Share

3. Perfeksionis

Author: Heni Heni
last update Last Updated: 2022-11-08 21:14:56

"Aku hamil, Mas!" Dengan mata berbinar Ajeng keluar dari dalam kamar mandi, mengulurkan sebuah benda pipih bernama test pack pada sang suami.

Aji yang pagi ini baru saja membuka mata, dengan kening mengernyit heran menerima apa yang istrinya berikan. Dua garis merah yang Aji lihat, itu artinya adalah Ajeng positif hamil. Karena seringnya dia meminta pada Ajeng untuk selalu melakukan tes kehamilan di pagi hari, membuat Aji sudah paham akan apa arti dari benda keramat yang sejak mereka menikah sudah tak lagi asing baginya.

Senyum Aji mengembang. Mengucek matanya berharap apa yang sedang ia lihat memang nyata. Dan yah, dua garis merah masih terlihat olehnya.

"Jadi benar kamu hamil?" tanyanya sembari mendongak menatap pada Ajeng yang berdiri di sisi ranjang. Istrinya itu menganggukkan kepala dengan senyum tak pernah lepas dari bibirnya, tanda jika sedang bahagia.

"Itu artinya aku positif hamil, Mas. Tapi ... untuk memastikannya kita harus mendatangi dokter kandungan," jelas Ajeng.

Sekian bulan menikah dan ia tak kunjung hamil juga, rasanya bagai sebuah beban. Terlebih lagi ketika mama mertuanya sudah sering mempertanyakan kapan dia hamil, semakin menambah kadar beban di pundak Ajeng. Sekarang begitu ia mendapati dua garis merah pada test pack yang ke sekian ia pakai, rasa bahagia membuncah meski dalam hati kecilnya ada ketidak yakinan sebelum ia mengunjungi dokter kandungan untuk melakukan pemeriksaan lanjutan.

"Baiklah. Nanti malam aku temani kamu pergi ke dokter."

"Siap, Mas. Nanti aku akan telepon dokternya dulu untuk mengadakan janji temu."

Begitulah dokter kandungan. Biasanya jika tidak mengadakan janji temu terlebih dulu, ditakutkan mereka akan mengantre panjang.

"Terserah kamu saja. Aku mau mandi dulu. Baru nanti aku akan memberitahu mama akan hal ini."

"Eum ... Mas. Apa tidak sebaiknya kita memberitahu mama nanti saja setelah dari dokter. Aku takut membuat Mama kecewa. Jadi kita pastikan dulu saja ke dokter kandungan baru nanti kita beritahu mama."

"Ya, kamu benar. Semoga saja kamu beneran hamil. Apalagi jika kanu hamil anak laki-laki." Aji mengatakan itu sembari beranjak turun dari atas ranjang.

Ajeng yang mendengarnya sedikit merasa terganggu akan apa yang baru saja suaminya ucapkan. Ia pun menimpali, "Laki-laki atau perempuan itu sama saja, Mas. Sama-sama anak kita."

"Tapi jika anak pertama adalah laki-laki maka dialah yang akan aku andalkan nanti untuk menjadi penerusku. Lagipula jika yang lahir pertama adalah anak laki-laki, maka dia nanti bisa menjadi pelindung yang akan menjaga dan mengayomi adik-adiknya."

Tetap saja Ajeng tidak setuju dengan persepsi demikian. Hanya saja karena dia tidak mau berdebat dengan Aji, terlebih ini masih pagi, dan euforia kebahagiaan karena kehamilannya, oleh sebab itulah Ajeng memilih membungkam mulutnya. Tak mau berdebat yang berujung pertengkaran dalam rumah tangganya. Biarlah Aji dengan statemen-nya itu. Yang jelas bagi Ajeng anak laki-laki ataupun perempuan sama saja. Toh, sama-sama lahir dari dalam rahimnya.

Suara pintu yang berdebam, menunjukkan jika Aji telah masuk ke dalam kamar mandi. Gegas Ajeng membuka lemari pakaian. Memilih baju kerja yang akan suaminya kenakan hari ini. Kemeja lengan panjang, celana panjang juga dasi yang semua memiliki warna sepadan. Setelah meletakkan di atas ranjang Ajeng menuju meja rias untuk menyiapkan arloji. Semua harus matching karena meski lelaki, Aji selalu mengutamakan penampilan. Semenjak Ajeng tak lagi bekerja, segala kebutuhan Aji, Ajeng lah yang harus menyiapkan. Dan jika apa yang telah Ajeng siapkan tak sesuai selera, tidak segan juga Aji akan protes. Begitulah Aji. Lelaki perfeksionis yang maunya selalu di mengerti. Untungnya Ajeng sudah mulai terbiasa dengan semua sikap dan sifat suaminya.

Dulu ketika mereka masih awal menikah, untuk dapat menyesuaikan diri dengan gaya hidup Aji, jujur Ajeng merasa kesusahan. Acapkali mendapat teguran, cercaan juga makian yang terkadang membuat Ajeng sakit hati. Dan itu semua tak Aji sadari.

Seperti halnya pagi ini ketika pria itu telah selesai dengan ritual mandinya. Keluar dari dalam kamar mandi hanya dengan selembar handuk menutupi bagian pinggang ke bawah. Lalu menatap pada ranjang yang hanya ada setelan baju kerjanya saja. Kepala Aji menoleh ke kiri dan ke kanan mencari keberadaan sang istri yang tidak dia temukan berada di dalam kamarnya lagi.

"Ajeng!" Dengan suara lantang, Aji memanggil istrinya. Boro-boro Aji memberikan nama panggilan sayang misalnya. Tidak pernah kata itu terlontar dari mulutnya karena bagi Aji, memanggil dengan sebutan nama itu lebih mudah dilafalkan.

Menunggu sepersekian detik, akan tetapi tak kunjung mendapat sahutan dari istrinya. Aji mulai geram. Sekali lagi pria itu berteriak. Kali ini nada suaranya ditinggikan satu oktaf.

Tuli namanya jika sampai Ajeng tak mendengar. Karena dari arah dapur pun suara itu menggema sangat kencang. Buru-buru Ajeng mencuci tangannya. Padahal dia sedang menyeduh air untuk membuat kopi sebagai peneman sarapan paginya bersama sang suami.

"Ada apa sih, Mas?" Tanpa rasa bersalah Ajeng membuka pintu kamar dengan kepala melongok ke dalam. Menatap pada Aji yang sedang berkacak pinggang.

"Celana dalamku mana? Kenapa hanya ada baju dan celana panjang saja," decak kesal Aji, merutuki Ajeng yang lagi-lagi harus melupakan perlengkapan pribadinya. Padahal setiap hari pun sama, tapi kenapa Ajeng harus melewatkan satu hal yang menjadi rutinitasnya.

"Memangnya di atas kasur itu tidak ada, Mas?" Wanita itu masuk ke dalam kamar, matanya sibuk meneliti baju suaminya yang masih teronggok di atas ranjang.

"Jika ada ... aku tak akan memanggilmu."

"Ya, Tuhan, Mas. Ini hanya masalah celana dalam yang lupa aku siapkan. Kenapa harus teriak-teriak. Padahal jika Mas mau ... Mas tinggal mengambilnya sendiri di dalam lemari."

"Jadi kamu keberatan melayaniku?"

"Bukan begitu, Mas."

Dan stop, Ajeng menghentikan ocehan yang siap ia keluarkan. Namun, karena tak mau bertengkar karena sudah dapat Ajeng pastikan jika Aji tak akan mau kalah omongan. Memilih mengalah dengan mengambilkan apa yang Aji mau. Lalu menyerahkan pada sang suami.

"Ada lagi, Mas?"

"Ikat pinggang mana?"

Ajeng mengangguk. Melenggang membuka laci tempat penyimpanan accesories.

"Kaos kaki sekalian. Lagian heran aku sama kamu. Menyiapkan begini saja kenapa tidak sekalian. Apa aku harus menunjukkan mana saja yang belum kamu siapkan."

"Maaf, Mas. Karena aku pun juga kadang bisa lupa karena banyak yang harus aku kerjakan di setiap paginya."

Aji sudah membuka mulut untuk mendebatnya, tapi karena Ajeng teringat akan rebusan air yang ia tinggalkan, wanita itu menepuk pelan dahinya. "Astaga! Aku lupa sedang merebus air tadi. Sebentar, Mas. Aku tinggal dulu."

Dan ini adalah salah satu jurus penyelamat yang sering Ajeng lakukan acapkali ingin menghentikan omelan suaminya.

Related chapters

  • Ketika Suami Banyak Mau   4. Suami Pemarah

    Derit kursi yang beradu dengan lantai menimbulkan bunyi yang mampu mengalihkan perhatian Ajeng. Wanita itu tengah menata sandwich di atas piring, menolehkan kepala melewati bahu hingga dia dapat melihat suaminya yang menarik kursi makan untuk dia duduki.Buru-buru Ajeng menyelesaikan pekerjaannya. Mengelap pinggiran piring yang terkena noda mayonaise. Hal kecil seperti ini terkadang menjadi debat panjang lagi. Aji benar-benar tidak suka jika ada hal yang tak mengena di hatinya. Maunya dia, selalu perfect baik soal makanan atau pun segala hal. Dengan cekatan Ajeng membawa dua porsi menu sarapan mereka pagi ini. Lalu dengan hati-hati meletakkan piring di atas meja makan. Satu bagian untuk Aji, Ajeng sodorkan di hadapan suaminya itu. Tak lupa menyiapkan sekalian garpu dan pisau pemotong sandwich di sebelah piring milik Aji. Kopi hitam pekat tanpa gula juga sudah tersaji. Namun, rupanya Aji tak langsung menyantap makanannya, melainkan menatap tajam pada Ajeng. "Baju yang aku pakai ini,

    Last Updated : 2022-11-08
  • Ketika Suami Banyak Mau   5. Banyak Mau

    "Kau ini mandi lama sekali!" Cecar Aji begitu mendapati Ajeng keluar dari dalam kamar mandi, dengan rambut basah yang dibungkus dengan handuk. "Maaf, Mas. Aku sekalian keramas tadi," jawab Ajeng berlalu menuju meja riasnya. Belum juga wanita itu duduk, Aji sudah kembali memberikan perintah padanya. "Sudah tahu aku gerah dan tubuhku lengket oleh keringat, kamunya malah semedi di dalam kamar mandi. Buruan ambilkan baju ganti!" "I-iya, Mas." Ajeng berjalan menuju lemari pakaian, membukanya dan baru teringat jika malam ini mereka berencana untuk pergi ke dokter. Memeriksakan kehamilannya. Ajeng melongokkan kepala, melihat Aji yang sedang membuka pintu kamar mandi. "Mas!" Aji yang sudah melangkah masuk ke dalam kamar mandi menoleh, "Apa?" "Kita jadi ke dokter?" "Ya, jadi!" Aji menjawab malas setelahnya menutup pintu kamar mandi. Setidaknya jika mereka jadi pergi, Ajeng akan menyiapkan baju yang sesuai untuk sang suami. Jangan sampai Ajeng salah menyiapkan kostum, jika tidak ingin

    Last Updated : 2022-11-10
  • Ketika Suami Banyak Mau   6. Positif Hamil

    Ajeng benar-benar hamil. Keluar dari ruang pemeriksaan dokter dengan senyuman lebar serta perasaan yang tak mampu dilukiskan karena rasa bahagia yang membuncah. Ya, penantiannya selama beberapa bulan usia pernikahan tidak lah sia-sia karena sekarang saatnya bagi Ajeng untuk menunjukkan pada Aji bahwa dia tidak pernah yang namanya menunda kehamilan. Apalagi sampai mengkonsumsi pil pencegah kehamilan tanpa sepengetahuan sang suami. Tuduhan yang sempat mengarah padanya dan sempat membuat Ajeng sakit hati dibuatnya.Melirik lelaki yang berjalan di sampingnya. Siapa lagi jika bukan Aji. Ajeng mengulas senyuman, lalu meraih tangan Aji, membuat pria itu tersentak. Menoleh sekilas pada sang istri."Mas, aku beneran hamil," ucapnya dengan penuh semangat."Iya, aku juga tahu. Bukankah tadi dokter sudah menunjukkan padaku," jawab Aji biasa saja. "Apa kamu bahagia, Mas?" tanyanya. Ajeng mendongakkan kepala ingin melihat ekspresi wajah suaminya."Tentu saja aku bahagia. Terlebih jika anak itu nan

    Last Updated : 2022-11-12
  • Ketika Suami Banyak Mau   7. Jatah Nyalon

    Pintu kamar terbuka, Ajeng muncul di ambang pintu. "Ada apa, Mas?" tanya wanita itu pada suaminya."Dasiku mana? Kamu menyiapkan bajuku tanpa dasi!" Protes Aji sembari mengenakan kemeja. Mengancingkannya cepat karena diuber waktu yang membuatnya hampir terlambat masuk kerja.Ajeng menghela napas melewati mulut. Ini hanya masalah dasi. Sebenarnya suaminya ini bisa mengambilnya sendiri tanpa harus berteriak-teriak memanggilnya yang sedang terburu-buru membuat sarapan. Namun, seperti inilah sifat Aji yang mulai dapat Ajeng pahami. Tidak pernah mandiri dan selalu banyak mau.Dengan langkah cepat Ajeng menuju lemari baju. Memilihi dasi pun dengan cekatan karena dia masih ada tugas di dapur yang belum diselesaikan."Ini, Mas," ucap Ajeng menyerahkan dasi pada suaminya."Pakaian sekalian!" titah pria itu. Ingin menolak, tapi tak jadi Ajeng lakukan. Lebih baik menurut saja agar Aji tak lagi banyak bicara.Ajeng mendekati Aji yang kini mendongakkan kepalanya. Jangan harap kejadiannya seperti d

    Last Updated : 2022-12-03
  • Ketika Suami Banyak Mau   8. Kebaikan vs Perintah Yang Tak Terbantah

    Meski sebenarnya Ajeng sangat malas bepergian keluar rumah sebab hamil muda ini yang menyebabkan tubuhnya merasa lelah dan lemas. Namun, mengingat bagaimana sifat Aji, sang suami, dengan memaksakan diri Ajeng pun tetap harus pergi. Lagipula selagi ada kesempatan memanjakan diri, Ajeng tak boleh menyia-nyiakannya. Sayang sekali jika jatah yang Aji berikan tidak terpakai dengan semestinya.Setelah mandi dan sedikit berdandan, wanita itu memilih memesan ojek online daripada harus mengendarai mobil sendiri. Sebenarnya, mobil miliknya pun ada. Hanya saja dia sedang malas dan lagi Aji suka melarang jika dia pergi seorang diri. Entahlah, kenapa makin ke sini suaminya itu begitu posesif. Tidak membolehkan dia pergi sendiri karena takut dia akan berkumpul dan nongkrong dengan teman-temannya. Sebenarnya Ajeng keberatan dengan sikap Aji yang terlalu mengekang dan banyak aturan itu. Hidup Ajeng setelah menikah sangat tertekan akibat larangan demi larangan yang Aji berikan. Tidak lagi punya teman

    Last Updated : 2022-12-10
  • Ketika Suami Banyak Mau   9. Istri Atau Pembantu

    Wajah yang tadi kenyal dan ringan usai facial, sekarang terlihat glowing yang disebabkan oleh minyak bercampur keringat. Ajeng melakukan pekerjaan dengan cepat dan sesekali harus mengangkat pergelangan tangan kanannya demi bisa melihat sudah jam berapa sekarang. Sejak menikah dengan Aji, Ajeng telah belajar banyak tentang manajemen waktu. Berusaha mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya agar semua pekerjaan yang dibebankan padanya bisa diselesaikan semua dengan sangat baik. Sungguh, untuk saat ini Aji merupakan ujian terberat bagi Ajeng. Meski pun begitu, Ajeng selalu saja berpikir positif bahwa semua yang Aji lakukan demi kebaikan mereka bersama. Lihat saja bagaimana Ajeng yang sekarang jadi pandai dalam hal memasak. Dia juga jadi rajin mengunjungi dapur sebab Aji tak akan pernah mau makan dari hasil membeli makanan jadi. Selalu maunya dia sendiri yang mengolah bahan makanan untuk dikonsumsi. Sehingga Ajeng yang dulunya hanya sesekali saja mengunjungi dapur, sekarang jadi rajin mem

    Last Updated : 2022-12-11
  • Ketika Suami Banyak Mau   10. Kebiasaan Menjamu Karyawan

    "Ini semua masakan Bu Ajeng?" tanya seorang staf perempuan yang duduk di salah satu kursi yang terdapat di ruang makan.Ajeng tidak menjawab dan hanya mengulas senyuman. Staf wanita yang baru satu kali ini Ajeng lihat. Mungkinkah dia adalah karyawan baru? Nanti saja Ajeng akan bertanya pada suaminya.Lalu satu lagi perempuan dengan rambut panjang berwarna coklat yang menjawab. "Bu Ajeng ini masakannya enak. Kami sering dijamu seperti ini." Wanita itu bermaksud menjelaskan pada rekannya."Benarkah? Sebanyak ini Bu Ajeng semua yang memasaknya?" tanyanya takjub karena kebetulan di ruang makan ini hanya ada dia bersama dua rekan kerjanya bersama Ajeng tentunya. Sementara dua staf lelaki yang tadi ikut meeting bersama mereka masih bersama Aji. Tiga orang staf Aji ini memang sengaja membantu Ajeng menyiapkan makan malam mereka setelah meeting selesai sepuluh menit yang lalu."Saya sudah biasa memasak sendiri makanan untuk suami saya. Juga kadang kala untuk acara meeting seperti ini." Pada a

    Last Updated : 2023-01-30
  • Ketika Suami Banyak Mau   11. Mengantar Maria Pulang

    Mereka lima orang berpamitan untuk pulang. Aji mencari istrinya yang tak kunjung menampakkan diri setelah tadi pamit untuk beristirahat dan rupanya ketika Aji menyusul ke dalam kamar, istrinya itu tengah tertidur di atas ranjang.Aji mendengus kesal. Inginnya membangunkan Ajeng, tapi ia urungkan. Pria itu menutup kembali pintu kamar lalu menemui para stafnya yang bersiap untuk pulang."Maaf, ya! Istri saya sedang tidur. Lagi kurang sehat. Maklumlah hamil muda. Bawaan bayi mungkin," ucap Aji memberitahu akan kondisi sang istri."Oh, Bu Ajeng sedang hamil? Selamat, ya, Pak Aji. Sebentar lagi Pak Aji dan Bu Ajeng akan menjadi orang tua," ucap Narnia memberikan selamat pada sang atasan. Lalu diikuti oleh yang lainnya, juga saling bergantian memberikan selamat pada Aji."Jika begitu kami permisi dulu, Pak. Terima kasih untuk makan malamnya dan sampaikan salam kami pada Bu Ajeng."Aji mengikuti mereka sampai depan pintu. Narnia sudah dijemput oleh suaminya. Tedy pun masuk ke dalam mobilnya

    Last Updated : 2023-02-06

Latest chapter

  • Ketika Suami Banyak Mau   11. Mengantar Maria Pulang

    Mereka lima orang berpamitan untuk pulang. Aji mencari istrinya yang tak kunjung menampakkan diri setelah tadi pamit untuk beristirahat dan rupanya ketika Aji menyusul ke dalam kamar, istrinya itu tengah tertidur di atas ranjang.Aji mendengus kesal. Inginnya membangunkan Ajeng, tapi ia urungkan. Pria itu menutup kembali pintu kamar lalu menemui para stafnya yang bersiap untuk pulang."Maaf, ya! Istri saya sedang tidur. Lagi kurang sehat. Maklumlah hamil muda. Bawaan bayi mungkin," ucap Aji memberitahu akan kondisi sang istri."Oh, Bu Ajeng sedang hamil? Selamat, ya, Pak Aji. Sebentar lagi Pak Aji dan Bu Ajeng akan menjadi orang tua," ucap Narnia memberikan selamat pada sang atasan. Lalu diikuti oleh yang lainnya, juga saling bergantian memberikan selamat pada Aji."Jika begitu kami permisi dulu, Pak. Terima kasih untuk makan malamnya dan sampaikan salam kami pada Bu Ajeng."Aji mengikuti mereka sampai depan pintu. Narnia sudah dijemput oleh suaminya. Tedy pun masuk ke dalam mobilnya

  • Ketika Suami Banyak Mau   10. Kebiasaan Menjamu Karyawan

    "Ini semua masakan Bu Ajeng?" tanya seorang staf perempuan yang duduk di salah satu kursi yang terdapat di ruang makan.Ajeng tidak menjawab dan hanya mengulas senyuman. Staf wanita yang baru satu kali ini Ajeng lihat. Mungkinkah dia adalah karyawan baru? Nanti saja Ajeng akan bertanya pada suaminya.Lalu satu lagi perempuan dengan rambut panjang berwarna coklat yang menjawab. "Bu Ajeng ini masakannya enak. Kami sering dijamu seperti ini." Wanita itu bermaksud menjelaskan pada rekannya."Benarkah? Sebanyak ini Bu Ajeng semua yang memasaknya?" tanyanya takjub karena kebetulan di ruang makan ini hanya ada dia bersama dua rekan kerjanya bersama Ajeng tentunya. Sementara dua staf lelaki yang tadi ikut meeting bersama mereka masih bersama Aji. Tiga orang staf Aji ini memang sengaja membantu Ajeng menyiapkan makan malam mereka setelah meeting selesai sepuluh menit yang lalu."Saya sudah biasa memasak sendiri makanan untuk suami saya. Juga kadang kala untuk acara meeting seperti ini." Pada a

  • Ketika Suami Banyak Mau   9. Istri Atau Pembantu

    Wajah yang tadi kenyal dan ringan usai facial, sekarang terlihat glowing yang disebabkan oleh minyak bercampur keringat. Ajeng melakukan pekerjaan dengan cepat dan sesekali harus mengangkat pergelangan tangan kanannya demi bisa melihat sudah jam berapa sekarang. Sejak menikah dengan Aji, Ajeng telah belajar banyak tentang manajemen waktu. Berusaha mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya agar semua pekerjaan yang dibebankan padanya bisa diselesaikan semua dengan sangat baik. Sungguh, untuk saat ini Aji merupakan ujian terberat bagi Ajeng. Meski pun begitu, Ajeng selalu saja berpikir positif bahwa semua yang Aji lakukan demi kebaikan mereka bersama. Lihat saja bagaimana Ajeng yang sekarang jadi pandai dalam hal memasak. Dia juga jadi rajin mengunjungi dapur sebab Aji tak akan pernah mau makan dari hasil membeli makanan jadi. Selalu maunya dia sendiri yang mengolah bahan makanan untuk dikonsumsi. Sehingga Ajeng yang dulunya hanya sesekali saja mengunjungi dapur, sekarang jadi rajin mem

  • Ketika Suami Banyak Mau   8. Kebaikan vs Perintah Yang Tak Terbantah

    Meski sebenarnya Ajeng sangat malas bepergian keluar rumah sebab hamil muda ini yang menyebabkan tubuhnya merasa lelah dan lemas. Namun, mengingat bagaimana sifat Aji, sang suami, dengan memaksakan diri Ajeng pun tetap harus pergi. Lagipula selagi ada kesempatan memanjakan diri, Ajeng tak boleh menyia-nyiakannya. Sayang sekali jika jatah yang Aji berikan tidak terpakai dengan semestinya.Setelah mandi dan sedikit berdandan, wanita itu memilih memesan ojek online daripada harus mengendarai mobil sendiri. Sebenarnya, mobil miliknya pun ada. Hanya saja dia sedang malas dan lagi Aji suka melarang jika dia pergi seorang diri. Entahlah, kenapa makin ke sini suaminya itu begitu posesif. Tidak membolehkan dia pergi sendiri karena takut dia akan berkumpul dan nongkrong dengan teman-temannya. Sebenarnya Ajeng keberatan dengan sikap Aji yang terlalu mengekang dan banyak aturan itu. Hidup Ajeng setelah menikah sangat tertekan akibat larangan demi larangan yang Aji berikan. Tidak lagi punya teman

  • Ketika Suami Banyak Mau   7. Jatah Nyalon

    Pintu kamar terbuka, Ajeng muncul di ambang pintu. "Ada apa, Mas?" tanya wanita itu pada suaminya."Dasiku mana? Kamu menyiapkan bajuku tanpa dasi!" Protes Aji sembari mengenakan kemeja. Mengancingkannya cepat karena diuber waktu yang membuatnya hampir terlambat masuk kerja.Ajeng menghela napas melewati mulut. Ini hanya masalah dasi. Sebenarnya suaminya ini bisa mengambilnya sendiri tanpa harus berteriak-teriak memanggilnya yang sedang terburu-buru membuat sarapan. Namun, seperti inilah sifat Aji yang mulai dapat Ajeng pahami. Tidak pernah mandiri dan selalu banyak mau.Dengan langkah cepat Ajeng menuju lemari baju. Memilihi dasi pun dengan cekatan karena dia masih ada tugas di dapur yang belum diselesaikan."Ini, Mas," ucap Ajeng menyerahkan dasi pada suaminya."Pakaian sekalian!" titah pria itu. Ingin menolak, tapi tak jadi Ajeng lakukan. Lebih baik menurut saja agar Aji tak lagi banyak bicara.Ajeng mendekati Aji yang kini mendongakkan kepalanya. Jangan harap kejadiannya seperti d

  • Ketika Suami Banyak Mau   6. Positif Hamil

    Ajeng benar-benar hamil. Keluar dari ruang pemeriksaan dokter dengan senyuman lebar serta perasaan yang tak mampu dilukiskan karena rasa bahagia yang membuncah. Ya, penantiannya selama beberapa bulan usia pernikahan tidak lah sia-sia karena sekarang saatnya bagi Ajeng untuk menunjukkan pada Aji bahwa dia tidak pernah yang namanya menunda kehamilan. Apalagi sampai mengkonsumsi pil pencegah kehamilan tanpa sepengetahuan sang suami. Tuduhan yang sempat mengarah padanya dan sempat membuat Ajeng sakit hati dibuatnya.Melirik lelaki yang berjalan di sampingnya. Siapa lagi jika bukan Aji. Ajeng mengulas senyuman, lalu meraih tangan Aji, membuat pria itu tersentak. Menoleh sekilas pada sang istri."Mas, aku beneran hamil," ucapnya dengan penuh semangat."Iya, aku juga tahu. Bukankah tadi dokter sudah menunjukkan padaku," jawab Aji biasa saja. "Apa kamu bahagia, Mas?" tanyanya. Ajeng mendongakkan kepala ingin melihat ekspresi wajah suaminya."Tentu saja aku bahagia. Terlebih jika anak itu nan

  • Ketika Suami Banyak Mau   5. Banyak Mau

    "Kau ini mandi lama sekali!" Cecar Aji begitu mendapati Ajeng keluar dari dalam kamar mandi, dengan rambut basah yang dibungkus dengan handuk. "Maaf, Mas. Aku sekalian keramas tadi," jawab Ajeng berlalu menuju meja riasnya. Belum juga wanita itu duduk, Aji sudah kembali memberikan perintah padanya. "Sudah tahu aku gerah dan tubuhku lengket oleh keringat, kamunya malah semedi di dalam kamar mandi. Buruan ambilkan baju ganti!" "I-iya, Mas." Ajeng berjalan menuju lemari pakaian, membukanya dan baru teringat jika malam ini mereka berencana untuk pergi ke dokter. Memeriksakan kehamilannya. Ajeng melongokkan kepala, melihat Aji yang sedang membuka pintu kamar mandi. "Mas!" Aji yang sudah melangkah masuk ke dalam kamar mandi menoleh, "Apa?" "Kita jadi ke dokter?" "Ya, jadi!" Aji menjawab malas setelahnya menutup pintu kamar mandi. Setidaknya jika mereka jadi pergi, Ajeng akan menyiapkan baju yang sesuai untuk sang suami. Jangan sampai Ajeng salah menyiapkan kostum, jika tidak ingin

  • Ketika Suami Banyak Mau   4. Suami Pemarah

    Derit kursi yang beradu dengan lantai menimbulkan bunyi yang mampu mengalihkan perhatian Ajeng. Wanita itu tengah menata sandwich di atas piring, menolehkan kepala melewati bahu hingga dia dapat melihat suaminya yang menarik kursi makan untuk dia duduki.Buru-buru Ajeng menyelesaikan pekerjaannya. Mengelap pinggiran piring yang terkena noda mayonaise. Hal kecil seperti ini terkadang menjadi debat panjang lagi. Aji benar-benar tidak suka jika ada hal yang tak mengena di hatinya. Maunya dia, selalu perfect baik soal makanan atau pun segala hal. Dengan cekatan Ajeng membawa dua porsi menu sarapan mereka pagi ini. Lalu dengan hati-hati meletakkan piring di atas meja makan. Satu bagian untuk Aji, Ajeng sodorkan di hadapan suaminya itu. Tak lupa menyiapkan sekalian garpu dan pisau pemotong sandwich di sebelah piring milik Aji. Kopi hitam pekat tanpa gula juga sudah tersaji. Namun, rupanya Aji tak langsung menyantap makanannya, melainkan menatap tajam pada Ajeng. "Baju yang aku pakai ini,

  • Ketika Suami Banyak Mau   3. Perfeksionis

    "Aku hamil, Mas!" Dengan mata berbinar Ajeng keluar dari dalam kamar mandi, mengulurkan sebuah benda pipih bernama test pack pada sang suami. Aji yang pagi ini baru saja membuka mata, dengan kening mengernyit heran menerima apa yang istrinya berikan. Dua garis merah yang Aji lihat, itu artinya adalah Ajeng positif hamil. Karena seringnya dia meminta pada Ajeng untuk selalu melakukan tes kehamilan di pagi hari, membuat Aji sudah paham akan apa arti dari benda keramat yang sejak mereka menikah sudah tak lagi asing baginya. Senyum Aji mengembang. Mengucek matanya berharap apa yang sedang ia lihat memang nyata. Dan yah, dua garis merah masih terlihat olehnya. "Jadi benar kamu hamil?" tanyanya sembari mendongak menatap pada Ajeng yang berdiri di sisi ranjang. Istrinya itu menganggukkan kepala dengan senyum tak pernah lepas dari bibirnya, tanda jika sedang bahagia. "Itu artinya aku positif hamil, Mas. Tapi ... untuk memastikannya kita harus mendatangi dokter kandungan," jelas Ajeng. Se

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status