Ketukan pintu membuat Vero meminta siapapun yang berada di luar ruangannya untuk masuk. Tanpa mengalihkan tatapan dari layar laptopnya, Vero bisa merasakan siapa orang yang mengganggunya dalam membaca berkas penting perusahaan.“Mas.. Ada telepon dari pihak kampus Mas Jessen.” Vero melepaskan genggamannya dari mouse tanpa kabel miliknya. “Kenapa Fen? Dia berantem sama kakak tingkatnya lagi? Saya nggak mau diganggu sama masalah sepele.” Ujar Vero pada Fendi yang kini telah sepenuhnya beruban.“Kasusnya beda Mas. Mas Vero harus hadir dengan pengacara terbaik kita.” Jessen dan aksi pukul-pukulan memang tidak dapat dipisahkan. Anak itu bernyali besar. Siapa saja yang membuat kesal pasti akan berakhir dengan lebam. Setahu Vero hanya sampai disana. Anak keduanya tidak pernah sampai melumpuhkan lawan sampai keterlaluan. “Sampai masuk rumah sakit? Tutup aja mulut keluarganya. Beginian aja masa kamu nggak bisa handle, Fen.” “Pelecehan seksual, Mas. Ada bukti kuat yang diberikan langsung ke
Masih segar di dalam ingatan Vero kenangan ketika istri tercintanya hamil si kembar. Dunia seakan meniupkan angin surga padanya. Terlebih kala betapa kuatnya dua janin di dalam perut istrinya bertahan di saat-saat tersulitnya yang harus keluar dari rumah untuk mencari jati diri. Belum lagi hari dimana mereka dilahirkan. Meski banyak isak tangis dan tragedi-tragedi di luar kendali, tangisan keduanya bisa meluruhkan segala lelah yang bersarang di pundaknya. Sekarang, mereka sudah besar dengan ulah-ulahnya yang meledakan kepala. Rasanya Vero ingin gila saja. Salah satu rumah sakit jiwa pasti mau menerimanya secara sukarela. “Bisa-bisanya kamu nggak bisa nahan diri, Jessen!! Cari tempat sepi kalau mau ngapa-ngapain anak orang. Jangan yang ada orang banyak apalagi CCTV-nya biar nggak ketahuan!” Vero menarik daun telinga Jessen, “udah gede masa yang begituan aja harus diajarin kamu!” “Papi! Udah berapa kali Jessen bilang. It’s was accident! Semuanya gara-gara Dodit yang nggak becus jadi p
“Mian jalanin mobilnya lagi!” Jeremian Husodo dapat menenangkan pikirannya ketika Papinya membelanya mati-matian dalam kasus pembongkaran aib yang dilakukan oleh saudara kembarnya. Taktik culas Jessen untuk menjeratnya agar ikut dinikahkan tidak berjalan sempurna. Jessen tidak membawa bukti sebagai alat sah dalam mengungkap suatu kebohongan. Jadi selagi tidak ada yang mengetahuinya, katanya terserah saja. Mereka sudah besar untuk bisa menentukan mana yang baik dan buruk.“Ini nggak adil! Kami kembar. Menikahnya juga harusnya samaan!” Setelah tidak berhasil menggunakan cara berpacaran Mian yang diduga terlewat batas, Jessen kini menggunakan kesetaraan hak asasi atas anak kembarnya. “Dikandungnya aja barengan!” “Lahirnya nggak tapi!” Diantara kedua anaknya yang berdebat Vero bergidik. Jawaban Mian yang terlewat cerdas itu membangunkan bulu romanya. “Dokter kandungannya pingsan kalau kalian barengan lewatin itunya Mami!” Sepertinya tidak hanya sang dokter yang dulunya meramalkan Jesse
“Kamu ngelamunin apa?!” Di meja bar, jari-jari Mian bahkan tidak berhenti mengetuk marmer meski gendang telinganya menangkap suara sang kekasih. Pria itu mendongak, sekedar melihat Princess-nya. “Buy..” Tegur Princess karena hanya menemukan senyum simpul. “Papi,” Mian mengambil jeda untuk berpikir– Haruskah ia memberitahukan jika Papinya telah mengetahui gaya berpacaran mereka di luar rumah? Di bangunan milik kakek muda wanitanya?- mengingat Papa sang wanita merupakan adik kembar dari calon mertua Jessen.Pikiran bodoh! Terlalu beresiko! Setiap dinding rumah yang dipijakinya pasti memiliki telinga. Belum lagi setiap kamera pengintai yang pasti terpasang di sudut-sudut ruangan. “Not in here, Buy. Soon as possible, di apart kamu aja.” Princess mendengus. Mian akan berbicara sangat panjang seperti sekarang hanya ketika laki-laki itu marah, cemburu, ada masalah dan terakhir ketika mereka berada di atas ranjang untuk bercinta. “Dasar nggak jelas kamu, Buy!” “Sampai kapan mau ngobrol d
"Mas Mian… Mbak Siti tadi udah suruh orang buat bikinin sarapan buat Mas. Sebentar ya."Siti yang tengah sibuk merangkum belanja bulanan di iPad pemberian Vero berdiri karena anak majikannya ternyata sudah rapi. "Ada kuliah pagi ya hari ini?!" Mian menggeleng. "Mau anter Incess, Mbak. Dia ada bimbingan sama dosennya. Jadi sekalian aja." Kemarin ia tidak bisa mendampingi kekasihnya karena ulah Jessen. Princess pasti akan sangat marah jika hari ini ia kembali melewatkan sesi antar jemput. "Mami, Papi sama yang lain belum bangun?" Jam yang melingkar di tangannya sudah menunjukan pukul setengah tujuh pagi, tapi meja makan masih kosong tak berpenghuni. Hidangan juga tidak tersedia di sana. "Jam enam tadi berangkat ke rumah Nyonya Besar, Mas. Bu Mell ngamuk gede kayaknya sampai nyuruh Mami Papi kesana sambil nyeret Mas Jess. Kalau Mbak Mima udah berangkat dianterin supir. Minta roti bakarnya dimasukin kotak bekal aja tadi. Katanya mau dimakan di sekolah."Pantas saja tidak ada teriakan Mi
Tempat Mian dan Jessen menempuh pendidikan mendadak geger. Seluruh staf dan mahasiswa mendadak saling melempar informasi untuk mencari kebenaran dari postingan yang diunggah oleh salah satu tenaga pengajar mereka. Rasa haus akan kebenaran langsung meledak tergantikan teriakan kekecewaan kala situs resmi buletin universitas mengeluarkan artikel resmi yang membenarkan beredarnya kamar lamaran antara dosen idola dengan mahasiswa incaran para gadis di kampus mereka. Sungguh, itu merupakan momen patah hati masal dari pihak penggemar Marchellia dan Jessen. Mereka menjadi tidak berselera untuk mengikuti proses ajar mengajar yang berlangsung hari ini. “Buy, kamu ngerasa nggak kalau fakultas kita rasanya sepi banget?” Princess baru saja selesai bertemu dengan dosen pembimbingnya untuk membahas kelanjutan bab dua yang dirinya kerjakan. “Buy!” Panggil Princess lagi dengan nada lebih keras. Astaga! Karena gagal ena-ena, Mian melancarkan aksi tutup mulut. Anak itu tadi sempat mengatakannya sete
“Boleh saya bantu membawakan paper-papernya Bu?” “Tidak usah, Pak Wisnu. Saya bisa sendiri.” Marchellia biasanya meminta salah satu mahasiswanya untuk membantunya mengumpulkan tugas mereka ke ruangan pribadinya. Marchellia tidak terlalu suka berbaur dengan kebanyakan orang. Ia memiliki kantor tersendiri, jauh dari tenaga pengajar lainnya. Itu ia lakukan demi melindungi privasi dan sikap yang dirinya coba sembunyikan dari khalayak umum. Ia yang manja– masih belum menghilang. Sifat itu mengakar dalam dirinya. Demi Jessen Marchellia rela menahan sikapnya, berpura-pura menjadi wanita dewasa. “Tidak apa-apa. Saya memaksa.” Menyerahkan lembaran-lembaran hasil jawaban mahasiswa yang dirinya ajar dua bulanan ini, Marchellia lantas berterima kasih atas tawaran Wisnu. Mereka berjalan bersisian menuju ruangannya yang terletak tak jauh dari kantor Rektor. “Bu Marchellia benar akan menikah dengan Jessen?” Marchellia tersenyum manis, kepalanya mengangguk. “Benar Pak Wisnu,” Jawabnya tidak dapa
Jessen berlarian menuju basement tempat dimana mobil para dosen dan staf fakultasnya diparkirkan. Princess menghubunginya dengan tangis yang tak bisa dikatakan biasa saja. Katanya gadis itu tidak dapat mengemudikan mobilnya karena telah membunuh Tantenya. Mendapat aduan yang segila itu, Jessen langsung menyambar salah satu kunci di rumah sang oma. Kekasihnya pasti ketakutan. “Ecen.. Eceeeen!”Jessen menerima tubuh Marchellia yang terhambur memeluknya. Gadisnya tadi berjongkok di dekat ban mobil. Ia bangun setelah melihatnya. “Ecen Mbul takut. Tante Icha mati! Ecen!” Jessen berdesis pelan, tangannya membelai punggung Marchellia. “Nggak apa-apa. Udah waktunya mungkin Tante Icha meninggal.” Ucapnya meski di dalam hati ia juga memendam ketakutan setengah mati. Bagaimana jika kekasihnya dilaporkan ke polisi?! Gadisnya tidak mungkin sanggup mendekap disana barang sedetik. Hidupnya selama ini sangat sempurna dikelili harta dan kemewahan. “Aku harus gimana?!”“Nanti aku aja yang ditahan.
Blitz kamera para wartawan langsung bermunculan menyambut kedatangan tiga keluarga besar yang memasuki ballroom hotel milik salah satunya. Para wartawan seakan berlomba untuk mengambil gambar dari tempat mereka. Mengabadikan sebanyak-banyaknya momen langka yang baru saja tercipta.Husodo, Darmawan dan Dirgantara– Ketiga nama itu terlalu besar untuk dilewatkan. Kapan lagi mereka bisa menangkap dalam satu acara yang memang ditujukan untuk ketiganya.Malam ini, pesta akbar digelar untuk memperkenalkan pasangan muda yang resmi bergabung pada ketiganya. Memamerkan ikatan erat yang terjalin tidak hanya sebagai rekanan semata, melainkan sebagai keluarga besar utuh yang kelak tak dapat dipisahkan oleh apapun– termasuk itu maut. Katakanlah, Husodo pemenang dari segalanya. Keluarga bertamengkan baja berlapiskan emas tersebut mendapatkan menantu spektakuler– berasalkan putri-putri yang kekayaannya bahkan sebanding dengan milik mereka. Ini merupakan durian runtuh yang nilainya tidak terkira mesk
“Anak kesayangan Papa, mentang-mentang udah jadi bagian Husodo nggak pernah sekali-kalinya nengokin!” Melihat Princess berada di ruang keluarga rumahnya– Justine yang baru saja pulang dari kantor langsung melancarkan sindiran keras. Sebagai ayah, hatinya terluka. Putrinya seakan lupa jika dia memiliki orang tua setelah menikah. Jujur Justin kecewa, tapi dirinya juga tak dapat melakukan apa-apa. Jika saja bisa– Justine ingin protes. Menggerakkan massa untuk demo besar-besaran di depan rumah Vero. Berorasi agar Keluarga Husodo mau mengembalikan putri kesayangannya. Terdengar gila memang– Namun begitulah adanya. Justine ingin membuat keributan supaya putrinya di depak dan kembali padanya. Ia belum siap kehilangan Princess. Rasanya baru kemarin putrinya terlahir ke dunia.Seharusnya Justine telah terbiasa dengan alpanya Princess dari kehidupannya. Hampir empat tahun lamanya Princess tinggal memisahkan diri, memilih apartemen sebagai tempat bernaung. Namun kini kasusnya berbeda. Raga dan
“Jesseeeen!! Musuh bebuyutan gue!!” Mian berjalan cepat, ia menangkap pergelangan tangan Princess. “You are a pregnant woman! Nggak usah lari-lari. Jessen nggak akan kemana-mana!” Peringat Mian dengan wajahnya yang memerah.“Sorry..” Lirih Princess– menyesal karena tak mengingat keadaannya. “Thank you for reminding me, Buy.”“It’s okay. Jangan diulangi. Sini gandengan aja turunnya.” Mian menyatukan tangan mereka dalam genggaman. Ia tidak bisa memarahi Princess karena istrinya terlalu excited setelah bangun tidur. Ketika pertama kali membuka mata– Princess mencari-cari adiknya. Mungkin efek pemberitaan yang Oma Buyutnya sampaikan. Semalam Princess dan Marchellia diantarkan langsung oleh Marchellino. Keduanya terlelap begitu damai, sampai-sampai tak terusik pada pergerakannya dengan Jessen yang memindahkan tubuh mereka.“Sarapan Ces.. Papi denger kamu hari ini ada jadwal bimbingan? Isi tenaga dulu.” Ucap Vero sembari memindahkan sayuran ke piring Marchellia, “harus dimakan. Untuk keseh
Sudah diputuskan, lima persen saham Darmawan diakuisisi oleh Husodo. Saham itu diberikan secara khusus beratasnamakan Jessen Husodo sebagai pemilik saham yang sah. Saham tersebut didapatkan dari milik Ardira Darmawan yang mempunyai lebih dari dua puluh persen saham di perusahaan suaminya. Meski berita resmi dan berkas perpindahan belum diselesaikan secara legal– keluarga besar Darmawan telah mengetahui bergulirnya saham tersebut ke tangan Jessen. “Pilihan yang sangat baik Bu Dira.. Saya mengapresiasi pengorbanan Ibu untuk cucu-cucu kita.” Ucap Mellia. Michell yang mengantarkan Mamanya, memainkan kaki. Mamanya sedang diberikan lawan yang tangguh dalam bermain peran kehidupan. Baru kali ini Michell melihat Mamanya kalah selain dari Mami istri kakaknya.“Di keluarga Darmawan pantang hukumnya menceraikan atau diceraikan oleh pasangan, Merlliana Haryo. Sesuatu yang dipersatukan Tuhan, tidak sepantasnya dipisahkan manusia. Terlebih dalam kasus ini, anak dan cucu saya memang keterlaluan. M
Jessen terengah. Dadanya naik turun karena napas yang tak berjalan mulus keluar dari paru-parunya. Pria muda yang melarikan diri dari jerat saudara, papi dan sahabatnya tersebut mendudukan diri pada sebuah pohon besar dipinggir lapangan bola. Jessen merasa telah berlari sangat jauh, jadi kemungkinan untuk ditangkap sangatlah tipis.“Tega bener mereka,” hela Jessen sembari meluruskan kaki-kakinya. Kepalanya mengadah, bersandar pada batang pohon dengan mata terpejam.Tidak.. Jessen tak mau pernikahannya hancur. Sekuat hati ia memaklumi tingkah Papi dan Abang Marchellia. Menahan letupan amarah yang kadang singgah karena perkataan menjatuhkan mereka. Ia tidak ingin usahanya sia-sia.Jessen sendiri bukannya tidak mengetahui jika kata-kata sinis yang kerap kali ditujukan padanya merupakan bentuk ketidaksukaan mereka. Jessen mengetahuinya. Ia juga memiliki perasaan sama seperti kebanyakan orang. Terlebih mereka menunjukkannya tanpa aling-aling— tidak ditutup-tutupi atau diperhalus. Mereka m
“Kedainya masih lurus lagi Pi. Belokan pertama ke kanan,” Mian memberikan arahan kepada Vero. Mereka berniat untuk menjemput Jessen setelah mengetahui keberadaan anak itu dari balasan pesan Dodit.“Ini kalian seriusan kenapa kalau cari basecamp ngumpul! Nggak habis thinking Papi.” Omel Vero. Ia mengenal baik lingkungan yang sedang mereka lalui. Vero sendiri tidak akan pernah melupakan jalanan menuju indekos yang sempat ia tinggali. “Ini area kos-kosan, Yan! Papi belum pernah liat kedai bintang lima juga di area ini.”“Nggak ada yang namanya kedai berbintang, Papi. Ini warung yang sempet Papi liat pas VCall-an sama Jess.” Terang Mian agar Vero tidak salah paham kemana tujuan mereka yang sebenarnya. Papinya yang kasta bangsawan tidak boleh terkejut karena itu akan menggagalkan misi mereka untuk ke rumah Opa Ray.“Kalian kebanyakan ngumpul sama di Dodit, Dodit itu! Begini jadinya.” Vero melirik gerbang rumah berlantai dua di sisi kanan yang baru saja ia lewati. Pria itu tersenyum, ‘kosan
Usai memberikan bagiannya dalam melampiaskan emosi pada dosennya, Jessen keluar dari ruang kerja Chello. Ia sudah cukup puas menginjak-injak dua telur sang dosen menggunakan sol sepatunya. Setelahnya Jessen menyerahkan semua kepada mertua dan kakak iparnya. Terserah mereka ingin melakukan apa, setidaknya Jessen telah berusaha melindungi Marchellia semampu yang ia bisa.“Balik?”“Princess?” Jessen menjawab Mian dengan pertanyaan lain. Jika mereka pulang sebelum para wanita sampai di rumah, saudara kembarnya bisa mendapat masalah. Jessen tidak ingin hal tersebut terjadi. Mian hari ini banyak menunjukan sisi terhebatnya sebagai seorang kakak— dan Jessen berharap tidak menyulitkan posisi Mian walau hanya sesaat.“Bisa gue chat biar langsung pulang naik Taksi. Gue yakin dia nggak bakalan marah.” Ucap Mian seperti tahu apa yang memberatkan diri Jessen. “Cepetan! Gue males liat komuk mertua sama abang ipar lo, Jes!! Mumpung mereka masih sibuk sama Pak Wisnu.” Seloroh Mian mengajak agar Jesse
Menuruti permintaan Audi Mahendra untuk menyantap makanan yang wanita itu sajikan, telah Jessen lakukan bersama dua pengikut sekte aliran gelapnya. Siapa sangka Mian dan Princess mau diajak ikut serta menyatroni meja makan rumah orang lain. Ya, walau tidak sepenuhnya orang lain karena rumah Marchello Darmawan merupakan salah satu Opa Princess, tapi hebatnya wanita galak Mian rela dibangunkan secara paksa dengan iming-iming traktiran mie instan di Kedai Pelangi. Murahan memang istrinya Mian– Jessen saja dibuat tidak percaya pada awalnya jika makanan seharga sembilan ribuan lengkap dengan telur bisa membuat wanita itu luluh.Lupakan perihal Princess dan mie instan idamannya, kini saatnya Jessen berbicara serius dengan para lelaki di keluarga Darmawan. Ia ingin masalahnya cepat selesai dan manusia lancang yang menjadikan istrinya fantasi liar segera diangkut dan mendapatkan karma atas perbuatan beraninya.“Pi,” Jessen menyambangi Chello di ruang keluarga. Ia menghabiskan makanan lebih d
Jantung Vero berdetak sangat cepat ketika melihat menantu keduanya berlarian menuruni tangga rumah. Demi Tuhan! Jika terjadi sesuatu pada Princess sesungguhnya keluarga Darmawan itu– seluruh manusia bernama belakang Husodo mungkin akan di-bumi hanguskan untuk selama-lamanya. Trah keluarga mereka dipastikan mengalami kepunahan total. Kejadian buruk harus segera Vero cegah.. Sesegera mungkin! “Acheeellll!!! Jangan lari-larian! Jalan aja, Chell!” Teriak Vero dengan tetap menjaga pita suaranya agar tak terdengar membentak. Runyam dunia persilatan kalau si Tuan Putri tersinggung. Jet lee bisa berubah jadi personel boyband nanti.“Papi, Ecen mana?! Ini.. Papi Achell telepon. Dia mau ngomong sama Ecen.” Sulit juga jika memiliki nama panggilan yang sama. Bagaimana nanti jika mereka tengah berada di acara kumpul keluarga besar dan Marchellia hanya memanggil dengan sebutan Papi. Besok-besok, untuk menantu selanjutnya Vero akan meminta Jemima mencarikan besan yang julukannya Bapak, Daddy atau