Akhir pekan menjadi hari yang paling si kembar sukai. Di hari sabtu, seperti para orang kebanyakan Mami, Papi mereka menggelar temu bersama dua sahabatnya dan hal tersebut membuat mereka leluasa bermain bersama Princess– sang pujaan hati yang terpisahkan oleh gedung sekolah. “Mommy, why..”Satu kata setelah panggilan di dendangkan sudah cukup membuat Stefany dan Vero keringat dingin. Pasti akan ada saja pertanyaan-pertanyaan aneh yang diajukan. Entah itu oleh Jessen si biang kerok, atau bahkan Mian yang mulai tertular kelakuan adiknya. Menjadi orang tua ternyata tak semudah yang Vero perkirakan ketika anak-anak mereka beranjak dewasa. Ia lebih menyukai si kembar yang hanya bisa menangis dan mengganggu malam panas mereka ketika mengompol atau mendadak haus membutuhkan asi Stefany. Untuk menjadi orang tua yang hebat ternyata tidak hanya bermodalkan kesabaran atas perilaku-perilaku menyimpang anak-anak, melainkan wawasan tinggi guna menjawab setiap pertanyaan aneh mereka. Selain reali
“Muka lo berdua..” Vero melayangkan telapak tangannya menutupi wajah Justine. “Shut up! Kita abis ngelaluin hari yang berat. Lo nggak usah banyak bicit! Sediain gue es sirup pake jeruk nipis!” pinta Vero tak memberi sapaan terlebih dahulu ketika pintu rumah Justine terbuka dan menampilkan sosok sang pemilik. Vero berlalu setelah menggeser tubuh Justine dengan tangan lemahnya. Hal tersebut diikuti oleh Stefany dengan keterdiaman. Bibirnya masih tertutup setelah berbuih menjelaskan hal yang tidak perlu kepada anak-anaknya. “Hai Om!” sapa Mian sembari mengembangkan senyum selebar daun kelor. Tidak ingin kalah dalam memperebutkan perhatian Justine, Jessen menendang tubuh sang kakak menggunakan pantatnya, "Siang Om Tintin!" sama seperti Mian, deretan gigi Jessen berbaris seiring dengan mulutnya yang terbuka. Justine yang sempat shock karena Mian hampir oleng dan terjatuh menormalkan ekspresinya. Ia membuka jalan lebar-lebar pada arjuna yang pasti akan mencari-cari cara untuk mendekat
Satu minggu berlalu sejak kejahatan yang Jessen lakukan pada kembarannya. Selama tujuh hari tersebut, Vero telah mengantongi beberapa informasi ter-up to date dari narasumber paling terpercaya. Siapa lagi orangnya jika bukan, Mbak Siti Tercinta. Perempuan berkedok pengasuh setengah asisten rumah tangga ini selalu melaporkan perkembangan situasi dua anak tersebut. Adanya Siti sebagai orang terdekat Jessen dan Mian memudahkan semua orang memantau keretakan hubungan mereka.Keluarga penuh drama ini sedang disuguhkan pertengkaran tanpa suara arjuna-arjuna kecil mereka. Keduanya saling diam, tak bertegur sapa meski berada di dalam kamar yang sama. Sedikit mengkhawatirkan memang. Permusuhan telah merambah tali persaudaraan Jessen dan Mian dimulai pada hari dimana mereka berkunjung ke rumah Justine.“Emang Jessen nggak ada nyontek Pekerjaan Rumahnya Mian, Sit?”Layaknya Ayah yang baik, Vero akan nongkrong di sekolah keduanya untuk mewawancarai Siti. Di rumah mereka jadi tak dapat leluasa be
Vero bangkit. Ia berdiri, sedikit memutar pinggangnya untuk membersihkan debu-debu yang menempel di celana bahannya sebelum keluar dari tempat persembunyiannya. Saking serunya berdebat anak-anaknya bahkan tidak menyadari jika ia ada di sekolah mereka.Dunia seakan milik mereka berdua yang sedang bertarung memperebutkan sebuah perosotan. Padahal andai tak salah hitung, di sana ada dua permainan serupa yang menganggur. Dasarnya memang Jessen dan Mian saja yang ingin bertarung.“Sit! Izinin mereka deh ke Missnya. Mau saya tatar dulu biar nggak kampungan tuh anak-anak gue.”Siti menganggukkan kepalanya pertanda bahwa ia mengerti dengan perintah Vero. Wanita itu lantas menitipkan perbekalan kepada Fendi sebelum berlalu masuk untuk mencari ruang guru.“Udah Mas. Kata Miss nggak apa-apa dibawa pulang. Soalnya di kelas tadi isinya juga cuman bentak-bentakan. Makanya disuruh keluar dulu sebelum jam istirahat. Mereka ternyata lagi dihukum, Mas!”Vero menepuk keningnya. Pantas saja tidak ada ana
“Who is her?” “Siapa-siapa?!” Jessen langsung memalingkan wajahnya, mencari sosok yang baru saja Mian tanyakan. “Kak Princess?” tanya Jessen memastikan. “No! The older sister beside the Princess.” Jessen memekik menemukan jawabannya, “sepupu Kak Princess. Siapa ya namanya. Gosh! Aku lupa!” Vero memegangi kepalanya. Gairah ini pernah ia rasakan beberapa waktu lalu dan hasilnya sangat tidak baik. Anak-anaknya baru berdamai, jangan sampai mereka kembali pada titik kemunduran yang sama. “Papi, are you kenal dengan Sister itu?!”Perhatian mereka sepenuhnya terjatuh pada Vero dibalik kemudi. “Adiknya relasi Papi. Keponakannya Om Just. Kenapa?!” “She is so beautiful. I think I'm falling in love again, Papi.” Anak Bekicot ini. Berapa kali dia akan jatuh cinta di usia piyiknya?!Sungguh bukan perilaku anak Taman Kanak-Kanak seumurannya. Disaat teman-temannya tengah belajar berhitung, Mian malah sibuk jatuh bangun dengan cinta-cintaannya kepada seorang gadis.Apalagi tanda-tanda playboy
“Veronya ada di dalem Stef?”Stefany tersentak dengan kedatangan tiba-tiba Justine. Wanita itu langsung berdiri dari kursinya. “Ada apa Just.. Muka lo merah banget?” tanya Stefany kembali teringat dengan feelingnya tadi mengenai Princess.“Gue nanya, suami lo di ruangannya nggak? Gue ada perlu!” Tampaknya Justine sedang tidak dapat diajak berbasa-basi.Mengetahui kondisi yang sepertinya ‘gawat,’ Stefany menganggukkan kepalanya. Ia mempersilahkan Justine selayaknya tamu. Seperti Justine yang berkunjung senormalnya rekan bisnis bukan kerabat, Stefany lantas keluar dari biliknya. Ia berjalan, membukakan pintu untuk Justine.Stefany membekap mulutnya kala Justine merangsek maju dan langsung mencengkram kerah kemeja Vero. Pria itu bahkan juga mengangkat tubuh sang suami yang tengah duduk hingga berdiri.“Lo apain anak gue, Tapir?!”“Mi, Bebong ini kenapa kok tiba-tiba aj..” wajah Vero tertoleh ke samping akibat pukulan yang Justine daratkan ke pipinya. Bibir Vero dibungkam paksa oleh kepal
Mawar-mawar di taman kediaman milik Ray Husodo bermekaran di bawah langit biru yang teduh. Tak ada terik yang menyorot setiap manusia yang bersantai di atas gazebo. Anak-anak berlarian kesana-kemari saling bercanda karena berkumpulnya seluruh keluarga besar. Pada pertemuan keluarga kali ini seluruh Husodo dan Haryo berkumpul, menyambut hampir datangnya pergantian tahun. "Ma Jing..""Vero kamu kalau masih nggak bener manggil Mamamu, mending mingkem aja deh!" Ditto tak rela nama istrinya diplesetkan. Sedari awal pria itu tak suka dengan penggalan kata di depan nama panggilan sang istri. Hanya dirinya yang boleh, orang lain tidak ia izinkan. "Galak bener aki-aki. Darah tinggi Pah, inget." cibir Vero. Tangannya yang memeluk Stefany ia lepaskan dari pinggang ramping istrinya. "Merong-merong mulu! Nggak anak, nggak Bapak! Sama aja.." "Vero," tegur Haryo. Pria yang semakin botak meski sempat tanam rambut sesaat itu paling tak menyukai perdebatan. Terlebih dilakukan dihadapan para orang t
Vero meninju bantal disampingnya yang kosong ketika suara bel terus menggema. Hari ini beberapa asistennya tengah mengajukan cuti bersama untuk liburan ke Monumen Nasional. Entah apa yang mereka lihat di sana, Vero juga tidak tahu mengapa destinasi tersebut dipilih, yang jelas sekarang ia sangat-sangat emosi jiwa. Akibat liburan berjamaah itu ia jadi tidak memiliki pembantu satupun, termasuk Siti. Pengasuh kurang ajarnya tersebut juga ikut menghilang ditelan bumi.“Miiii… Ada yang pencet beeel!!”Vero baru memejamkan matanya sebentar. Sebelumnya duo dajjalnya meminta ia untuk naik dan menuruni tangga rumah hanya karena memang ingin makan di dalam kamar. Seharian ini Vero sudah seperti atlet lari. Banyak sekali permintaannya. Hebat sekali Siti dalam menangani dua krucil itu. Vero yang orang tuanya saja hampir meninggal dianiaya sikap sok bossy mereka.“Mamiiii!!!!” jerit Vero.“MOM! VALLEY! DADDYYYYY!”“Masa beginian harus aku juga? Semua orang pada kemana sih!” dengusnya sebelum bangk