BAB : 27Puncak dari Sebuah Dendam***Ceklek! Ceklek!Siapa yang berusaha membuka pintu kamarku? Apa mungkin itu Ibu? Bukankah Ibu tadi pamit keluar, lalu itu siapa? Ah, mungkin aku hanya berhalusinasi saja. Tak ada orang dirumah ini, tak mungkin handle pintu kamarku berbunyi sendiri. Nyatanya sekarang sudah tak ada suara apapun yang kudengar. Kucoba untuk menghilangkan rasa takut ini dan berpikir positif, agar terhindar dari panik yang melanda. Aku harus tenang. "Tenang, An, jangan panik. Panik hanya akan membuat pikiran buntu!" Batinku menyemangati diri sendiri.Semua baju sudah ku kemas, termasuk surat perjanjianku dengan Mas Rangga dan uang pemberiannya sudah tersimpan rapi di dalam tas. "Aman," gumamku sedikit lega. Ceklek! Ceklek!Aku terlonjak kaget saat handle pintu kamarku ada yang menggerakkan dari luar. Jantungku berpacu cepat ketika menyadari bahwa kali ini bukanlah halusinasi seperti yang kupikirkan tadi. Aku kembali panik ketika wajah Rudi mulai melintas dipikiranku de
BAB : 28Fitnah yang Menimbulkan Amarah.***POV RANGGAPagi ini Bude akan meluncur ke Surabaya setelah berapa hari tinggal bersama kami disini. Setelah mendapat kabar bahwa Hilmi kecelakaan, Bude dengan panik langsung meluncur hari ini juga. Katanya gak parah, terus ngapain nyuruh pulang? Dasar Hilmi, anak Emak banget emang.Dalam perjalanan, aku merenungi sosok yang sudah lama tak kujumpai. Ya, Hilmi-saudara sepupuku, anak satu-satunya Bude Gina, yang sampai saat ini masih betah melajang. Padahal banyak wanita yang meliriknya. Belum menemukan yang cocok, ketika kutanya waktu itu. "Kalau ada yang seperti Andira, tak apalah kamu carikan, Rangga. Selain cocok menjadi seorang Ibu, tampilannya juga selalu tertutup. Benar-benar menjaga kehormatan suaminya!" ujar Hilmi ketika berada di acara pernikahan kami dulu. Dasar Hilmi, dia tak tahu aja kalau Andira itu sangat menyebalkan.Pertama bertemu, Andira memang terlihat sangat cantik. Karena itu juga aku mempersuntingnya. Pakaiannya memang
BAB : 29Nasibmu tak Seindah Namamu.POV AUTHOR"Ayah, Bunda gapapa kan, Yah, hmmm …." Riana menangisi perempuan yang dipanggil Bunda itu ketika dibawa masuk kedalam ruangan. Dan kini, Alan dan anaknya sedang menunggu di luar ruangan ketika Dokter memeriksa keadaan Andira."Bunda pasti sembuh, sabar ya, Sayang!" Alan masih berusaha membujuk anaknya yang sedari tadi menangis.Saat ini Alan dan anaknya sedang menunggu wanita malang itu di depan ruangan. Wanita malang? Ya, menurut Alan, wanita itu memang sangat malang. Alan menyaksikan sendiri gimana dia hampir saja direnggut kesuciannya ketika berada di rumahnya sendiri. Itu yang membuat Alan tak habis pikir, dimana Rangga ketika wanita itu dalam bahaya.Semenjak bertemu dengan wanita itu, Riana selalu merengek minta diantar ke rumahnya. Namun Alan merasa tak enak pada Rangga, karena panggilan Riana yang seakan itu adalah Bundanya. Hal itu yang membuat Alan urung untuk mengantarkan Riana ke tempat Rangga. Hampir tiap malam Riana menangi
BAB : 30Hati yang Mulai Mencair.***Tuk tuk tuk!Dengan mata menerawang dan bersandar di dekat jendela, Alan memainkan jarinya. Hiasan lampu kerlap-kerlip dari kejauhan menemani kegelisahan yang dirasa oleh Alan. Hatinya risau memikirkan orang yang sedang berbaring di sampingnya. Sudah seminggu Andira di rawat di rumah sakit. Secara medis, kondisi badannya sudah semakin membaik. Luka yang berada di bekas jahitan pun semakin membaik. Namun psikis Andira terlihat semakin menurun. Itulah yang membuat Alan semakin risau.Pelan, Alan mendekat ke arah Andira yang sudah tertidur pulas. Sungguh, hatinya merasa sangat trenyuh dengan keadaan Andira saat ini. Selama seminggu ini, Alan menjaga Andira dengan sesekali ditemani oleh Riana. Namun tiga hari belakangan, Alan harus menemui klien dan mengurus pekerjaannya. Hingga Alan menyuruh asisten rumah tangganya untuk menemani Andira dirumah sakit.Namun, hari ini Alan mendapat kabar tak menyenangkan dari asisten rumah tangganya setelah tiga hari
Ketika Melahirkan Di Tempat MertuaBAB : 31Memanfaatkan Keadaan.POV RANGGASilau sinar menembus ke celah-celah jendela kamar, hingga membuat tidur ku mulai terganggu. Dengan mata masih tertutup rapat aku merentangkan tangan, melemaskan otot yang terasa kaku."An, tolong bikinin kopi dong!" gumamku. Dengan mata masih tertutup rapat. Namun ketika tak ada sahutan sama sekali, ku paksa mataku untuk melek agar rasa kantuk ini berkurang."Huh!" Aku mendesah pelan.Pantas saja tak ada sahutan sama sekali dari Andira. Aku lupa jika Andira telah pergi jauh dengan selingkuhannya. Sialan memang. Tampilannya saja yang sok alim, tapi mau berselingkuh. Cih! Jika mengingat nama Andira, yang ada hanya membuatku emosi sepanjang waktu. Tak ada gunanya juga untuk dipikirkan. Masih ada Lisa yang bisa menyenangkanku sekarang ini. Ngapain juga memikirkan Andira yang tak tahu rimbanya. Pagi ini aku sengaja bangun lebih siang, karena memang hari ini hari libur. Juga rasa lelah karena pulang dini hari da
Bab : 32Masalah yang tak kunjung usaiPOV AUTHORRangga terlihat kesal dengan masalah yang selalu menghampirinya. Setelah sang Ibu mengeluh meminta uang untuk kepentingan sosialitanya. Sekarang Rosa datang kepadanya dengan masalah yang sama. Ya, uang, ternyata yang menjadi sumber masalah di keluarganya. Ditambah dengan Rosa yang menginginkan Rangga mengambil alih tanggung jawabnya, membuat Rangga semakin kesal dan pusing."Begini saja, Mbak. Kita lapor polisi saja sekarang, seperti tawaranku dari awal. Jadi Mas Rudi minta pertanggung jawaban sama Andira dan selingkuhannya langsung!" Rangga mencoba bernegosiasi dengan Kakaknya. Rangga hanya mencoba mencarikan solusi untuk Rosa, selain itu Rangga juga berharap bisa bertemu lagi dengan Andira. Tentu saja untuk balas dendam. Mudah menyeret Andira jika dia ditemukan, karena saat ini Andira masih istrinya, pikir Rangga. Entah Rosa setuju atau tidak dengan pendapatnya, Rangga juga tak berniat menerima tawaran yang terkesan menyudutkan dan
Bab : 33Satu langkah untuk kesembuhan Andira.***"Bunda … Bunda pulang … yeay, Bunda pulang!" Riana kegirangan setelah mengetahui Ayahnya pulang dengan membawa Andira. Namun nampak sepasang mata tak suka dengan pemandangan yang ada di depannya. Apalagi melihat Alan menuntun Andira hingga masuk ke dalam rumah. Ya, Yulia merasa panas melihat Alan yang begitu peduli dengan Andira. Sedangkan Yulia tahu persis, semenjak meninggalnya Renata, sikap Alan dingin dan cuek pada siapapun.Yulia adalah sepupu dari Renata, mendiang istri Alan. Yulia kerap mengunjungi rumah Alan untuk menemui Riana. Selain itu, Yulia juga punya tujuan lain, yaitu menggantikan posisi Renata di hati Alan. Selama ini Yulia berusaha mengambil hati Riana dan sang Mama, untuk mendapat perhatian dari Alan. Seperti biasa, Alan terlihat cuek dan seakan tak peduli dengan kehadiran Yulia. Namun sekarang Alan justru membawa wanita lain masuk ke rumahnya sendiri dan memperlakukan wanita itu layaknya orang spesial. Dan hatinya
BAB : 34Menuai hasil perbuatan sendiri.***Ranti tersentak dari lamunan panjangnya. Hari sudah semakin siang, perut yang mulai memberontak membuat Ranti turun dari ranjangnya. Ia merasa lelah karena berteriak setelah permintaannya tak dihiraukan oleh Rangga. Setelah Ranti turun dari ranjangnya, lantas menuju ke dapur untuk mengisi perut yang mulai keroncongan. Namun rasa kesal menyelimuti ketika tak ada satupun yang bisa dimakan alias kosong melompong di mejanya."Sialan!" Ranti mengerang. Sungguh, rasa kesal menyelimuti hatinya saat ini. Jika biasanya dia hanya tinggal makan karena segala sesuatunya sudah disiapkan oleh Andira, namun berbeda dengan hari ini. Biasanya Ranti hanya menyiapkan bahan makanan yang akan dimasak, lalu setelah itu Andira yang akan mengeksekusinya menjadi makanan lezat. Ya, Ranti mengakui kalau masakan menantu yang disia-siakan selama ini memang berbeda, terasa pas di lidahnya. Bahkan, bahan yang biasa saja, akan terasa nikmat jika Andira yang memasaknya.R
Bab : 108Bersamamu, aku bahagia, Mas,"Biar saja, Pak, saya bisa mengatasinya." titahku, lantas penjaga itu membungkuk permisi.Hatiku perih melihat penampilan mantan Ibu mertua yang sekarang terlihat lebih kurus. Istri Mas Rangga yang sedang menggendong anaknya pun tak kalah kusut. Namun kemana Mas Rangga? Kenapa meninggalkan Ibu dan istrinya? Aku hampir lupa kalau Mas Rangga adalah karyawan Mas Alan. Tentu saja dia beserta keluarganya pun menghadiri acara ini."Andira, maaf jika dulu Ibu pernah jahat sama kamu. Ibu sangat menyesal. Coba dulu Ibu tak menyia-nyiakan kamu, mungkin sampai sekarang kamu masih menjadi istri Rangga.""Maksud Ibu apa?" Istri Mas Rangga seakan tak terima mendengar ucapan sang mertua."Diam kamu! Menikahi kamu adalah kesalahan terbesar Rangga!" sungut Ibu melotot tajam. Sepertinya perangai Ibu masih seperti dulu. Inikah yang katanya menyesal? Bahkan sama menantunya pun masih seperti itu. "Bu, Mbak, sudah, tak usah ribut, ini tempat umum. Ibu tenang saja, s
Bab : 107Kejutan yang membuatku terharuMas Alan menghela nafas, lalu menghembuskannya pelan. "Kita akan pergi ke pesta, sayang.""Pesta?""Iya, pesta. Pesta pernikahan kita." Entah kejutan apa lagi yang akan diberikan untukku kali ini. Rasanya sudah tak bisa berkata-kata lagi dihadapannya. Bagaimana dia menyiapkan semua ini, tanpa meminta persetujuanku?"Aku sengaja memberikan kejutan untukmu, sayang. Mas yakin, pasti kamu akan senang." Mas Alan menggenggam tanganku."Tapi, kenapa harus mengadakan pesta, Mas?" tanyaku lirih. "Sayang, dengar, Mas hanya ingin menunjukkan ke semua orang bahwa Mas sudah menikah dan mempunyai istri secantik kamu. Memangnya kamu mau, karyawan Mas di kantor menganggap Mas masih single?" ucapnya dengan menggenggam jari ini.Senyumku mengembang mendengar penuturannya. Tak ada alasan untuk tidak jatuh cinta padamu, Mas. Sungguh, hati ini selalu sejuk dengan segala tingkah manismu. Bahkan berkali-kali kamu selalu membuatku jatuh cinta."Makasih banyak, Mas.
Bab : 106Malam pertama yang indah."Terus gimana, Bunda? Apakah setelah itu sang pengembaranya ketakutan?" tanya Riana yang sudah menguap beberapa kali."Awalnya memang ketakutan, Sayang. Lalu tak lama ada seseorang yang datang menyelamatkannya. Tentu sang pengembara itu sangat senang mendapat bantuan. Hingga akhirnya sang pengembara menemukan temannya yang tengah tersesat. Pastilah teman sang pengembara senang, karena telah bertemu dengan teman seperjuangan." Aku menutup buku setelah membacakan dongeng pada anak gadisku. Dan ternyata Riana sudah pulas dengan memeluk guling kesayangannya.Setelah menaruh buku di meja, kukecup sejenak kening Riana yang baru saja memejamkan mata. 'Sungguh, Bunda menyayangimu, Sayang, walaupun kamu bukan terlahir dari rahim Bunda. Tapi Bunda akan berusaha menjadi Bunda yang baik untukmu." Batinku, sembari menata selimut agar nyaman dengan tidurnya.Aku mulai beranjak dari kamar Riana setelah memastikan ia tertidur dengan nyaman. Waktupun sudah menunjukk
Bab : 105Badai orang ketigaDreett … dreett ….Kami yang tengah bercengkrama berdua, terkejut mendengar ponsel Mas Alan berdering. Siapa yang menelpon? Bukannya Mas Alan sedang mengambil cuti? Penasaran, aku pun ingin beranjak mengambil ponsel yang masih tergeletak tersebut, namun Mas Alan menghalangiku."Biar Mas yang ngambil, Sayang. Ganggu aja, siapa sih yang nelpon?" gerutunya, sembari melangkah mengambil ponsel."Bu Puspita, Sayang," ucapnya ragu.Dahiku mengernyit, untuk apa Bu Puspita menelpon? "Angkat aja, Mas!" ujarku. Karena aku sendiri penasaran dengan maunya Bu Puspita kali ini. "Assalamualaikum, Bu," jawab Mas Alan setelah mengangkat telepon. Sejenak, Mas Alan terdiam dengan masih menggenggam ponselnya. Entah apa yang dibicarakan oleh Bu Puspita, aku tak mendengarnya. Lebih baik aku menunggu disini saja."Maaf, Bu, saya tidak bisa. Saya sedang bersama istri saya!" Suara Mas Alan terdengar pelan, namun tegas.Aku meneguk ludah kuat. Kenapa Bu Puspita masih saja menggang
Bab : 104Kamu sempurna di mataku, Mas,Duh, Mas, meleleh hatiku melihat sikapmu seperti ini. Biarlah dikata seperti anak abege yang baru mengenal cinta. Nyatanya hatiku sedang berbunga-bunga melihat sikap manisnya. Sedangkan Yulia terlihat sangat kesal, tatapan matanya tajam ke arahku seakan mau menerkam."Hari ini adalah hari bahagia mereka, Bu, tolong jangan rusak momen indah mereka. Andira sekarang sudah menjadi menantu saya, tanpa mengurangi rasa sayang kami terhadap Renata yang sudah bahagia di alam sana. Jika Ibu ingin dihargai, tolong hargai kami disini!" Suara Mama pelan, namun menusuk. Menusuk bagi yang berpikir, tapi entah jika bagi Bu Puspita. Namun melihat raut wajah Bu Puspita, sepertinya mati kutu. Nyatanya tak mengeluarkan sepatah kata pun. Mulutnya seperti terkunci."Bukan begitu, Bu, saya hanya ingin memberitahu pada Andira, itu saja!" Kilah Bu Puspita pelan."Andira pasti paham, Bu. Iya kan, Sayang?" Mas Alan mengedipkan mata ke arah ku."Tentu saja, Sayang. Sebaga
Bab : 103.Dia yang selalu menyejukkan hati.Aku bernafas lega setelah mobil sudah terparkir manis di depan rumah. Perjalanan panjang ini terasa lebih menyenangkan karena seseorang yang berada disampingku."Sudah sampai rumah, Sayang." Mas Alan melepas seatbelt yang masih menempel di tubuhnya."Iya, Mas. Udah malam ternyata." ucapku sambil melirik jam di pergelangan tangan. Sudah menunjukkan angka 20,00. Aku keluar dengan Mbak Tuti yang menggendong Kania. Dan ternyata Kania pun sudah tertidur pulas. Sedangkan Mas Alan berjalan beriringan denganku sampai kami masuk ke dalam rumah."Duh, menantu Mama baru nyampe rumah." ujar Mama menyambutku."Assalamualaikum, Ma," ucapku dengan mencium takzim tangannya."Waalaikumsalam, Sayang. Pasti capek baru pulang. Istirahat dulu, nanti kita makan malam bareng!" ujar Mama."Ayo sayang!" Mas Alan mengajakku beristirahat sejenak. Aku pun mengikuti langkahnya dengan tangan ini tak lepas dari genggamannya.Mas Alan melepas sweaternya setelah kami masu
Bab : 102Hari yang dinanti pun tiba.Satu tahun kemudian.Hidup memang penuh dengan cobaan dan ujian. Begitu pun hidupku yang pernah mengalami keterpurukan hingga berada di titik terendah. Namun aku percaya bahwa Allah tidak akan menguji seorang hamba diluar batas kemampuannya. Dan bersamaan dengan itu Allah hadirkan Mas Alan sebagai penyembuh lukaku, pelengkap hidupku, dan sebentar lagi akan menjadi pendamping hidupku.Saat ini aku sedang mematut diri di depan cermin. Sedang menunggu detik-detik dimana sebentar lagi statusku akan berubah menjadi seorang istri. Gamis mewah berwarna putih serta hijab yang berwarna senada pula, kubiarkan menjuntai lebar menutupi dada yang kukenakan saat ini. "Masya Allah … adik Mbak cantik banget!" ujar Mbak Winda yang menghampiriku di kamar.Mbak Winda rela datang kesini hanya untuk menyaksikan pernikahanku. Padahal jarak dari rumahnya ke kampungku tidaklah dekat. Terharu, itulah yang kurasa saat melihat Mbak Winda kesini."Iya, Mbak Andira aslinya u
BAB 101. Penyesalan Selalu Datang Belakangan.POV RANGGA"Mas, minta uang dong buat beli skin care! Tuh lipstik aku sudah habis!" Lisa datang menyodorkan lipstiknya yang sudah ia korek dengan jarinya. Apakah Lisa tak melihat aku yang baru saja pulang kerja? Belum apa-apa sudah disuguhi dengan permintaan yang menyebalkan."Sudahlah, Lis, tak usah beli lipstik segala. Kamu tahu buat makan aja sekarang kita susah!" Pekikku. Sungguh, pusing sekali rasanya memikirkan semua masalah yang terus menerpa. Setiap berada di rumah selalu berakhir dengan keributan. Tidak dengan Ibu, tidak dengan Lisa, dan kadang seringnya Ibu yang berdebat dengan Lisa. Membuat kepala ini semakin pusing."Ah, Mas jahat. Coba kalau Ibu yang minta, pasti dibeliin. Kenapa aku yang istrimu minta uang buat beli lipstik saja susah, Mas?"Selalu seperti ini. Mempermasalahkan uang yang tak sepatutnya di bahas. Lisa sibuk meminta uang buat lipstik, sedangkan baru kemarin Ibu mengeluhkan beras yang sudah mulai menipis."Aku
Bab : 100Menjaga Hati***Aku melotot di depannya dengan jarak yang dekat. Biar saja, biar Mas Alan tahu kalau aku juga bisa marah. Menjengkelkan sekali. Mentang-mentang sudah sampai sini malah seenaknya seperti itu. Namun pandangan ini dikacaukan oleh bulu-bulu halus yang berada di pipi, membuat orang yang berada di depanku ini terlihat, sempurna. Sejenak, aku mengagumi ciptaan Tuhan yang amat sempurna."Kamu cantik banget kalau sedang marah. Apalagi menatapku dengan penuh cinta seperti itu." Aku gelagapan dan segera membuang muka. "Siapa juga yang memperhatikan wajahmu. Nyebelin banget sih!" gerutuku. Padahal sebenarnya sedang menyembunyikan rasa malu yang luar biasa. Sedangkan Mas Alan hanya tersenyum menanggapi ucapanku. Baru bertemu sehari dengannya, kenapa jadi se-menyebalkan ini?"Sebentar, Andira. Saya punya sesuatu untukmu." Mas Alan mengambil plastik yang berada di meja depan, lantas kembali mendekat ke arahku."Pakailah ponsel ini, Andira! Sudah saya simpan semua nomor sa