Share

Aku Mencintaimu, Arista

Penulis: Risca Amelia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Antara sadar dan tidak, aku merasakan tangan seseorang menyentuh lenganku. Disusul dengan sebuah suara yang memanggil-manggilku dari alam penuh ilusi. Dengan susah payah, aku berusaha mengumpulkan nyawa yang belum terkumpul seluruhnya.

Sambil menggeliatkan tubuh, aku membuka kelopak mata perlahan-lahan untuk melihat siapa yang telah membangunkan aku.

“Mbak Ratna…,” lirihku seraya menajamkan pandangan.

“Maaf, saya terpaksa mengganggu istirahat Ibu karena ada masalah.”

Melihat ekspresi Mbak Ratna yang cemas, aku berusaha untuk bangun meski saraf-sarafku masih terasa lemas. Yang pertama terlintas di benakku tentu saja adalah Maura. Lekas saja aku menoleh ke samping untuk mengecek bagaimana kondisinya.

Melihat gadis kecil itu masih terlelap, aku langsung menarik napas lega. Terlebih saat kusentuh keningnya, suhu tubuh Maura sudah tidak panas lagi.

“Maura baik-baik saja, kok, Mbak,” jawabku dengan suara serak khas bangun tidur.

“Masalahnya bukan pada Maura, Bu. Tuan Reindra baru saj
Risca Amelia

Tinggalkan jejak vote dan komen ya

| 1
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Kita Perlu Bicara Empat Mata

    “Hmppthh!” Aku berusaha memberontak, tetapi Pak Reindra malah semakin menekan bibirnya untuk memperdalam ciuman kami. Pengaruh alkohol membuatnya seakan tuli terhadap semua permohonanku. Bahkan ia menggigit bibir bawahku, agar aku membuka mulut dan memberikan akses yang lebih kepadanya. Ketika mulutku terbuka, dia langsung memanfaatkan kesempatan itu untuk membelitkan lidah kami. Lambat laun, aku menjadi lemah dan terbuai oleh ciuman yang diberikan Pak Reindra. Entah mengapa semua ini terasa begitu indah, hingga mampu menggetarkan seluruh saraf di tubuhku. Aku pernah menjadi seorang istri dan ini bukanlah pengalaman pertamaku dicium oleh seorang pria. Namun, aku tidak pernah merasakan kehangatan semacam ini selama menikah dengan Mas Yoga. Kami memang jarang bermesraan. Bahkan di saat dia meminta hak sebagai suami, kerap kali dia hanya mencari kenikmatan sendiri tanpa memikirkan perasaanku. Hal ini sangat berbeda dengan yang aku alami sekarang. Meski Pak Reindra dalam kondisi mabuk,

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Perhatikan Aku Mulai Sekarang

    “Bagaimana, Dok, kondisi Maura?” tanyaku kepada dokter Noval. Menurut Mbak Ratna, dokter spesialis anak yang masih terbilang muda itu adalah dokter langganan Maura. Dokter Noval mengetikkan sesuatu, lantas memutar laptopnya menghadap ke arahku. “Tenggorokan Maura berwarna merah dan ada bintik-bintik putih seperti ini, Bu. Maura mengalami infeksi bakteri. Saya akan memberikan antibiotik yang harus diminum selama lima hari, obat racikan untuk mengurangi gejala pilek, dan obat semprot untuk hidung.” “Apa ada pantangan makan untuk Maura, Dok?” tanyaku ingin memastikan. “Untuk sementara, Maura tidak boleh makan makanan yang berminyak, dan harus istirahat yang cukup.” “Baik, Dok. Boleh saya minta surat keterangan sakit untuk Maura, supaya bisa diberikan ke sekolahnya?” pintaku. “Bisa, Bu, saya akan membuat surat istirahat selama tiga hari. Nanti Ibu bisa memintanya kepada perawat yang bertugas di depan.” Aku menunggu dokter itu selesai menuliskan resep, kemudian mengucapkan terima kas

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Pesona Wanita

    Aku serasa bermimpi ketika mendengar Pak Reindra mengucapkan hal itu. Hingga detik ini, aku masih belum mengerti alasannya menyuruhku untuk tidak bersikap formal. Bahkan sikapnya yang meminta perhatian dariku, seperti seorang laki-laki yang sedang cemburu karena tidak diperhatikan oleh kekasihnya. Sungguhkah ia menjadi begini karena mengingat kejadian semalam?“Lagi-lagi kamu melamun dan tidak mau menjawabku,” tegur Pak Reindra.Aku pun gelagapan dan memandang Pak Reindra dengan rasa kikuk.“Maaf, saya belum bisa mengikuti kemauan Bapak. Karena Bapak adalah atasan saya, dan saya tidak mungkin bicara dengan Bapak seperti bicara dengan seorang teman,” kilahku memberikan alasan.“Rista, kenapa kamu pura-pura bodoh begini? Sudahlah, kita lanjutkan pembahasan ini saat makan malam. Tunggu sebentar, aku lupa mengambil sesuatu.”Ketika Pak Reindra berbalik menuju ke mobilnya, aku buru-buru mengikutinya dari belakang.“Pak, saya minta izin pulang sekarang dan kembali ke kos,” ujarku. Aku mema

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Hanya Kamu yang Aku Inginkan

    Aku menurut saja ketika Pak Reindra mengajakku ke ruang makan, kendati aku tidak tahu apa yang dimaksud olehnya dengan situasi tidak biasa. Dalam sekejap, rasa penasaranku telah terjawab. Aku terkesima saat melihat ruang makan yang hanya diterangi oleh sinar lilin. Pencahayaan yang temaram membuat kami serasa berada di sebuah restoran dan akan melakukan dinner romantis. Ada empat buah lilin yang dipasang di setiap sudut meja, sedangkan di bagian tengah dihiasi enam tangkai mawar yang tertata rapi di dalam vas bunga. Bukan hanya itu, di meja telah berjajar berbagai hidangan. Jika dilihat dari tampilannya, makanan tersebut pasti berasal dari restoran ternama, bukan masakan rumahan buatan Bi Eni. Yang lebih mengejutkan lagi, hanya ada dua buah kursi di sana. Pak Reindra pun melepaskan tautan tangan kami, lalu menarik salah satu kursi. Sikapnya yang sangat gentleman ini membuatku merasa dihargai sebagai seorang wanita. “Duduklah, Rista, kita makan dulu sebelum bicara.” Aku mengira dia

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Aku adalah Priamu

    Hatiku bergetar hebat ketika mendengar pertanyaan Pak Reindra. Aku tak menyangka peristiwa bak cerita dongeng ini akan terjadi dalam hidupku. Seorang pria tampan dengan mawar merah di tangannya sedang menawarkan sebuah cinta yang baru. Dan di detik ini juga ia sedang mengharapkan jawaban dariku. Oh, Tuhan, rasanya aku ingin pingsan sekarang juga. Aku masih terombang-ambing antara menjawab dengan jujur atau menyembunyikan saja perasaanku terhadapnya. Sungguh dilema ini telah menyiksa batinku berkali-kali. Ingin rasanya aku mencetuskan sebuah kalimat, tetapi tidak ada vibrasi suara yang keluar dari tenggorokanku. Dalam pendar cahaya lilin yang menyinari ruang makan, Pak Reindra menatapku sekali lagi. Seberkas sinar lilin terpantul dari iris matanya yang hitam pekat, membuatku jiwaku serasa tersesat ke dalamnya. “Rista, jawablah dengan jujur. Apa pun jawabanmu, aku tidak akan marah, dan itu tidak akan mengganggu pekerjaan kita di kantor.” Baru kali ini aku melihat sisi lain dari diri

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Butuh Kasih Sayang

    Mas Reindra mengetatkan rahangnya ketika mendengar berita yang aku sampaikan. Terlihat jelas bahwa dia sedang cemburu. Melihat sikapnya ini, aku justru semakin yakin bahwa ia sungguh-sungguh mencintaiku. “Kamu tidak boleh membiarkan dia datang ke kantor, karena aku yakin Yoga memiliki maksud terselubung,” ujar Mas Reindra. “Iya, Mas, aku juga berpikir begitu. Tetapi aku harus bisa membuat alasan yang masuk akal, supaya dia batal menjemputku ke kantor.” Mas Reindra mengerutkan keningnya dalam-dalam, seolah sedang berpikir keras. Beberapa saat kemudian, ia mencetuskan sebuah gagasan untuk melindungi aku. “Katakan saja kepadanya bahwa kamu menghadiri meeting di luar kantor. Besok aku akan bertemu dengan Pak Wilmar dari Bank Sentosa, kamu bisa ikut denganku.” Mendengar ide Mas Reindra yang beresiko, aku pun menggeleng perlahan. “Jangan, Mas, nanti orang-orang kantor akan curiga. Aku hanya seorang supervisor yang tidak selayaknya menemani direktur untuk meeting dengan pihak bank. Ki

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Hati Boleh Panas, Kepala Tetap Dingin

    “Permisi, Pak, selamat pagi,” ucapku ketika memasuki ruangan Pak Yanuar. “Pagi Arista, silakan duduk. Apa kamu sudah merasa sehat hari ini?” tanya Pak Yanuar sembari memasang kaca matanya. “Iya, Pak,” jawabku singkat. Aku merasa bersalah karena sudah membohongi manajerku itu. Mana mungkin aku mengatakan kepadanya bahwa aku tidak masuk akibat terlibat perasaan dengan pimpinan tertinggi divisi keuangan. “Kamu mendapat tugas khusus dari Pak Reindra. Dia meminta laporan stok opname produk nugget dari beberapa outlet kita. Ini daftar outlet yang harus kamu kunjungi,” ujar Pak Yanuar menyodorkan selembar kertas ke tanganku. Aku menerima kertas tersebut, lalu membacanya dengan seksama. Ternyata Mas Reindra sudah menyusun jalur perjalananku sedemikian rupa, hingga pada kunjungan terakhir aku akan berada di Berlian Mart yang dekat dengan area kuliner. Dengan begitu, akan lebih mudah untukku mengatur pertemuan dengan Mas Yoga di salah satu kafe atau restoran. “Kamu akan diantar dan dibantu

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Permintaan Rujuk dari Mantan

    Aku meminta Pak Eki untuk segera mengantarku ke Kafe Pleasure. Sengaja aku memilih kafe tersebut karena lokasinya berada di pinggir jalan, dekat dengan kawasan pertokoan. Dengan begitu, Mas Yoga tidak akan berani bertindak sembarangan terhadapku. Setelah sampai di kafe tersebut, aku bermaksud mentraktir Pak Eki untuk sekadar minum kopi atau membeli camilan. Sekaligus sebagai ucapan terima kasih, karena dia sudah membantu aku seharian ini. Akan tetapi, Pak Eki lebih memilih untuk menunggu di mobil sembari menikmati kepulan asap rokok. Sambil mengirimkan lokasiku kepada Mas Reindra, aku berjalan memasuki kafe. Sepertinya ponsel Mas Reindra sedang tidak aktif, sehingga pesanku belum terkirim. Namun, aku tidak mempermasalahkan hal itu, sebab aku tahu dia sedang menjalani sebuah rapat penting. Di dalam kafe, aku memilih meja paling belakang agar nanti percakapan kami tidak didengar oleh pengunjung lain. Bagaimanapun aku harus bersiap-siap apabila Mas Yoga menyulut pertengkaran di antara

Bab terbaru

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Cinta Sejati di Waktu yang Tepat (END)

    Masih dilanda kebingungan, aku melangkah ke ruang tamu beriringan dengan Maura dan Zidan. Melihat Pak Darmawan dan Bu Alya tengah duduk melingkar di sofa, aku hanya bisa berdiri mematung. Perasaanku menjadi campur aduk saat tatapan mataku terkunci dengan sorot mata Mas Reindra. Tanpa mengeluarkan sepatah kata, pria itu seolah-olah ingin mengirimkan pesan kepadaku melalui tatapan matanya. Dan entah mengapa aku bisa memahami makna yang tersirat di dalamnya. Aku tahu Mas Reindra ingin kejutan darinya bisa membuatku bahagia, bukan malah gugup seperti ini. “Arista, akhirnya kamu datang juga. Pak Darmawan dan Bu Alya sudah menunggu dari tadi,” tegur Ibu. Dengan menepis rasa canggung, aku mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Pak Darmawan dan Bu Alya. “Pak Darmawan, Bu Alya, maaf saya tidak menyambut Anda dan malah pergi ke luar rumah,” kataku tidak enak hati. “Tidak apa-apa, Arista. Ini bukan salahmu, karena kami datang mendadak tanpa pemberitahuan,” jawab Pak Darmawan sembari

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Berpisah dengan Baik-baik

    Aku mendesak Mas Reindra untuk memberitahukan kejutan apa yang dimaksud olehnya. Namun, ia tidak mau mengatakan apa-apa dengan alasan belum tiba waktunya.Sempat aku berpikir bahwa dia akan menyusul aku ke Jogja. Namun, hal itu sepertinya mustahil karena Mas Reindra masih berada di Sulawesi. Lagi pula setiap kali dia melakukan perjalanan di luar urusan bisnis, dia pasti akan mengajak Maura. Padahal saat ini, Maura sedang menginap selama satu minggu di rumah Pak Darmawan.Usai menelepon Mas Reindra, aku pun mengistirahatkan tubuh dan pikiran. Aku melihat sebentar ke arah koper yang akan kubawa ke Jogja besok pagi. Akhirnya, aku akan bertemu dengan putra kecilku setelah berbulan-bulan kami tidak bertemu. Meski hanya tiga hari, aku akan berusaha untuk memanfaatkan kesempatan itu semaksimal mungkin.Tak terasa, aku pun terlelap dalam tidur hingga alarm di ponselku berbunyi. Seperti mesin otomatis, kelopak mataku langsung terbuka lebar. Lantaran aku tidak sabar untuk melepas rindu kepada p

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Mantan Suamiku Meminta Pekerjaan

    Detik ini juga aku mengalami dilema yang berat karena permintaan Mas Yoga. Aku tahu dia sedang membutuhkan pekerjaan untuk menyambung biaya hidup. Namun, di PT. Sejahtera sedang tidak ada lowongan pekerjaan, kecuali di cabang baru yang berlokasi di Sulawesi.Sedangkan untuk Ibu, kemungkinan besar Beliau tidak akan mau menerima Mas Yoga karena terlanjur membenci lelaki itu. Siapa yang tidak akan antipati dengan seorang pencuri dan pembohong seperti Mas Yoga. Jangankan menjadi pegawainya, bertemu Mas Yoga saja Ibu pasti sudah enggan.“Rista, kenapa kamu diam saja? Apa kamu tidak mau membantu aku? Kalau kamu masih dendam padaku, paling tidak ingatlah Zidan dan ayahku. Gara-gara kita berpisah, ayahku kepikiran dan sering jatuh sakit. Sebagai anak tertua, aku semestinya bertanggung jawab untuk membiayai pengobatan ayahku,” ungkap Mas Yoga.Tanpa sadar, aku menyentuh pelipisku sendiri karena ikut pusing memikirkan masalah Mas Yoga.“Iya, aku sudah mengetahuinya dari Dian. Sekitar dua bulan

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Karma Atas Perselingkuhan

    Kini, aku melewati hari demi hari sebagai karyawan PT. Sejahtera. Tak terasa hampir dua bulan lamanya aku menjalani hubungan jarak jauh dengan Mas Reindra. Bukan jauh dalam arti yang sebenarnya, tetapi kami sengaja tidak bertemu kecuali untuk urusan pekerjaan. Memang begitulah komitmen yang harus kami jalani sekarang. Walaupun secara fisik tidak bersama, kami masih berkomunikasi aktif lewat telepon untuk mengetahui kegiatan masing-masing.Terkadang di hari Minggu, Maura minta ditemani olehku untuk berbelanja atau sekadar bermain di mall, tetapi Mas Reindra tidak pernah ikut. Dia memilih untuk melakukan aktivitas lain seperti berolah raga, bersepeda, atau mengurusi ikan peliharaannya. Akhir-akhir ini, dia memang memiliki hobi baru, yaitu mengoleksi berbagai jenis ikan laut di akuarium. Katanya dengan melihat ikan dia bisa sedikit terhibur saat merindukan aku.Melalui informasi yang diberikan Pak Ridwan, proses di pengadilan berjalan dengan lancar dan hampir mencapai tahap akhir. Selama

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Masa Penantian Cinta

    “Mas, aku sedang serius kamu malah bercanda,” ucapku berdecak sebal. Mas Reindra hanya terkekeh sambil memelukku kembali.“Siapa bilang aku bercanda? Aku bisa berubah menjadi penculik jika itu menyangkut kamu,” katanya memasang ekspresi serius.“Sudah, jangan merayuku lagi. Kita pulang sekarang, Mas.”Buru-buru aku melepaskan diri dari Mas Reindra sambil merapikan baju dan rambutku yang berantakan. Kemudian, aku berpindah dari kursi belakang menuju ke depan. Beban yang ada di pundakku serasa terangkat, karena kami berdua mencapai kata sepakat.Tak sampai sepuluh menit, kami telah sampai di villa. Sebelum keluar dari mobil, aku pun bercermin di kaca spion. Aku ingin mengecek sekiranya ada tanda merah atau bekas yang ditinggalkan Mas Reindra. Bila memang ada, aku harus menutupinya agar tidak terlihat oleh orang-orang yang ada di villa.“Tenang saja, Sayang, aku tidak meninggalkan bekas apa pun, kecuali bibirmu yang sedikit bengkak,” ucap Mas Reindra dengan wajah tanpa dosa.Aku mencebik

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Berpisah untuk Bersatu

    Mas Reindra terus melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Aku sungguh cemas dia akan gelap mata dan mengajakku ke tempat yang berbahaya. Namun, aku segera menepis pikiran itu karena aku tahu bahwa Mas Reindra adalah orang yang bijak dan dewasa. Tidak mungkin ia melakukan sesuatu yang membahayakan aku dan dirinya sendiri. Apalagi, dia masih punya tanggung-jawab untuk mendidik dan membesarkan Maura.Mas Reindra menghentikan mobilnya di sebuah kawasan mirip hutan kecil. Tidak ada satu kendaraan pun yang lewat di lokasi itu, sehingga suasana di sekitar kami sangat sepi. Meski demikian, aku tahu lokasi ini dekat dengan villa tempat kami menginap.“Mas, untuk apa kita berhenti di sini? Kita harus pulang karena ini hampir tengah malam. Bagaimana jika Pak Darmawan dan Bu Alya tahu kita masih berduaan di luar?” tanyaku gugup.Mas Reindra tidak menjawab, tetapi ia malah memiringkan wajahnya untuk menatapku. Entah mengapa aku merasa ada yang aneh pada sinar matanya.“Kamu selalu saja mencema

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Rela Melepaskan Aku

    Membaca pesan itu, debaran jantungku jadi tak menentu. Aku merasa was-was untuk menemui dan mendengarkan apa yang dikatakan Mas Reindra. Jujur, aku takut bila Pak Darmawan juga meminta Mas Reindra untuk mengakhiri hubungan kami.Untuk meredakan rasa gelisah yang membuncah, aku berbaring sambil menunggu jam sepuluh tiba. Tiba-tiba aku teringat pada ibu kandungku dan juga mantan ayah mertuaku. Aku baru menyadari bahwa pernikahan dan perceraian selalu melibatkan orang tua. Jika anak mereka bermasalah, maka orang tua yang akan terkena imbasnya. Pantas saja Pak Darmawan dan Bu Alya sangat menaruh perhatian kepada pasangan hidup Mas Reindra. Terlebih dari pengalamanku yang pernah gagal berumah tangga, mungkin mereka akan semakin meragukan karakterku.Memikirkan semua ini membuat hatiku serasa ditusuk oleh duri-duri tajam. Gara-gara masalah rumah tanggaku, banyak orang tua yang terlibat di dalamnya. Padahal semestinya di usia senja, mereka bisa hidup dengan tenang tanpa harus terbebani oleh

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Apakah Ini Ikatan Takdir

    Dengan menerima arloji tersebut, aku berhasil menyelesaikan tantangan terakhir. Tidak ada yang berani berkomentar mengenai aku dan Mas Reindra, khususnya saat aku mengembalikan arloji itu ke tangan pemiliknya. Tanpa bicara sekalipun, mereka pasti sudah mengetahui bahwa aku bukanlah sekadar bawahan untuk Mas Reindra. Mana mungkin seorang pria yang memiliki jabatan tinggi mau memberikan barang pribadinya kepada wanita yang bukan siapa-siapa.Permainan pun berlanjut satu putaran lagi dan aku-lah yang bertugas memutar botol. Ketika botol itu berhenti, aku terperanjat karena Mas Reindra yang terpilih. Seolah-olah benang takdir selalu mengikat kami berdua.Aku pun merasakan suasana di sekitarku mendadak tegang. Sepertinya semua menahan napas, termasuk diriku sendiri. Entah aku harus bagaimana sekarang, karena aku yang harus memberikan pertanyaan kepada Mas Reindra. Seketika mulutku terasa kering, sehingga aku harus menelan ludah beberapa kali.“Wah, Bapak baru datang langsung dapat giliran.

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Tamparan Keras

    Seperti orang yang mengalami hipnosis, aku terdiam tanpa berucap apa-apa. Serangan telak yang aku terima dari Bu Alya membuat daya pikirku seakan melemah. Rasanya aku bagai terhantam oleh palu gada dan terjebak ke dalam lapisan kabut yang tebal.Tak hanya gagal berpikir, seluruh sarafku juga serasa sulit untuk digerakkan. Aku pun mematung layaknya orang yang baru saja terkena kutuk. Kesadaranku baru kembali saat suara Bu Alya menggema di telingaku.“Arista, saat ini Pak Darmawan juga sedang bicara dengan Reindra. Kami ingin meminta pengertian dari kalian berdua. Sebelum hubungan kalian bertambah dalam, lebih baik berpisah sekarang. Dengan begitu, akan lebih mudah untuk saling melupakan,” kata Bu Alya berusaha mempertahankan nada suaranya. Terlihat jelas bahwa dia tak ingin mengumbar emosi yang berlebihan di hadapanku.Entah dari mana sumbernya, mendadak setitik keberanian bangkit dari dalam diriku. Aku merasa perlu membela diri dan mengatakan kebenaran kepada Bu Alya mengenai kondisik

DMCA.com Protection Status