Waktunya belanja bulanan. Kali ini Vero tidak sendirian, meski Stefany tak bisa menemaninya. Selain asisten andalan beserta nona muda tercinta laki-laki itu, Justine dan Siti turut ikut serta memeriahkan perburuan Vero. Misinya sudah dilengkapi dengan daftar panjang kebutuhan si kembar lengkap dengan pesanan Nyonya Besar Husodo.
“Bini lo juga ngasih ginian nggak?!” Vero membuka gulungan kertas ditangannya hingga terbuka menyentuh lantai supermarket.
“Clara udah canggih.. Di sini!”
Vero berdecih kala Justine menggoyangkan ponsel.
“Daftar ala tradisional gitu udah nggak jaman ya, Ver! Fungsi HP canggih lo, dibuat apaan!"
“Mas Ver!” Siti menghadang. Wanita muda itu merentangkan tangannya menahan tubuh Vero yang hendak maju, :jangan terprovokasi omongan Mas Jasjus!” Ucapnya membuat Vero mengernyitkan alisnya.
“Apa sih! Gue mau liat doang. Gue kepo apa yang bininya tulus, Sitay!&rd
"Mami udah bobo?!"Vero melipat tangannya, memperhatikan tiga manusia berbeda usia berada di atas ranjang dengan keadaan berbeda. Stefany yang terlelap di pinggiran ranjang tampak memunggungi Mian dan Jessen. Dua anak mereka masih terjaga, namun tak membuat keributan."Untung dikepung guling. Jadi nggak mungkin ngegelundung." Sebenarnya tanpa adanya pelindung yang melingkari anak-anaknya, kembar identik tersebut juga tak akan mungkin bisa terjatuh. Selain menangis, yang dapat mereka lakukan hanya menggerakan tangan dan kaki ke atas."Wait twins.. Papi kiss mama dulu baru main sama kalian ya?!"Mengerjap berarti boleh kan?!— monolog Vero menanti persetujuan Jessen dan Mian. Menggemaskan.. Vero selalu suka ketika bulu-bulu lentik di mata si kembar bergoyang. "Papi loves you, all! Tapi nggak sebanyak ke Mami sih." Ia terkekeh sebelum melempar ciuman jarak jauh. Sekesal-kesalnya dengan kelak
Ucapan selamat tidak berhenti datang semenjak Vero melangkahkan kakinya masuk melewati lobby perusahaan. Ia tak merasa pernah menggumumkan kelahiran putra-putranya. Cuti yang ia ajukan bahkan tidak menyangkut persoalan persalinan Stefany. Lantas dari mana para karyawannya tahu?!Mungkinkah dari unggahan media sosial saudara-saudaranya?!Bisa jadi sih!!Ngomong-ngomong soal pameran memamerkan, Vero sebagai orang tua belum mengunggah satupun wajah putranya. Laki-laki itu berencana menjual potret kedua jagoannya pada salah satu TV Swasta. Jika dipikir-pikir hal tersebut merupakan suatu keuntungan yang dapat menambah pundi-pundi rekening pribadinya."Anjir! Muka anak gue di blur nggak yak?!" Bisa rugi besar. Tahu begini ini, ia melakukan briefing di grup keluarga sebelum mereka menjenguk Stefany kemarin. Vero yakin ini kelakuan Opanya. Selain sang daddy, pria yang juga sangat mencintainya itu sangat excited dengan kelahiran cucu buy
Vero mematung dengan mulut sedikit terbuka. Suara bayi yang ia dengar dari pengeras suara ponselnya ternyata merupakan rekaman belaka. Vero menemukan empat orang dewasa saling ber-tos-ria di ruang tamu rumahnya. Sial! Ia ditipu mentah-mentah."Gue bilang apaan! Langsung balik kan nih bocah! Gue sama Cla yang menang!" Seru Justine girang. Pria itu menengadahkan, telapak tangannya berujar meminta Stefany dan sepupunya untuk membayar uang taruhan. “Dua setengah juta seorang!” senyum tengilnya membakar emosi jiwa dalam diri Vero.Gila!! Ia seperti orang sinting berteriak agar Daddny-nya menginjak pedal gas sedalam mungkin. Dan mereka malah melakukan transaksi gelap untuk menipunya. Tega sekali manusia-manusia laknat ini— minus Stefany ya.. Ia tidak akan menyematkan panggilan keji itu pada wanita yang telah melahirkan dua anak mereka. “Norak lo semua..” Vero benar-benar tak habis pikir dengan gaya bercandaan keempatnya yang kampungan.
Mischa melihat jam di pergelangan tangannya. Sebuah arloji yang terus dirinya simpan sejak diberikan oleh si pemberi.Senyumnya mengembang— bukan untuk mengingat gerangan yang menabung uang pribadinya agar bisa membelikannya hadiah atas jerih payah sendiri, melainkan mensyukuri jika ia pernah merasakan dicintai dengan tulus, diperjuangkan seperti caranya kini memperjuangkan penggantinya.Melalui Stefany, Mischa belajar banyak tentang arti sebuah ketulusan.Seperti sekarang contohnya. Menunggu sosok yang berhasil membuatnya melepaskan nama Stefany seutuhnya dibawah guyuran hujan Kota Jakarta. Sudah satu setengah jam Mischa berdiri di antara payung yang melindunginya. Setiap menanti Vallery yang mengatakan tengah menghabiskan waktu bersama kekasih baru gadis itu.Menyedihkan.. Statusnya yang jelas-jelas mengantongi restu kakak dan kedua orang tua gadis itu, kalah terhadap laki-laki baru yang seminggu mendekati sang pujaan hati.Mischa meninggik
Stefany memukul-mukul kepalanya. Wanita itu berjalan mondar-mandir di depan pintu apartemen yang baru saja Vero tutup. Demi hubungannya yang pernah berjalan selama bertahun-tahun dengan Mischa, Ia sangat mengenal laki-laki itu. Mischa bukanlah seseorang yang bisa melakukan tindakan melebihi batas seharusnya. Mantan kekasihnya itu selalu mengontrol dirinya dengan baik. Paling banter, kenakalan yang mereka lakukan tak lebih dari berciuman. “Ini kenapa malah kita keluar?!” Sentak Vallery. Vero menyeretnya meninggalkan kamar setelah sepuluh menit menunggu percintaan pasangan tanpa ikatan yang kunjung menghentikan aktivitas mereka di dalam kamar mandi. “Harusnya kita gebrakin pintunya. Kita.. Kita.” Mereka harus apa?! Memisahkan keduanya?! “Pi.. Vallery di ena-ena Mischa, Papi! Adik kita!” gemas Stefany. Suaminya hanya duduk mengemper di atas lantai apartemen, persis seperti gembel anyaran. Gaya
“Pi.. Ngerasa nggak sih, kalau ada yang kelupaan?!”Vero memajukan bibirnya, berpikir sembari memainkan bagian tak bertulang dibawahnya.Kelupaan?!Perasaan Vero tidak meninggalkan apapun di apartemen. Mereka bahkan memastikan Vallery pulang bersama Mischa. Mensterilkan unit dari kemungkinan terjadinya shooting layar yang tercekal season dua.“Mami, bisa bantu Papi mikir?! Papi lagi fokus nyetir. Nabrak nanti kalau disuruh multitasking.”Semua orang tentu memiliki kekurangan, salah satunya Vero. Ia malah jika diminta ini itu dalam waktu yang sama. Terlebih di saat perasaannya tak kunjung membaik setelah adiknya bersedia dinikahi oleh Mischa.Karma sepertinya.. Ia dan daddy-nya pernah membuat kesalahan yang sama dan kini adik sekaligus anak merekalah yang diminta alam untuk membayar kelakuan mereka.Vero berdecih.. Malika yang mereka jaga sekuat tenaga, kebobolan juga
Vero harus merasakan tempelengan di pagi harinya setelah tanpa sadar ember di mulut istrinya bocor. Istrinya seperti keran yang rusak dan sayangnya air itu tumpah ruah ke dalam bak penampungan mommy-nya.Wajah Vero bergerak ke kanan dan kiri, mengikuti tamparan yang bersarang di pipinya. Ia pasrah. Meski Mian dan Jessen sekarang dalam keadaan baik-baik saja, ia tak dapat memungkiri jika anak-anaknya sempat hilang semalam.“Kok bisa Bang?!” Wanita yang belum lama menyandang panggilan Oma tersebut mengulangi pertanyaannya berulang kali. “Kalian pasti ena-ena kan?! JAWAB MOMMY!”Mischa membuang muka ke samping. Air liurnya sulit sekali untuk ditelan. Setelah kemarin menganiaya dirinya, Vero juga mendapatkan hal serupa. Bedanya tuduhan yang dilayangkan memecut diri asisten Vero itu. Ialah yang bersalah dan Vero mendapatkan getah akibat ulahnya.“Maafin Abang Mommy!”“Astaga!” Mellia mend
Mischa berada di tempat persembunyiannya. Ia sedari tadi menunggu keluarnya Vallery, menanti kapan gadis itu melangkahkan kaki melewati gerbang yang menutupi seluruh tubuhnya. Jika tidak salah, Sekolah Menengah tingkat Atas milik salah satu sahabat Vero itu melarang pihak Taksi Online memasuki kawasan dalamnya. Mau tidak mau, pengguna jasa pada canggihnya era digital sekarang ini memang mengharuskan pemesannya keluar. Memasuki jasa antar tersebut melalui batas yang ditentukan.Mischa tahu jika dirinya bodoh. Selain memesan jasa angkutan online dari startup yang sedang berkembang pesat, bisa saja wanita yang telah ia ambil kegadisannya dengan jalur mufakat itu pulang bersama kekasihnya yang lain. Bukan tidak mungkin. Makhluk egois satu ini adalah Vallery Husodo. Wanita paling tak berperasaan yang pernah Mischa temui seumur hidupnya.“Itu dia..” gumam Mischa pelan. Untung saja Vallery memilih opsi kedua. Kemarahan yang Mischa tahan sejak pagi menemui redamnya walau sedikit. Mischa kelua
Blitz kamera para wartawan langsung bermunculan menyambut kedatangan tiga keluarga besar yang memasuki ballroom hotel milik salah satunya. Para wartawan seakan berlomba untuk mengambil gambar dari tempat mereka. Mengabadikan sebanyak-banyaknya momen langka yang baru saja tercipta.Husodo, Darmawan dan Dirgantara– Ketiga nama itu terlalu besar untuk dilewatkan. Kapan lagi mereka bisa menangkap dalam satu acara yang memang ditujukan untuk ketiganya.Malam ini, pesta akbar digelar untuk memperkenalkan pasangan muda yang resmi bergabung pada ketiganya. Memamerkan ikatan erat yang terjalin tidak hanya sebagai rekanan semata, melainkan sebagai keluarga besar utuh yang kelak tak dapat dipisahkan oleh apapun– termasuk itu maut. Katakanlah, Husodo pemenang dari segalanya. Keluarga bertamengkan baja berlapiskan emas tersebut mendapatkan menantu spektakuler– berasalkan putri-putri yang kekayaannya bahkan sebanding dengan milik mereka. Ini merupakan durian runtuh yang nilainya tidak terkira mesk
“Anak kesayangan Papa, mentang-mentang udah jadi bagian Husodo nggak pernah sekali-kalinya nengokin!” Melihat Princess berada di ruang keluarga rumahnya– Justine yang baru saja pulang dari kantor langsung melancarkan sindiran keras. Sebagai ayah, hatinya terluka. Putrinya seakan lupa jika dia memiliki orang tua setelah menikah. Jujur Justin kecewa, tapi dirinya juga tak dapat melakukan apa-apa. Jika saja bisa– Justine ingin protes. Menggerakkan massa untuk demo besar-besaran di depan rumah Vero. Berorasi agar Keluarga Husodo mau mengembalikan putri kesayangannya. Terdengar gila memang– Namun begitulah adanya. Justine ingin membuat keributan supaya putrinya di depak dan kembali padanya. Ia belum siap kehilangan Princess. Rasanya baru kemarin putrinya terlahir ke dunia.Seharusnya Justine telah terbiasa dengan alpanya Princess dari kehidupannya. Hampir empat tahun lamanya Princess tinggal memisahkan diri, memilih apartemen sebagai tempat bernaung. Namun kini kasusnya berbeda. Raga dan
“Jesseeeen!! Musuh bebuyutan gue!!” Mian berjalan cepat, ia menangkap pergelangan tangan Princess. “You are a pregnant woman! Nggak usah lari-lari. Jessen nggak akan kemana-mana!” Peringat Mian dengan wajahnya yang memerah.“Sorry..” Lirih Princess– menyesal karena tak mengingat keadaannya. “Thank you for reminding me, Buy.”“It’s okay. Jangan diulangi. Sini gandengan aja turunnya.” Mian menyatukan tangan mereka dalam genggaman. Ia tidak bisa memarahi Princess karena istrinya terlalu excited setelah bangun tidur. Ketika pertama kali membuka mata– Princess mencari-cari adiknya. Mungkin efek pemberitaan yang Oma Buyutnya sampaikan. Semalam Princess dan Marchellia diantarkan langsung oleh Marchellino. Keduanya terlelap begitu damai, sampai-sampai tak terusik pada pergerakannya dengan Jessen yang memindahkan tubuh mereka.“Sarapan Ces.. Papi denger kamu hari ini ada jadwal bimbingan? Isi tenaga dulu.” Ucap Vero sembari memindahkan sayuran ke piring Marchellia, “harus dimakan. Untuk keseh
Sudah diputuskan, lima persen saham Darmawan diakuisisi oleh Husodo. Saham itu diberikan secara khusus beratasnamakan Jessen Husodo sebagai pemilik saham yang sah. Saham tersebut didapatkan dari milik Ardira Darmawan yang mempunyai lebih dari dua puluh persen saham di perusahaan suaminya. Meski berita resmi dan berkas perpindahan belum diselesaikan secara legal– keluarga besar Darmawan telah mengetahui bergulirnya saham tersebut ke tangan Jessen. “Pilihan yang sangat baik Bu Dira.. Saya mengapresiasi pengorbanan Ibu untuk cucu-cucu kita.” Ucap Mellia. Michell yang mengantarkan Mamanya, memainkan kaki. Mamanya sedang diberikan lawan yang tangguh dalam bermain peran kehidupan. Baru kali ini Michell melihat Mamanya kalah selain dari Mami istri kakaknya.“Di keluarga Darmawan pantang hukumnya menceraikan atau diceraikan oleh pasangan, Merlliana Haryo. Sesuatu yang dipersatukan Tuhan, tidak sepantasnya dipisahkan manusia. Terlebih dalam kasus ini, anak dan cucu saya memang keterlaluan. M
Jessen terengah. Dadanya naik turun karena napas yang tak berjalan mulus keluar dari paru-parunya. Pria muda yang melarikan diri dari jerat saudara, papi dan sahabatnya tersebut mendudukan diri pada sebuah pohon besar dipinggir lapangan bola. Jessen merasa telah berlari sangat jauh, jadi kemungkinan untuk ditangkap sangatlah tipis.“Tega bener mereka,” hela Jessen sembari meluruskan kaki-kakinya. Kepalanya mengadah, bersandar pada batang pohon dengan mata terpejam.Tidak.. Jessen tak mau pernikahannya hancur. Sekuat hati ia memaklumi tingkah Papi dan Abang Marchellia. Menahan letupan amarah yang kadang singgah karena perkataan menjatuhkan mereka. Ia tidak ingin usahanya sia-sia.Jessen sendiri bukannya tidak mengetahui jika kata-kata sinis yang kerap kali ditujukan padanya merupakan bentuk ketidaksukaan mereka. Jessen mengetahuinya. Ia juga memiliki perasaan sama seperti kebanyakan orang. Terlebih mereka menunjukkannya tanpa aling-aling— tidak ditutup-tutupi atau diperhalus. Mereka m
“Kedainya masih lurus lagi Pi. Belokan pertama ke kanan,” Mian memberikan arahan kepada Vero. Mereka berniat untuk menjemput Jessen setelah mengetahui keberadaan anak itu dari balasan pesan Dodit.“Ini kalian seriusan kenapa kalau cari basecamp ngumpul! Nggak habis thinking Papi.” Omel Vero. Ia mengenal baik lingkungan yang sedang mereka lalui. Vero sendiri tidak akan pernah melupakan jalanan menuju indekos yang sempat ia tinggali. “Ini area kos-kosan, Yan! Papi belum pernah liat kedai bintang lima juga di area ini.”“Nggak ada yang namanya kedai berbintang, Papi. Ini warung yang sempet Papi liat pas VCall-an sama Jess.” Terang Mian agar Vero tidak salah paham kemana tujuan mereka yang sebenarnya. Papinya yang kasta bangsawan tidak boleh terkejut karena itu akan menggagalkan misi mereka untuk ke rumah Opa Ray.“Kalian kebanyakan ngumpul sama di Dodit, Dodit itu! Begini jadinya.” Vero melirik gerbang rumah berlantai dua di sisi kanan yang baru saja ia lewati. Pria itu tersenyum, ‘kosan
Usai memberikan bagiannya dalam melampiaskan emosi pada dosennya, Jessen keluar dari ruang kerja Chello. Ia sudah cukup puas menginjak-injak dua telur sang dosen menggunakan sol sepatunya. Setelahnya Jessen menyerahkan semua kepada mertua dan kakak iparnya. Terserah mereka ingin melakukan apa, setidaknya Jessen telah berusaha melindungi Marchellia semampu yang ia bisa.“Balik?”“Princess?” Jessen menjawab Mian dengan pertanyaan lain. Jika mereka pulang sebelum para wanita sampai di rumah, saudara kembarnya bisa mendapat masalah. Jessen tidak ingin hal tersebut terjadi. Mian hari ini banyak menunjukan sisi terhebatnya sebagai seorang kakak— dan Jessen berharap tidak menyulitkan posisi Mian walau hanya sesaat.“Bisa gue chat biar langsung pulang naik Taksi. Gue yakin dia nggak bakalan marah.” Ucap Mian seperti tahu apa yang memberatkan diri Jessen. “Cepetan! Gue males liat komuk mertua sama abang ipar lo, Jes!! Mumpung mereka masih sibuk sama Pak Wisnu.” Seloroh Mian mengajak agar Jesse
Menuruti permintaan Audi Mahendra untuk menyantap makanan yang wanita itu sajikan, telah Jessen lakukan bersama dua pengikut sekte aliran gelapnya. Siapa sangka Mian dan Princess mau diajak ikut serta menyatroni meja makan rumah orang lain. Ya, walau tidak sepenuhnya orang lain karena rumah Marchello Darmawan merupakan salah satu Opa Princess, tapi hebatnya wanita galak Mian rela dibangunkan secara paksa dengan iming-iming traktiran mie instan di Kedai Pelangi. Murahan memang istrinya Mian– Jessen saja dibuat tidak percaya pada awalnya jika makanan seharga sembilan ribuan lengkap dengan telur bisa membuat wanita itu luluh.Lupakan perihal Princess dan mie instan idamannya, kini saatnya Jessen berbicara serius dengan para lelaki di keluarga Darmawan. Ia ingin masalahnya cepat selesai dan manusia lancang yang menjadikan istrinya fantasi liar segera diangkut dan mendapatkan karma atas perbuatan beraninya.“Pi,” Jessen menyambangi Chello di ruang keluarga. Ia menghabiskan makanan lebih d
Jantung Vero berdetak sangat cepat ketika melihat menantu keduanya berlarian menuruni tangga rumah. Demi Tuhan! Jika terjadi sesuatu pada Princess sesungguhnya keluarga Darmawan itu– seluruh manusia bernama belakang Husodo mungkin akan di-bumi hanguskan untuk selama-lamanya. Trah keluarga mereka dipastikan mengalami kepunahan total. Kejadian buruk harus segera Vero cegah.. Sesegera mungkin! “Acheeellll!!! Jangan lari-larian! Jalan aja, Chell!” Teriak Vero dengan tetap menjaga pita suaranya agar tak terdengar membentak. Runyam dunia persilatan kalau si Tuan Putri tersinggung. Jet lee bisa berubah jadi personel boyband nanti.“Papi, Ecen mana?! Ini.. Papi Achell telepon. Dia mau ngomong sama Ecen.” Sulit juga jika memiliki nama panggilan yang sama. Bagaimana nanti jika mereka tengah berada di acara kumpul keluarga besar dan Marchellia hanya memanggil dengan sebutan Papi. Besok-besok, untuk menantu selanjutnya Vero akan meminta Jemima mencarikan besan yang julukannya Bapak, Daddy atau