makanan online sehat
"Nggak papa. Terima kasih suamiku, aku menangis hari ini karena bahagia sekali," kata Aisyah yang masih dipeluk oleh Devan. Mereka menikmati pemandangan dari atas kemidi putar. "Udahlah jangan menangis lagi. Nanti kita turun beli es krim ya? Atau kita naik wahana lain?" tanya Devan yang masih di atas kemidi putar. Mereka berbincang saling tertawa dalam kesenangan sampai kemidi putar berhenti. Mereka turun dari kemidi putar menuju kantin yang menyediakan berbagai makanan dan minuman termasuk es krim. Dua wadah es krim coklat vanila sudah ia pesan. Devan dan Aisyah menikmati es krim sambil duduk di taman yang di depannya penuh dengan bunga. "Es krimnya nambah nggak? Kalau nambah, saya pesankan?" Devan menikmati es krim sambil menoleh ke Aisyah yang juka menikmati es krim dengan lahap. Dalam hati ia tertawa sendiri karena istrinya sangat menggemaskan. "Udah. Tapi Mas, perutku mual banget. Aku seperti ingin muntah! Di sini nggak ada kamar mandi ya?" Ketika Aisyah suda
"Nggak perlu ditanggepin saja. Aku sudah sakit hati dengan Jiho. Kirain dia tulis bekerja sama denganku. Nyatanya enggak. Yuk, kita bobok. Jangan berpikir yang macam-macam ya?" Aisyah sudah tidak peduli dengan Jiho meski uangnya ada di perusahaannya Jiho yang berkisar puluhan rupiah. Itu tidak mengapa asal tidak mengganggu rumah tangga Aisyah. Akhirnya pasangan suami istri tersebut mulai tertidur. Kecurangan yang dilakukan Nilam diketahui oleh Joni, orang andalan suruhan Devan yang sukses memberikan bukti kecurangan. Sementara Bu Menik tidak terlibat dalam kasus tersebut. Yang curang Pak Karjo dan Nilam. Kini kabarnya, Nilam pergi ke kota untuk mencari pekerjaan karena hutangnya banyak, semua perhiasan yang ia pakai dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hanya ada Bu Menik yang masih sehat dan bekerja sebagai buruh tani biasa di ladangnya Aisyah. Sementara Bu Menik tidak terlibat dalam kasus tersebut. Yang curang Pak Karjo dan Nilam. *** Satu bulan kemudian, sawah
Tepatnya pukul delapan malam, Devan dan Aisyah masih di ruang makan. Devan baru saja mengerjai Aisyah karena ia melihat istrinya tersebut sangat menggemaskan. "Aku akan memberi hadiah berupa 'kiss' spesial untukmu!" kata Devan sambil tersenyum kepada Aisyah dan melirik manis. "Apaan sih? Kirain hadiah bunga atau apa?" Aisyah tersipu dan salah menduga dengan hadiah yang akan diberikan oleh Devan. "Kena kamu, Sayang. Emangnya hadiah itu harus barang ya? Kamu ingin bunga? Atau yang lain? Besok kita bisa ke toko bunga. Tapi aku nggak hafal toko Bungan di kampung ini!" jawab Devan sambil mencubit lembut pipi Aisyah yang merah merona. "Sementara ini aku nggak mau keluar ke mana-mana. Mau ngurusin sawah agar cepat kelar masalahnya. Yuk, kita bobok. Aku dah ngantuk nih." Wajah Aisyah terlihat lelah. Sudah malam juga sehingga ia mengajak Devan untuk ke kamar. Sebelum ke kamar, Aisyah membereskan peralatan makan terlebih dahulu. Sementara Devan juga ikut membereskan peralatan ma