BAB : 75Benarkah ucapanmu, Mas?***"Tapi sayangnya, saya bohong Andira!" Mas Alan lagi-lagi mencekal tanganku saat aku beranjak untuk meninggalkannya sendirian. Ingin kutepis, tapi genggaman jarinya terlalu erat. Ya Allah, kalau sudah begini aku harus gimana?"Sudah kubilang dari awal, kalau ada hati yang harus kujaga Andira. Tak mungkin aku melakukan itu, apalagi di depanmu. Tapi saya suka kamu cemburu!" "Udahlah, Mas, tak perlu ada yang dibahas di antara kita!" Aku menghempaskan tangannya kasar, lalu pergi meninggalkannya. "Tapi saya suka sama kamu, Andira!" Aku mematung sejenak mendengar ucapan Mas Alan, lalu menoleh ke arahnya dengan tatapan nanar. Apa katanya tadi? Tapi mengingat nama Renata, aku kembali melangkah meninggalkan Mas Alan yang masih mematung. "Andira Dilbara!" Mas Alan berteriak memanggilku, namun aku tak memperdulikannya. Tak mungkin Mas Alan semudah itu menyukaiku, sedangkan aku tahu persis bagaimana rasa cintanya pada mendiang istrinya. Apalagi kami belum l
Bab : 76Susahnya mendapat izin untuk pergi.***"Pernikahan suamimu? Maksudmu, suamimu mau menikah lagi? Dan kamu dandan secantik ini untuk menghadiri pernikahan suamimu? Tidak, Andira! Saya tidak mengizinkan!" ucap Mas Alan tegas. Dan perkataannya cukup membuat mataku membulat. Apa maksudnya, kenapa Mas Alan melarangku datang? Menyebalkan!"Kamu tidak boleh pergi sendirian Andira, terlalu berbahaya. Kamu lupa bagaimana mereka semua memperlakukanmu?" Seru Mas Alan bernada tinggi. Sejenak, rasa trenyuh menghinggapi diri mendengar ucapannya. Ternyata Mas Alan sangat mengkhawatirkan aku. "Tapi saya harus datang, Mas! Saya sudah ada janji dengan Mbak Winda!" seruku. Aku pun bingung bagaimana untuk menjelaskan pada Mas Alan yang memang sebelumnya tak mengetahui sama sekali ini."Kenapa harus? Kamu mau menggagalkan pernikahan suamimu, agar kalian bisa bersama lagi, begitu? Lalu untuk apa kamu mengurus surat cerai, kalau kenyataannya masih mengharapkan Rangga? Kalau itu memang kemauanmu,
BAB : 77Acara Pernikahan Suamiku.***Aku tak berani memandang wajah Bu Lestari. Calon istri? Mana mungkin aku berpikiran sejauh itu? Mas Alan terlalu tinggi untukku, dan aku cukup tahu diri dengan statusku. Jelas, kami berbeda."Itu tidak benar, Bu!" ucapku masih menunduk. Semoga saja Bu Lestari percaya padaku, karena aku sendiri juga takut jika beliau berpikir negatif tentangku."Andira, siapapun yang menjadi pilihan Alan nanti, Ibu tak akan mencampurinya. Ibu percaya Alan pun pasti akan mempertimbangkan semuanya sebelum memilih pendamping hidupnya. Termasuk kamu, Andira!" ucapnya dengan menggenggam tanganku.Rasanya sangat terharu mendengar ucapan Bu Lestari. Sungguh, bijaksana sekali pemikirannya. Aku yang tadinya khawatir dengan pertanyaannya, justru malah dibuat terharu olehnya. "Oke Andira, tunggu sampai Dilan datang. Setelah itu barulah kamu boleh pergi!" ucap Mas Alan yang tiba-tiba berada di depanku. Aku tak menyahuti titahnya yang tak bisa dibantah tersebut."Saya berangk
Bab : 78Ucapan talak dari Mas Rangga.***"Heh! Siapa kamu? Berani mengganggu pernikahan anak saya?" Ibu mertua yang dandanannya menor melebihi artis ini lantas mendekat ke arahku. Tentu saja aku melongo, Ibu mertua pun sepertinya tak mengenaliku. Namun matanya menyipit ketika sudah berada di depanku."Andira! Kamu, Andira?" Mas Rangga bertanya dengan suara bergetar. Kini, semakin jelas bisik-bisik para tetangga setelah Mas Rangga menyebut namaku."Iya, Mas, aku Andira. Istri tercintamu!" ucapku sengaja. Mendengar ucapanku, Mas Rangga pun mendekat ke arahku. Namun Ibu mertua dengan sigap menghalangi Mas Rangga. "Mau ngapain kamu, Rangga. Kembali duduk! Jangan malu-maluin Ibu!" Ibu mertua masih berusaha menghalangi Mas Rangga. Namun mata Mas Rangga tak beralih menatapku."Mas Rangga, sebelum kamu memulai ijab, bolehkah aku meminta sesuatu darimu?" tanyaku lirih pada Mas Rangga."Katakan apa yang kamu minta, Andira. Tanganku masih terbuka untuk menerimamu kembali. Kembalilah bersamaku
Bab : 79Terima kasih, Mas Rangga! Ucapanmu kini merubah statusku.***"Bagus, Rangga! Andira, mulai sekarang kamu bukanlah siapa-siapa kami. Kamu mau menonton atau mau pergi dari ruangan ini, terserah. Ayo Rangga, lanjutkan ijabmu hari ini!" Ibu mertua yang kini sudah menjadi mantan pun beranjak meninggalkanku. Dan mereka semua menuntun Mas Rangga yang sepertinya lemas tak berdaya kembali di depan penghulu. Nampak sekali wajah menyesal di wajahnya, dan aku menikmatinya. Terima kasih, Mas Rangga, berkat talakmu, kita bisa menyelesaikan urusan perceraian lebih cepat."Mereka mau ijab, An, jangan lupa di rekam!" Mbak Winda berbisik ke arahku. "Tentu saja, Mbak. Aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini" ucapku menyiapkan ponsel yang kini berada ditangan."Maaf, Pak, karena ada kegaduhan sedikit. Silahkan dilanjutkan ijabnya sekarang!" ujar mantan Ibu mertua pada penghulu."Baiklah, apa pernikahan ini bisa dilanjutkan, Pak Rangga?" tanya penghulu. Namun justru Mas Rangga menatap ke ara
Bab : 80Drama sebelum dan sesudah akad nikah***POV RANGGA"Saya terima nikah dan kawinnya Lisa Dilbara binti Hasyim dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai." ucapku lantang di depan penghulu."Bagaimana saksi?" tanya penghulu."Ulangi, Pak, calonnya Pak Rangga bernama Lisa Anggraini, bukan Lisa Dilbara!" ucap saksi tersebut.Sial! Kenapa pikiranku tak lepas dari Andira sih! Setelah akad yang pertama menyebutkan nama Andira, kini justru nama belakangnya yang kubawa dalam menikahi Lisa kali ini. "Mas Rangga gimana sih? Masa salah sampai dua kali. Kalau salah sekali lagi kita gak jadi nikah hari ini!" Sewot Lisa pelan. Aku menghembuskan nafas berkali-kali untuk menetralisir perasaan yang tak karuan. Nama Andira memenuhi otakku hari ini, sehingga akad nikah pun tak konsen sama sekali."Mas Rangga ini grogi apa gimana? Tolong dikasih minum dulu, Bu, biar Mas Rangga tenang!" ujar Pak penghulu di depanku.Tak lama, Ibu pun memberikan segelas air minum untukku, dan seketik
BAB : 81Bayangan Andira dan uang 200 juta.***POV RANGGAMalam ini rasanya sangat lelah. Setelah seharian mengadakan acara resepsi, ingin sekali memejamkan mata yang sudah sangatlah pedas. "Mas Rangga, kok mau tidur sih?" Lisa tiba-tiba berbaring disebelahku dengan baju tidur yang sangat seksi. Namun, rasanya tak tergerak sama sekali untuk menyentuhnya. Karena hati rasanya, kosong."Ini malam pertama kita lo!" Lisa semakin merapatkan tubuhnya padaku.Malam pertama katanya? Lalu kemarin-kemarin malam apa jika ini malam pertama? Dan kandungannya pun sudah sekitar tiga bulanan. Mengingat saat terakhir kali berhubungan, Lisa mengeluh sakit perut hingga keluar flek, membuatku enggan untuk menyentuhnya lagi. Seperti saat ini, Lisa terlihat mepet-mepet, namun karena hatiku pun kalut rasanya enggan sekali menyentuhnya. Bayanganku masih tertuju pada Andira yang terlihat sangat cantik seperti tadi. Rasanya menyesal kenapa aku tadi mengucapkan talak. Talak tiga lagi."Mas, kok aku dikacangin
Bab : 82Drama lain setelah mengadakan pestaPOV RANGGAGrumpyang… grumpyang….Mataku mengerjap mendengar suara gaduh yang berasal dari luar. Apa yang terjadi di luar? Sepertinya dari arah dapur. Ku lirik jam dinding, dan menunjukkan angka 09,00 di jam tersebut. Nampak disampingku Lisa masih tidur begitu nyenyaknya. Astaga … jam segini Lisa masih tidur?"Punya mantu, bisanya cuma bohong doang. Selebihnya, nol, gak bisa apa-apa. Udah siang kok masih tidur, dasar mantu gak tau malu!" Ibu mulai merepet dengan suaranya yang menggelegar. Aku sendiri heran, kenapa Ibu bisa se-bar-bar ini sekarang. Padahal dulu jika teriak sedikit aja malu didengar sama tetangga. Tapi sekarang? Ah sudahlah, pusing jika memikirkan Ibu dan masalah di dalamnya."Pengen nikah, tapi hasil menipu, mana berkah. Dah gitu sekarang nyusahin lagi. Mana ada mantu jam segini belum bangun! Dasar menantu durhaka gak tau diri!" Sumpah serapah yang Ibu ucapkan semakin terdengar menggelegar. Aku yang risih mendengarnya mau