"Maksud Ayah apaan sih? Coba yang jelas kalau mau ngomong serius tuh!" Ucap Bu Ana sambil berjalan pelan menghampiri suaminya."Kalau ngomong sama Ibu tuh harus jelas terus, jadi gini ada temen Ayah nawarin tanahnya yang mau di jual. Jadi Ayah pengen Adit pergi melihatnya ke sana, karena kata temen Ayah, lokasinya sangat strategis Bu." Jawab Pak Tomi menjelaskan bagian intinya saja.Untuk sejenak, Bu Ana diam saja mendengarkan perkataan dari suaminya, sebelum ia mendengar semua ceritanya Bu Ana tidak akan berkata-kata sepatah kata pun."Gimana menurut pendapat Ibu? Sepertinya kalau kita beli dan kita jadikan tempat usaha, itu hasilnya akan sangat menguntungkan sekali Bu!" Ucap Pak Tomi yang langsung membeberkan tentang hasilnya saja.Setelah berpikir untuk sejenak, Bu Ana lalu mengeluarkan pendapatnya."Bagaimana ya Yah? Kalau menurut Ibu sih jangan dulu melihat tentang hasil dan untungnya dulu, kita kan belum tau kondisi pemasaran di daerah sana itu seperti apa? "Apalagi posisinya s
"Maksud Ayah apa?" Ucap Bu Ana dan Adit secara bersamaan."Maksud Ayah, biarkan Adit berangkat sendirian saja dulu, di survei aja terlebih dulu. Setelah mengetahui lokasinya bagus atau tidak baru kamu pulang, kita bicarakan lagi di rumah!" Jawab Pak Tomi menjelaskan semuanya secara detail."Beneran cuma gitu doang? Ayah belum membeli tanah dan bangunannya kan?" Tanya Bu Ana dengan penuh rasa curiga."Belum Bu, perjanjiannya itu Ayah lihat-lihat dulu soal tempatnya strategis atau tidak, sama lihat kondisi tanah dan bangunannya cocok atau tidak. Nah makanya Ayah pengen Adit yang pergi ke sana besok, buat survei lokasinya saja dulu!" Ucap Pak Tomi yang masih tetap berusaha meyakinkan.Adit yang dari tadi hanya diam saja, akhirnya membuka suaranya, dan memberikan pertanyaan kepada Ayahnya."Kenapa enggak Ayah saja yang pergi memantaunya? Nantinya kan Ayah lebih mengerti dan tau tanah tersebut cocok tidak?" Kata Adit."Kamu ini sebelas dua belas sama kayak Ibumu, kalau Ayah lagi enggak sak
Adit lalu mengingatkan kembali Rani, jika sikap Ayahnya itu paling anti dan tidak bisa menerima penolakan."Mau bagaimana lagi, kamu tau sendiri kelakuan Ayah kalau enggak di turuti seperti apa?" "Aku dan Ibu juga sudah berbicara, agar tanah itu enggak usah di beli karena terlalu jauh dari sini, tapi Ayah bersikeras menyuruhku untuk tetap menyurvei tanah tersebut." Lanjut Adit menjelaskan hasil rundingan tadi. "Kamu sama Ayah berangkatnya jam berapa? Kalian pergi ke sana naik pesawat atau kereta?" Tanya Rani dengan sangat detail."Aku berangkat sendirian saja Ran soalnya Ayah lagi sakit pinggang, aku berangkat ke sananya naik pesawat. Jadi berangkat dari rumah kira-kira pas subuh dari sini sekitar jam 5 pagi soalnya pesawatnya terbang jam 07.15 WIB, jadi biar enggak telat." Jawab Adit memberitahu jadwal pemberangkatannya."Kamu berangkat sendirian? Aku kira kamu berangkatnya bareng sama Ayah, kamu enggak papa berangkat sendiri?" Tanya Rani yang tiba-tiba saja merasa tidak nyaman men
Rani sudah ada di dapur lebih awal, dari jam 3 pagi ia menyiapkan sarapan dan persiapan untuk Adit, padahal sejak semalam ia tidak bisa tidur sama sekali. "Rani!" Panggil Ibu Ana."Iya Bu." Jawab Rani sambil menoleh ke arah belakang.Bu Ana melihat ada beberapa makanan yang sudah tersaji di atas meja, tak bisa di pungkiri menantunya yang satu ini memang sangat rajin."Jam segini sudah selesai bikin sarapan, kamu bangun jam berapa?" Tanya Bu Ana. "Aku nyiapin dan mengecek kembali perlengkapan Adit takut ada yang tertinggal, setelah selesai langsung ke sini buat bikin sarapan Bu." Jawab Rani menjelaskan yang sudah ia kerjakan."Kamu bergadang semalaman ya Ran?" Tanya Bu Ana sambil menatap wajah menantunya."Iya Bu, semalam Tasya malah kebangun, pas dia udah tidur ternyata udah pagi." Jawab Rani dengan jujur."Lain kali kamu istirahat saja, meski pun Adit mau ada acara keluar, biar Mbok Nurmi yang menyiapkan makanannya.Tuh liat mata kamu sampe item kayak gitu!" Tegur Bu Ana."Enggak pa
"Ghea." Kata Adit yang terlihat kaget saat mengetahui orang tersebut adalah Ghea."Kamu, pagi-pagi begini mau kemana?" Lanjut Adit bertanya tujuan Ghea."Aku mau ke kota Surabaya Dit, ada undangan pernikahan dari temen, kamu sendiri mau kemana?" Jawab Ghea memberikan alasan, dan seolah-olah mereka berdua bertemu karena takdir."Aku juga mau ke Surabaya di suruh Ayah sih, buat survei lokasi tanah yang di tawarkan oleh temannya." Jawab Adit. Ghea tersenyum senang mendengarnya, ia terus bertanya kegiatan yang akan di lakukan oleh Adit selama ada di Surabaya."Wah kebetulan banget kita ketemu di sini Dit, jadi aku enggak bosan selama di perjalanannya. Oh ya tadi kamu bilang mau survei tanah, memangnya Ayah kamu mau beli tanah di sana?" "Katanya sih pengen buka usaha atau cabang di sana, aku enggak tahulah pemikiran Ayah gimana, padahal jaraknya jauh banget kenapa enggak cari yang dekat-dekat aja." Jawab Adit yang langsung memberitahu semuanya kepada Ghea.Jika sudah bertemu dengan Ghea,
"Paling lusa aku pulang dari sini, besok aku survei tanah lokasi yang Ayah ingin, setelah itu kalau cocok bisa langsung nego soal harganya." Jawab Adit, setelah itu ia berusaha untuk mengerjai Rani."Baru di tinggal sebentar, kamu udah kangen ya sama aku." Lanjut Adit sambil tertawa."Apa sih, bukan gitu, aku takut kamu di sananya lama, sedangkan pakaian yang aku siapkan cuma sedikit." Ucap Rani yang mengkhawatirkan kebutuhan Adit.Adit tersenyum senang mendengarnya, ia tahu kalau Rani akan selalu memperhatikan dirinya dengan sangat detail."Kamu tenang saja, di Hotel ada jasa londri kok, jadi aku bisa langsung kasih pakaian yang kotor ke mereka. Aduh kamu ini bener-bener ya sayang, masalah itu aja sampai khawatir seperti itu." "Hari ini Tasya gimana, enggak rewel kan di tinggal pergi Papa nya?" Lanjut Adit menanyakan kabar putrinya."Enggak rewel kok, dia makan dengan baik seperti biasanya." Jawab Rani menjelaskan keadaan putrinya."Syukurlah kalau begitu, aku juga berharap agar Mam
Pak Tomi menoleh sebentar ke arah samping, di lihatnya Anjar anak sulungnya sedang berada di dekatnya."Eh kamu Nak, kamu kok sendirian aja, mana anak dan istri kamu?" Tanya Pak Tomi berbasa-basi."Mereka enggak ikut, soalnya Amel repot, Ayah tadi lagi telepon sama siapa? Kok ngomongnya kayak gitu? Kasian Rani kalau denger ucapan Ayah, belum lagi Ibu pasti merasa sedih Ayah gara-gara Ayah jadi jahat kayak gitu." Ucap Anjar yang kembali bertanya dan ingin memastikan perkataan dari Ayahnya."Udah kamu jangan ikut campur, dari awal Ayah benar-benar enggak suka sama dia, dan sampai nanti pun Ayah enggak akan mengakui dia." Jawab Pak Tomi yang langsung bicara blak-blakan begitu saja.Anjar menggelengkan kepalanya, tak percaya jika Ayahnya tega berbicara seperti itu, untungnya dia hanya datang sendiri, jadi anak dan istrinya tidak perlu tahu apa yang bara saja ia dengar."Apa Ayah tetap mau menggantikan Rani dengan Ghea?" Tanya Anjar, ia tahu cuma Ghea kandidat kuat yang dipilih oleh Ayahny
"Ghea, loe kenapa sih tiba-tiba ngejauhin gue kayak gini?" Tanya David, yang merasa bingung dengan sikap Ghea baru-baru ini."David inget ya, kita enggak ada hubungan sama sekali, jadi gue mohon jangan hubungi gue lagi!" Jawab Ghea mengingatkan David agar tidak menghubunginya lagi.David langsung geram mendengarnya, ia lalu meminta penjelasan dari Ghea."Salah gue sama loe apa? Bukankah sebelumnya hubungan kita baik-baik saja? Dan sekarang loe tiba-tiba saja ngehindar dan enggak mau kenal lagi sama gue maksudnya apa coba?" "Kita enggak ada hubungan apa-apa David, apalagi hubungan spesial seperti sepasang kekasih, harusnya loe tahu itu!" Elak Ghea."Loe gila ya, enggak ada hubungan gimana? Kita udah sering tinggal bersama bahkan tidur di kasur yang sama, loe bilang enggak ada hubungan spesial sama sekali?" Cecar David yang tetap tidak terima dengan keputusan dari Ghea."Udahlah David, kita kan udah dewasa, apa yang terjadi sebelumnya atas dasar sama-sama butuh tanpa di dasari rasa suk
Rani yang sedang sibuk membuat kue bersama Mbok Suti sontak mengalihkan perhatiannya ketika mendengar ponselnya berdering. Terpaksa dia harus meninggalkan pekerjaannya lebih dulu untuk melihat notifikasi apa yang masuk ke ponselnya.Tak lama kemudian, bibir Rani menerbitkan sebuah senyuman setelah membaca beberapa pesan dari pelanggan barunya. Hari ini adalah hari pertama Rani membuka toko online-nya, dan sudah ada 3 orang pelanggan yang memesan kuenya. Sebisa mungkin Rani akan menyelesaikan kuenya hari ini juga, dan mengantarkannya tepat di hari pelanggan itu memesan pesanan kuenya.Rani menaruh ponselnya ke tempat semula, lantas melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Mbok Suti yang sedang mengaduk adonan baru ikut tersenyum ketika melihat raut wajah bahagia Rani yang sudah lama tidak dia lihat. Ternyata, Rani tidak selemah yang dia pikirkan. "Mbok, yang ini kue ulang tahun, ya?" tanya Rani memastikan."Iya, Non. Itu belum dikasih note, soalnya takut acak-acakkan kalau Mbok yang
Rani dengan wajah seriusnya duduk di depan laptop untuk mengedit bagian-bagian penting yang akan dia perlukan untuk kebutuhan toko online-nya. Usulan Mbok Suti tadi pagi berhasil membuka pikiran Rani mengenai bisnis kue yang akan dia jalankan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Bakat masak yang Rani dan Mbok Suti miliki bisa menjadi ladang penghasilan untuk mereka selama beberapa bulan ke depan. Walaupun masih ada cukup uang yang ada dalam tabungan Rani, tapi dia tidak bisa langsung menggantungkan hidupnya dari sana. Rani harus punya pekerjaan sampingan agar hidupnya tidak terlalu memprihatinkan.Meski pun Bu Ana berjanji selalu mendukung keputusannya dan juga akan memberikan biaya untuknya dan Tasya tetapi, Rani tidak mau terlalu bergantung pada Ibu mertuanya itu.Lain dengan Rani, saat ini Mbok Suti tengah belanja ke swalayan untuk membeli bahan-bahan kue yang akan dia dan Rani buat nanti malam. Rani akan membutuhkan beberapa kue untuk dia foto dan akan dia pasang di banner iklan
Helaan napas tak berhenti keluar dari mulut Adit yang sedari tadi tengah mondar-mandir di depan kamarnya. Pintu kamar yang dibiarkan terbuka membuat Ghea bisa melihat tingkah suaminya dari dalam. Bukannya mencoba menenangkan, Ghea justru malah sibuk bersantai ria di atas kasur dengan secangkir coklat panas di atas nakas.Adit berdecak kasar, mengacak rambutnya frustrasi karena dia masih merasa dengan kepergian Rani. Rani pergi tanpa sepengetahuannya. Bahkan Mbok Suti pun dikabarkan ikut dengan Rani dan Tasya entah ke mana.Ghea memutar bola matanya malas, lantas beranjak dari tempat tidur dan menghampiri Adit yang sedang dilema. Meskipun Ghea tak suka melihat Adit yang masih terlihat mengkhawatirkan Rani, tapi dia tidak peduli.Setidaknya Adit dan Rani sudah berpisah meski belum resmi, dan kini hanya dialah satu-satunya istri yang Adit miliki."Mas, kamu nggak bosan dari tadi mondar-mandir terus?" tanya Ghea, lalu memeluk Adit dari belakang agar suaminya itu menghentikan kegiatan ta
“Silakan saja kalau Ayah tidak percaya jika Tasya cucu Ayah. Saya merasa sangat kecewa sekali. Saya tau jika hubungan saya dan mas Adit juga tidak mendapatkan restu ayah tadinya. Saya juga tahu jika kami sudah melakukan kesalahan. Tetapi, saya tidak pernah berhubungan dengan lelaki lain,” kata Rani. Selama ini wanita itu sudah cukup diam. Kali ini ia tidak akan diam saja mendengar hinaan dari Ayah mertuanya itu. Bu Ana sendiri merasa sangat kaget karena baru kali ini mendengar Rani bersuara seperti ini. Selama ini wanita itu lebih banyak diam dan mengalah. “Ibu percaya kepada kamu, Rani. Baiklah, kita akan menunggu dua bulan lagi. Jika memang anak dalam kandungan Ghea itu anak Adit, kita akan mencari jalan keluar. Ibu tidak mau Adit dan Rani berpisah. Tetapi, jika terbukti anak itu bukan anak Adit maka Ibu tidak akan membiarkan penipuan ini berlangsung lama,” kata Bu Ana dengan tegas.**Terik matahari membuat peluh keringat di dahi Rani semakin bertambah banyak. Kulit putih dan mu
Adit tersentak mendengar perkataan Rani.“Cerai? Tidak! Aku tidak mau. Kamu harus mendengarkan dulu penjelasanku. Aku dan Ghea itu ....” Adit pun menceritakan semua yang terjadi di malam itu. Tanpa ada yang ia kurangi sama sekali.“Demi Allah ... Aku nggak pernah sadar kalo aku meniduri Ghea.”“Awalnya ga sadar, tapi setelah itu kamu pasti sering melakukannya, bukan? Jawab dengan jujur!”Adit terdiam, apa yang dikatakan oleh Rani benar. Awalnya mungkin ia tidak sadar, tetapi bukankah setelah itu dia dan Ghea juga menikmati hubungan mereka?“Kamu ngga bisa jawab, kan? Itu karena memang kamu sudah bermain api, Mas!”“Aku ....” “Ceraikan aku!”BRAK!"Tidak, Ibu tidak mau kalian bercerai! Aduh!" Rani dan Adit tersentak. Keduanya menoleh, ternyata Bu Ana tanpa sengaja mendengarkan semua percakapan mereka. Dengan cepat, Adit menghampiri Ibunya yang sedang memegangi dadanya. Dengan cepat Adit segera memanggil perawat, sehingga Bu Ana dengan cepat ditangani oleh dokter. Untung serangan ja
“A-apa maksudnya ini. Mas, kenapa Ghea ....” Rani benar-benar tidak mengerti dengan kehadiran Ghea. Terakhir kali bertemu di Lombok beberapa bulan lalu, perut Ghea masih rata. Tapi sekarang ....“Tanyakan saja kepada suami kita. Dia yang sudah menghamili aku dan kami sudah menikah siri tujuh bulan yang lalu. Sekarang aku sedang hamil tujuh bulan,” kata Ghea dengan lantang. Bu Ana segera menghampiri Ghea dan langsung menampar perempuan itu dengan kesal. “Jangan kurang ajar kamu! Anakku tidak mungkin menikahi kamu,” kata Bu Ana. “Apa yang Ibuku katakan benar. Adikku nggak mungkin menikah dengan kamu, Ghea,” sahut Anjar membenarkan. “Ayah kalian sendiri yang menjadi saksi pernikahan kami.” JLEB!Seketika ingatan Bu Ana dan Rani melayang di saat Adit dan Pak Tomy pergi berdua saja. Bu Ana langsung memicingkan mata dan menatap PakTomy.“Keterlaluan kamu, Yah!” seru Bu Ana.“Ghea sudah hamil karena perbuatan Adit, mana bisa aku tinggal diam. Jadi, aku mengizinkan Adit menikah lagi. La
“Apa rumah baru kamu sudah siap untuk ditempati, Dit?” tanya Bu Ana pagi itu. Adit menganggukkan kepalanya. Saat ini dia sangat bingung karena satu bulan lagi dia harus menepati janji kepada Ghea. Sebulan lagi, kandungan Ghea berusia 7 bulan. Adit sama sekali tidak tahu jika sebenarnya kandungan Ghea sudah berusia 8 bulan lebih, bahkan HPL Ghea hanya tinggal 2 minggu lagi. Sementara kandungan Rani baru 4 bulan. Dan lusa seharusnya Adit harus memberi kejutan untuk Rani. Dia akan membawa Rani ke rumah baru mereka dan semua itu sudah dipersiapkan.Dan pada hari itu, sesuai rencana Adit membawa Rani ke sebuah hotel berbintang. Mereka menitipkan Tasya kepada Bu Ana. Adit sudah menyewa suite room selama beberapa hari."Berapa lama kita di sini,Mas?""Kamu mau sebulan juga tidak masalah, Ran. Aku masih bisa membayar kamar hotel ini untukmu selama setahun," kata Adit membuat Rani mencebikkan bibirnya."Aku mempunyai kejutan lain untukmu sayang. Jadi, jangan banyak bertanya lagi. Kamu hanya
“Gimana hasilnya, Ran?” tanya Bu Ana. Rani keluar dari kamar mandi dan memperlihatkan hasil tespacknya kepada Bu Ana. “Tasya mau punya adik, Bu,” jawab Rani dengan gembira. Dan Bu Ana pun segera memeluk Rani dengan erat. Ia merasa sangat senang sekali jika memiliki cucu lagi.“Kita ke Dokter aja nanti sore waktu Adit pulang supaya kondisi bayimu bisa langsung diketahui oleh dokter,” kata Bu Ana. “Baik, Bu,” jawab Rani. Wanita itu hanya menganggukkan kepalanya dengan lesu. Bu Ana yang melihat hal itu pun segera mengerutkan dahinya. “Kamu nggak seneng dengan kehamilan kamu ini, Rani?” tanya Bu Ana. “Bukan itu, Bu. Tapi, aku merasa sedikit khawatir dengan Tasya. Dia kan masih kecil, bagaimana jika nanti dia kekurangan kasih sayang, Bu?” Rani berkata lirih. Bukannya dia tidak bersyukur dengan apa yang diberikan oleh Allah kepadanya, tapi, ia hanya takut tidak bisa menjadi orang tua yang baik buat anak-anak mereka.Bu Ana tersenyum mendengar perkataan menantunya itu. Dia sangat me
Ghea hanya menatap Rani dengan tajam. Tetapi, dia tidak peduli dan terus melanjutkan makannya di sana bersama dengan Rani dan Adit. Wanita itu tidak peduli sekali pun Rani terlihat tidak suka. “Kamu sampai kapan di sini?” tanya Rani. “Suka-suka aku dong. Mungkin aku nanti akan menunggu pacar aku datang menyusul ke sini atau mungkin juga akan pulang. Aku kan ke sini untuk berlibur. Aku yakin kamu baru kali ini kan liburan begini?” kata Ghea kurang ajar.“Ya, aku baru pertama kali liburan. Semua ini karena kebaikan ibu mertuaku,” jawab Rani percaya diri. Rani tau jika Ghea sengaja mengatakan itu karena ingin menghina dirinya. Tetapi, Rani tidak akan membiarkannya.Pada akhirnya karena Adit tidak mau perselingkuhannya terbongkar, ia memilih untuk segera pulang. “Padahal, jadwalnya kan masih dua hari lagi, Mas. Aku belum sempat ke ke Rinjani, loh,” kata Rani. “Kapan-kapan kita akan ke sini lagi, Sayang.” Dan, Adit pun pulang bersama Rani dua hari setelah kedatangan Ghea. Setelah ham