Ketika Melahirkan Di Tempat MertuaBAB : 31Memanfaatkan Keadaan.POV RANGGASilau sinar menembus ke celah-celah jendela kamar, hingga membuat tidur ku mulai terganggu. Dengan mata masih tertutup rapat aku merentangkan tangan, melemaskan otot yang terasa kaku."An, tolong bikinin kopi dong!" gumamku. Dengan mata masih tertutup rapat. Namun ketika tak ada sahutan sama sekali, ku paksa mataku untuk melek agar rasa kantuk ini berkurang."Huh!" Aku mendesah pelan.Pantas saja tak ada sahutan sama sekali dari Andira. Aku lupa jika Andira telah pergi jauh dengan selingkuhannya. Sialan memang. Tampilannya saja yang sok alim, tapi mau berselingkuh. Cih! Jika mengingat nama Andira, yang ada hanya membuatku emosi sepanjang waktu. Tak ada gunanya juga untuk dipikirkan. Masih ada Lisa yang bisa menyenangkanku sekarang ini. Ngapain juga memikirkan Andira yang tak tahu rimbanya. Pagi ini aku sengaja bangun lebih siang, karena memang hari ini hari libur. Juga rasa lelah karena pulang dini hari da
Bab : 32Masalah yang tak kunjung usaiPOV AUTHORRangga terlihat kesal dengan masalah yang selalu menghampirinya. Setelah sang Ibu mengeluh meminta uang untuk kepentingan sosialitanya. Sekarang Rosa datang kepadanya dengan masalah yang sama. Ya, uang, ternyata yang menjadi sumber masalah di keluarganya. Ditambah dengan Rosa yang menginginkan Rangga mengambil alih tanggung jawabnya, membuat Rangga semakin kesal dan pusing."Begini saja, Mbak. Kita lapor polisi saja sekarang, seperti tawaranku dari awal. Jadi Mas Rudi minta pertanggung jawaban sama Andira dan selingkuhannya langsung!" Rangga mencoba bernegosiasi dengan Kakaknya. Rangga hanya mencoba mencarikan solusi untuk Rosa, selain itu Rangga juga berharap bisa bertemu lagi dengan Andira. Tentu saja untuk balas dendam. Mudah menyeret Andira jika dia ditemukan, karena saat ini Andira masih istrinya, pikir Rangga. Entah Rosa setuju atau tidak dengan pendapatnya, Rangga juga tak berniat menerima tawaran yang terkesan menyudutkan dan
Bab : 33Satu langkah untuk kesembuhan Andira.***"Bunda … Bunda pulang … yeay, Bunda pulang!" Riana kegirangan setelah mengetahui Ayahnya pulang dengan membawa Andira. Namun nampak sepasang mata tak suka dengan pemandangan yang ada di depannya. Apalagi melihat Alan menuntun Andira hingga masuk ke dalam rumah. Ya, Yulia merasa panas melihat Alan yang begitu peduli dengan Andira. Sedangkan Yulia tahu persis, semenjak meninggalnya Renata, sikap Alan dingin dan cuek pada siapapun.Yulia adalah sepupu dari Renata, mendiang istri Alan. Yulia kerap mengunjungi rumah Alan untuk menemui Riana. Selain itu, Yulia juga punya tujuan lain, yaitu menggantikan posisi Renata di hati Alan. Selama ini Yulia berusaha mengambil hati Riana dan sang Mama, untuk mendapat perhatian dari Alan. Seperti biasa, Alan terlihat cuek dan seakan tak peduli dengan kehadiran Yulia. Namun sekarang Alan justru membawa wanita lain masuk ke rumahnya sendiri dan memperlakukan wanita itu layaknya orang spesial. Dan hatinya
BAB : 34Menuai hasil perbuatan sendiri.***Ranti tersentak dari lamunan panjangnya. Hari sudah semakin siang, perut yang mulai memberontak membuat Ranti turun dari ranjangnya. Ia merasa lelah karena berteriak setelah permintaannya tak dihiraukan oleh Rangga. Setelah Ranti turun dari ranjangnya, lantas menuju ke dapur untuk mengisi perut yang mulai keroncongan. Namun rasa kesal menyelimuti ketika tak ada satupun yang bisa dimakan alias kosong melompong di mejanya."Sialan!" Ranti mengerang. Sungguh, rasa kesal menyelimuti hatinya saat ini. Jika biasanya dia hanya tinggal makan karena segala sesuatunya sudah disiapkan oleh Andira, namun berbeda dengan hari ini. Biasanya Ranti hanya menyiapkan bahan makanan yang akan dimasak, lalu setelah itu Andira yang akan mengeksekusinya menjadi makanan lezat. Ya, Ranti mengakui kalau masakan menantu yang disia-siakan selama ini memang berbeda, terasa pas di lidahnya. Bahkan, bahan yang biasa saja, akan terasa nikmat jika Andira yang memasaknya.R
Ketika Melahirkan Di Tempat MertuaBab : 35Semburan fitnah yang mulai menyebar***Seperti yang sudah-sudah, sang ibu akan menahan kepergian Rosa dan menuruti permintaannya. Tapi kenapa sekarang malah membiarkan pergi? Seolah sudah tak mau peduli lagi dengan kehidupannya sekarang.Rosa bingung, dia melirik suaminya, Rudi. Namun Rudi justru menatap tajam ke arahnya. Teringat pengusiran yang dilakukan Bude Gina beberapa hari lalu, melintas di benak Rosa. Saat ia dan suaminya berdebat mencari tempat, dan Rudi pun tak mau memikirkan dimana mereka akan tinggal."Makanya jangan bloon banget! jejak digital itu kadang kejam kamu malah main foto-foto. Mana ada yang di video lagi, emang kamu gak mikir kalau bakal diviralkan!" Bukannya mencari solusi namun Rudi terus menyalahkan dirinya. Rosa yang hatinya sedang tak karuan malah mendapat semburan dari Rudi. Rosa pun memberontak karena dipersalahkan terus menerus."Aku kayak gini itu karena kamu, Mas. Jika kamu masih terus saja menyalahkanku,
BAB : 36Langkah awal penyelidikan***Alan meregangkan otot sejenak setelah menyelesaikan pekerjaannya. Ya, meeting dengan klien penting hari ini membuat Alan kembali sibuk dengan perusahaannya. Jika boleh Alan memilih, rasanya ingin Alan berlibur sejenak untuk fokus pada keluarganya yang membutuhkan Alan saat ini. Namun, beribu karyawan yang bergantung di perusahaannya, adalah alasan Alan untuk tetap mempertahankan agar perusahaan yang dibangun Ayahnya dari nol itu, selalu berkembang pesat. Dan kini Alan bernafas lega setelah meeting dengan klien yang lumayan menguras pikirannya, berjalan dengan lancar.Kini, Alan menikmati kesendiriannya yang masih berada di dalam ruangan meeting. Setelah para petinggi perusahaan keluar ruangan, Alan masih berada di dalam dengan memandang penghijauan di luar dari jendela.Saat satu nama melintas di pikirannya, tanpa sadar senyum Alan melengkung. Entah apa yang membuat Alan memikirkannya, ia pun bingung dengan dirinya. "Andira!" Llirih, Alan bergum
Bab : 37Pertemuan yang mengharukan.***Alan mengemudikan mobilnya dengan penuh rasa emosi. Dia benar-benar tak menyangka jika masalah yang menimpa Andira menjadi semakin pelik seperti ini. Kembali terbayang di kepala Alan saat pertama kali ia menolong Andira dalam keadaan yang sudah sangat tak berdaya, hingga Andira harus mengalami jahitan ulang diperutnya. Tak cukup sampai disitu, Andira sampai kini masih saja diselimuti trauma akibat dari cobaan pemerkosaan yang menimpanya. Bahkan tadi pagi, baby sitter yang menemani Andira pun melapor bahwa Andira mengigau layaknya orang ketakutan. Dan masih dengan aksi yang sama, Andira menarik bajunya sendiri. Namun baby sitter tersebut bisa menangani kondisi Andira. Tidak sering memang, tapi laporan tadi pagi membuat Alan berpikir bahwa Andira belum benar-benar sembuh dari traumanya.Shit! Alan mengerang kesal saat mengingat pelaku yang mencoba menodai Andira ternyata adalah kakak iparnya sendiri. Dan kini masih berkeliaran bebas tanpa beba
Bab : 38Kesembuhan Andira***Alan yang menyaksikan Andira seperti itu tercengang. Pasalnya Alan tak pernah mendapati Andira menangis seperti ini. Apakah ini awal yang baik untuk Andira? Pikir Alan. Melihat Andira seperti itu, sudut mata Alan basah. Lantas buru-buru Alan mengelap sudut matanya sebelum orang lain melihatnya. Sungguh rasa trenyuh menghinggapi ketika melihat keduanya menangis bersamaan."Rasanya aku sudah tak sanggup menjalaninya, Mbak. Tak ada gunanya aku hidup. Aku sudah diperlakukan seperti sampah oleh mereka!" Winda terkejut mendengar ucapan Andira. Lalu mengurai pelukannya. Sungguh, Winda tak menyangka bahwa psikis Andira begitu terguncang saat ini. "Aku sudah diperlakukan seperti sampah oleh mereka, Mbak!" Andira mengulangi perkataannya. Kali ini tangannya kembali menarik bajunya. Namun dengan sigap Winda menghentikan aksi Andira.Alan yang menyaksikan mereka dari jauh, tak dapat lagi menyembunyikan air matanya. Setelah kejadian itu, baru kali ini Alan mendenga
Bab : 108Bersamamu, aku bahagia, Mas,"Biar saja, Pak, saya bisa mengatasinya." titahku, lantas penjaga itu membungkuk permisi.Hatiku perih melihat penampilan mantan Ibu mertua yang sekarang terlihat lebih kurus. Istri Mas Rangga yang sedang menggendong anaknya pun tak kalah kusut. Namun kemana Mas Rangga? Kenapa meninggalkan Ibu dan istrinya? Aku hampir lupa kalau Mas Rangga adalah karyawan Mas Alan. Tentu saja dia beserta keluarganya pun menghadiri acara ini."Andira, maaf jika dulu Ibu pernah jahat sama kamu. Ibu sangat menyesal. Coba dulu Ibu tak menyia-nyiakan kamu, mungkin sampai sekarang kamu masih menjadi istri Rangga.""Maksud Ibu apa?" Istri Mas Rangga seakan tak terima mendengar ucapan sang mertua."Diam kamu! Menikahi kamu adalah kesalahan terbesar Rangga!" sungut Ibu melotot tajam. Sepertinya perangai Ibu masih seperti dulu. Inikah yang katanya menyesal? Bahkan sama menantunya pun masih seperti itu. "Bu, Mbak, sudah, tak usah ribut, ini tempat umum. Ibu tenang saja, s
Bab : 107Kejutan yang membuatku terharuMas Alan menghela nafas, lalu menghembuskannya pelan. "Kita akan pergi ke pesta, sayang.""Pesta?""Iya, pesta. Pesta pernikahan kita." Entah kejutan apa lagi yang akan diberikan untukku kali ini. Rasanya sudah tak bisa berkata-kata lagi dihadapannya. Bagaimana dia menyiapkan semua ini, tanpa meminta persetujuanku?"Aku sengaja memberikan kejutan untukmu, sayang. Mas yakin, pasti kamu akan senang." Mas Alan menggenggam tanganku."Tapi, kenapa harus mengadakan pesta, Mas?" tanyaku lirih. "Sayang, dengar, Mas hanya ingin menunjukkan ke semua orang bahwa Mas sudah menikah dan mempunyai istri secantik kamu. Memangnya kamu mau, karyawan Mas di kantor menganggap Mas masih single?" ucapnya dengan menggenggam jari ini.Senyumku mengembang mendengar penuturannya. Tak ada alasan untuk tidak jatuh cinta padamu, Mas. Sungguh, hati ini selalu sejuk dengan segala tingkah manismu. Bahkan berkali-kali kamu selalu membuatku jatuh cinta."Makasih banyak, Mas.
Bab : 106Malam pertama yang indah."Terus gimana, Bunda? Apakah setelah itu sang pengembaranya ketakutan?" tanya Riana yang sudah menguap beberapa kali."Awalnya memang ketakutan, Sayang. Lalu tak lama ada seseorang yang datang menyelamatkannya. Tentu sang pengembara itu sangat senang mendapat bantuan. Hingga akhirnya sang pengembara menemukan temannya yang tengah tersesat. Pastilah teman sang pengembara senang, karena telah bertemu dengan teman seperjuangan." Aku menutup buku setelah membacakan dongeng pada anak gadisku. Dan ternyata Riana sudah pulas dengan memeluk guling kesayangannya.Setelah menaruh buku di meja, kukecup sejenak kening Riana yang baru saja memejamkan mata. 'Sungguh, Bunda menyayangimu, Sayang, walaupun kamu bukan terlahir dari rahim Bunda. Tapi Bunda akan berusaha menjadi Bunda yang baik untukmu." Batinku, sembari menata selimut agar nyaman dengan tidurnya.Aku mulai beranjak dari kamar Riana setelah memastikan ia tertidur dengan nyaman. Waktupun sudah menunjukk
Bab : 105Badai orang ketigaDreett … dreett ….Kami yang tengah bercengkrama berdua, terkejut mendengar ponsel Mas Alan berdering. Siapa yang menelpon? Bukannya Mas Alan sedang mengambil cuti? Penasaran, aku pun ingin beranjak mengambil ponsel yang masih tergeletak tersebut, namun Mas Alan menghalangiku."Biar Mas yang ngambil, Sayang. Ganggu aja, siapa sih yang nelpon?" gerutunya, sembari melangkah mengambil ponsel."Bu Puspita, Sayang," ucapnya ragu.Dahiku mengernyit, untuk apa Bu Puspita menelpon? "Angkat aja, Mas!" ujarku. Karena aku sendiri penasaran dengan maunya Bu Puspita kali ini. "Assalamualaikum, Bu," jawab Mas Alan setelah mengangkat telepon. Sejenak, Mas Alan terdiam dengan masih menggenggam ponselnya. Entah apa yang dibicarakan oleh Bu Puspita, aku tak mendengarnya. Lebih baik aku menunggu disini saja."Maaf, Bu, saya tidak bisa. Saya sedang bersama istri saya!" Suara Mas Alan terdengar pelan, namun tegas.Aku meneguk ludah kuat. Kenapa Bu Puspita masih saja menggang
Bab : 104Kamu sempurna di mataku, Mas,Duh, Mas, meleleh hatiku melihat sikapmu seperti ini. Biarlah dikata seperti anak abege yang baru mengenal cinta. Nyatanya hatiku sedang berbunga-bunga melihat sikap manisnya. Sedangkan Yulia terlihat sangat kesal, tatapan matanya tajam ke arahku seakan mau menerkam."Hari ini adalah hari bahagia mereka, Bu, tolong jangan rusak momen indah mereka. Andira sekarang sudah menjadi menantu saya, tanpa mengurangi rasa sayang kami terhadap Renata yang sudah bahagia di alam sana. Jika Ibu ingin dihargai, tolong hargai kami disini!" Suara Mama pelan, namun menusuk. Menusuk bagi yang berpikir, tapi entah jika bagi Bu Puspita. Namun melihat raut wajah Bu Puspita, sepertinya mati kutu. Nyatanya tak mengeluarkan sepatah kata pun. Mulutnya seperti terkunci."Bukan begitu, Bu, saya hanya ingin memberitahu pada Andira, itu saja!" Kilah Bu Puspita pelan."Andira pasti paham, Bu. Iya kan, Sayang?" Mas Alan mengedipkan mata ke arah ku."Tentu saja, Sayang. Sebaga
Bab : 103.Dia yang selalu menyejukkan hati.Aku bernafas lega setelah mobil sudah terparkir manis di depan rumah. Perjalanan panjang ini terasa lebih menyenangkan karena seseorang yang berada disampingku."Sudah sampai rumah, Sayang." Mas Alan melepas seatbelt yang masih menempel di tubuhnya."Iya, Mas. Udah malam ternyata." ucapku sambil melirik jam di pergelangan tangan. Sudah menunjukkan angka 20,00. Aku keluar dengan Mbak Tuti yang menggendong Kania. Dan ternyata Kania pun sudah tertidur pulas. Sedangkan Mas Alan berjalan beriringan denganku sampai kami masuk ke dalam rumah."Duh, menantu Mama baru nyampe rumah." ujar Mama menyambutku."Assalamualaikum, Ma," ucapku dengan mencium takzim tangannya."Waalaikumsalam, Sayang. Pasti capek baru pulang. Istirahat dulu, nanti kita makan malam bareng!" ujar Mama."Ayo sayang!" Mas Alan mengajakku beristirahat sejenak. Aku pun mengikuti langkahnya dengan tangan ini tak lepas dari genggamannya.Mas Alan melepas sweaternya setelah kami masu
Bab : 102Hari yang dinanti pun tiba.Satu tahun kemudian.Hidup memang penuh dengan cobaan dan ujian. Begitu pun hidupku yang pernah mengalami keterpurukan hingga berada di titik terendah. Namun aku percaya bahwa Allah tidak akan menguji seorang hamba diluar batas kemampuannya. Dan bersamaan dengan itu Allah hadirkan Mas Alan sebagai penyembuh lukaku, pelengkap hidupku, dan sebentar lagi akan menjadi pendamping hidupku.Saat ini aku sedang mematut diri di depan cermin. Sedang menunggu detik-detik dimana sebentar lagi statusku akan berubah menjadi seorang istri. Gamis mewah berwarna putih serta hijab yang berwarna senada pula, kubiarkan menjuntai lebar menutupi dada yang kukenakan saat ini. "Masya Allah … adik Mbak cantik banget!" ujar Mbak Winda yang menghampiriku di kamar.Mbak Winda rela datang kesini hanya untuk menyaksikan pernikahanku. Padahal jarak dari rumahnya ke kampungku tidaklah dekat. Terharu, itulah yang kurasa saat melihat Mbak Winda kesini."Iya, Mbak Andira aslinya u
BAB 101. Penyesalan Selalu Datang Belakangan.POV RANGGA"Mas, minta uang dong buat beli skin care! Tuh lipstik aku sudah habis!" Lisa datang menyodorkan lipstiknya yang sudah ia korek dengan jarinya. Apakah Lisa tak melihat aku yang baru saja pulang kerja? Belum apa-apa sudah disuguhi dengan permintaan yang menyebalkan."Sudahlah, Lis, tak usah beli lipstik segala. Kamu tahu buat makan aja sekarang kita susah!" Pekikku. Sungguh, pusing sekali rasanya memikirkan semua masalah yang terus menerpa. Setiap berada di rumah selalu berakhir dengan keributan. Tidak dengan Ibu, tidak dengan Lisa, dan kadang seringnya Ibu yang berdebat dengan Lisa. Membuat kepala ini semakin pusing."Ah, Mas jahat. Coba kalau Ibu yang minta, pasti dibeliin. Kenapa aku yang istrimu minta uang buat beli lipstik saja susah, Mas?"Selalu seperti ini. Mempermasalahkan uang yang tak sepatutnya di bahas. Lisa sibuk meminta uang buat lipstik, sedangkan baru kemarin Ibu mengeluhkan beras yang sudah mulai menipis."Aku
Bab : 100Menjaga Hati***Aku melotot di depannya dengan jarak yang dekat. Biar saja, biar Mas Alan tahu kalau aku juga bisa marah. Menjengkelkan sekali. Mentang-mentang sudah sampai sini malah seenaknya seperti itu. Namun pandangan ini dikacaukan oleh bulu-bulu halus yang berada di pipi, membuat orang yang berada di depanku ini terlihat, sempurna. Sejenak, aku mengagumi ciptaan Tuhan yang amat sempurna."Kamu cantik banget kalau sedang marah. Apalagi menatapku dengan penuh cinta seperti itu." Aku gelagapan dan segera membuang muka. "Siapa juga yang memperhatikan wajahmu. Nyebelin banget sih!" gerutuku. Padahal sebenarnya sedang menyembunyikan rasa malu yang luar biasa. Sedangkan Mas Alan hanya tersenyum menanggapi ucapanku. Baru bertemu sehari dengannya, kenapa jadi se-menyebalkan ini?"Sebentar, Andira. Saya punya sesuatu untukmu." Mas Alan mengambil plastik yang berada di meja depan, lantas kembali mendekat ke arahku."Pakailah ponsel ini, Andira! Sudah saya simpan semua nomor sa