Ghea tersenyum senang, melihat Adit yang pergi lebih dulu begitu saja tanpa mengantarkan Rani istrinya, dan melihat Rani yang akhirnya pulang dengan naik ojek."Aku puas banget, ternyata Om Tomi bener-bener bisa di andalkan. Syukurin kamu, akhirnya kamu pulang naik ojek. Macem-macem sih jadi orang, mestinya sadar diri kalau Adit itu enggak bakalan bisa hidup sama kamu." Ucap Ghea sambil meminum kopi yang ia pesan."Ternyata semudah ini, membuat kalian berdua agar jangan terus-menerus sering bersama. Selama Om Tomi masih ada di pihakku, aku harus secepat mungkin membuat kalian berdua hidup terpisah!" Gumam Ghea, yang mencoba untuk memikirkan cara selanjutnya yang akan ia pakai untuk memisahkan Rani dari Adit.***Sekarang Rani sudah sampai di rumah mertuanya, namun saat ia turun dari ojek, ada Ibu Ana yang sedang menggendong Tasya di halaman depan, melihat menantunya datang naik ojek ia pun langsung menanyakan keberadaan putranya."Lho Ran, kok kamu naik ojek? Emang Adit pergi ke mana?
"Tok tok tok." "Ran, ini Ibu! Boleh Ibu masuk?" Ucap Bu Ana yang tetap bersikap sopan, dan meminta izin untuk masuk ke dalam kamar Putranya."Boleh Bu." Jawab Rani dari dalam kamar, kemudian Rani langsung menyeka air matanya dan langsung membukakan pintu kamar. "Silahkan masuk Bu, padahal Ibu tinggal masuk aja, enggak usah pake izin lagi." Lanjut Rani dengan nada sendu.Bu Ana pun langsung masuk ke dalam kamar Adit, lalu menutup pintu kamarnya kembali, ia sudah menduga jika Rani pasti sedang tidak baik, karena perkataan dari suaminya memang sangat tajam."Kamu habis nangis ya Ran? Maafkan perkataan dari Ayah ya, tolong jangan di masukkan ke dalam hati, jujur saja Ibu merasa malu sama kamu." Ucap Bu Ana sambil menatap wajah menantunya."Ibu juga merasa sakit, saat mendengarkan perkataan dari Ayah, tapi mau bagaimana lagi, sudah wataknya keras seperti itu." Lanjut Bu Ana yang tetap merasa bersalah."Iya Bu tidak papa, Rani tidak memasukkan ke dalam hati, hanya saja untuk sekarang Rani
Adit menoleh ke arah belakang, ia pun langsung bertanya maksud kedatangannya itu."Ghea, kok kamu ada di sini?" Tanya Adit. "Aku tadi ada jalur jalan ke sini, jadi ya udahlah sekalian aja mampir sambil bawa ini!" Jawab Ghea sambil menunjukkan makanan yang ia bawa, ia pun lalu mencoba untuk mencari perhatian dari Pak Tomi, dengan alasan mengajaknya untuk makan bersama."Ayah juga ikut makan ya, kita makan bareng-bareng!" Lanjut Ghea."Terima kasih banyak Ghea, tapi Ayah sudah makan tadi di rumah sama Ibu. Kamu makan aja berdua sama Adit, kebetulan kamu juga belum makan kan Dit?" Ujar Pak Tomi yang langsung menyetujui permintaan Ghea."Kamu makan duluan aja, aku lagi sibuk banyak kerjaan!" Jawab Adit yang langsung menolak tawaran Ghea dan Ayahnya.Mendengar Adit yang langsung menolak dengan tegas, Pak Tomi langsung mengambil alih kerjaan yang sedang di pegang oleh Adit."Udah sana kamu makan dulu, biarin Ayah aja yang gantiin kerjanya!" Titah Pak Tomi sambil mengambil nota pembayaran,
"Sepertinya aku harus membuat rencana, agar Adit bisa kembali dekat dengan Ghea." Gumam Pak Tomi saat dirinya di tinggal begitu saja oleh Adit, ia lalu masuk ke dalam ruangan Adit untuk melihat keberadaan Ghea."Ceklek!" Ketika pintu terbuka, Ghea menoleh dengan sumringah karena ia pikir Adit datang kembali untuk menemaninya, tapi ternyata yang datang adalah Pak Tomi."Ayah!" "Aku kira Adit datang lagi, untuk nemenin aku makan di sini." Lanjut Ghea dengan mimik wajah yang terlihat kecewa."Ayah juga tadi udah nyuruh Adit agar di sini saja, tapi ternyata sekarang susah juga untuk bisa membujuk Adit." Jawab Pak Tomi."Ayah apa aku bisa kembali lagi bersama Adit? Melihat kebersamaan dan kedekatan Adit dengan istrinya, jujur saja itu semua membuatku sakit hati. Dan aku juga jadi menyesal karena sudah pergi kuliah ke Hongkong, meninggalkan hubunganku dengan Adit." Ucap Ghea yang sengaja berbicara seperti itu, untuk memancing Pak Tomi agar bisa membantunya."Lho kamu jangan menyerah dan p
"Bu tumben masaknya enggak di temenin sama Rani? Rani ke mana?" Tanya Adit sambil celingak-celinguk mencari keberadaan istrinya."Rani ada di kamar, Ibu yang nyuruh dia agar istirahat." Jawab Bu Ana sambil memetik daun bayam."Memangnya Rani kenapa Bu? Apa dia sakit? Perasaan tadi siang baik-baik saja." Ucap Adit yang langsung memberikan beberapa pertanyaan kepada Ibunya.Bu Ana menaruh baskom yang berisi rendaman bayam, ada perasaan lega di dalam hati Bu Ana, melihat anaknya yang terlihat peduli dan sangat memperhatikan istrinya itu."Orang yang istirahat itu bukan berarti untuk orang sakit saja Nak, Ibu memang sengaja menyuruh Rani agar tidur dan istirahat bersama Tasya." Ucap Bu Ana sambil menatap wajah putra bungsunya."Ibu enggak mau menantu Ibu sakit karena kelelahan, kamu harus tahu kalau mengurus anak kecil itu cape, belum lagi tengah malam harus ikut bergadang jika anak kita melek." Lanjut Bu Ana."Iya Bu, Adit kaget, Adit kira Rani sakit." Jawab Adit yang terlihat khawatir.
"Maksud Ayah apaan sih? Coba yang jelas kalau mau ngomong serius tuh!" Ucap Bu Ana sambil berjalan pelan menghampiri suaminya."Kalau ngomong sama Ibu tuh harus jelas terus, jadi gini ada temen Ayah nawarin tanahnya yang mau di jual. Jadi Ayah pengen Adit pergi melihatnya ke sana, karena kata temen Ayah, lokasinya sangat strategis Bu." Jawab Pak Tomi menjelaskan bagian intinya saja.Untuk sejenak, Bu Ana diam saja mendengarkan perkataan dari suaminya, sebelum ia mendengar semua ceritanya Bu Ana tidak akan berkata-kata sepatah kata pun."Gimana menurut pendapat Ibu? Sepertinya kalau kita beli dan kita jadikan tempat usaha, itu hasilnya akan sangat menguntungkan sekali Bu!" Ucap Pak Tomi yang langsung membeberkan tentang hasilnya saja.Setelah berpikir untuk sejenak, Bu Ana lalu mengeluarkan pendapatnya."Bagaimana ya Yah? Kalau menurut Ibu sih jangan dulu melihat tentang hasil dan untungnya dulu, kita kan belum tau kondisi pemasaran di daerah sana itu seperti apa? "Apalagi posisinya s
"Maksud Ayah apa?" Ucap Bu Ana dan Adit secara bersamaan."Maksud Ayah, biarkan Adit berangkat sendirian saja dulu, di survei aja terlebih dulu. Setelah mengetahui lokasinya bagus atau tidak baru kamu pulang, kita bicarakan lagi di rumah!" Jawab Pak Tomi menjelaskan semuanya secara detail."Beneran cuma gitu doang? Ayah belum membeli tanah dan bangunannya kan?" Tanya Bu Ana dengan penuh rasa curiga."Belum Bu, perjanjiannya itu Ayah lihat-lihat dulu soal tempatnya strategis atau tidak, sama lihat kondisi tanah dan bangunannya cocok atau tidak. Nah makanya Ayah pengen Adit yang pergi ke sana besok, buat survei lokasinya saja dulu!" Ucap Pak Tomi yang masih tetap berusaha meyakinkan.Adit yang dari tadi hanya diam saja, akhirnya membuka suaranya, dan memberikan pertanyaan kepada Ayahnya."Kenapa enggak Ayah saja yang pergi memantaunya? Nantinya kan Ayah lebih mengerti dan tau tanah tersebut cocok tidak?" Kata Adit."Kamu ini sebelas dua belas sama kayak Ibumu, kalau Ayah lagi enggak sak
Adit lalu mengingatkan kembali Rani, jika sikap Ayahnya itu paling anti dan tidak bisa menerima penolakan."Mau bagaimana lagi, kamu tau sendiri kelakuan Ayah kalau enggak di turuti seperti apa?" "Aku dan Ibu juga sudah berbicara, agar tanah itu enggak usah di beli karena terlalu jauh dari sini, tapi Ayah bersikeras menyuruhku untuk tetap menyurvei tanah tersebut." Lanjut Adit menjelaskan hasil rundingan tadi. "Kamu sama Ayah berangkatnya jam berapa? Kalian pergi ke sana naik pesawat atau kereta?" Tanya Rani dengan sangat detail."Aku berangkat sendirian saja Ran soalnya Ayah lagi sakit pinggang, aku berangkat ke sananya naik pesawat. Jadi berangkat dari rumah kira-kira pas subuh dari sini sekitar jam 5 pagi soalnya pesawatnya terbang jam 07.15 WIB, jadi biar enggak telat." Jawab Adit memberitahu jadwal pemberangkatannya."Kamu berangkat sendirian? Aku kira kamu berangkatnya bareng sama Ayah, kamu enggak papa berangkat sendiri?" Tanya Rani yang tiba-tiba saja merasa tidak nyaman men
Rani yang sedang sibuk membuat kue bersama Mbok Suti sontak mengalihkan perhatiannya ketika mendengar ponselnya berdering. Terpaksa dia harus meninggalkan pekerjaannya lebih dulu untuk melihat notifikasi apa yang masuk ke ponselnya.Tak lama kemudian, bibir Rani menerbitkan sebuah senyuman setelah membaca beberapa pesan dari pelanggan barunya. Hari ini adalah hari pertama Rani membuka toko online-nya, dan sudah ada 3 orang pelanggan yang memesan kuenya. Sebisa mungkin Rani akan menyelesaikan kuenya hari ini juga, dan mengantarkannya tepat di hari pelanggan itu memesan pesanan kuenya.Rani menaruh ponselnya ke tempat semula, lantas melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Mbok Suti yang sedang mengaduk adonan baru ikut tersenyum ketika melihat raut wajah bahagia Rani yang sudah lama tidak dia lihat. Ternyata, Rani tidak selemah yang dia pikirkan. "Mbok, yang ini kue ulang tahun, ya?" tanya Rani memastikan."Iya, Non. Itu belum dikasih note, soalnya takut acak-acakkan kalau Mbok yang
Rani dengan wajah seriusnya duduk di depan laptop untuk mengedit bagian-bagian penting yang akan dia perlukan untuk kebutuhan toko online-nya. Usulan Mbok Suti tadi pagi berhasil membuka pikiran Rani mengenai bisnis kue yang akan dia jalankan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Bakat masak yang Rani dan Mbok Suti miliki bisa menjadi ladang penghasilan untuk mereka selama beberapa bulan ke depan. Walaupun masih ada cukup uang yang ada dalam tabungan Rani, tapi dia tidak bisa langsung menggantungkan hidupnya dari sana. Rani harus punya pekerjaan sampingan agar hidupnya tidak terlalu memprihatinkan.Meski pun Bu Ana berjanji selalu mendukung keputusannya dan juga akan memberikan biaya untuknya dan Tasya tetapi, Rani tidak mau terlalu bergantung pada Ibu mertuanya itu.Lain dengan Rani, saat ini Mbok Suti tengah belanja ke swalayan untuk membeli bahan-bahan kue yang akan dia dan Rani buat nanti malam. Rani akan membutuhkan beberapa kue untuk dia foto dan akan dia pasang di banner iklan
Helaan napas tak berhenti keluar dari mulut Adit yang sedari tadi tengah mondar-mandir di depan kamarnya. Pintu kamar yang dibiarkan terbuka membuat Ghea bisa melihat tingkah suaminya dari dalam. Bukannya mencoba menenangkan, Ghea justru malah sibuk bersantai ria di atas kasur dengan secangkir coklat panas di atas nakas.Adit berdecak kasar, mengacak rambutnya frustrasi karena dia masih merasa dengan kepergian Rani. Rani pergi tanpa sepengetahuannya. Bahkan Mbok Suti pun dikabarkan ikut dengan Rani dan Tasya entah ke mana.Ghea memutar bola matanya malas, lantas beranjak dari tempat tidur dan menghampiri Adit yang sedang dilema. Meskipun Ghea tak suka melihat Adit yang masih terlihat mengkhawatirkan Rani, tapi dia tidak peduli.Setidaknya Adit dan Rani sudah berpisah meski belum resmi, dan kini hanya dialah satu-satunya istri yang Adit miliki."Mas, kamu nggak bosan dari tadi mondar-mandir terus?" tanya Ghea, lalu memeluk Adit dari belakang agar suaminya itu menghentikan kegiatan ta
“Silakan saja kalau Ayah tidak percaya jika Tasya cucu Ayah. Saya merasa sangat kecewa sekali. Saya tau jika hubungan saya dan mas Adit juga tidak mendapatkan restu ayah tadinya. Saya juga tahu jika kami sudah melakukan kesalahan. Tetapi, saya tidak pernah berhubungan dengan lelaki lain,” kata Rani. Selama ini wanita itu sudah cukup diam. Kali ini ia tidak akan diam saja mendengar hinaan dari Ayah mertuanya itu. Bu Ana sendiri merasa sangat kaget karena baru kali ini mendengar Rani bersuara seperti ini. Selama ini wanita itu lebih banyak diam dan mengalah. “Ibu percaya kepada kamu, Rani. Baiklah, kita akan menunggu dua bulan lagi. Jika memang anak dalam kandungan Ghea itu anak Adit, kita akan mencari jalan keluar. Ibu tidak mau Adit dan Rani berpisah. Tetapi, jika terbukti anak itu bukan anak Adit maka Ibu tidak akan membiarkan penipuan ini berlangsung lama,” kata Bu Ana dengan tegas.**Terik matahari membuat peluh keringat di dahi Rani semakin bertambah banyak. Kulit putih dan mu
Adit tersentak mendengar perkataan Rani.“Cerai? Tidak! Aku tidak mau. Kamu harus mendengarkan dulu penjelasanku. Aku dan Ghea itu ....” Adit pun menceritakan semua yang terjadi di malam itu. Tanpa ada yang ia kurangi sama sekali.“Demi Allah ... Aku nggak pernah sadar kalo aku meniduri Ghea.”“Awalnya ga sadar, tapi setelah itu kamu pasti sering melakukannya, bukan? Jawab dengan jujur!”Adit terdiam, apa yang dikatakan oleh Rani benar. Awalnya mungkin ia tidak sadar, tetapi bukankah setelah itu dia dan Ghea juga menikmati hubungan mereka?“Kamu ngga bisa jawab, kan? Itu karena memang kamu sudah bermain api, Mas!”“Aku ....” “Ceraikan aku!”BRAK!"Tidak, Ibu tidak mau kalian bercerai! Aduh!" Rani dan Adit tersentak. Keduanya menoleh, ternyata Bu Ana tanpa sengaja mendengarkan semua percakapan mereka. Dengan cepat, Adit menghampiri Ibunya yang sedang memegangi dadanya. Dengan cepat Adit segera memanggil perawat, sehingga Bu Ana dengan cepat ditangani oleh dokter. Untung serangan ja
“A-apa maksudnya ini. Mas, kenapa Ghea ....” Rani benar-benar tidak mengerti dengan kehadiran Ghea. Terakhir kali bertemu di Lombok beberapa bulan lalu, perut Ghea masih rata. Tapi sekarang ....“Tanyakan saja kepada suami kita. Dia yang sudah menghamili aku dan kami sudah menikah siri tujuh bulan yang lalu. Sekarang aku sedang hamil tujuh bulan,” kata Ghea dengan lantang. Bu Ana segera menghampiri Ghea dan langsung menampar perempuan itu dengan kesal. “Jangan kurang ajar kamu! Anakku tidak mungkin menikahi kamu,” kata Bu Ana. “Apa yang Ibuku katakan benar. Adikku nggak mungkin menikah dengan kamu, Ghea,” sahut Anjar membenarkan. “Ayah kalian sendiri yang menjadi saksi pernikahan kami.” JLEB!Seketika ingatan Bu Ana dan Rani melayang di saat Adit dan Pak Tomy pergi berdua saja. Bu Ana langsung memicingkan mata dan menatap PakTomy.“Keterlaluan kamu, Yah!” seru Bu Ana.“Ghea sudah hamil karena perbuatan Adit, mana bisa aku tinggal diam. Jadi, aku mengizinkan Adit menikah lagi. La
“Apa rumah baru kamu sudah siap untuk ditempati, Dit?” tanya Bu Ana pagi itu. Adit menganggukkan kepalanya. Saat ini dia sangat bingung karena satu bulan lagi dia harus menepati janji kepada Ghea. Sebulan lagi, kandungan Ghea berusia 7 bulan. Adit sama sekali tidak tahu jika sebenarnya kandungan Ghea sudah berusia 8 bulan lebih, bahkan HPL Ghea hanya tinggal 2 minggu lagi. Sementara kandungan Rani baru 4 bulan. Dan lusa seharusnya Adit harus memberi kejutan untuk Rani. Dia akan membawa Rani ke rumah baru mereka dan semua itu sudah dipersiapkan.Dan pada hari itu, sesuai rencana Adit membawa Rani ke sebuah hotel berbintang. Mereka menitipkan Tasya kepada Bu Ana. Adit sudah menyewa suite room selama beberapa hari."Berapa lama kita di sini,Mas?""Kamu mau sebulan juga tidak masalah, Ran. Aku masih bisa membayar kamar hotel ini untukmu selama setahun," kata Adit membuat Rani mencebikkan bibirnya."Aku mempunyai kejutan lain untukmu sayang. Jadi, jangan banyak bertanya lagi. Kamu hanya
“Gimana hasilnya, Ran?” tanya Bu Ana. Rani keluar dari kamar mandi dan memperlihatkan hasil tespacknya kepada Bu Ana. “Tasya mau punya adik, Bu,” jawab Rani dengan gembira. Dan Bu Ana pun segera memeluk Rani dengan erat. Ia merasa sangat senang sekali jika memiliki cucu lagi.“Kita ke Dokter aja nanti sore waktu Adit pulang supaya kondisi bayimu bisa langsung diketahui oleh dokter,” kata Bu Ana. “Baik, Bu,” jawab Rani. Wanita itu hanya menganggukkan kepalanya dengan lesu. Bu Ana yang melihat hal itu pun segera mengerutkan dahinya. “Kamu nggak seneng dengan kehamilan kamu ini, Rani?” tanya Bu Ana. “Bukan itu, Bu. Tapi, aku merasa sedikit khawatir dengan Tasya. Dia kan masih kecil, bagaimana jika nanti dia kekurangan kasih sayang, Bu?” Rani berkata lirih. Bukannya dia tidak bersyukur dengan apa yang diberikan oleh Allah kepadanya, tapi, ia hanya takut tidak bisa menjadi orang tua yang baik buat anak-anak mereka.Bu Ana tersenyum mendengar perkataan menantunya itu. Dia sangat me
Ghea hanya menatap Rani dengan tajam. Tetapi, dia tidak peduli dan terus melanjutkan makannya di sana bersama dengan Rani dan Adit. Wanita itu tidak peduli sekali pun Rani terlihat tidak suka. “Kamu sampai kapan di sini?” tanya Rani. “Suka-suka aku dong. Mungkin aku nanti akan menunggu pacar aku datang menyusul ke sini atau mungkin juga akan pulang. Aku kan ke sini untuk berlibur. Aku yakin kamu baru kali ini kan liburan begini?” kata Ghea kurang ajar.“Ya, aku baru pertama kali liburan. Semua ini karena kebaikan ibu mertuaku,” jawab Rani percaya diri. Rani tau jika Ghea sengaja mengatakan itu karena ingin menghina dirinya. Tetapi, Rani tidak akan membiarkannya.Pada akhirnya karena Adit tidak mau perselingkuhannya terbongkar, ia memilih untuk segera pulang. “Padahal, jadwalnya kan masih dua hari lagi, Mas. Aku belum sempat ke ke Rinjani, loh,” kata Rani. “Kapan-kapan kita akan ke sini lagi, Sayang.” Dan, Adit pun pulang bersama Rani dua hari setelah kedatangan Ghea. Setelah ham