Stefany memukul-mukul kepalanya. Wanita itu berjalan mondar-mandir di depan pintu apartemen yang baru saja Vero tutup.
Demi hubungannya yang pernah berjalan selama bertahun-tahun dengan Mischa, Ia sangat mengenal laki-laki itu.
Mischa bukanlah seseorang yang bisa melakukan tindakan melebihi batas seharusnya. Mantan kekasihnya itu selalu mengontrol dirinya dengan baik. Paling banter, kenakalan yang mereka lakukan tak lebih dari berciuman.
“Ini kenapa malah kita keluar?!” Sentak Vallery.
Vero menyeretnya meninggalkan kamar setelah sepuluh menit menunggu percintaan pasangan tanpa ikatan yang kunjung menghentikan aktivitas mereka di dalam kamar mandi.
“Harusnya kita gebrakin pintunya. Kita.. Kita.”
Mereka harus apa?!
Memisahkan keduanya?!
“Pi.. Vallery di ena-ena Mischa, Papi! Adik kita!” gemas Stefany. Suaminya hanya duduk mengemper di atas lantai apartemen, persis seperti gembel anyaran. Gaya
“Pi.. Ngerasa nggak sih, kalau ada yang kelupaan?!”Vero memajukan bibirnya, berpikir sembari memainkan bagian tak bertulang dibawahnya.Kelupaan?!Perasaan Vero tidak meninggalkan apapun di apartemen. Mereka bahkan memastikan Vallery pulang bersama Mischa. Mensterilkan unit dari kemungkinan terjadinya shooting layar yang tercekal season dua.“Mami, bisa bantu Papi mikir?! Papi lagi fokus nyetir. Nabrak nanti kalau disuruh multitasking.”Semua orang tentu memiliki kekurangan, salah satunya Vero. Ia malah jika diminta ini itu dalam waktu yang sama. Terlebih di saat perasaannya tak kunjung membaik setelah adiknya bersedia dinikahi oleh Mischa.Karma sepertinya.. Ia dan daddy-nya pernah membuat kesalahan yang sama dan kini adik sekaligus anak merekalah yang diminta alam untuk membayar kelakuan mereka.Vero berdecih.. Malika yang mereka jaga sekuat tenaga, kebobolan juga
Vero harus merasakan tempelengan di pagi harinya setelah tanpa sadar ember di mulut istrinya bocor. Istrinya seperti keran yang rusak dan sayangnya air itu tumpah ruah ke dalam bak penampungan mommy-nya.Wajah Vero bergerak ke kanan dan kiri, mengikuti tamparan yang bersarang di pipinya. Ia pasrah. Meski Mian dan Jessen sekarang dalam keadaan baik-baik saja, ia tak dapat memungkiri jika anak-anaknya sempat hilang semalam.“Kok bisa Bang?!” Wanita yang belum lama menyandang panggilan Oma tersebut mengulangi pertanyaannya berulang kali. “Kalian pasti ena-ena kan?! JAWAB MOMMY!”Mischa membuang muka ke samping. Air liurnya sulit sekali untuk ditelan. Setelah kemarin menganiaya dirinya, Vero juga mendapatkan hal serupa. Bedanya tuduhan yang dilayangkan memecut diri asisten Vero itu. Ialah yang bersalah dan Vero mendapatkan getah akibat ulahnya.“Maafin Abang Mommy!”“Astaga!” Mellia mend
Mischa berada di tempat persembunyiannya. Ia sedari tadi menunggu keluarnya Vallery, menanti kapan gadis itu melangkahkan kaki melewati gerbang yang menutupi seluruh tubuhnya. Jika tidak salah, Sekolah Menengah tingkat Atas milik salah satu sahabat Vero itu melarang pihak Taksi Online memasuki kawasan dalamnya. Mau tidak mau, pengguna jasa pada canggihnya era digital sekarang ini memang mengharuskan pemesannya keluar. Memasuki jasa antar tersebut melalui batas yang ditentukan.Mischa tahu jika dirinya bodoh. Selain memesan jasa angkutan online dari startup yang sedang berkembang pesat, bisa saja wanita yang telah ia ambil kegadisannya dengan jalur mufakat itu pulang bersama kekasihnya yang lain. Bukan tidak mungkin. Makhluk egois satu ini adalah Vallery Husodo. Wanita paling tak berperasaan yang pernah Mischa temui seumur hidupnya.“Itu dia..” gumam Mischa pelan. Untung saja Vallery memilih opsi kedua. Kemarahan yang Mischa tahan sejak pagi menemui redamnya walau sedikit. Mischa kelua
Vero menggaruk kulit rambut di depan telinganya. Pria itu tidak tahu harus melakukan apa ketika tanpa sebuah pemberitahuan Mischa menerobos masuk ke dalam kamarnya. Beruntung ia dan Stefany tidak sedang mencicil pembuatan penerus klub kesebelasan baru. Istri cantiknya itu masih palang merah internasional. Dapat dijamah namun tak bisa dirasakan kelembabannya.Ngomong-ngomong soal penyusup kurang ajar yang memasuki kamarnya tanpa tata cara berkunjung dengan baik dan benar, laki-laki itu bertingkah aneh sekali.Menurut Vero..Stefany tak dapat memberikan penilaian karena wanita cantik kesayangan Vero tersebut tengah dibuai mimpi indah disiang bolong. Efek memiliki pasukan kembar membuatnya mudah terserang virus lelah yang tak berkesudahan.“Ini belom lebaran Mis.. Ngapain pake sungkem segala?” Kalaupun masa kejayaan Umat Islam itu sudah hadir sekalipun, rasanya terlalu berlebihan jika Mischa sampai berlutut dibawah kakinya.Wa
Berita dicabutnya cuti tak terhormat penerus yang menjabat sebagai Wakil Direktur Husodo sudah diterima cukup baik oleh para karyawan perusahaan tersebut. Sebenarnya ada atau tidaknya pria itu, tak menjadi polemik di tubuh kantor berlantai dua lima belas tersebut.Sosoknya mungkin kerap memenangkan beberapa tender kelas kakap, namun kehadirannya tak banyak berpengaruh pada bawahannya. Maka untuk itu, Karyawan Husodo bersikap anyep dengan kabar tersebut. Hanya satu orang saja dengan status pegawai buangan baru yang menanti-nanti kedatangan si sulung.Siapa lagi jika bukan mantan asisten pribadinya— Mischa. Pria itu bersikeras tetap datang ke kantor meski ultimatum pemecatannya telah disuarakan selantang terompet Sangkakala. Mischa sengaja menebalkan wajahnya. Tak peduli pada larangan Sang Nyonya Besar yang katanya merasa tertipu akan penampilan polosnya sebagai laki-laki.Mischa memang diizinkan menikahi putri salah satu Konglomerat Indone
“Masuk, enggak?!”“Masuk aja apa ya?” Vero masih setia berdiri di depan pintu kamarnya. Pria itu sedang bermonolog— menimbang-nimbang apakah dirinya harus memutar knop pintu untuk memasuki kamarnya atau tidak.“Apa nggak usah?” Ia melepaskan genggaman tangannya pada gagang pintu.Vero mengacak rambutnya— merasa frustasi dengan keadaan yang selalu saja tak pernah membuat hidupnya tenang.Dua hari lalu, setelah melihat adik tercintanya menikah, hari-harinya mendadak menjadi sangat suram. Karena kelakuan Omnya yang menggagalkan aksi dukanya, Vero jadi kesal sendiri.Ia sampai tak sedang jika dirinya tengah membawa Jessen. Anak itu terlempar begitu saja ke atas permadani. Memang dasarnya Jessen saja yang jago sekali acting, anak itu berlagak kejang-kejang sampai dilarikan ke rumah sakit..Keluarganya Justine..Heboh!Rumahnya langsung mendadak menjadi pasar kaget. Mommy
Vero menguap cukup lebar. Ia mengangkat tangan, merenggangkan otot-otot tubuhnya. Pria itu bersyukur, dari semua miliknya yang dibakar habis— masih ada satu bokser yang tidak ia sayang-sayang amat terselamatkan. Lumayan lah dibandingkan tidak ada sama sekali dapat ia perjuangkan. Membeli kembali pun, pasti akan menimbulkan bencana tak berkesudahan nanti. So, Vero bertahan saja dengan satu yang ada.“Baby.. Akan Babang jaga kamu sepenuh jiwa. Tinggal kamu yang tersisa, jadi mari kita lebih berhati-hati lagi sama penjahat-jahat itu ya..” ujarnya sembari membelai ujung bokser yang dikenakan.Tenang saja, Stefany sudah merelakan kenyataan jika cintanya memang terbagi. Katanya lebih baik bersaing dengan benda keramat dibanding wanita-wanita tidak tahu malu di luaran sana. Sebuah perandaian yang Vero gunakan agar ia bisa diterima secara sukarela untuk mendiami kamar mereka semalam.“Mulut Daddy gue nurun banget deh.. Mam
“Yang kamu ke kantor deh.. Butuh healing nih aku!"‘Healing matamu!’ sentak Stefany galak.Wanita itu mengacakkan lengannya dipinggang, menatap layar kamera yang ia sandarkan di kaleng biskuit kesukaannya. Vero mungkin membutuhkan hiburan tapi dirinya jelas akan kelabakan jika menuruti permintaan konyo suaminya.Bayangkan saja betapa merepotkannya pergi membawa dua kurcaci mereka. Bukan perkara mudah ya, menaik turunkan anak-anak ke dalam mobil. Belum lagi kalau tiba-tiba saja Mian atau Jessen rewel di perjalanan— yang ada dirinya gila sendiri.“Kamu.. Tega..” Vero membuang mukanya sedetik sebelum kembali melihat kamera ponselnya. “Ayolah Mami… Tinggal aja si kembar ke Sitai.. Kasih dia duit, pasti mau!” Manusia mana memang yang tidak menginginkan uang tambahan?! Siti Si penggila herta pastilah dengan sukarela menerima job tambahan.“Stok asi di freezer kan bany
Blitz kamera para wartawan langsung bermunculan menyambut kedatangan tiga keluarga besar yang memasuki ballroom hotel milik salah satunya. Para wartawan seakan berlomba untuk mengambil gambar dari tempat mereka. Mengabadikan sebanyak-banyaknya momen langka yang baru saja tercipta.Husodo, Darmawan dan Dirgantara– Ketiga nama itu terlalu besar untuk dilewatkan. Kapan lagi mereka bisa menangkap dalam satu acara yang memang ditujukan untuk ketiganya.Malam ini, pesta akbar digelar untuk memperkenalkan pasangan muda yang resmi bergabung pada ketiganya. Memamerkan ikatan erat yang terjalin tidak hanya sebagai rekanan semata, melainkan sebagai keluarga besar utuh yang kelak tak dapat dipisahkan oleh apapun– termasuk itu maut. Katakanlah, Husodo pemenang dari segalanya. Keluarga bertamengkan baja berlapiskan emas tersebut mendapatkan menantu spektakuler– berasalkan putri-putri yang kekayaannya bahkan sebanding dengan milik mereka. Ini merupakan durian runtuh yang nilainya tidak terkira mesk
“Anak kesayangan Papa, mentang-mentang udah jadi bagian Husodo nggak pernah sekali-kalinya nengokin!” Melihat Princess berada di ruang keluarga rumahnya– Justine yang baru saja pulang dari kantor langsung melancarkan sindiran keras. Sebagai ayah, hatinya terluka. Putrinya seakan lupa jika dia memiliki orang tua setelah menikah. Jujur Justin kecewa, tapi dirinya juga tak dapat melakukan apa-apa. Jika saja bisa– Justine ingin protes. Menggerakkan massa untuk demo besar-besaran di depan rumah Vero. Berorasi agar Keluarga Husodo mau mengembalikan putri kesayangannya. Terdengar gila memang– Namun begitulah adanya. Justine ingin membuat keributan supaya putrinya di depak dan kembali padanya. Ia belum siap kehilangan Princess. Rasanya baru kemarin putrinya terlahir ke dunia.Seharusnya Justine telah terbiasa dengan alpanya Princess dari kehidupannya. Hampir empat tahun lamanya Princess tinggal memisahkan diri, memilih apartemen sebagai tempat bernaung. Namun kini kasusnya berbeda. Raga dan
“Jesseeeen!! Musuh bebuyutan gue!!” Mian berjalan cepat, ia menangkap pergelangan tangan Princess. “You are a pregnant woman! Nggak usah lari-lari. Jessen nggak akan kemana-mana!” Peringat Mian dengan wajahnya yang memerah.“Sorry..” Lirih Princess– menyesal karena tak mengingat keadaannya. “Thank you for reminding me, Buy.”“It’s okay. Jangan diulangi. Sini gandengan aja turunnya.” Mian menyatukan tangan mereka dalam genggaman. Ia tidak bisa memarahi Princess karena istrinya terlalu excited setelah bangun tidur. Ketika pertama kali membuka mata– Princess mencari-cari adiknya. Mungkin efek pemberitaan yang Oma Buyutnya sampaikan. Semalam Princess dan Marchellia diantarkan langsung oleh Marchellino. Keduanya terlelap begitu damai, sampai-sampai tak terusik pada pergerakannya dengan Jessen yang memindahkan tubuh mereka.“Sarapan Ces.. Papi denger kamu hari ini ada jadwal bimbingan? Isi tenaga dulu.” Ucap Vero sembari memindahkan sayuran ke piring Marchellia, “harus dimakan. Untuk keseh
Sudah diputuskan, lima persen saham Darmawan diakuisisi oleh Husodo. Saham itu diberikan secara khusus beratasnamakan Jessen Husodo sebagai pemilik saham yang sah. Saham tersebut didapatkan dari milik Ardira Darmawan yang mempunyai lebih dari dua puluh persen saham di perusahaan suaminya. Meski berita resmi dan berkas perpindahan belum diselesaikan secara legal– keluarga besar Darmawan telah mengetahui bergulirnya saham tersebut ke tangan Jessen. “Pilihan yang sangat baik Bu Dira.. Saya mengapresiasi pengorbanan Ibu untuk cucu-cucu kita.” Ucap Mellia. Michell yang mengantarkan Mamanya, memainkan kaki. Mamanya sedang diberikan lawan yang tangguh dalam bermain peran kehidupan. Baru kali ini Michell melihat Mamanya kalah selain dari Mami istri kakaknya.“Di keluarga Darmawan pantang hukumnya menceraikan atau diceraikan oleh pasangan, Merlliana Haryo. Sesuatu yang dipersatukan Tuhan, tidak sepantasnya dipisahkan manusia. Terlebih dalam kasus ini, anak dan cucu saya memang keterlaluan. M
Jessen terengah. Dadanya naik turun karena napas yang tak berjalan mulus keluar dari paru-parunya. Pria muda yang melarikan diri dari jerat saudara, papi dan sahabatnya tersebut mendudukan diri pada sebuah pohon besar dipinggir lapangan bola. Jessen merasa telah berlari sangat jauh, jadi kemungkinan untuk ditangkap sangatlah tipis.“Tega bener mereka,” hela Jessen sembari meluruskan kaki-kakinya. Kepalanya mengadah, bersandar pada batang pohon dengan mata terpejam.Tidak.. Jessen tak mau pernikahannya hancur. Sekuat hati ia memaklumi tingkah Papi dan Abang Marchellia. Menahan letupan amarah yang kadang singgah karena perkataan menjatuhkan mereka. Ia tidak ingin usahanya sia-sia.Jessen sendiri bukannya tidak mengetahui jika kata-kata sinis yang kerap kali ditujukan padanya merupakan bentuk ketidaksukaan mereka. Jessen mengetahuinya. Ia juga memiliki perasaan sama seperti kebanyakan orang. Terlebih mereka menunjukkannya tanpa aling-aling— tidak ditutup-tutupi atau diperhalus. Mereka m
“Kedainya masih lurus lagi Pi. Belokan pertama ke kanan,” Mian memberikan arahan kepada Vero. Mereka berniat untuk menjemput Jessen setelah mengetahui keberadaan anak itu dari balasan pesan Dodit.“Ini kalian seriusan kenapa kalau cari basecamp ngumpul! Nggak habis thinking Papi.” Omel Vero. Ia mengenal baik lingkungan yang sedang mereka lalui. Vero sendiri tidak akan pernah melupakan jalanan menuju indekos yang sempat ia tinggali. “Ini area kos-kosan, Yan! Papi belum pernah liat kedai bintang lima juga di area ini.”“Nggak ada yang namanya kedai berbintang, Papi. Ini warung yang sempet Papi liat pas VCall-an sama Jess.” Terang Mian agar Vero tidak salah paham kemana tujuan mereka yang sebenarnya. Papinya yang kasta bangsawan tidak boleh terkejut karena itu akan menggagalkan misi mereka untuk ke rumah Opa Ray.“Kalian kebanyakan ngumpul sama di Dodit, Dodit itu! Begini jadinya.” Vero melirik gerbang rumah berlantai dua di sisi kanan yang baru saja ia lewati. Pria itu tersenyum, ‘kosan
Usai memberikan bagiannya dalam melampiaskan emosi pada dosennya, Jessen keluar dari ruang kerja Chello. Ia sudah cukup puas menginjak-injak dua telur sang dosen menggunakan sol sepatunya. Setelahnya Jessen menyerahkan semua kepada mertua dan kakak iparnya. Terserah mereka ingin melakukan apa, setidaknya Jessen telah berusaha melindungi Marchellia semampu yang ia bisa.“Balik?”“Princess?” Jessen menjawab Mian dengan pertanyaan lain. Jika mereka pulang sebelum para wanita sampai di rumah, saudara kembarnya bisa mendapat masalah. Jessen tidak ingin hal tersebut terjadi. Mian hari ini banyak menunjukan sisi terhebatnya sebagai seorang kakak— dan Jessen berharap tidak menyulitkan posisi Mian walau hanya sesaat.“Bisa gue chat biar langsung pulang naik Taksi. Gue yakin dia nggak bakalan marah.” Ucap Mian seperti tahu apa yang memberatkan diri Jessen. “Cepetan! Gue males liat komuk mertua sama abang ipar lo, Jes!! Mumpung mereka masih sibuk sama Pak Wisnu.” Seloroh Mian mengajak agar Jesse
Menuruti permintaan Audi Mahendra untuk menyantap makanan yang wanita itu sajikan, telah Jessen lakukan bersama dua pengikut sekte aliran gelapnya. Siapa sangka Mian dan Princess mau diajak ikut serta menyatroni meja makan rumah orang lain. Ya, walau tidak sepenuhnya orang lain karena rumah Marchello Darmawan merupakan salah satu Opa Princess, tapi hebatnya wanita galak Mian rela dibangunkan secara paksa dengan iming-iming traktiran mie instan di Kedai Pelangi. Murahan memang istrinya Mian– Jessen saja dibuat tidak percaya pada awalnya jika makanan seharga sembilan ribuan lengkap dengan telur bisa membuat wanita itu luluh.Lupakan perihal Princess dan mie instan idamannya, kini saatnya Jessen berbicara serius dengan para lelaki di keluarga Darmawan. Ia ingin masalahnya cepat selesai dan manusia lancang yang menjadikan istrinya fantasi liar segera diangkut dan mendapatkan karma atas perbuatan beraninya.“Pi,” Jessen menyambangi Chello di ruang keluarga. Ia menghabiskan makanan lebih d
Jantung Vero berdetak sangat cepat ketika melihat menantu keduanya berlarian menuruni tangga rumah. Demi Tuhan! Jika terjadi sesuatu pada Princess sesungguhnya keluarga Darmawan itu– seluruh manusia bernama belakang Husodo mungkin akan di-bumi hanguskan untuk selama-lamanya. Trah keluarga mereka dipastikan mengalami kepunahan total. Kejadian buruk harus segera Vero cegah.. Sesegera mungkin! “Acheeellll!!! Jangan lari-larian! Jalan aja, Chell!” Teriak Vero dengan tetap menjaga pita suaranya agar tak terdengar membentak. Runyam dunia persilatan kalau si Tuan Putri tersinggung. Jet lee bisa berubah jadi personel boyband nanti.“Papi, Ecen mana?! Ini.. Papi Achell telepon. Dia mau ngomong sama Ecen.” Sulit juga jika memiliki nama panggilan yang sama. Bagaimana nanti jika mereka tengah berada di acara kumpul keluarga besar dan Marchellia hanya memanggil dengan sebutan Papi. Besok-besok, untuk menantu selanjutnya Vero akan meminta Jemima mencarikan besan yang julukannya Bapak, Daddy atau