Berita dicabutnya cuti tak terhormat penerus yang menjabat sebagai Wakil Direktur Husodo sudah diterima cukup baik oleh para karyawan perusahaan tersebut. Sebenarnya ada atau tidaknya pria itu, tak menjadi polemik di tubuh kantor berlantai dua lima belas tersebut.
Sosoknya mungkin kerap memenangkan beberapa tender kelas kakap, namun kehadirannya tak banyak berpengaruh pada bawahannya. Maka untuk itu, Karyawan Husodo bersikap anyep dengan kabar tersebut. Hanya satu orang saja dengan status pegawai buangan baru yang menanti-nanti kedatangan si sulung.
Siapa lagi jika bukan mantan asisten pribadinya— Mischa. Pria itu bersikeras tetap datang ke kantor meski ultimatum pemecatannya telah disuarakan selantang terompet Sangkakala. Mischa sengaja menebalkan wajahnya. Tak peduli pada larangan Sang Nyonya Besar yang katanya merasa tertipu akan penampilan polosnya sebagai laki-laki.
Mischa memang diizinkan menikahi putri salah satu Konglomerat Indone
“Masuk, enggak?!”“Masuk aja apa ya?” Vero masih setia berdiri di depan pintu kamarnya. Pria itu sedang bermonolog— menimbang-nimbang apakah dirinya harus memutar knop pintu untuk memasuki kamarnya atau tidak.“Apa nggak usah?” Ia melepaskan genggaman tangannya pada gagang pintu.Vero mengacak rambutnya— merasa frustasi dengan keadaan yang selalu saja tak pernah membuat hidupnya tenang.Dua hari lalu, setelah melihat adik tercintanya menikah, hari-harinya mendadak menjadi sangat suram. Karena kelakuan Omnya yang menggagalkan aksi dukanya, Vero jadi kesal sendiri.Ia sampai tak sedang jika dirinya tengah membawa Jessen. Anak itu terlempar begitu saja ke atas permadani. Memang dasarnya Jessen saja yang jago sekali acting, anak itu berlagak kejang-kejang sampai dilarikan ke rumah sakit..Keluarganya Justine..Heboh!Rumahnya langsung mendadak menjadi pasar kaget. Mommy
Vero menguap cukup lebar. Ia mengangkat tangan, merenggangkan otot-otot tubuhnya. Pria itu bersyukur, dari semua miliknya yang dibakar habis— masih ada satu bokser yang tidak ia sayang-sayang amat terselamatkan. Lumayan lah dibandingkan tidak ada sama sekali dapat ia perjuangkan. Membeli kembali pun, pasti akan menimbulkan bencana tak berkesudahan nanti. So, Vero bertahan saja dengan satu yang ada.“Baby.. Akan Babang jaga kamu sepenuh jiwa. Tinggal kamu yang tersisa, jadi mari kita lebih berhati-hati lagi sama penjahat-jahat itu ya..” ujarnya sembari membelai ujung bokser yang dikenakan.Tenang saja, Stefany sudah merelakan kenyataan jika cintanya memang terbagi. Katanya lebih baik bersaing dengan benda keramat dibanding wanita-wanita tidak tahu malu di luaran sana. Sebuah perandaian yang Vero gunakan agar ia bisa diterima secara sukarela untuk mendiami kamar mereka semalam.“Mulut Daddy gue nurun banget deh.. Mam
“Yang kamu ke kantor deh.. Butuh healing nih aku!"‘Healing matamu!’ sentak Stefany galak.Wanita itu mengacakkan lengannya dipinggang, menatap layar kamera yang ia sandarkan di kaleng biskuit kesukaannya. Vero mungkin membutuhkan hiburan tapi dirinya jelas akan kelabakan jika menuruti permintaan konyo suaminya.Bayangkan saja betapa merepotkannya pergi membawa dua kurcaci mereka. Bukan perkara mudah ya, menaik turunkan anak-anak ke dalam mobil. Belum lagi kalau tiba-tiba saja Mian atau Jessen rewel di perjalanan— yang ada dirinya gila sendiri.“Kamu.. Tega..” Vero membuang mukanya sedetik sebelum kembali melihat kamera ponselnya. “Ayolah Mami… Tinggal aja si kembar ke Sitai.. Kasih dia duit, pasti mau!” Manusia mana memang yang tidak menginginkan uang tambahan?! Siti Si penggila herta pastilah dengan sukarela menerima job tambahan.“Stok asi di freezer kan bany
Jika ada yang ingin Vero enyahkan dari muka bumi, maka jawabannya adalah putri rekan bisnis yang relasinya sudah Daddy-nya coret pada daftar partner kerjasama Husodo. Gadis..Hah, salah!Wanita!Vero tidak tahu, apakah sosok yang mengenakan rok super pendek dan kemeja ketat dengan dua kancing terbuka, di bagian atasnya tersebut masih bisa mempertahankan kegadisannya atau tidak.Terdengar seperti pelecehan seksual memang jika ia menyimpulkan hal sensitif hanya berdasar penampilan seseorang. Namun sebagai makhluk sosial, Vero memiliki hak dalam berpendapat sekalipun pendapatnya terkesan mengadili tanpa tahu kenyataan yang pasti. “Tolong jangan buang waktu saya.” Vero mengangkat tangannya, membuat ujung lengan jas yang ia kenakan terangkat kala tangannya membentuk sudut siku-siku.“Sebentar lagi saya harus bertemu dengan orang penting.” Vero melirik jam yang melingkar disana. “Come on, Ver.. Kamu kayak orang lupa sama aku.. Aku pernah loh jadi pacar kamu.” “Seriously, Anda bahas ini
“Stefany tumben pagi-pagi udah dandan. Mau pergi?!”Stefany melirik Vero, ujung dagunya naik ke atas memberi kode agar Vero menggantikannya menjadi juru bicara. Pagi ini memang sungguh sangat berbeda dari biasanya. Stefany yang setiap paginya selalu menemani sarapan dengan outfit seadanya, kini tampil menawan dibalut celana jeans sobek-sobek dan kaos putih polos berlengan pendek.Gaya yang selama kuliah selalu ia kenakan hingga berhasil membuat Vero terpincut oleh pesona sederhananya. Bedanya wajah wanita itu dihiasi oleh make up tipis yang tetap kentara perbedaannya kala berpenampilan polosan.“Mau ada acara? Tapi Veronya nggak ada izin mau cuti hari ini ke Daddy. Apa belum, Bang?” timpal Ray, kali ini menyasar pada putranya.Vero menarik nafasnya dalam-dalam. Ia tahu mengapa istrinya begini. “Stef mulai sekarang ikut Abang ke kantor.” Ujarnya memberitahu jika Stefany akan mengintil layaknya perangko untuk seterusnya.“Mulai?” tanya Mellia sembari menaikkan satu alisnya ke atas.“M
“Selamat Pagi Pak, Buk.” Sapa resepsionis pada ketiganya– Vero, Stefany dan Mischa tentu saja. Siti menjadi sosok baru yang belum dua orang dibalik meja penerima tamu itu kenali setiap harinya.“Pak Mischa.. Ada kiriman paket untuk Bapak.” Ujar salah satu diantaranya.Vero berlalu begitu saja, memboyong istri dan anaknya masuk ke dalam lift. Orang nomor dua yang menggantikan posisi Mommy-nya dikursi perusahaan itu meninggalkan Mischa.“Saya?!” tanya Mischa sembari membelokkan dirinya, menghampiri dua resepsionis yang tengah bertugas. “Bukan Pak, maksud saya untuk Pak Vero.” “Isinya aman?! Sudah dicek?!” Mischa membolak-balikkan paper bag yang baru saja diletakkan ke atas meja. Sudah menjadi tugasnya menjamin keselamatan Vero.“Karena bukan berkas penting, kami sudah membukanya Pak. Bisa dipastikan ini aman. Isinya beberapa kotak makanan yang sepertinya dibuat sendiri oleh si pengirim.”“Kalian ada coba, kok bisa bilang aman?! Gimana kalau ada racunnya?!” desak Mischa menanggapi stat
“Rantai? Gear? Tromol? Udah bawa kan semuanya kan?!” Mischa tersedak air liurnya sendiri mendengar pertanyaan Vero yang duduk disampingnya. “Bu-buat apa?!” tanya-nya terbata-bata. Di kursi belakang, Stefany memutar bola matanya. Mereka saat ini secara khusus menjemput Vallery yang katanya akan langsung pergi kencan bersama pacar wanita itu. Pertanyaan Vero itu seperti mereka akan melawan gerombolan anak STM pembawa sajam. "Mau tawuran kita!" kekeh Vero, menyempatkan untuk menyisipkan selingan canda di tengah situasi panas mereka. “Mbak Valley beneran selingkuh ya, Mbak Stef?!” Stefany mengedikkan bahunya. “Tauk!” ucapnya berbarengan dengan gestur tubuh yang ia buat.“Tanyain tuh sama suaminya di depan!” timpalnya lalu mendengus. Semua laki-laki di hidupnya kecuali sang papa memang tidak ada beres-beresnya. Ada saja kelakuannya yang membuat mengelus kepala sampai lutut, kaki. “Diem dulu Sitai! Lo jangan ganggu konsentrasi kita. Mischa ntar jadi kelupaan mobil selingkuhan bininya
Vero melambai-lambaikan tangannya. Ia meneriakan nama Mischa berulang kali, “Mis! Ini gue bilang cut-nya berapa menit lagi?!” Serunya bertanya mengira jika apa yang Mischa lakukan kali ini akting belaka.Vero kira Mischa tak mungkin seserius itu menceraikan wanita yang baru beberapa hari ia nikahi. Terlebih mengingat perjuangan sang sahabat dalam menyakinkan dirinya jika ia bisa mempercayai Mischa— memberikan adiknya kepada laki-laki yang tepat.“Mis.. Mischaaa!”“Ver! Mischa serius.. Dia udah nyerah sama Valley. Aku kenal banget Mischa.” Ujar Stefany menyadarkan Vero dari keadaan yang dirinya pikir sedang di setting layaknya variety show.“What Mami?! Bilang ke Papi kalau ini nggak mungkin. Dia barusan tadi,” tangan Vero menunjuk pada posisi Mischa tadi, lalu pada dirinya sendiri seperti orang linglung, “bercandaan dia aja kan?! Ayolah Mi! Dia cinta banget sama Valley. Papi tau sendiri gimana senengnya Mischa abis ijab qobul kemaren!”Tak ada lagi yang bisa Stefany jelaskan. Mischa t
Blitz kamera para wartawan langsung bermunculan menyambut kedatangan tiga keluarga besar yang memasuki ballroom hotel milik salah satunya. Para wartawan seakan berlomba untuk mengambil gambar dari tempat mereka. Mengabadikan sebanyak-banyaknya momen langka yang baru saja tercipta.Husodo, Darmawan dan Dirgantara– Ketiga nama itu terlalu besar untuk dilewatkan. Kapan lagi mereka bisa menangkap dalam satu acara yang memang ditujukan untuk ketiganya.Malam ini, pesta akbar digelar untuk memperkenalkan pasangan muda yang resmi bergabung pada ketiganya. Memamerkan ikatan erat yang terjalin tidak hanya sebagai rekanan semata, melainkan sebagai keluarga besar utuh yang kelak tak dapat dipisahkan oleh apapun– termasuk itu maut. Katakanlah, Husodo pemenang dari segalanya. Keluarga bertamengkan baja berlapiskan emas tersebut mendapatkan menantu spektakuler– berasalkan putri-putri yang kekayaannya bahkan sebanding dengan milik mereka. Ini merupakan durian runtuh yang nilainya tidak terkira mesk
“Anak kesayangan Papa, mentang-mentang udah jadi bagian Husodo nggak pernah sekali-kalinya nengokin!” Melihat Princess berada di ruang keluarga rumahnya– Justine yang baru saja pulang dari kantor langsung melancarkan sindiran keras. Sebagai ayah, hatinya terluka. Putrinya seakan lupa jika dia memiliki orang tua setelah menikah. Jujur Justin kecewa, tapi dirinya juga tak dapat melakukan apa-apa. Jika saja bisa– Justine ingin protes. Menggerakkan massa untuk demo besar-besaran di depan rumah Vero. Berorasi agar Keluarga Husodo mau mengembalikan putri kesayangannya. Terdengar gila memang– Namun begitulah adanya. Justine ingin membuat keributan supaya putrinya di depak dan kembali padanya. Ia belum siap kehilangan Princess. Rasanya baru kemarin putrinya terlahir ke dunia.Seharusnya Justine telah terbiasa dengan alpanya Princess dari kehidupannya. Hampir empat tahun lamanya Princess tinggal memisahkan diri, memilih apartemen sebagai tempat bernaung. Namun kini kasusnya berbeda. Raga dan
“Jesseeeen!! Musuh bebuyutan gue!!” Mian berjalan cepat, ia menangkap pergelangan tangan Princess. “You are a pregnant woman! Nggak usah lari-lari. Jessen nggak akan kemana-mana!” Peringat Mian dengan wajahnya yang memerah.“Sorry..” Lirih Princess– menyesal karena tak mengingat keadaannya. “Thank you for reminding me, Buy.”“It’s okay. Jangan diulangi. Sini gandengan aja turunnya.” Mian menyatukan tangan mereka dalam genggaman. Ia tidak bisa memarahi Princess karena istrinya terlalu excited setelah bangun tidur. Ketika pertama kali membuka mata– Princess mencari-cari adiknya. Mungkin efek pemberitaan yang Oma Buyutnya sampaikan. Semalam Princess dan Marchellia diantarkan langsung oleh Marchellino. Keduanya terlelap begitu damai, sampai-sampai tak terusik pada pergerakannya dengan Jessen yang memindahkan tubuh mereka.“Sarapan Ces.. Papi denger kamu hari ini ada jadwal bimbingan? Isi tenaga dulu.” Ucap Vero sembari memindahkan sayuran ke piring Marchellia, “harus dimakan. Untuk keseh
Sudah diputuskan, lima persen saham Darmawan diakuisisi oleh Husodo. Saham itu diberikan secara khusus beratasnamakan Jessen Husodo sebagai pemilik saham yang sah. Saham tersebut didapatkan dari milik Ardira Darmawan yang mempunyai lebih dari dua puluh persen saham di perusahaan suaminya. Meski berita resmi dan berkas perpindahan belum diselesaikan secara legal– keluarga besar Darmawan telah mengetahui bergulirnya saham tersebut ke tangan Jessen. “Pilihan yang sangat baik Bu Dira.. Saya mengapresiasi pengorbanan Ibu untuk cucu-cucu kita.” Ucap Mellia. Michell yang mengantarkan Mamanya, memainkan kaki. Mamanya sedang diberikan lawan yang tangguh dalam bermain peran kehidupan. Baru kali ini Michell melihat Mamanya kalah selain dari Mami istri kakaknya.“Di keluarga Darmawan pantang hukumnya menceraikan atau diceraikan oleh pasangan, Merlliana Haryo. Sesuatu yang dipersatukan Tuhan, tidak sepantasnya dipisahkan manusia. Terlebih dalam kasus ini, anak dan cucu saya memang keterlaluan. M
Jessen terengah. Dadanya naik turun karena napas yang tak berjalan mulus keluar dari paru-parunya. Pria muda yang melarikan diri dari jerat saudara, papi dan sahabatnya tersebut mendudukan diri pada sebuah pohon besar dipinggir lapangan bola. Jessen merasa telah berlari sangat jauh, jadi kemungkinan untuk ditangkap sangatlah tipis.“Tega bener mereka,” hela Jessen sembari meluruskan kaki-kakinya. Kepalanya mengadah, bersandar pada batang pohon dengan mata terpejam.Tidak.. Jessen tak mau pernikahannya hancur. Sekuat hati ia memaklumi tingkah Papi dan Abang Marchellia. Menahan letupan amarah yang kadang singgah karena perkataan menjatuhkan mereka. Ia tidak ingin usahanya sia-sia.Jessen sendiri bukannya tidak mengetahui jika kata-kata sinis yang kerap kali ditujukan padanya merupakan bentuk ketidaksukaan mereka. Jessen mengetahuinya. Ia juga memiliki perasaan sama seperti kebanyakan orang. Terlebih mereka menunjukkannya tanpa aling-aling— tidak ditutup-tutupi atau diperhalus. Mereka m
“Kedainya masih lurus lagi Pi. Belokan pertama ke kanan,” Mian memberikan arahan kepada Vero. Mereka berniat untuk menjemput Jessen setelah mengetahui keberadaan anak itu dari balasan pesan Dodit.“Ini kalian seriusan kenapa kalau cari basecamp ngumpul! Nggak habis thinking Papi.” Omel Vero. Ia mengenal baik lingkungan yang sedang mereka lalui. Vero sendiri tidak akan pernah melupakan jalanan menuju indekos yang sempat ia tinggali. “Ini area kos-kosan, Yan! Papi belum pernah liat kedai bintang lima juga di area ini.”“Nggak ada yang namanya kedai berbintang, Papi. Ini warung yang sempet Papi liat pas VCall-an sama Jess.” Terang Mian agar Vero tidak salah paham kemana tujuan mereka yang sebenarnya. Papinya yang kasta bangsawan tidak boleh terkejut karena itu akan menggagalkan misi mereka untuk ke rumah Opa Ray.“Kalian kebanyakan ngumpul sama di Dodit, Dodit itu! Begini jadinya.” Vero melirik gerbang rumah berlantai dua di sisi kanan yang baru saja ia lewati. Pria itu tersenyum, ‘kosan
Usai memberikan bagiannya dalam melampiaskan emosi pada dosennya, Jessen keluar dari ruang kerja Chello. Ia sudah cukup puas menginjak-injak dua telur sang dosen menggunakan sol sepatunya. Setelahnya Jessen menyerahkan semua kepada mertua dan kakak iparnya. Terserah mereka ingin melakukan apa, setidaknya Jessen telah berusaha melindungi Marchellia semampu yang ia bisa.“Balik?”“Princess?” Jessen menjawab Mian dengan pertanyaan lain. Jika mereka pulang sebelum para wanita sampai di rumah, saudara kembarnya bisa mendapat masalah. Jessen tidak ingin hal tersebut terjadi. Mian hari ini banyak menunjukan sisi terhebatnya sebagai seorang kakak— dan Jessen berharap tidak menyulitkan posisi Mian walau hanya sesaat.“Bisa gue chat biar langsung pulang naik Taksi. Gue yakin dia nggak bakalan marah.” Ucap Mian seperti tahu apa yang memberatkan diri Jessen. “Cepetan! Gue males liat komuk mertua sama abang ipar lo, Jes!! Mumpung mereka masih sibuk sama Pak Wisnu.” Seloroh Mian mengajak agar Jesse
Menuruti permintaan Audi Mahendra untuk menyantap makanan yang wanita itu sajikan, telah Jessen lakukan bersama dua pengikut sekte aliran gelapnya. Siapa sangka Mian dan Princess mau diajak ikut serta menyatroni meja makan rumah orang lain. Ya, walau tidak sepenuhnya orang lain karena rumah Marchello Darmawan merupakan salah satu Opa Princess, tapi hebatnya wanita galak Mian rela dibangunkan secara paksa dengan iming-iming traktiran mie instan di Kedai Pelangi. Murahan memang istrinya Mian– Jessen saja dibuat tidak percaya pada awalnya jika makanan seharga sembilan ribuan lengkap dengan telur bisa membuat wanita itu luluh.Lupakan perihal Princess dan mie instan idamannya, kini saatnya Jessen berbicara serius dengan para lelaki di keluarga Darmawan. Ia ingin masalahnya cepat selesai dan manusia lancang yang menjadikan istrinya fantasi liar segera diangkut dan mendapatkan karma atas perbuatan beraninya.“Pi,” Jessen menyambangi Chello di ruang keluarga. Ia menghabiskan makanan lebih d
Jantung Vero berdetak sangat cepat ketika melihat menantu keduanya berlarian menuruni tangga rumah. Demi Tuhan! Jika terjadi sesuatu pada Princess sesungguhnya keluarga Darmawan itu– seluruh manusia bernama belakang Husodo mungkin akan di-bumi hanguskan untuk selama-lamanya. Trah keluarga mereka dipastikan mengalami kepunahan total. Kejadian buruk harus segera Vero cegah.. Sesegera mungkin! “Acheeellll!!! Jangan lari-larian! Jalan aja, Chell!” Teriak Vero dengan tetap menjaga pita suaranya agar tak terdengar membentak. Runyam dunia persilatan kalau si Tuan Putri tersinggung. Jet lee bisa berubah jadi personel boyband nanti.“Papi, Ecen mana?! Ini.. Papi Achell telepon. Dia mau ngomong sama Ecen.” Sulit juga jika memiliki nama panggilan yang sama. Bagaimana nanti jika mereka tengah berada di acara kumpul keluarga besar dan Marchellia hanya memanggil dengan sebutan Papi. Besok-besok, untuk menantu selanjutnya Vero akan meminta Jemima mencarikan besan yang julukannya Bapak, Daddy atau