Chapter 11 Di sebuah ruangan beberapa orang sedang bercanda ria. "Nak Fernando, sekarang sudah saatnya kita memikirkan di mana lokasi acara pernikahan kalian akan dilaksanakan. Dan soal undangan, telah ibu suruh seseorang untuk mengurusnya. Undangan kita tidak terlalu banyak, hanya beberapa saudara dan orang penting saja." Ucapan Bu Maya, ia adalah ibunda dari Anggia. "Namun meskipun begitu, acara harus tetap terlihat mewah dan berjalan meriah. oleh karena itu lokasi yang kita perlukan juga harus dipertimbangkan dengan baik. Bagaimanapun kita harus membuat para tamu undangan terkesima dengan kemewahan acara resepsi kalian." Sambung Bu Maya. "Soal tempat di mana kita akan melangsungkan resepsi, terserah ibu sama Anggia aja yang memilih. Saya menurut saja. Soal biaya, ibu tidak usah khawatir biar saya yang mengurus." Timpal Fernando. Jawaban yang dikemukakan oleh Fernando adalah sesuatu yang diharapkan Bu Maya sejak awal. "Bagaimana dengan istri tuamu itu F
Chapter 12 Terdengar suara deru mobil Fernando memasuki area rumah. Sebelumnya Melanie telah menyiapkan mental bajanya untuk menghadapi Fernando. Benar saja, begitu pintu dibuka bukanlah raut ramah tamah yang Fernando tunjukkan melainkan raut wajah yang menggambarkan emosi dan kemarahan. Sebelumnya, Melani sudah menduga bahwa hal itu akan terjadi. Fernando akan pulang dengan membawa emosi. "Melani sini kamu! Aku ingin bicara." Belum sempat Melanie menawarkan makan ataupun minum, Fernando telah mengeluarkan ucapan bernada dingin dan kaku. Seolah ia adalah raja, dan Melanie bagai hambanya. "Apa yang ingin dibicarakan? Apakah Papa tidak mau minum terlebih dahulu?" Tawar Melanie. "Tidak perlu, kedatanganku ke sini berkaitan dengan laporan ibu kemarin. Rasanya aku belum puas berbicara denganmu hanya lewat gagang telepon." Suara berat nan dingin itu meluncur dengan tanpa sedikitpun senyuman. Melanie menghela nafas panjang. "Maksudnya laporan ibu ya
Chapter 13 Fernando bangun ketika hari telah menjelang malam. Sedangkan Melanie b*do amat melihat Fernando yang menggerutu panjang tersebut. "Mengapa kamu tidak membangunkan aku haa? Si*lan kamu." M*kian Fernando menggema. "Buat apa aku membangunkan kamu, Pa? entar yang ada kamu malah marah-marah." Jawab Melanie. "Terus aja ngejawab kamu!" Bentak Fernando kasar. Melanie tidak peduli, tetap pada aktivitasnya menyusun dan memilah milih pakaian. "Tuh, kalau dibilangin diam saja seerti tidak dengar. Apa sudah budek telingamu?" Cacian dan makian kembali keluar dari mulut Fernando. Melanie berusaha sabar untuk tidak terjebak cek cok, karena tidak mau mengganggu tidur Arka yang baru saja terlelap. "Masih pura-pura tidak dengar kamu haa?" Raut muka kesal dan sorot mata tajam nampak jelas pada diri Fernando. Kali ini Melani bangun dari duduknya dan membalas tatapan tajam itu dengan lebih tajam. "Maumu apa sih, Pa? Baru bangun tidur marah-marah
Chapter 14 "Aku sudah tidak Sudi beristrikan wanita seperti kamu, Melanie." "Kalau begitu ceraikan."balas Melanie membuat Fernando tergagap. Bagaimana tidak, jawaban singkat itu terucap begitu ringan tanpa beban. "Apa? Kau bilang cerai...?"ulang Fernando. "Ya...," Melanie mengiakan. "Baik. Kau akan tunggu dalam waktu dekat." Ujar Fernando "Tapi ingat Melanie, kalau kita sudah berpisah nanti, jangan pernah kau mengatakan ingin kembali lagi padaku. Aku tidak akan pernah menerimamu. Jangan menyesal dengan ucapanmu yang terlampau berani barusan. Kau sendiri yang menginginkan kita untuk bercerai. Jadi kau bisa merasakan akibatnya." Fernando berucap dengan keras dan raut wajahnya yang sangar. Menyeramkan? Ya bagi orang-orang yang baru melihat, namun bagi Melanie, menyaksikan kelakuan dan tampang seperti itu, hanya sebuah pemandangan yang biasa-biasa saja. Terbiasa. Usai berucap demikian, Fernando berjalan dengan hentakan kasar yang khas. Pria itu
Chapter 15 Iseng, Fernando mengecek m-banking mengecek sisa uang di rekening. "Haaaaa...? Astaga...!" Fernando melongo melihat total saldo yang tersisa. "Mati aku ... Apa saja yang tadi Anggia beli? Hingga menguras uang yang sebegini banyaknya." Fernando menjitak kepalanya sendiri. Mau bertanya langsung pada Anggia namun merasa tidak enak. Kalau tidak ditanya, berkurangnya uang dalam jumlah sebanyak itu membuat Fernando merasa janggal. 'Aduh bagaimana ya, cara menanyakannya tanpa menyakiti hati Anggia.' 'Kalau begini terus menerus, uang akan habis dengan cepat.' Batin Fernando. "Melamun, Mas?" Teguran Anggia yang baru saja tiba. "Eeh, Kamu sudah kembali, Sayang." Untuk sementara, Fernando menyembunyikan pertanyaan mengenai saldo uang yang tersisa. "Pasti mikirin si Melanie, ya?"Anggia menduga. "Ah tidak, buat apa memikirkan dia. Sekarang tidak ada waktunya untuk memikirkan orang lain diluar kehidupan kita. Yang Mas fokuskan seka
Chapter 16 "Apa...? Kamu ngaku-ngaku calon adik maduku?" Di ujung sana Melanie pura-pura terkejut. "Iya. Mengapa memangnya? Kamu terkejut? Sudah pasti lah. Hahaa...!" Anggia terkekeh. "Oh... Jadi ponsel Fernando sama kamu? Berada di tangan wanita ganjen kayak kamu?" Balas Melanie. "Hei jangan sembarangan bicara Melanie. D*sar wanita B*rik. Bilang saja kalau kamu sedang merasakan sensasi sakit hati luar biasa kan di telepon sama sang calon adik madumu yang cantik ini. Salahmu sendiri mengapa mengabaikan suami. Jangan salahkan dia memilih aku yang akan segera menggantikan posisimu sebagai istri. Oh iya satu lagi, yang patut kamu ketahui. Kau tahu, bukan hanya ponselnya saja berada ditanganku. Bahkan sekarang, Fernando sendiri sedang menikmati waktu tidur sama aku. Hayoo..., kamu mau bilang apa? Enak nggak rasanya diselingkuhin?" Anggia memancing emosi Melanie. Kembali Anggia berucap bangga, seolah merasa unggul di sebuah pertandingan. "Kamu bangga ditiduri
'Sok kuat nih orang. Bisa-bisanya dia bicara begitu. Bergaya tidak membutuhkan Fernando. Tuut.. Tuut.. Tuut... Anggia memutuskan telepon dengan muka masam... 'wanita si*lan,' Anggia membanting ponsel tersebut ke sofa.*** Sedangkan di kediaman Melanie, Wanita itu nampak tersenyum puas. "Salah siapa nekat menghubungiku? Dia yang menghubungi, dia sendiri yang mematikan panggilan dengan tiba-tiba. Aneh, menggangu malamku saja" Gumam Melanie. 'Huuh, dia pikir aku akan sakit hati atau tidak bisa berbuat apa-apa dengan perselingkuhannya bersama Fernando? Sorry, aku tidak selemah itu." Gumam Melanie. 'Bersenang-senanglah kalian sekarang, tapi malam besok kalian akan menerima sedikit pelajaran. Tunggu saja!" Batin Melanie. Melanie kembali meletakkan ponsel. Malam jam berlalu, Melanie pun terlelap dalam tidurnya. Hingga terdengar samar-samar ada suara yang memanggil-manggil dirinya dari luar rumah. Melani melirik jam ya
Chapter 18 Obrolan-obrolan tidak menentu, yang tentu saja mengundang bir*hi, mengiringi pergelutan mereka. Sampai tiba-tiba, Gedubrak... Dengan sangat tiba-tiba pintu kamar terbuka. Beberapa orang berseragam di sana. Aktivitas Fernando dan Anggia terhenti seketika. Keduanya kaget bukan kepalang. Beragam pertanyaan diajukan oleh para petugas berseragam tersebut. Namun naas, mereka tidak bisa menunjukan kartu identitas hubungan suami istri mereka. Karena memang mereka tidak memilikinya. "Bawa dia ke kantor polisi!" Perintah seorang di antara mereka yang sepertinya adalah pemimpin penggerebekan itu. Keduanya dibawa ke kantor polisi fengan paksa.*** Bu Risa yang mendengar berita anaknya di gerebek karena tidur bersama wanita yang bukan istrinya di sebuah hotel, mendadak bingung. "Aku akan menebus anakku. Kami bisa malu kalau berita ini sampai tersebar kemana-mana.Tapi uang darimana ya?" Bu Risa berpikir. "Ah bukannya aku m
Chapter 26 "Bu, aku berangkat dulu," Pamit Fernando. "Ya, semoga lekas mendapatkan pekerjaan yang layak, Nak!" Bu Risa berucap dengan hati mengharap. "Amin, doain ajah, Bu. Aku sudah bosan mencari pekerjaan via online. Tidak pernah diterima. Mending kucari secara langsung saja" Fernando segera meraih tas hitam berisi beberapa berkas penting sebagai persyaratan untuk melamar kerja. Mobil Fernando melaju meninggalkan rumah. "Tidak kusangka hidupku akan berubah dalam waktu yang lebih cepat. Fernando, tenangkan hatimu. Kamu pasti akan mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik daripada sebelumnya. Dasar itu si Pak Surya, kesombongannya keterlaluan," Sepanjang perjalanan Fernando menggerutu. Setelah beberapa saat, Fernando mengarahkan mobilnya ke dalam suatu area perkantoran perusahaan yang bergerak di bidang industri pangan. "Maaf Pak, ada maksud apa kemari ya?" Tanya satpam yang berjaga. "Kelihatannya Bapak bukan pegawai di sini?" Lanjut satp
Chapter 25 "Bagaimana Fernando? Apakah kau masih diterima di perusahaan itu?" Tanya Bu Risa. "Fernando akan cari pekerjaan di tempat lain aja Bu." Jawab Fernando. "Lhoo...? kok gitu?" Bu Risa mengernyitkan dahi. "Ya gitu aja Bu. Udah ah Fernando capek," Fernando melangkah ke tempat peristirahatan. tanpa mengganti pakaian kerja atau mandi terlebih dahulu, Fernando menghempaskan tubuhnya ke sofa. Terpuruk dalam pandangan yang menatap jauh ke luar jendela, dengan lamunan yang melanglang buana. Ditengah lamunannya. Bayangan Melanie kembali datang menyelip ke sela-sela hatinya. "Mengapa Melanie terlihat begitu cantik? Mengapa dulu tatkala ia masih bersamaku ia terlihat begitu lusuh? Setan apa yang menguasaiku sehingga kembali mengingat sosok Melanie?"*** Dari toilet, Melanie berjalan linglung. Kedua tangannya berpegangan pada dinding. Pemandangan itu membuat suaminya khawatir. "Kenapa, Ma?" Lelaki yang telah berpakaian rapi dengan paka
Chapter 24 Fernando berlalu dari tempat pusat perbelanjaan itu dengan muka bersemu merah. Tapi ia masih merasa patut untuk bersyukur, untung tidak dijerat tuntutan hukum atas tindakan sembrononya tadi. Cuma sebatas diberi peringatan saja. "Rupanya Melanie sudah menikah? Ah lelaki yang tadi itu? Mengapa justru dia lebih tampan? Atau mereka hanya berpura-purasaja? Hanya ingin membuat hatiku panas?" tebak Fernando. Sebenarnya Fernando menuai rasa malu yang begitu besar akibat pertemuan dengan Melanie dan suami barunya yang sama sekali tidak terduga-duga. Ada rasa rendah diri, ada rasa kalah, ada juga rasa minder pada kenyataan itu. Namun, untuk mengakuinya secara langsung, rasa gengsilah yang menyiksa. Masih terbayang dengan amat jelas sosok lelaki yang merupakan suami Melanie tadi. Postur tubuh yang bahkan lebih dari cukup untuk bisa dikatakan tampan dan gagah. Ditambah lagi dengan penampilan yang bisa dipastikan jika laki-laki itu cukup mapan. Semu
Chapter 23 "Ini pasti ada sesuatu yang tidak beres," "Apa ada seseorang yang menyebar fitnah? Tapi siapa?" Fernando tidak habis pikir. "Ah sepertinya aku harus datang langsung ke kantor untuk mengecek video apa yang dimaksud mereka?" Fernando memasukkan ponsel ke dalam tas yang biasa menemaninya ke mana-mana. "Mau ke mana lagi kamu?" Tanya Bu Risa. "Mau ke kantor." Jawab Fernando pendek. "Apa kamu sudah diterima bekerja kembali di sana?" "Entahlah." "Lhaa, kalau kamu masih belum tahu kenapa pergi ke kantor jam segini?" Fernando mulai geram dengan banyaknya rentetan pertanyaan dari mulut sang ibu. "Datang ke sana untuk bertanya Bu, kalau aku cuma diam dirumah saja mana tahu aku. Ah ibu terlalu cerewet. Bosan aku mendengarnya." Fernando menggerutu. Bu Risa geleng-geleng kepala melihat aksi Fernando. Mobil yang dikendarai oleh Fernando meluncur menuju ke perusahaan dimana selama ini ia bekerja. Di tengah perjalanan, Fer
"Aku ingin melihat dengan jelas jikalau rumah ini memang telah berubah kepemilikan menjadi milik Bapak," ucap Fernando. "Ya oke, tidak masalah. Tunggu di sini sebentar." Laki-laki itu beranjak dari duduknya. Sepeninggal laki-laki itu terlihat Topan dan istrinya memandang tak suka kepada Fernando. "Kamu bagaimana, Fer? mau menipu atau ingin mempermainkan kami? Kok tiba-tiba masalahnya jadi ribet kayak gini?" Topan kesal. "Iya Mas. Kita udah lama nunggu. Udah capek-capek juga datang ke sini eh tahu-tahunya rumah yang jadi tujuan nggak jelas," timpal Mona. "Maaf, ini pasti cuma salah paham. Tidak mungkin Melanie berani menjual rumah ini tanpa sepengetahuanku." Ujar Fernando menenangkan. Tidak lama kemudian lelaki tadi kembali datang dengan menenteng map di tangannya. "Ini Pak, Bapak boleh lihat sertifikat asli rumah ini." Lelaki tersebut membuka map dan menyodorkan sebuah sertifikat yang jelas-jelas saja membuat Fernando terkejut. "Ya amp
Fernando sejenak mengabaikan pertanyaan Topan. Perhatiannya hanya terpaut pada lelaki asing yang kini ada di rumah itu. "Anda siapa, Pak?" Tanya Fernando. "Maaf sebelumnya, sepatutnya aku yang bertanya Anda yang siapa?" "Aku pemilik rumah ini? Lalu bapak ini?" Fernando menaikkan dagu. "Aku pindah sejak beberapa bulan yang lalu. Dan tentu saja aku pemilik baru di sini," Jawab laki-laki tersebut. "Apa iya? Tidak usah bicara ngawur! Sama siapa Bapak mendapatkan hak milik. Toh pemilik sah rumah ini adalah aku," timpal Fernando, "Hahaa... Sepertinya obrolan kamu agak kurang nyambung. Kok bisa mengaku-ngaku jadi pemilik rumah ini?" Lelaki asing tersebut nampak terkekeh lucu. Fernando mendadak merasa di rendahkan dengan ucapan lelaki yang sama sekali belum ia kenal tersebut. "Ngomong apa Anda ini? Atau bapak yang mengalami gangguan jiwa?" Balas Fernando. Mukanya mulai merah padam. Rupanya sifat mudah marah masih begitu melekat pada sosok Fer
chapter 20 Tidak tidak terasa ada setetes dua tetes buliran bening yang keluar dari sudut mata Fernando tanpa mampu untuk ia hentikan. Fernando membutuhkan waktu barang beberapa menit untuk menenangkan kembali hatinya. Sengaja mobil ia hentikan ke pinggiran jalan. Fernando meregangkan tangan berharap bisa mengembalikan rasa rileks. "Anggia, Anggia. Begitu teganya kau," kembali bayangan Anggia bersama laki-laki tampan dan gagah yang tadi bersamanya mengganggu pikiran Fernando. "Wanita itu...! Aaaaah... Uangku sudah banyak habis karenanya. Tapi sekarang dia meninggalkan aku demi laki-laki lain. Tidak ada otak." Untuk mengusir rasa jenuh nya Fernando memainkan ponsel Android, Melihat beranda beranda di beberapa fitur aplikasi media sosial. Matanya terpaku pada sebuah postingan. Postingan dari temannya sendiri. Sebuah postingan yang sedang mencari rumah sewa. Tiba-tiba Fernando memiliki ide. "Bagaimana kalau kukontrakan saja r
chapter 19 Beberapa lama mendekam di jeruji besi, Fernando akhirnya keluar juga. "Syukurlah akhirnya kau terbebas dari penjara. Untuk sementara waktu tinggallah di rumah ibu. Tenangkan otakmu dulu." Saran Bu Risa. "Bagaimana kabar rumah Fernando,Bu? Adakah Ibu melihat-lihat?" "Rumahmu baik-baik saja. Tenang saja, kan si Melanie busuk itu sudah ku usir secara paksa dari sana. Ibu suruh dia angkat kaki dengan segera tanpa membawa apapun. Hahaa... Dia tidak akan menjadi pemusing kepalamu lagi," Bu Risa berujar bangga. "Habis dia gak sopan banget, gara-gara dia kamu mendekam dalam penjara. dia kira aku membiarkannya begitu saja untuk tetap tinggal di rumah yang kau beli dengan uang sendiri. terlalu kecil pikiran tuh anak." "Dia wanita sombong, berani menggugat cerai kamu." Bu Risa nampak bersungut-sungut. "Tidak usah peduliin dia, Bu! Syukurlah kalau dia sudah angkat kaki." Seru Fernando. "Ngomong-ngomong, kemana mereka pergi?" "Ibu nggak tah
Chapter 18 Obrolan-obrolan tidak menentu, yang tentu saja mengundang bir*hi, mengiringi pergelutan mereka. Sampai tiba-tiba, Gedubrak... Dengan sangat tiba-tiba pintu kamar terbuka. Beberapa orang berseragam di sana. Aktivitas Fernando dan Anggia terhenti seketika. Keduanya kaget bukan kepalang. Beragam pertanyaan diajukan oleh para petugas berseragam tersebut. Namun naas, mereka tidak bisa menunjukan kartu identitas hubungan suami istri mereka. Karena memang mereka tidak memilikinya. "Bawa dia ke kantor polisi!" Perintah seorang di antara mereka yang sepertinya adalah pemimpin penggerebekan itu. Keduanya dibawa ke kantor polisi fengan paksa.*** Bu Risa yang mendengar berita anaknya di gerebek karena tidur bersama wanita yang bukan istrinya di sebuah hotel, mendadak bingung. "Aku akan menebus anakku. Kami bisa malu kalau berita ini sampai tersebar kemana-mana.Tapi uang darimana ya?" Bu Risa berpikir. "Ah bukannya aku m